PENEGAKKAN DIAGNOSIS
DAN
PENANGANAN CEDERA KEPALA
DI IGD
Disusun oleh :
1761050141
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Kepala di IGD”. Referat ini disusun guna memenuhi tugas kepaniteraan klinik
Adapun ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua
penulis yang tidak pernah berhenti mendoakan dan mendukung kelancaran belajar
selama masa pendidikan penulis. Penulis juga berterima kasih khususnya kepada dr.
terselesaikan.
referat ini. Dengan demikian, besar harapan penulis akan saran dan masukan demi
perbaikan di masa mendatang. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Cedera kepala (Trauma Kapitis) merupakan salah satu jenis cedera yang
terbanyak di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit. Banyak pasien cedera kepala berat
meninggal sebelum tiba di rumah sakit, dan sekitar 90 % kematian pra rumah sakit
disebabkan karena cedera kepala. Pasien yang dapat bertahan hidup dari cedera
secara serentak. Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada saat
pasien tiba di Rumah Sakit. Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan
mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk perfusi otak merupakan langkah
paling penting untuk menghindarkan terjadinya cedera otak sekunder, yang pada
Sistim triase bagi pasien cedera kepala tergantung pada beratnya cedera dan
fasilitas yang ada di tempat pertolongan pertama. Pada kondisi dimana tidak terdapat
yang baik dalam penanganan awal sebelum melakukan rujukan, bahkan dapat
merawat pasien-pasien yang dapat ditangani secara non operatif, untuk mengurangi
rujukan pada kasus yang seharusnya dapat ditangani di daerah dengan tetap
memperhatikan keselamatan pasien dan outcome yang baik. Konsultasi dengan ahli
bedah saraf harus dilakukan seawal mungkin, terutama bila pasien mengalami koma
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Cedera berarti luka atau jejas. Cedera bisa timbul diakibatkan oleh gaya
mekanik. Sehingga pengertian cedera kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala
baik secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi
neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun
perubahan fungsional pada otak yang disertai keadaan patologis pada otak yang
2.2 Epidemiologi
Statistik negara-negara yang sudah maju menunjukan bahwa cedera kepala
seseorang tidak bisa bekerja lebih dari satu hari sampai selama jangka panjang.
Kurang lebih 33% kecelakaan berakhir pada kematian. Diluar medan peperangan
lebih dari 50% dari cedera kepala terjadi karena kecelakaan lalu lintas selebihnya
karena pukulan atau jatuh. Orang-orang yang mati karena kecelakaan, 40%-50%
meninggal sebelum mereka tiba di rumah sakit. Dari mereka yang dimasukkan
kedalam rumah sakit dalam keadaan masih hidup 40% meninggal dalam satu hari
a. Kulit kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu:
Skin atau kulit
Connective tissue atau jaringan penyambung
Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang
berhubungan langsung dengan tengkorak
Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar.
Perikranium
Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari
perikranium dan merupakan tempat yang biasa terjadinya perdarahan
subgaleal. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga
bila terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan
banyak kehilangan darah terutama pada anak-anak atau penderita
dewasa yang cukup lama terperangkap sehingga membutuhkan waktu
lama untuk mengeluarkannya (American college of surgeon, 1997).
Gambar 2.1. Lapisan kulit kepala (SCALP)
b. Tulang Tengkorak
Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari
beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria
khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian
dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga
tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu fosa anterior tempat lobus frontalis,
fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah
batang otak dan serebelum (American college of surgeon, 1997).
Gambar 2.2. Tulang Tengkorak
c. Meninges
Selaput meninges menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu :
1. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang
keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada
permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput
arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang
subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering
dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh
vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis
superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami
robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis
superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan
perdarahan hebat. Arteri meningea terletak antara duramater dan
permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari
tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan
menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami
cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
temporalis (fosa media).
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.
Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut
spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang
terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan subarakhnoid umumnya
disebabkan akibat cedera kepala.
3. Piameter
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater
adalah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak,
meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana
ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.
Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh
piamater.
d. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin dengan berat pada orang dewasa
sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (otak
depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah)
dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata
dan serebellum. Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus
frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi
bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi
ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital
bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons
bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam
kesadaran dan kewaspadaan. Pada medulla oblongata terdapat pusat
kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi
koordinasi dan keseimbangan.
e. Cairan Serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel
lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus
sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi
vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis
superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio
arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan
kenaikan tekanan intracranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi
dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS
per hari.
gambar 2.4. Aliran Cairan Serebrospinalis
f. Vaskularisasi Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan
membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan
otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup.
Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus
cranialis.
2.4 Fisiologi
a. Tekanan intracranial
Berbagai proses patologi pada otak dapat meningkatkan tekanan
intracranial yang selanjutnya dapat mengganggu fungsi otak yang
akhirnya berdampak buruk terhadap penderita. Tekanan intracranial yang
tinggi dapat menimbulkan konsekwensi yang mengganggu fungsi otak.
TIK Normal kira-kira sebesar 10 mmHg, TIK lebih tinggi dari 20mmHg
dianggap tidak normal. Semakin tinggi TIK setelah cedera kepala,
semakin buruk prognosisnya.
b. Hukum Monroe-Kellie
Konsep utama Volume intrakranial adalah selalu konstan karena sifat
dasar dari tulang tengkorak yang tidak elastik. Volume intrakranial (Vic)
adalah sama dengan jumlah total volume komponen-komponennya yaitu
volume jaringan otak (Vbr), volume cairan serebrospinal (Vcsf) dan
volume darah (Vbl).
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu
cedera primer dan sekunder. Cedera primer merupakan cedera akibat langsung dari
suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda
keras maupun proses akselerasi deselerasi dari gerakan kepala. Dalam mekanisme
cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang
diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya
disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi
lesi yang disebut contrecoup.
1. Identitas pasien : Nama, Umur, Sex, Suku, Agama, Pekerjaan, dan Alamat
2. Keluhan utama
3. Mekanisme trauma
2.7 Penatalaksanaan
a. Jalan nafas(Airway)
Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi
kepala ekstensi,kalau perlu dipasang pipa orofaring atau pipa
endotrakheal, bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Isi
lambung dikosongkan melalui pipa nasograstrik untuk menghindarkan
aspirasi muntahan
b. Pernafasan(Breathing)
Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer.
Kelainan sentral adalah depresi pernafasan pada lesi medula oblongata,
pernafasan cheyne stokes, ataksik dan central neurogenik
hyperventilation. Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada, edema
paru, DIC, emboli paru, infeksi. Akibat dari gangguan pernafasan dapat
terjadi hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan dengan pemberian oksigen
kemudian cari danatasi faktor penyebab dan kalau perlu memakai
ventilator.
c. Sirkulasi(Circulation)
Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan
sekunder. Jarang hipotensi disebabkan oleh kelainan intrakranial,
kebanyakan oleh faktor ekstrakranial yakni berupa hipovolemi akibat
perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai tamponade
jantung atau peumotoraks dan syok septik. Tindakannya adalah
menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi jantung dan
mengganti darah yang hilang dengan plasma, hydroxyethyl starch atau
darah
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan radiologi
Dibuat foto kepala dan leher, sedangkan foto anggota gerak, dada dan
abdomen dibuat atas indikasi. CT scan kepala dilakukan bila ada fraktur
tulang tengkorak atau bila secara klinis diduga ada hematom intracranial
1. Hiperventilasi
Setelah resusitai ABC, dilakukan hiperventilasi dengan ventilasi yang
terkontrol, dengan sasaran tekanan CO2 (pCO2) 27-30 mmHg dimana terjadi
vasokontriksi yang diikuti berkurangnya aliran darah serebral. Hiperventilasi
dengan pCO2 sekitar 30 mmHg dipertahankan selama 48-72 jam, lalu dicoba
dilepas dengan mengurangi hiperventilasi, bila TIK naik lagi hiperventilasi
diteruskan lagi selama 24-48 jam. Bila TIK tidak menurun dengan
hiperventilasi periksa gas darah dan lakukan CT scan ulang untuk
menyingkirkan hematom
2. Drainase
3. Terapi diuretik
Cairan ini menurunkan TIK dengan menarik air dari jaringan otak
normal melalui sawar otak yang masih utuh kedalam ruang intravaskuler.
Bila tidak terjadi diuresis pemberiannya harus dihentikan. Cara pemberiannya
: Bolus 0,5-1 gram/kgBB dalam 20 menit dilanjutkan 0,25-0,5 gram/kgBB,
setiap 6 jam selama 24-48 jam. Monitor osmolalitas tidak melebihi 310
mOSm.
Loopdiuretik(Furosemid)
Furosemid dapat menurunkan TIK melalui efek menghambat pembentukan
cairan cerebrospinal dan menarik cairan interstitial pada edema sebri.
Pemberiannya bersamaan manitol mempunyai efek sinergik dan
memperpanjang efek osmotik serum oleh manitol. Dosis 40 mg/hari/iv
4. Terapi barbiturat (Fenobarbital)
5. Streroid
6. Posisi Tidur
Nutrisi
Epilepsi/kejang
Pengobatan:
Komplikasi sistematik
Neuroproteksi
KESIMPULAN
Terjadinya cedera kepala, kerusakan dapat terjadi dalam dua tahap, yaitu
cedera primer yang merupakan akibat yang langsung dari suatu ruda paksa dan
cedera sekunder yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul sebagai
tahapmlanjutan dari kerusakan otak primer.
Kerusakan otak sering kali menyebabkan kelainan fungsi yang menetap, yang
bervariasi tergantung kepada kerusakan yang terjadi, apakah terbatas (terlokalisir)
atau lebih menyebar (difus). Kelainan fungsi yang terjadi juga tergantung kepada
bagian otak mana yang terkena.
Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang
tidak mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang
mengalami kerusakan. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak
untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang.
DAFTAR PUSTAKA