Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

CEDERA KEPALA ( TRAUMA KAPITIS )

DI SUSUN OLEH :

ADE TRI PUTRA HUMENA ( 19010001)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA MANDIRI POSO

PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan ridho-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Makalah Asuhan Keperawatan Cedera
Kepala ini dengan tepat waktu dan tanpa hambatan.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kardiovaskuler 2. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Pak Romliyadi,S.Kep, Ners selaku dosen pembimbing
mata kuliah Kardivaskuler 2. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Poso, 27 april 2022

Penulis
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


1.2 Tujuan

BAB II ANATOMI FISIOLOGI

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI

BAB III TINJAUAN TEORI

3.1 Definisi cedera kepala

3.2 Etiologi

3.3 patofisiologi

3.4 manfestasi klinis

3.5 pemeriksaan penunjang

3.6 komplikasi

3.7 penatalksanaan

BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA

4.1 Pengkajian

4.2 Diagnosa keperawatan

4.3 intervensi dan rasional

BAB V Penutup

5.1 kesimpulan

5.2 saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung yang
kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik,kognitif,
psikososial, bersifat temporer atau permanen (www.yayanakhyar.com.nr/200905).

Setiap tahun di Amerika Serikat, mencatat 1,7 juta kasus trauma kepala 52.000 pasien
meninggal dan selebihnya dirawat inap. Trauma kepala juga merupakan penyebab kematian
ketiga dari semua jenis trauma dikaitkan dengan kematin. Menurut Penelitian yang dilakukan
oleh Natroma Trauma Project di Islamic Republik of Iran bahwa, diantara semua jenis
trauma tertinggi yang dilaporkan yaitu sebanyak 78,7 % trauma kepala dan kematian paling
banyak juga disebabkan oleh trauma kepala (Karbakhsh, zand, Rouzrokh, Zarei, 2009). Rata
– rata rawat inap pada laki – laki dan wanita akibat terjatuh dengan diagnosa trauma kepala
sebanyak 146,3 per 100.000 dan 158,3 per 100.000 (Thomas 2006). Angka kematian trauma
kepala akibat terjatuh lebih tinggi pada laki – laki dibanding perempuan yaitu sebanyak 26,9
per 100.000 dan 1,8 per 100.000. Bagi lansia pada usia 65 tahun keatas, kematian akibat
trauma kepala mencatat 16.000 kematian dari 1,8 juta lansia di Amerika yang mengalami
trauma kepala akibat terjatuh. Menurut Kraus (1993), dalam penelitiannya ditemukan bahwa
anak remaja hingga dewasa muda mengalami cedera kepala akibat terlibat dalam kecelakaan
lalu lintas dan akibat kekerasan sedangkan orang yang lebih tua cenderung mengalami trauma
kepala disebabkan oleh terjatuh.Menurut data yang diperolah dari rekam medik RSUD
Atambua, pada tiga tahun terakhir ini yaitu : tahun 2008 terdiri dari 142 orang, laki –laki :
107 orang ( 75,3 %), perempuan : 42 orang (29,5 %), Tahun 2009 : 163 orang, laki – laki :
140 orang (85,8 %), perempuan : 23 orang (13,6 %), Tahun 2010 : 175 orang, laki – laki :
149 orang (85,1 %), perempuan : 26 orang ( 14,8 %).

Indonesia sebagai negara berkembang ikut merasakan kemajuan teknologi, diantaranya


bidang transportasi. Dengan majunya transportasi, mobilitas penduduk pun ikut meningkat.
Namun akibat kemajuan ini, juga berdampak negatif yaitu semakin tingginya angka
kecelakaan lalu lintas karena ketidak hati – hatian dalam berkendaraan. Sehingga dapat
mengakibatkan berbagai cedera. Salah satu cedera yang sering terjadi pada saat kecelakan
lalu lintas adalah cedera kepala (http://repository.usu.ac.id/ bitstream/ 12345678
/16495/5.chapter%201.pdf).
Cedera kepala menduduki tingkat morbiditas dan mortalitas tertinggi, oleh karena itu
diperlukan pemahaman dan pengelolaan yang lebih baik terutama tentang penanganan (A, B,
C, D, E), pencegahan cedera otak sekunder dan cara merujuk penderita secepat mungkin oleh
untuk petugas kesehatan yang berada digaris depan.

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengembangkan pola pikir ilmiah dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien cedera kepala dengan pendekatan proses keperawatan.

2. Tujuan khusus
a) Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien cedera kepala.
b) Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan cedera
kepala.
c) Mahasiswa mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan cedera
kepala.

BAB II
ANATOMI FISIOLOGI

2.1 Anatomi

2.1.1 Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective
tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective
tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium

2.1.2 Tulang Tengkorak

Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii Tulang tengkorak terdiri
dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital . Kalvaria khususnya
diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii
berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior
tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian
bawah batang otak dan serebelum .-

2.1.3 Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :

1. Dura mater

Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan
meningeal . Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang
melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput
arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak
antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera
otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis
superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan
menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus
transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan
perdarahan hebat
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium (ruang
epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini
dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri
meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media) .

2. Selaput Arakhnoid

Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang . Selaput arakhnoid
terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak.
Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan
dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan
sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala .

3. Pia mater

Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri . Pia mater adarah membrana
(3)

vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang
paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.
Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater

Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14 kg .
Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan
diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari
pons, medula oblongata dan serebellum.

Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi,
fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik
dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital
bertanggungjawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi
sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula
oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab dalam fungsi
koordinasi dan keseimbangan .

2.1.4 Cairan serebrospinalis


Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi
sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju
ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam
sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior.
Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu
penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial . Angka rata-rata pada
kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS
per hari .

2.1.5 Tentorium

Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari
fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii
posterior) .

2.1.6 Perdarahan Otak

Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini
beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willisi. Vena-vena
otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak
mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus
cranialis .

2.2 Fisiologi Kepala

Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial, cairan


secebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang dewasa dalam posisi
terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4 – 10 mmHg .
Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia.
Prognosis yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama bila
menetap .

Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus bertambah
sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan darah intravaskuler
mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat akan meningkat. Sebuah konsep
sederhana dapat menerangkan tentang dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa
volume intrakranial harus selalu konstan, konsep ini dikenal dengan Doktrin Monro-Kellie .

Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min atau 16% dari cardiac
output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup . Aliran darah otak (ADO) normal
ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram jaringan otak per menit.
Pada anak, ADO bisa lebih besar tergantung pada usainya . ADO dapat menurun 50% dalam
6-12 jam pertama sejak cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO akan
meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap koma ADO tetap di
bawah normal sampai beberapa hari atau minggu setelah cedera. Mempertahankan tekanan
perfusi otak/TPO (MAP-TIK) pada level 60-70 mmHg sangat rirekomendasikan untuk
meningkatkan ADO .

BAB III

TINJAUAN TEORI
3.1 Pengertian
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya
(Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .(Mansjoer
Arif ,dkk ,2000).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.
(Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan
garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi – descelarasi) yang
merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan
factor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga
oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Trauma kepala termasuk kejadian trauma pada kulit kepala, tengkorak atau otak. Batas
trauma kepala digunakan terutama untuk mengetahui trauma cranicerebral, termasuk
gangguan kesadaran. Kematian akibat trauma kepala terjadi pada tiga waktu setelah injuri,
yaitu meliputi:
1. Segera setelah injuri
2. Dalam waktu 2 jam setelah injuri
3. Rata-rata 3 minggu setelah injuri

Pada umumnya kematian terjadi segera setelah injuri dimana terjadi trauma langsung pada
kepala, atau perdarahan yang hebat dan syok. Kematian yang terjadi dalam beberapa jam
setelah trauma disebabkan oleh kondisi klien memburuk secara progresif akibat perdarahan
internal. Pencatatan segera tentang status neurologus dan intervensi surgical merupakan
tindakan kritis guna pencegahan kematian pada fase ini. Kematian yang terjadi 3 minggu atau
lebih setelah injuri disebabkan oleh berbagai kegegelan system tubuh.

3.2 Etiologi
1. Kecelakaan lalu lintas (kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil)
2. Kecelakaan kerja
3. Trauma pada olah raga
4. Kejatuhan benda atau jatuh dari tempat tinggi
5. Luka tembak
6. Cedera akibat kekerasan

3.3 Patofisiologi

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi,
energi yang dihasilkan di dalam sel – sel syaraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen
sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg % karena akan
menimbulkan koma, kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan tubuh,
sehingga bila kadar oksigen plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala – gejala permulaan
disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolisme anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh
darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat
akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan oksidasi metabolisme anaerob. Hal
ini akan menyebabkan asidosis metababolik. Dalam keadaan normal Cerebral Blood Flow
(CBF) adalah 50 – 60 ml / menit 100 gr. Jaringan otak yang merupakan 15 % dari cardiac
output.

Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktifitas atypical


myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udema paru. Perubahan otonim pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P aritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel serta
takikardi.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler akan menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh
persyarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak
begitu besar.

3.4 Manifestasi klinik


Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala.

a.Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat dilihat
dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale)

b.Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala karena regangan dura
dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus
optikus; muntah seringkali proyektil.

3.5 Pemeriksaan penunjang


a. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
b. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan
otak akibat edema, perdarahan, trauma.

a. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis


(perdarahan / edema), fragmen tulang.
b. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi
peningkatan tekanan intrakranial.
c. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrakranial.

3.6 Komplikasi

 Koma . Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada situasi ini,
secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini penderita akan
terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki vegetative state atau mati penderita
pada masa vegetative statesering membuka matanya dan mengerakkannya, menjerit atau
menjukan respon reflek. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak
menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada masa vegetative state lebih dari satu tahun
jarang sembuh.

 Seizure. Pederita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya


sekali seizure pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini
berkembang menjadi epilepsy.
 Infeksi. Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen)
sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini
memiliki potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain
 Kerusakan saraf. Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada nervus
facialis. Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau kerusakan dari saraf untuk
pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda .
 Hilangnya kemampuan kognitif. Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses
informasi dan memori merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera
kepala berat mengalami masalah kesadaran.
 Penyakit Alzheimer dan Parkinson. Pada kasus cedera kapala resiko perkembangan
terjadinya penyakit alzheimer tinggi dan sedikit terjadi parkinson. Resiko akan semakin
tinggi tergantung frekuensi dan keparahan cedera.

3.7 Penatalaksanaan
1 Obesrvasi 24 jam
2 Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3 Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4 Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5 Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6 Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7 Pemberian obat-obat analgetik.
8 Pembedahan bila ada indikasi.
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA

3.1 Pengkajian

3.1.1Riwayat kesehatan

waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian
pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.

3.1.2 Pemeriksaan Fisik


1. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi,
ataksik)
2. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
3. Sistem saraf :
Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan
penurunan fungsi saraf kranial.
Fungsi sensori-motor à adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu,
anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
4. Sistem pencernaan
Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah,
adanya refleks batuk, mudah tersedak. Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium
dan cairan.
5. Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
6. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia, gangguan gerak
volunter, ROM, kekuatan otot.

7. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan disfagia atau afasia akibat
kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
3.2 Diagnosa,Intervensi dan Rasional

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1.Gangguan Tidak terjadi o   Pantau          Perubahan dapat
pola nafas b/ d gangguan pola nafas frekuensi, irama, menunjukan komplikasi
obstruksi setelah dilakukan kedalaman pulmonal atau menandakan
trakeobronkial, tindakan keperawatan pernafasan. Catat lokasi/ luasnya keterlibatan otak.
neurovaskuler, selama 2x 24 jam ketidakteraturan Pernafasan lambat, periode
kerusakan dengan KH : pernafasan. apneu dapat menendakan
medula o   Angkat kepala perlunya ventilasi mekanis.
o   Memperlihatkan
oblongata. tempat tidur sesuai          Untuk memudahkan
pola nafas normal/
aturan posisi ekspansi paru dan menjegah
efektif, bebas sianosis
miring sesuai lidah jatuh yang menyumbat
dengan GDA dalam
indikasi. jalan nafas.
batas normal pasien.
o   Anjurkan pasien          Mencegah/ menurunkan
untuk latihan nafas atelektasis.
dalam yang efektif          Untuk mengidentifikasi
jika pasien sadar. adanya masalah paru seperti
o   Auskultasi atelektasis, kongesti atau
suara nafas. obstruksi jalan nafas yang
Perhatikan daerah membahayakan oksigenasi
hipoventilasi dan serebral atau menandakan
adanya suara- suara adanya infeksi paru (umumnya
tambahan yang merupakan komplikasi pada
tidak normal. cidera kepala).
(krekels, ronki dan          Menentukan kecukupan
whiszing). oksigen, keseimbangan asam-
o   Kolaborasi basa dan kebutuhan akan terapi.
untuk pemeriksaan          Mencegah hipoksia, jika
AGD, tekanan pusat pernafasan tertekan.
oksimetri. Biasanya dengan mnggunakan
o   Berikan ventilator mekanis
oksiegen sesuai
indikasi.
Gangguan perfusi o   Pantau status          Mengkaji adanya
jaringan tidak dapat neurologis secara kecenderungan pada tingkat
2.Gangguan
diatasi setelah teratur kesadaran dan potensial
perfusi jaringan
dilakukan tindakan o   Evaluasi peningkatan TIK dan bermanfaat
b/ d oedema
keperawatan selama kemampuan dalam menentukan lokasi,
cerebri,
2x 24 jam dengan membuka mata perluasan dan perkembangan
meningkatnya
KH : (spontan, rangsang kerusakan SSP
aliran darah ke
nyeri).          Menentukan tingkat
otak. o   Mampu
o   Kaji respon kesadaran
mempertahankan
motorik terhadap          Mengukur kesadaran
tingkat kesadaran
perintah yang secara keseluruhan dan
o   Fungsi sensori
sederhana. kemampuan untuk berespon pada
dan motorik
o   Pantau TTV rangsangan eksternal.
membaik.
dan catat hasilnya.          Dikatakan sadar bila
o   Anjurkan orang pasien mampu meremas atau
terdekat untuk melepas tangan pemeriksan
berbicara dengan          Peningkatan tekanan
klien darah sistemik yang diikuti
o   Kolaborasi dengan penurunan tekanan darah
pemberian cairan diastolik merupakan tanda
sesuai indikasi peningkatan TIK .
melalui IV dengan          Peningkatan ritme dan
alat kontrol disritmia merupakan tanda
adanya depresi atau trauma
batang otak pada pasien yang
tidak mempunyai kelainan
jantung sebelumnya.
         Nafas yang tidak teratur
menunjukan adanya peningkatan
TIK
         Ungkapan keluarga yang
menyenangkan klien tampak
mempunyai efek relaksasi pada
beberapa klien koma yang akan
menurunkan TIK
         Pembatasan cairan
diperlukan untuk menurunkan
Oedema cerebral: meminimalkan
fluktuasi aliran vaskuler, tekanan
darah (TD) dan TIK
3.Gangguan Setelah dilakukan o   Kaji tanda          Deteksi dini dan
keseimbangan tindakan keperawatan klinis dehidrasi intervensi dapat mencegah
cairan dan selama 3 x 24 jam atau kelebihan kekurangan / kelebihan fluktuasi
elektrolit b/ d ganguan cairan. keseimbangan cairan.
haluaran urine keseimbangan cairan o   Catat masukan          Kehilangan urinarius
dan elektrolit dan elektrolit dapat dan haluaran, dapat menunjukan terjadinya
meningkat. teratasi dengan KH : hitung dehidrasi dan berat jenis urine
keseimbangan adalah indikator hidrasi dan
o   Menunjukan
cairan, ukur berat fungsi renal.
membran mukosa
jenis urine.          Dengan formula kalori
lembab, tanda vital
o   Berikan air lebih tinggi, tambahan air
normal haluaran
tambahan/ bilas diperlukan untuk mencegah
urine adekuat dan
selang sesuai dehidrasi.
bebas oedema.
indikasi          Hipokalimia/ fofatemia
o   Kolaborasi dapat terjadi karena perpindahan
pemeriksaan lab. intraselluler selama pemberian
kalium/fosfor makan awal dan menurunkan
serum, Ht dan fungsi jantung bila tidak diatasi.
albumin serum.
4.Gangguan rasa Rasa nyeri berkurang o   Teliti keluhan          Mengidentifikasi
nyaman nyeri b/ setelah dilakukan nyeri, catat karakteristik nyeri merupakan
d peningkatan tindakan keperawatan intensitasnya, faktor yang penting untuk
tekanan intra selama 2 x 24 jam lokasinya dan menentukan terapi yang cocok
kranial. dengan KH : lamanya. serta.
o   Catat          mengevaluasi keefektifan
o   pasien
kemungkinan dari terapi.
mengatakan nyeri
patofisiologi yang          Pemahaman terhadap
berkurang.
khas, misalnya penyakit yang mendasarinya
o   Pasien
adanya infeksi, membantu dalam memilih
menunjukan skala trauma servikal. intervensi yang sesuai.
nyeri pada angka 3. o   Beri kompres          Meningkatkan rasa
o   Ekspresi wajah
dingin pd kpla nyaman dengan menurunkan
klien rileks.
vasodilatasi.
5.Perubahan Fungsi persepsi o   Evaluasi secara          Fungsi cerebral bagian
persepsi sensori sensori kembali teratur perubahan atas biasanya terpengaruh lebih
b/ d penurunan normal setelah orientasi, dahulu oleh adanya gangguan
kesadaran, dilakukan perawatan kemampuan sirkulasi, oksigenasi. Perubahan
peningkatan selama 3x 24 jam berbicara, alam persepsi sensori motorik dan
tekanan intra dengan KH : perasaan, sensori kognitif mungkin akan
kranial. dan proses pikir. berkembang dan menetap dengan
o   mampu mengenali
o   Kaji kesadaran perbaikan respon secara bertahap
orang dan lingkungan
sensori dengan          Semua sistem sensori
sekitar.
sentuhan, panas/ dapat terpengaruh dengan adanya
o   Mengakui adanya
dingin, benda perubahan yang melibatkan
perubahan dalam
tajam/ tumpul dan peningkatan atau penurunan
kemampuannya.
kesadaran terhadap sensitivitas atau kehilangan
gerakan. sensasi untuk menerima dan
o   Bicara dengan berespon sesuai dengan stimuli.
suara yang lembut          Pasien mungkin
dan pelan. mengalami keterbatasan
Gunakan kalimat perhatian atau pemahaman
pendek dan selama fase akut dan
sederhana. penyembuhan. Dengan tindakan
Pertahankan kontak ini akan membantu pasien untuk
mata. memunculkan komunikasi.
o   Berikan          Mengurangi kelelahan,
lingkungan kejenuhan dan memberikan
tersetruktur rapi, kesempatan untuk tidur REM
nyaman dan buat (ketidakadaan tidur REM ini
jadwal untuk klien dapat meningkatkan gangguan
jika mungkin dan persepsi sensori).
tinjau kembali.
o   Gunakan
penerangan siang          Memberikan perasaan
atau malam. normal tentang perubahan waktu
o   Kolaborasi pd dan pola tidur.
ahlifisioterapi,
terapiokupasi,          Pendekatan antar disiplin
terapi wicara dan ilmu dapat menciptakan rencana
terapi kognitif. panatalaksanaan terintegrasi
yang berfokus pada masalah
klien
6.Gangguan Pasien dapat o   Periksa kembali          Mengidentifikasi
mobilitas fisik melakukan mobilitas kemampuan dan kerusakan secara fungsional dan
b/d spastisitas fisik setelah keadaan secara mempengaruhi pilihan intervensi
kontraktur, mendapat perawatan fungsional pada yang akan dilakukan.
kerusakan saraf dengan KH : kerusakan yang          Penggunaan sepatu tenis
motorik. terjadi. hak tinggi dapat membantu
o   tidak adanya
o   Pertahankan mencegah footdrop, penggunaan
kontraktur, footdrop.
kesejajaran tubuh bantal, gulungan alas tidur dan
o   Ada peningkatan
secara fungsional, bantal pasir dapat membantu
kekuatan dan fungsi
seperti bokong, mencegah terjadinya abnormal
bagian tubuh yang
kaki, tangan. pada bokong.
sakit.
Pantau selama          Mempertahankan
o   Mampu
penempatan alat mobilitas dan fungsi sendi/ posisi
mendemonstrasikan
aktivitas yang atau tanda normal ekstrimitas dan
memungkinkan penekanan dari alat menurunkan terjadinya vena
dilakukannya tersebut. statis.
o   Berikan/ bantu          Proses penyembuhan yang
untuk latihan lambat seringakli menyertai
rentang gerak trauma kepala dan pemulihan
o   Bantu pasien fisik merupakan bagian yang
dalam program sangat penting. Keterlibatan
latihan dan pasien dalam program latihan
penggunaan alat sangat penting untuk
mobilisasi. meningkatkan kerja sama atau
Tingkatkan keberhasilan program.
aktivitas dan
partisipasi dalam
merawat diri
sendiri sesuai
kemampuan.
7.Resiko tinggi Tidak terjadi infeksi o   Berikan          Cara pertama untuk
infeksi b/ d setelah dilakukan perawatan aseptik menghindari nosokomial infeksi.
jaringan trauma, tindakan keperawatan dan antiseptik,          Deteksi dini
kerusakan kulit selama 3x 24 jam pertahankan teknik perkembangan infeksi
kepala. dengan KH : cuci tangan yang memungkinkan untuk melakukan
baik. tindakan dengan segera dan
o   Bebas tanda-
o   Observasi pencegahan terhadap komplikasi
tanda infeksi
daerah kulit yang selanjutnya.
o   Mencapai
mengalami          Menurunkan pemajanan
penyembuhan luka
kerusakan, daerah terhadap pembawa kuman
tepat waktu
yang terpasang alat infeksi.
invasi, catat          Terapi profilaktik dapat
karakteristik digunakan pada pasien yang
drainase dan mengalami trauma, kebocoran
adanya inflamasi. LCS atau setelah dilakukan
o   Batasi pembedahan untuk menurunkan
pengunjung yang resiko terjadinya infeksi
dapat menularkan nosokomial.
infeksi atau cegah
pengunjung yang
mengalami infeksi
saluran nafas atas.
o   Kolaborasi
pemberian atibiotik
sesuai indikasi.
8.Gangguan Pasien tidak o   Kaji          Faktor ini menentukan
kebutuhan mengalami gangguan kemampuan pasien terhadap jenis makanan sehingga
nutrisi b/ d nutrisi setelah untuk mengunyah pasien harus terlindung dari
kelemahan otot dilakukan perawatan dan menelan, batuk aspirasi.
untuk menguyah selama 3 x 24 jam dan mengatasi          Fungsi bising usus pada
dan menelan dengan KH : sekresi. umumnya tetap baik pada kasus
o   Auskultasi cidera kepala. Jadi bising usus
o   Tidak mengalami
bising usus, catat membantu dalam menentukan
tanda- tanda mal
adanya penurunan/ respon untuk makan atau
nutrisi dengan nilai
hilangnya atau berkembangnya komplikasi
lab. Dalam rentang
suara hiperaktif. seperti paralitik ileus.
normal.
o   Jaga keamanan          Menurunkan regurgitasi
o   Peningkatan berat
saat memberikan dan terjadinya aspirasi.
badan sesuai tujuan.
makan pada pasien,          Meningkatkan proses
seperti pencernaan dan toleransi pasien
meninggikan terhadap nutrisi yang diberikan
kepala selama dan dapat meningkatkan
makan atatu selama kerjasama pasien saat makan.
pemberian makan          Perdarahan subakut/ akut
lewat NGT. dapat terjadi dan perlu intervensi
o   Berikan makan dan metode alternatif pemberian
dalam porsi kecil
dan sering dengan makan
teratur.          Metode yang efektif untuk
o   Kaji feses, memberikan kebutuhan kalori.
cairan lambung,
muntah darah.
o   Kolaborasi
dengan ahli gizi.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung yang
kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik,kognitif,
psikososial, bersifat temporer atau permanen (www.yayanakhyar.com.nr/200905).

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi,
energi yang dihasilkan di dalam sel – sel syaraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen
sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg % karena akan
menimbulkan koma, kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan tubuh,
sehingga bila kadar oksigen plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala – gejala permulaan
disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolisme anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh
darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat
akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan oksidasi metabolisme anaerob. Hal
ini akan menyebabkan asidosis metababolik. Dalam keadaan normal Cerebral Blood Flow
(CBF) adalah 50 – 60 ml / menit 100 gr. Jaringan otak yang merupakan 15 % dari cardiac
output.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktifitas atypical
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udema paru. Perubahan otonim pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P aritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel serta
takikardi.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler akan menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh
persyarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak
begitu besar.

5.2 Saran

Sebaiknya kita harus melindungi kepala dari ancaman bahaya seperti


kecelakaan,karena bila kepala kita sudah mengalami cedera maka, hal tersebut dapat
mengakibatkan fatal bahkan dapat menyebabkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA

Sylvia A Price, Lorraine M Wilson. 2006.Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit


edisi 6 volume 2. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC.

Marilynn E. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan pedomanuntuk perencanaan dan


pendokumentasian pasien, ed.3.EGC:Jakarta.

Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume 3 Edisi 8.
Jakarta : EGC. 2002.

http://www.scribd.com/doc/47720693/Cedera-Kepala

http://ilmukebidanan.wordpress.com/tag/kesehatan/

http://yayanakhyar.wordpress.com/2008/04/25/cedera-kepala-head-injury/

http://www.darplastic.com/umum/bagian-ketiga.html

Anda mungkin juga menyukai