Anda di halaman 1dari 44

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat
menyebabkan gangguan fisik dan mental yang kompleks.1 Cedera kepala
merupakan penyebab utama terjadinya kematian dan disabilitas jangka
panjang khususnya pada dewasa muda. Hampir 90% pasien cedera kepala
berat meninggal sebelum sampai ke rumah sakit, sekitar 75% pasien
cedera kepala diklasifikasikan sebagai cedera kepala ringan, 15 % cedera
kepala sedang, dan 10% cedera kepala berat.2
Secara global insiden cedera kepala meningkat dengan tajam terutama
karena peningkatan penggunaan kendaraan bermotor tanpa helm atau
memakai helm yang tidak tepat dan yang tidak memenuhi standar. Selain
kecelakaan lalu lintas penyebab tersering cedera kepala juga dikarenakan
jatuh,tindakan kekerasan, serta kegiatan olahraga. 3 WHO memperkirakan
bahwa pada tahun 2020 kecelakaan lalu lintas akan menjadi penyebab
penyakit dan trauma ketiga terbanyak di dunia. 4 Data Riskesdas 2013
menunjukkan insiden cedera kepala dengan CFR sebanyak 100.000 jiwa
meninggal dunia di Indonesia.5 Angka kejadian cedera kepala dirumah
sakit diindonesia merupakan penyebab kematian urutan kedua (4,37%)
setelah stroke, dan merupakan urutan kelima (2,18%) pada 10 pola
penyakit terbanyak yang dirawat dirumah sakit diindonesia. (Depkes
RI,2007)

Rumah Sakit Pendidikan Departemen Kesehatan Tipe B. Rumah sakit


ini merupakan salah satu RSUD Raden Mattaher Jambi merupakan rumah
sakit penyedia pelayanan dan sarana Instalasi Radiologi sebagai
pemeriksaan penunjang. kasus cedera kepala di RSUD Raden Mattaher
Provinsi Jambi tahun 2017 terdiri dari 356 pasien, dengan pasien cedera
kepala berat 34, cedera kepala sedang 66, dan cedera kepala ringan 217
kasus. Sedangkan pada tahun 2018 mengalami penurunan pasien cedera
2

kepala dirawat inap sekitar 224 pasien cedera kepala dengan cedera kepala
berat 15 pasien, cedera kepala sedang 28 pasien, dan cedera kepala ringan
181 pasien. Sedangkan pasien cedera kepala yang melakukan CT-Scan di
instalansi radiologi sebanyak 74 pasien dari bulan november – februari
2019.

Glasgow coma scale (GCS) merupakan salah satu komponen yang


digunakan sebagai acuan pengobatan, dan dasar pembuatan keputusan
klinis umum untuk pasien trauma atau cedera kepala. GCS juga
merupakan instrument standar yang dapat digunakan untuk mengukur
tingkat kesadaran pasien trauma kepala. Cedera kepala dikelompokkan
menjadi ringan, sedang dan berat berdasarkan tingkat kesadaran menurut
skor GCS, cedera kepala ringan (CKR) jika GCS 14–15, cedera kepala
sedang (CKS) jika GCS 9–13, dan cedera kepala berat (CKB) jika GCS 3–
8.4

Pemeriksaan Computed Tomography (CT) scan adalah modalitas


pilihan utama pada pasien dengan cedera kepala akut karena mampu
melihat seluruh jaringan otak dan secara akurat membedakan sifat dan
keberadaan lesi intrakranial dan ekstrakranial. Lesi intrakranial sering
terjadi pada CKB dan CKS, tetapi juga dilaporkan sebanyak 14% pada
pasien CKR.4
Berdasarkan penelitian Nurfaise yang dilakukan diRSU DR Soedarso
menyatakan kelainan CT scan meningkat seiring dengan bertambahnya
derajat cedera sehingga ada hubungan antara derajat cedera kepala
terhadap gambaran CT scan.
Berkait dengan penelitian diatas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian di RSUD Raden Mataher Jambi untuk melihat hubungan derajat
cedera kepala dengan gambaran CT scan kepala pada pasien cedera kepala
di RSUD Raden Mataher Jambi periode Mei – Juli 2019.
3

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah sebagai
berikut:
“ Bagaimanakah hubungan derajat cedera kepala dengan gambaran CT
scan kepala pada pasien cedera kepala di RSUD Raden Mataher periode
Mei – Juli 2019?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan derajat cedera kepala dengan gambaran
CT scan pada pasien cedera kepala dibagian radiologi RSUD Raden
Mataher periode Mei – Juli 2019.
1.3.2 Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

a. Mengetahui hubungan derajat cedera kepala dengan gambaran CT


Scan kepala di RSUD Raden Mataher Jambi periode Mei – Juli 2019

b. Mengetahui gambaran CT scan kepala pada pasien cedera kepala di


RSUD Raden Mataher Jambi.

c. Mengetahui penyebab cedera kepala pasien yang melakukan CT Scan


kepala di RSUD Raden Mataher Jambi.

d. Mengetahui karateristik jenis kelamin dan umur pasien cedera kepala


yang melakukan CT Scan kepala di RSUD Raden Mattaher Jambi.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti
4

a. Melalui penelitian ini diharapkan peneliti dapat menerapkan serta


memanfaatkan dengan baik ilmu yang didapat selama melakukan
penelitian dan intervensi langsung terhadap kasus yang diangkat.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sarana untuk
menambah pengetahuan dan pengalaman dalam membuat penelitian
ilmiah.
1.4.2 Manfaat Bagi Institusi
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam evaluasi kerja untuk meningkatkan pelayanan dibagian radiologi
RSUD Raden Mattaher.
1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan
bagi masyarakat agar lebih berhati-hati dalam mengendara kendaraan.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kepala

2.1.1 Kulit kepala

Kulit kepala menutupi cranium dan meluas dari linea nuchalis superior
pada os occipitale sampai margo supraorbitalis ossis frontalis. Ke arah
lateral kulit kepala meluas lewat fascia temporalis ke arcus zygomaticus.
Kulit kepala terdiri dari lima lapis jaringan yang terdiri atas skin (kulit),
connective tissue (jaringan ikat), aponeurosis epicranialis (galea
aponeurotica), loose connective tissue (jaringan ikat spons) dan
pericranium.6

Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari


perikranium dan merupakan tempat tertimbunnya darah (hematoma
subgaleal). Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila
terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak
kehilangan darah, terutama pada bayi dan anak-anak.6

2.1.2 Tulang Tengkorak

Tengkorak dibentuk oleh tulang-tulang yang saling berhubungan satu


sama lain dengan perantaraan sutura. Tulang tengkorak terdiri dari tiga
lapisan yaitu tabula eksterna, diploe dan tabula interna. Pada orang
dewasa ketebalan dari tulang tengkorak bervariasi antara tiga milimeter
sampai dengan 1,5 centimeter, dengan bagian yang paling tipis terdapat
6

pada daerah pterion dan bagian yang paling tebal pada daerah
protuberantia eksterna.7
Tulang tengkorak dibagi menjadi dua bagian yaitu Neurocranium
(tulang- tulang yang membungkus otak otak) dan Viscerocranium
(tulangtualng yang membentuk wajah).7

Neurocranium dibentuk oleh : Os. frontale, Os. parietale, Os. Temporal,


Os. Spenoidale, Os. Occipitalis, Os. Etmoidalis7
Viscerocranium dibentuk oleh : Os. Maxilaris, Os. Palatinum, Os. Nasale,
Os. Lacrimale, Os. Zygomatikum, Os. Concha Nasalis Inferior7
2.1.3 Meningen

Meningen merupakan selaput yang membungkus otak dan sumsum


tulang belakang. Fungsi meningen yaitu melindungi struktur saraf halus
yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan serebrospinal),
dan memperkecil benturan atau getaran terdiri atas 3 lapisan, yaitu:8

a. Durameter (Lapisan sebelah luar)


Durameter ialah selaput keras pembungkus otak yang berasal dari
jaringan ikat tebal dan kuat, dibagian tengkorak terdiri dari selaput tulang
tengkorak dan dura meter propia di bagian dalam. Di dalam kanalis
vertebralis kedua lapisan ini terpisah. Durameter pada tempat tertentu
mengandung rongga yang mengalirkan darah vena dari otak, rongga ini
dinamakan sinus longitudinal superior yang terletak diantara kedua
hemisfer otak.8

b. Selaput Arakhnoid (Lapisan tengah)


Selaput arakhnoid merupakan selaput halus yang memisahkan
durameter dengan piameter yang membentuk sebuah kantong atau balon
berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral.8

c. Piameter (Lapisan sebelah dalam)


7

Piameter merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan


jaringan otak, piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui
strukturstruktur jaringan ikat yang disebut trebekel. Tepi falks serebri
membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus sagitalis inferior yang
mengeluarkan darah dari flaks serebri. Tentorium memisahkan cerebrum
dengan cerebellum.8

2.1.4 Perdarahan

Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan


pembuluhpembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat satu
dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat
untuk sel.9

1. Peredaran Darah Arteri


Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis
dan arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk
circulus willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri
karotis komunis yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri
medial. Di dekat akhir arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini
keluar arteri communicans posterior yang bersatu kearah kaudal dengan
arteri serebri posterior. Arteri serebri anterior saling berhubungan melalui
arteri communicans anterior. Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari
arteria subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang
dari arteria inominata,sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang
langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui
foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua
arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris.

2. Peredaran Darah Vena

Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater,


suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater.
8

Sinus-sinus duramater tidak mempunyai katup dan sebagian besar


berbentuk triangular. Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir ke
dalam sinus longitudinalis superior yang berada di medial. Dua buah vena
cortex yang utama adalah vena anastomotica magna yang mengalir ke
dalam sinus longitudinalis superior dan vena anastomotica parva yang
mengalir ke dalam sinus transversus

2.1 Peredaran Darah


Sumber: McKinley Michael, O’loughlin
LD. Human Anatomy. 3 rd Edition. New
York: McGraw Hill;2012.
9

2.2 Cedera Kepala


2.2.1 Definisi Cedera Kepala
Cedera kepala adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa
struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau
gangguan fungsional jaringan otak.10
Berdasarkan Advanced Trauma Life Suport (ATLS) mendefinisikan
cedera kepala adalah keadaan dimana penderita tidak mampu melakukan
perintah sederhana karena kesadaran menurun (ATLS,2008)

Cedera kepala adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak, dan otak
yang terjadi baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang
dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat
menyebabkan kematiaan.10

Cedera otak traumatis disebut-sebut sebagai penyebab utama


kecacatan dan orang-orang yang selamat dari cedera jenis ini sering
menderita gangguan kognitif, suasana hati, dan perilaku jangka panjang.11
2.2.2 Epidemiologi Cedera kepala

Berdasarkan studi epidemiologi, cedera kepala merupakan penyebab


utama kematian dan morbiditas di dunia. Data penyebab kematian di
Indonesia menunjukkan kasus cedera berada di urutan ke-4 penyebab
kematian terbanyak, dibawah strok, tuberkulosis, dan hipertensi. Sekitar
separuh kasus cedera yang berujung kematian dilaporkan terjadi pada
cedera kepala. Tingginya angka prevalensi, angka mortalitas dan
morbiditas menyebabkan penanganan cedera kepala sebagai salah satu
tantangan utama pada pelayanan kesehatan saat ini.12
Sebagian besar kematian dapat dicegah. di negara-negara dengan
penghasilan rendah dan menengah, banyak pengguna kendaraan roda dua,
terutama pengguna sepeda motor, dan lebih dari 50% terluka atau
meninggal akibat KLL. Persentase jenis kelamin laki-laki lebih tinggi
mengalami trauma kepala dibanding dengan perempuan.13
10

2.2.3 Etiologi Cedera Kepala


Penyebab cedera kepala terbanyak adalah akibat kecelakaan lalu lintas,
disusul trauma kepala akibat jatuh, terutama pada anak-anak, dan trauma
akibat dipukul.14
Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu:15

1. Trauma Primer, terjadi akibat trauma pada kepala secara langsung


maupun tidak langsung (akselerasi dan deselerasi)
2. Trauma Sekunder, terjadi akibat trauma saraf (melalui akson) yang
meluas, hipertensi intracranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi
sistemik.

2.3 Glasgoww coma scale

Glasgow coma scale (GCS) merupakan salah satu komponen yang


digunakan sebagai acuan pengobatan, dan dasar pembuatan keputusan
klinis umum untuk pasien trauma atau cedera kepala.16

Cedera kepala dikelompokkan menjadi ringan, sedang dan berat


berdasarkan tingkat kesadaran menurut skor GCS, cedera kepala ringan
(CKR) jika GCS 14–15, cedera kepala sedang (CKS) jika GCS 9–13, dan
cedera kepala berat (CKB) jika GCS 3–8.14,18

Penilaian GCS dibagi atas 3 komponen, diantaranya respon membuka


mata, respon motorik dan respon verbal. Masing-masing komponen
pemeriksaan memiliki nilai tertinggi sebesar 4,6, dan 5.19
11

Parameter yang dinilai Nilai/Skor


1. Membuka Mata/Eye (E)
• Klien dapat membuka mata dengan spontan 4
• Klien dapat membuka mata dengan perintah 3
• Klien dapat membuka mata dengan rangsangan nyeri 2

• Klien tidak berespon 1

2. Respon Motorik (M)


• Klien dapat melakukan gerakan sesuai instruksi 6
• Klien hanya mampu melokalisir nyeri 5
• Klien hanya mampu menghindari sumber nyeri 4

• Adanya gerakan fleksi abnormal (dekortikasi) 3

• Adanya gerakan ekstensi abnormal (deserebrasi) 2

• Klien tidak berespon 1

3. Respon Verbal (V)


• Klien dapat menjawab dengan benar, orientasi sempurna 5
• Klien mengalami disorientasi, bingung 4
• Kata-kata tidak dapat dimengerti/ tidak bermaknsa 3

• Suara tidak jelas/ hanya mengerang 2

• Klien tidak berespon 1

Tabel 2.1 GCS

Sumber: Harsono. Kapita Selekta Neurologi Ed. Kedua. Yogyakarta: Gadjah

2.3.1 Cedera kepala Ringan

Cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurologis atau


menurunnnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya. Cedera
kepala ringan merupakan trauma kepala dengan GCS 13-15 tidak
kehilangan kesadaran,mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma,
laserasi dan abrasi.20 kesadaran disoriented atau not obey command tanpa
disertai defisit fokal serebral dan dicuriga adanya hematom intrakranial.21
12

2.3.2 Cedera Kepala Sedang

Dengan skala koma glassglow 9-12, lesi operatif dan abnormalitas


dalam CT scan dalam 48 jam rawat inap dirumah sakit. Pasien mungkin
bingung atau somnolen namun tetap mampu mengikuti perintah sederhana.20

2.3.3 Cedera Kepala Berat

Dengan skala koma glassgow <9 dalam 48jam rawat inap dirumah
sakit. Hampir 100 % cedera kepala berat dan 66% cedra kepala sedang
menyebabkan cacat yang permanen.20 Indikasi CT scan kepala dicurigai
adanya fraktur tulang tengkorak atau bila secara klinis diduga ada hematom
intrakranial.21

2.4 CT Scan Kepala

Computed tomography (CT) merupakan sebuah teknologi yang


mampu menghasilkan gambaran cross-sectional suatu jaringan. Gambar
yang dihasilkan merupakan hasil dari radiasi ion-ion yang diperoleh dari
penyerapan X-ray pada jaringan spesifik yang diperiksa. CT juga
merupakan pemeriksaan diagnostik yang cepat, tidak menyakitkan,
noninvasive, dan akurat. Hasil dari CT juga mampu mengurangi keperluan
dilakukannya tidak pembedahan eksploratif maupun biopsy yang invasif.22

CT scan kepala merupakan pemeriksaan yang mendasar dalam


mengevaluasi penderita trauma kapitis. Literatur secara umum
menyarankan pemeriksaan CT scan pada semua kasus trauma kapitis
termasuk derajat ringan yang paling kurang dijumpai minimal satu kriteria
berikut: kehilangan kesadaran, post traumatic amnesia, konfusion atau
gangguan kewaspadaan.23

2.4.1 Prinsip Kerja CT-Scan

Prinsip dasar dari radiografi adalah bahwa sinar X diserap berbagai


jenis jaringan dengan berbagai derajat yang berbeda. Penyerapan sinar X
terbanyak adalah oleh tulang. Alasannya, tulang merupakan jaringan padat
13

yang menyebabkan perjalanan sinar X menuju film ataupun detektor yang


berada pada posisi bersebrangan dengan pemancar sinar menjadi
terhambat. Sedangkan, jaringan dengan densitas yang rendah seperti udara
dan lemak hampir tidak menyerap sinar X sedikitpun sehingga, sinar X
dapat menuju film atau detektor.24

2.4.2 Indikasi CT Scan pada pasien cedera kepala22


1. Bila secara klinis didapatkan klasifikasi cedera kepala sedang dan berat.
2. Cedera kepala ringan disertai fraktur
3. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii
4. Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan
kesadaran
5. Sakit kepala yang hebat
6. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi
jaringan
2.4.3. Prosedur Pemeriksaan CT Scan Kepala Non Kontras24
1. Persiapan pasien
 Tidak ada persiapan secara khusus
 Logam yang ada dikepala pasien seperti jepitan rambut,gigi palsu
dan anting-anting dilepas
 Komunikasi yang baik dengan pasien.
2. Persiapan alat
 CT scan siap pakai
 Film, selimut, standart infuse, anti histamine, O2, jarum suntik
 Kapas alcohol, nier bekken, obat penenang, apron.
3. Pemeriksaan
 Pasien tidur terlentang pada meja pemeriksaan, kepala mengarah
gantry
 Kepala ditempatkan pada head set dengan keadaan hiperekstensi
 Secara umum dagu menunduk sehingga IOML 25o dari vertical
 Mid sagital plane dari pasien parallel dengan posisi longitudinal
dari posisi cahaya dari gantry
14

 Interpupillary line parallel dengan posisi cahaya yang datang


dari horizontal
 Selanjutnya kepala diikat sebagai fiksasi, yang telah terpasang
pada head set
 Terakhir pasien diselimuti
 Atur program/menu dan lakukan scenogram.

Gambar 2.2 Gambaran ct scan kepala normal

Sumber : https://radiopaedia.org/cases/normal-brain-ct

2.4.4 Temuan CT Scan


2.4.4.1 Perdarahan Epidural
Karakteristik gambaran perdarahan epidural pada CT scan terletak di
luar dura berupa lesi yang bikonveks, fokal, dan berbatas halus.
Perdarahan epidural sering terletak di area temporal atau temporo parietal
yang biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat
fraktur tulang tengkorak.26
15

Gambar 2.3 perdarahan epidural yang terjadi pada lobus frontalis kanan

Sumber : perron,A.D. How to Read a Head CT Scan. Emergency


Medicine : Expert COnsult ; 2008

Perdarahan epidural tidak akan melewati garis sutura yang


disebabkan oleh intaknya lapisan duramater. Perdarahan epidural secara
primer (85%) berasal dari laserasi pembuluh arteri terutama arteri
meningeal media yang disebabkan oleh fraktur tengkorak. Pada sedikit
kasus, asal darah pada perdarahan epidural dapat berasal dari pembuluh
vena otak. Perdarahan epidural cenderung berakumulasi dengan
cepat,inilah alasannya mengapa perdarahan epidural termasuk kedalam
kasus kegawatdaruratan medis.26

2.4.4.2 Perdarahan Subdural

Gambar 2.4 perdarahan subdural

Sumber : perron,A.D. How to Read a Head CT Scan. Emergency Medicine


: Expert COnsult ; 2008
16

Perdarahan subdural merupakan penumpukan darah di bawah


lapisan duramater tetapi masih diluar dari otak dan lapisan araknoid.26
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural.
Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil di permukaan
korteks serebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh
permukaan hemisfer otak. Biasanya kerusakan otak lebih berat dan
prognosisnya jauh lebih buruk dibandingkan perdarahan epidural.27

Gambaran perdarahan subdural pada CT Scan menyerupai bentuk


bulan sabit / crescent. Selain itu, pada perdarahan subdural, darah dapat
melewati garis sutura. Perdarahan subdural memiliki angka morbiditas dan
mortalitas yang tinggi, sekalipun ditangani dengan baik. Umumnya
perdarahan subdural disebabkan oleh trauma, tetapi perdarahan ini dapat
pula terjadi secara spontan ataupun sebagai akibat dari suatu tindakan
medis seperti pungsi lumbal Pemberian obat-obatan antikoagulan seperti
heparin maupun warfarin juga menjadi faktor risiko yang meningkatkan
terjadinya perdarahan subdural.26

2.4.4.3 Perdarahan Subaraknoid

Perdarahan subaraknoid didefinisikan sebagai adanya darah pada


ruang subaraknoid yang normalnya berisi cairan serebrospinal. Gambaran
hiperdens darah pada CT Scan dapat terlihat dalam waktu beberapa menit
setelah terjadi perdarahan. Perdarahan subaraknoid paling sering
disebabkan oleh rupturnya aneurisma otak dan arteriovenous malformasi.

Gambar 2.5 Perdarahan Subaraknoid


17

Sumber : perron,A.D. How to Read a Head CT Scan. Emergency Medicine :


Expert COnsult ; 2008

2.4.5.4 Perdarahan Intraparenkim

Perdarahan dengan diameter 5mm dapat dideteksi pada


pemeriksaan CT Scan kepala. Perdarahan intraparenkim dapat diikuti
dengan terjadinya edema yang akhirnya menyebabkan terkompresinya
jaringan otak di sekitarnya. Parenkim otak yang bergeser ini menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial yang berpotensial
menyebabkan sindrom.

Gambar 2.6 Perdarahan Intraparenkim

Sumber : perron,A.D. How to Read a Head CT Scan. Emergency Medicine :


Expert COnsult ; 2008

2.4.4.5 Perdarahan Intraventrikular

Perdarahan intraventrikular dapat terjadi sebagai akibat dari trauma


langsung ataupun komplikasi dari perdarahan intraparenkim dan
subaraknoid yang disertai dengan ruptur ventrikel. Perdarahan herniasi
yang fatal.28
18

Gambar 2.7 Perdarahan Intraventikular


Sumber : Sylvani. Peran Neuro imaging dalam Diagnosis Cedera Kepala vol. 44
no.2. KalbeMed.2017
2.4.4.6 Kontusio Serebri
Luka memar/Kontusio pada otak terjadi apabila otak menekan
pembuluh darah kapiler pecah. Biasanya terjadi pada tepi otak seperti pada
frontal, temporal dan oksipital. Kontusio yang besar dapat terlihat di
CTScan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging). Pada kontusio dapat
terlihat suatu daerah yang mengalami pembengkakan yang disebut edema.
Jika pembengkakan cukup besar dapat menimbulkan penekanan hingga
dapat mengubah tingkat kesadaran.29,30

Gambar 2.8 Kontusio Serebri


19

Sumber : Sylvani. Peran Neuro imaging dalam Diagnosis Cedera Kepala vol. 44
no.2. KalbeMed.2017
2.4.4.7 Pergeseran Struktur Mediana

Otak secara normalnya seimbang antara hemisfer kiri dan kanan.


Otak mempertahankan tingkat tekanan alami setiap saat. Tekanan normal
di dalam tengkorak adalah 5-15 mm / hg. Tekanan dasar ini diciptakan
oleh cairan, jaringan dan aliran darah di dalam tengkorak tulang.27

Pada midline shift terdapat pergeseran garis tengah yang terjadi


ketika sesuatu mendorong garis pusat otak menjadi lebih ke kanan atau ke
kiri. Hal ini biasanya disebabkan oleh adanya trauma kepala.27

Trauma kepala dapat segera dan secara signifikan meningkatkan


tekanan intrakranial (ICP). Jika ada pukulan kuat ke kepala, pembuluh
darah pecah dan berdarah ke dalam dan di sekitar otak. Karena jantung
terus memompa darah segar ke otak, darah tambahan yang keluar dari
pembuluh darah yang pecah mulai menumpuk. Hal ini meningkatkan
tekanan otak secara keseluruhan dan pengumpulan darah yang semakin
banyak, yang disebut hematoma, mulai mendorong jaringan otak.27

Gambar 2.10 Midline Shift

Sumber perron,A.D. How to Read a Head CT Scan. Emergency Medicine :


Expert COnsult ; 2008
20

Pergeseran garis tengah terjadi ketika tekanan yang diberikan oleh


penumpukan darah dan pembengkakan di sekitar jaringan otak yang rusak
cukup kuat untuk mendorong seluruh otak dari pusat. Ini dianggap sebagai
darurat medis dan merupakan pertanda buruk.27

Tes yang paling umum untuk mengidentifikasi pergeseran garis


tengah adalah CT scan. Ada tiga struktur penting yang dievaluasi ketika
menentukan adanya pergeseran garis tengah: septum pellucidum, ventrikel
ketiga, dan kelenjar pineal. Jika salah satu dari mereka tidak sejajar, ini
menunjukkan bahwa tekanan pada satu sisi otak mendorong otak dari
posisi normalnya.
2.4.4.8 Fraktur
Hanya suatu cedera kepala yang benar-benar berat yang dapat
menimbulkan fraktur pada dasar tengkorak. Penderita biasanya masuk
rumah sakit dengan kesadaran yang menurun, bahkan tidak jarang dalam
keadaan koma yang dapat berlangsung beberapa hari. Dapat tampak
amnesia retrogade dan amnesia pascatraumatik. Gejala tergantung letak
frakturnya:25

1. Fraktur fossa anterior

Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari hidung atau kedua mata
dikelilingi lingkaran “biru” (Brill Hematom atau Racoon’s Eyes), rusaknya
Nervus Olfactorius sehingga terjadi hyposmia sampai anosmia.

2. Fraktur fossa media

Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari telinga. Fraktur


memecahkan arteri carotis interna yang berjalan di dalam sinus cavernous
sehingga terjadi hubungan antara darah arteri dan darah vena (A-V shunt).

3. Fraktur fossa posterior


Tampak warna kebiru-biruan di atas mastoid. Getaran fraktur dapat
melintas foramen magnum dan merusak medula oblongata sehingga
penderita dapat mati seketika
21

2.4.4.9 Edema

Edema serebral secaa komprehensif didefinisika sebagai


peningkatan patologis pada jumlah air otak keseluruhan yang mengarah ke
peningkatan volume otak. Edema diotak dapat diklasifikasikan secara
topografi menjadi fokal atau global. Edema mereupakan respon umum
untuk berbgai cedera otak, sesuai penyebabnya dapat dikategorikan
sebagai sitotoksik, vasogenik, interstisial, atau gabungan. Identifikasi pola
pencitraan yang dominan, dengan didukung temuan radiologis tambahan
dan riwayat klinis, sering menghasilkan petunjuk diagnosis. Kelainan
dapat dicirikan dalam hal lokasi, pola keterlibatan materi abu-abu putih
dan efek massa yang dibuktikan dengan pergeseran garis
tengah,penyempitan sulkus, ventrikel, sisterna, dan herniasi otak.26
22

2.5 Kerangka Teori

Cedera Kepala

Pemeriksaan GCS

CT Scan

Nilai temuan gambaran


radiologi pada pasien

2.6 Kerangka Konsep

Variabel Terikat
Variabel Bebas
Gambaran CT Scan
Derajat Cedera Kepala kepala
23

BAB III
Metode Penelitian
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan
desain penelitian cross sectional atau potong lintang.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1 Tempat penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di RSUD Raden Mattaher Jambi.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan juli hingga september 2019.
3.3 Subjek Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien cedera kepala yang
terdata di Rekam Medik dan melakukan pemeriksaan CT Scan kepala di
RSUD Raden Mattaher Jambi pada bulan mei – juli 2019 .
3.3.2 Sampel Penelitian dan Besar Sampel
Sampel penelitian adalah seluruh pasien cedera kepala yang melakukan
CT Scan kepala di Instalasi Radiologi RSUD Raden Mattaher Jambi
pada bulan mei - juli 2019. Besar sampel dalam penelitian ini adalah
total sampling .
3.3.3 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi
Kriteria Inklusi:
a. Pasien cedera kepala periode mei hingga juli yang melakukan
pemeriksaan CT Scan kepala dan hasilnya diinterpretasi oleh dokter
spesialis radiologi.
Kriteria Eksklusi:
a. Berkas rekam medik pasien hilang atau berkas rekam medis pasien
tidak memiliki data umum yang lengkap (jenis kelamin, umur)
b. Data CT Scan pasien hilang
24

3.4 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Ukur dan Hasil


Ukur
1. Derajat Pasien yang didiagnosis GCS Cara ukur: melihat data
Cedera mengalami cedera kepala rekam medik
Kepala yang sesuai dengan kriteria
Hasil ukur:
GCS
CKR : GCS 13-15
CKS : GCS 9-12
CKB : GCS 3-8
Skala ukur: Nominal
2. Perdarahan a. Perdarahan epidural Data CT Cara ukur:
pada otak b. Perdarahan subdural
Scan pasien Membaca data CT
c. Perdarahan subaraknoid
d. Perdarahan Scan pasien Hasil
intraparenkim ukur:
e. Perdarahan 1. Ada
intraventrikuler
2. Tidak ada
Skala: Nominal
3. Mekanism Penyebab cedera kepala Rekam Cara ukur : melihat data
e cedera medik rekam medik
Hasil ukur :
1. Kecelakaan
2. Jatauh dari
ketinggian
Skala : Nominal
4. Jenis Dibagi menjadi laki-laki dan Rekam Cara ukur: Melihat data
Kelamin perempuan yang tertulis di medik rekam medik
dalam rekam medis pasien
Hasil ukur:
1. Laki-laki
2. Perempuan
Skala ukur: nominal
5. Umur Umur pasien saat mengalami Rekam Cara ukur: Melihat data
Pasien cedera kepala yang ditulis medik rekam medik
dalam status rekam medik
Hasil ukur:
1. Laki-laki
25

2. Perempuan
Skala ukur: ordinal

3.5 Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah ceklis untuk
mendata karakteristik pasien cedera kepala seperti nomor rekam medik,
jenis kelamin, umur,penyebab cedera, hasil CT Scan.
3.6 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang
didapatkan dari pasien cedera kepala yang melakukan CT Scan di Instalasi
Radiologi dengan data CT scan lengkap dan terdata di Rekam Medik
RSUD Raden Mattaher Jambi.
3.7 Pengolahan Data dan Analisis Data
3.7.1 Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari proses pengolahan data selanjutnya diolah
menggunakan program pengolah data pada komputer, adapun langkah-
langkah nya sebagai berikut:
a. Editing
Pada proses editing ini dilakukan pengecekan terhadap pengisian ceklis
apakah seluruh variabel penelitian telah dicatat dengan lengkap. Jika
data belurh lengkap atau terjadi kesalahan data, maka data akan
mencatat kembali variabel penelitian di dalam rekam medik pasien.
b. Coding
Pada proses coding ini dilakukan pengubahan data berbentuk huruf
menjadi data berbentuk angka/bilangan sesuai dengan tujuan
pengumpulan data.

c. Entry
26

Pada proses entry, setelah dilakukan coding, data yang telah


dikumpulkan dimasukkan kedalam program pengolah data pada
komputer.
d. Cleaning
Pada proses cleaning, Semua data dari responden dilihat kembali untuk
melihat kemungkinan adanya kesalahan dalam pemberian kode, data
yang tidak lengkap dan kesalahan Iainnya, kemudian dilakukan
pengoreksian.
3.7.2 Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan, dicatat dan diolah dengan
menggunakan program pengolah data pada komputer, kemudian disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk memperoleh derajat cedera
kepala, perdarahan epidural, perdarahan subdural, perdarahan subaraknoid,
perdarahan intraparenkim, perdarahan intraventrikular, kontusio, fraktur,
edema, penyebab cedera, jenis kelamin dan umur di RSUD Raden
Mattaher Jambi.
Pada penelitian ini uji Gamma akan dilakukan untuk menganalisis
hubungan variabel bebas (derajat cedera kepala) dengan variabel terikat
(gambaran ct scan kepala) yang mana kedua variabel bersifat kategorik.
Melalui uji statistik Gamma akan diperoleh nilai p (p value) dengan
tingkat kemaknaan 0,005. Jika nilai p > 0,005 maka H0 diterima dan Ha
ditolak, dengan kata lain tidak terdapat hubungan antara dua variabel yang
diuji.
3.8 Etika Penelitian
Penelitian ini menggunakan data primer yang diambil dengan cara
mencatat data pasien cedera kepala yang terdata yang melakukan CT Scan
kepala di RSUD Raden Mattaher Jambi. Untuk menjaga kerahasiaan,
peneliti tidak mencantumkan nama pasien pada Iembar pengumpulan data.
Kerahasiaan informasi dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu
saja yang akan diajukan dan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
27

3.9 Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan.


Penelitian ini mempunyai keterbatasan dalam jumlah pasien sehingga
diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian
dengan jumlah pasien yang lebih banyak.

3.10 Alur Penelitian

Izin melakukan penelitian survei data awal

Melakukan survei data awal ke bagian rekam medis dan Ruang Radiologi
RSUD Raden Mattaher

Penyusunan proposal

Seminar proposal

Izin melakukan penelitian

Pengambilan data di Bagian Instalasi Radiologi RSUD Raden Mattaher Jambi

Melakukan pembacaan gambaran CT Scan kepala pasien cedera kepala


bersama dengan dokter radiologi, dr. Hj. Erni Zainudin, Sp. Rad

Pengolahan dan analisi data

Penulisan laporan hasil penelitian

sidang skripsi
28

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Raden Mattaher dengan
menggunakan data primer hasil CT Scan pasien cedera kepala. Berdasarkan
pengumpulan data pada bulan Mei – Juli 2019 tersebut, didapatkan 40 kasus
cedera kepala, dengan 25 kasus cedera kepala ringan, 11 kasus cedera kepala
sedang, 4 kasus cedera kepala berat. Penelitian ini menggunakan teknik total
sampling, sehingga seluruh populasi yang ada dijadikan sampel dalam
penelitian ini. Setelah dilakukan pengumpulan data, didapatkan bahwa seluruh
sampel memenuhi kriteria inklusi.

4.1.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi


dari variable-variabel penelitian pada sampel penelitian. Pada analisis
univariat akan menggambarkan karateristik sampel penelitian.
Karateristik sampel dalam penelitian ini meliputi: umur, jenis kelamin,
penyebab cedera, perdarahan epidural, perdarahan subdural, perdarahan
subaraknoid, perdarahan intraparenkim, perdarahan intraventrikular,
kontusio, midline shift, fraktur, dan edema di RSUD Raden Mattaher
Jambi.

4.1.2 Deskriptif Karakteristik Responden

4.1.2.1 Umur Responden

Distribusi responden berdasarkan umur pasien cedera kepala dapat


dilihat pada tabel 4.1
29

Tabel 4.1 Distribusi umur pasien cedera kepala

Umur (tahun) Frekuensi Presentase (%)


≤15 10 25,0%
16-30 9 22,5%
31-45 12 30,0%
46-60 8 20,0%
≥61 1 2,5%

Jumlah 40 100%

Dari tabel 4.1, dapat dilihat bahwa kasus cedera kepala terjadi paling
banyak pada pasien dengan rentang umur 31-45 tahun (30,0%). Dan
terendah adalah kelompok umur ≥61 (2,5%).

4.1.2.2 Jenis Kelamin

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pasien cedera


kepala dapat dilihat pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Data Frekuensi jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (orang) Presentase (%)


Laki-laki 29 72,5%
Perempuan 11 27,5%
Jumlah 40 100
Dari 40 orang pasien cedera kepala, didapatkan sebanyak 29 pasien
(72,5%) berjenis kelamin laki-laki, dan 13 pasien berjenis kelamin
perempuan (27,5%).

4.1.2.3 Penyebab Cedera

Distribusi responden berdasarkan penyebab cedera kepala dilihat


pada tabel 4.3
30

Tabel 4.3 Data penyebab cedera kepala

Penyebab Frekuensi Persentase %

Kecelakaan Lalu Lintas 31 77,5%

Kecelakaan kerja 3 7,5%

Terjatuh 5 12,5%

Kekerasan 1 2,5%

Jumlah 40 100.0%

Berdasarkan tabel 4.3, dapat dilihat dari 40 pasien sebanyak 31 pasien


(77,5%) penyebab cedera kepalanya kecelakaan lalu lintas, 3 pasien
(7,5%) kecelakaan kerja, 5 pasien (12,5%) terjatuh, 1 pasien (2,5%)
kekerasan.

4.1.2.4 Temuan Pada Ct Scan

Distribusi responden berdasarkan temuan pada ct scan dapat dilihat


pada tabel 4.4

Temuan Ct Scan Frekuensi Persentase (%)


Perdarahan epidural 1 2,9%

Perdarahan subdural 2 5,7%

Perdarahan subarachnoid 4 11,4%

Perdarahan intraventikular 0 0%

Perdarahan intraparenkim 7 20,0%

Kontusio serebri 0 0%

Midline shift 3 8,6%

Fraktur 12 34,3%

Edema 6 17,1%

Berdasarkan tabel 4.4, dapat dilihat distribusi perdarahan epidural


sebanyak 1 (2,9)%, perdarahan subdural 2 (5,7)%, perdarahan
subarachnoid 4 (11,4)%, perdarahan intraventikular 0 (0%), perdarahan
31

intraparenkim 7 (20,0%), kontusio serebri 0 (0%), midline shift 3


(8,6%), fraktur 12 (34,3%), dan edema 6 (17,1%).

4.1.3 Analisis Bivariat

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 40 pasien, didapatkan data


sebagai berikut.

Temuan Ct-Scan

0 1 2 3 4 Total
D.Cedera Kepala CKR jumlah 17 6 0 2 0 25
% dalam D. 68.0 24.0 .0 8.0 .0 100.0%
Cedera kepala
CKS jumlah 4 3 3 0 1 11
% dalam D. 36.4 27.3 27.3 .0 9.1 100.0%
Cedera kepala
CKB jumlah 0 1 1 1 1 4
% dalam D. .0 25.0 25.0 25.0 25.0 100.0%
Cedera kepala

Berdasarkan tabel 4.5, dapat dilihat bahwa pasien Cedera Kepala


Ringan (CKR) sebanyak 17 orang (68, 0%) yang memiliki hasil Ct Scan
normal atau 0 temuan, sedangkan pada pasien Cedera Kepala Sedang
(CKS) sebanyak 4 orang (36,4%) yang memiliki hasil Ct Scan yang
normal, dan pada pasien Cedera Kepala Berat (CKB) tidak ada
ditemukan hasil Ct Scan yang normal.
32

Tabel 4.6 Symmetric Measures


Value Asymp.Std. Approx. Approx.
Errora Tb Sig.
Ordinal by Gamma .660 .141 3.289 .001
Ordinal

N of Valid Cases 40

Setelah dilakukan uji korelasi gamma untuk mengetahui korelasi antara


dua variabel diatas yang didasari oleh kekuatan nilai koefisien gamma
(0.660) dan nilai signifikansinya dapat dilihat pada kolom Approx.Sig.
(0.001) berarti P value < 0.05 yang artinya terdapat hubungan yang
signifikan antara derajat cedra kepala dengan gambaran ct scan pada
pasien cedera kepala di RSUD Raden Mataher.

4.2 Pembahasan Penelitian


4.2.1 Analisis Univariat
4.2.1.1 Umur responden
Hasil penelitian menunjukkan umur terbanyak adalah pasien
berumur 45 tahun. Umur pasien termuda adalah 3 tahun, dan umur pasien
tertua adalah 62 tahun. Selain itu, cedera kepala terjadi paling banyak pada
pasien dengan rentang umur 31-45 tahun (30,0%). Dan terendah adalah
kelompok umur ≥61 (2,5%).

Berdasarkan kelompok umur pada tabel 4.1, sejalan menurut hasil


penelitian Miranda, dkk di BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
pada tahun 2014 yang menunjukan bahwa dari 89 kasus cedera kepala,
terdapat 7 pasien dengan umur ≤15 tahun, 49 pasien berada pada rentang
umur 16-30 tahun, 16 pasien berada pada rentang umur 31-45 tahun, 11
pasien pada rentang umur 45-60 tahun, dan terdapat 6 pasien dengan umur
≥61 tahun.33

Cedera kepala sering terjadi pada orang dewasa dengan rentang


umur 20-40 tahun. Sekitar 60-70% cedera kepala terjadi pada dekade ke
tiga dan ke empat kehidupan. Sedangkan pada kelompok umur ekstrem,
33

dibawah 5 tahun dan diatas 60 tahun, insidensi cedera kepala sangat


rendah, berkisar 125 sampai 150 kejadian per 100.000 populasi.32,34

4.2.1.2 Jenis Kelamin

Dari 40 orang pasien cedera kepala, didapatkan sebanyak 29 pasien


(72,5%) berjenis kelamin laki-laki, dan 11 pasien berjenis kelamin
perempuan (27,5%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya. Nurfaise


dalam penelitiannya mengenai Hubungan Derajat Cedera Kepala dan
Gambaran CT Scan pada Penderita Cedera Kepala, menemukan bahwa
sebagian besar kasus cedera kepala dialami laki-laki, yaitu sebanyak 74
pasien (73,3%), sedangkan perempuan adalah sebanyak 27 pasien
(26,7%).4

Selain itu, pada penelitian Miranda dkk mengenai Gambaran CT


Scan Kepala pada Penderita Cedera Kepala Ringan BLU RSUP prof. dr. r.
d. Kandou Manado didapatkan jumlah penderita laki-laki sebanyak 68
penderita (76%) dan perempuan sebanyak 21 penderita (24%).33

Pada penelitian Dinda Sahyati di RSUD Raden Mattaher tahun 2018


mengenai Gambaran CT-Scan Kepada pada Penderita Cedera Kepala, juga
didapatkan hasil bahwa pasien berjenis kelamin laki-laki (75%) sedangkan
perempuan (25%).36

Cedera kepala sebagian besar terjadi pada laki-laki karena laki-laki


lebih aktif secara fisik dibandingkan perempuan, selain itu laki-laki juga
memiliki perilaku yang cenderung beresiko mengalami cedera.33,35

4.2.1.3 Penyebab Cedera

Penyebab Cedera pasien cedera kepala pada penelitian ini antara


lain kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, terjatuh, dan tindakan
kekerasan. Penyebab tertinggi pada penelitian ini adalah kecelakaan lalu
lintas yaitu sebanyak 77,5% yang terbagi menjadi motor vs motor
34

sebanyak 7 kasus, motor vs mobil 9 kasus dan motor tunggal sebanyak 14


kasus. Sedangkan penyebab terendah adalah tindakan kekerasan yaitu
sebanyak 2,5%.

Pada penelitian Nurfaise mengenai hubugan derajat cedera kepala


dengan gambaran Ct scan pada pasien cedera kepala menemukan
penyebab tertinggi pada pasien cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas
yaitu sebanyak 87,2% dan penyebab terendahnya adalah tindakan
kekerasan sebanyak 1%.4

Selain itu, pada penelitian Agus Wijanarka mengenai implementasi


clinical governance: pengembangan indikator klinik cedera kepala di
instlansi gawat darurat didapatkan penyebab cedera terbanyak adalah
kecelakaan kendaraan bermotor yaitu sebanyak 92% dan penyebab
terendah nya adalah ruda paksa sebanyak 23%.37,38

Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab cedera kepala yang


paling sering terjadi terutama kecelakaan sepeda motor, hal ini dapat
terjadi karena sepeda motor merupakan alat transportasi utama di
indonesia khususnya kota jambi. Tinggi nya angka kecelakaan lalu lintas
dapat terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan personal safety
dalam berkendara serta banyaknya pelanggaran terhadap rambu-rambu lau
lintas terutamanya penggunaan helm.4,

4.2.1.4 Temuan pada CT Scan

4.2.1.4.1 Perdarahan Epidural

Dari 40 orang pasien cedera kepala, didapatkan sebanyak 1 orang


mengalami perdarahan epidural (2,5%), dan 39 orang tidak mengalami
perdarahan epidural (97,5%). Angka yang lebih tinggi terjadi pada
penelitian Nurfaise yang mendapatkan hematom epidural pada 13,8%
kasus.4

Karateristik gambaran perdarahan epidural pada CT Scan berupa


lesi yang bikonveks, fokal, dan berbatas halu. Perdarahan epidural tidak
35

akan melewati garis sutura yang disebabkan oleh intaknya lapisan


duramater. Namun, perdarahan epidural cenderung berakumulasi cepat,
sehingga perdarahan epidural termasuk ke dalam kasus kegawatdaruratan
medis.39

4.2.1.4.2 Perdarahan Subdural

Dari 40 orang pasien cedera kepala, didapatkan sebanyak 2 orang


mengalami perdarahan subdural (5,0%), dan 38 orang tidak mengalami
perdarahan subdural (95%). Pada penelitian Alde, didapatkan bahwa dari
37 pasien, 7 orang pasien cedera kepala disertai perdarahan subdural
(18,9%).40 Sedangkan pada penelitian yang dilakukan Miranda,
didapatkan bahwa 5 dari 89 orang (6%) mengalami perdarahan
subdural.33
Perdarahan subdural merupakan penumpukan darah di bawah
lapisan durameter tetapi masih di luar dari otak dan lapisan araknoid.
Gambaran perdarahan subdural pada CT Scan menyerupai bentuk bulan
sabit. Selain itu, perdarahan subdural dapat melewati garis sutura.
4.2.1.4.3 Perdarahan Subarachnoid
Dari 40 orang pasien cedera kepala, didapatkan sebanyak 4 orang
mengalami perdarahan subaraknoid (10,0%), dan 36 orang tidak
mengalami perdarahan subaraknoid(90,0%). Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nurfaise, terdapat 4% pasien dengan
perdarahan subaraknoid.4 Pada penelitian yang dilakukan Alde,
ditemukan 4 orang pasien cedera kepala disertai perdarahan subaraknoid
(10,8%) dan 33 pasien cedera kepala berat tidak disertai dengan
perdarahan subaraknoid (89,2%).40
4.2.1.4.4 Perdarahan Intraventrikular
Dari 40 pasien cedera kepala, tidak didapatkan pasien yang
mengalami perdarahan intraventrikular. Sedangkan pada penelitian
Dinda pada tahun 2018 terdapat 2 orang mengalami perdarahan
intraventrikuler (3,8%), dan 50 orang tidak mengalami perdarahan
36

intraventrikuler (96,2%).36 Hal ini juga tidak sejalan dengan penelitian


yang dilakukan oleh Nurfaise, yang mendapatkan 4% pasien dengan
perdarahan intraventrikuler.4

Perdarahan intraventrikuler dapat terjadi sebagai akibat dari


trauma langsung ataupun komplikasi dari perdarahan intraparenkim dan
subaraknoid yang disertai dengan adanya rupture ventrikel. Perdarahan
intraventrikuler dapat dikenali dari gambarannya yang berupa white
density pada ringga ventrikel yang normalnya berwarna gelap.
Komplikasi dari perdarahan intraventrikuler dapat berupa
hydrocephalus.24

4.2.1.4.5 Perdarahan Intraparenkim

Dari 40 orang pasien cedera kepala, didapatkan sebanyak 7 orang


mengalami perdarahan intraparenkim (17,5), dan 33 orang tidak
mengalami perdarahan intraparenkim (82,5%). Sedangkan pada
penelitian Dinda didapatkan sebanyak 1 orang mengalami perdarahan
intraparenkim (1,9%), dan 51 orang tidak mengalami perdarahan
intraparenkim (98,1%).36

Perdarahan intraparenkim merupakan adanya akumulasi darah di


parenkim otak. Perdarahan dengan diameter 5mm dapat dideteksi pada
pemeriksaan CT Scan kepala. Perdarahan intraparenkim dapat diikuti
dengan terjadinya edema yang akhirnya menyebabkan terkompresinya
jaringan otak di sekitarnya. Parenkim otak yang bergeser ini
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial yang
berpotensial menyebabkan sindrom herniasi yang fatal.26,27

4.2.1.4.6 Kontusio Serebri

Pada 40 pasien cedera kepala, tidak ditemukan pasien yang


mengalami kontusio cerebri. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan
oleh Nurfaise,kontusio ditemukan pada 27 pasien (26,7%).4
37

Kontusio diartikan sebagai kerusakan jaringan otak tanpa disertai


robeknya piamater. Kerusakan tersebut berupa gabungan antara daerah
perdarahan (kerusakan pembuluh darah kecil seperti kapiler, vena, dan
arteri), nekrosis otak, dan infark. Lesi di bawah tempat benturan disebut
kontusio ‘coup’ sedangkan yang jauh dari tempat benturan disebut
kontusio ‘kontra-coup’.27

4.2.1.4.7 Midline Shift

Dari 40 orang pasien cedera kepala, didapatkan sebanyak 3 orang


dengan nilai midline shift (7,5%), dan 37 orang nilai midline shift
05mm (92,5%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dinda menemukan dari 52 orang pasien cedera kepala, didapatkan
sebanyak 3 orang dengan nilai midline shift >5mm (5,8%), dan 49 orang
nilai midline shift 05mm (94,2%).36

Pergeseran midline (MLS) terjadi karena adanya penekanan


jaringan otak akibat peningkatan intrakranial tersebut dapat
menyebabkan, pada kasus fatal pergeseran tersebut menyebabkan
herniasi dan menekan bagian infratentorial otak, termasuk batang otak.
Penekanan tersebut mengganggu pusat kesadaran di batang otak yang
dapat menyebabkan kematian.41,42

4.2.1.4.8 Fraktur

Dari 40 pasien cedera kepala, yang mengalami fraktur sebanyak 12


orang dari 40 pasien (30,0%), dan yang tidak mengalami fraktur
sebanyak 28 orang dari 40 orang (70%). Sedangkan pada penelitian yang
dilakukan oleh Nurfaise sebanyak 26 orang yang mengalami fraktur.4

4.2.1.4.9 Edema

Dari 40 pasien cedera kepala, yang mengalami edema sebanyak 6 orang


(15,0%), sedangkan yang tidak mengalami edema sebanyak 14 orang
38

(85,0%). Sedangkan pada penelitian yang dilakukan pada Nurfaise yang


mengalami edema sebanyak 11 orang.

4.2.2 Analisis Bivariat

Dari hasil penelitian ini didapatkan nilai signifikan 0.001 yang


berarti P value < 0.05 yang berarti terdapat hubungan antara derajat cedera
kepala dengan gambaran ct scan pada pasien cedera kepala. Nilai koefisein
gamma sebesar 0.66,ini berarti terdapat hubungan yang positif antara
derajat cedera kepala dengan gambaran ct scan pada pasien cedera kepala
dan hubungan yang ada relatif besar yaitu 66%.

Hal ini memiliki hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan
oleh Nurfaise yang menyatakan bahwa terdapat korelasi yang kuat dan
searah antara derajat cedera kepala dengan gambaran ct scan pada pasien
cedera kepala. Terlihat bahwa resiko kelainan Ct Scan meningkat seiring
dengan bertambahnya derajat cedera.

Pada penelitian yang dilakukan Bordignon dan Arruda


mendapatkan bahwa resiko kelainan Ct Scan pada pasien CKR lebih
rendah yaitu lebih rendah yaitu 25,9%.43 Seiring dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti bahwa pada pasien yang CKR lebih tinggi temuan
yang normal atau tidak ditemukan kelainan yaitu sebesar 68,0% sedangkan
pada pasien yang CKS temuan yang normal atau tidak ditemukan kelainan
hanya sebesar 36,4%, dan pada pasien CKB tidak ditemukan temuan yang
normal. Maka seiring meningkat nya derajat cedera maka semakin rendah
nilai temuan yang normal atau semakin tinggi derajat cedera kepala makan
semakin tinggi nilai temuan yang abnormal.
39

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Terdapat hubungan yang bermakna antara derajat cedera kepala dan


gambaran Ct scan. Resiko abnormalitas pada hasil Ct Scan pasien cedera
kepala meningkat seiring dengan bertambah berat nya derajat cedera
kepala.

2. Dilihat dari temuan pada Ct scan, temuan tertinggi dialami kelompok


fraktur sebanyak 12 orang (34,3%), dilanjutkan oleh kelompok edema
sebanyak 6 orang (17,1%), terendah oleh kelompok perdarahan
intraventrikular dan kontusio serebri tidak ada nyang mengalaminya.

3. Dalam penelitian ini, penyebab cedera tertinggi adalah kecelakaan lalu


lintas yaitu sebanyak 77,5% dan penyebab cedera terendah adalah tindakan
kekerasan sebanyak 2,5%

4. Umur terbanyak adalah pasien berumur 45 tahun. Umur pasien termuda


adalah 3 tahun, dan umur pasien tertua adalah 62 tahun. Kasus cedera
kepala terjadi paling banyak pada pasien dengan rentang umur 31 - 45
tahun dan terendah adalah kelompok umur ≥61 tahun.

5. Dalam penelitian ini, 72,5% berjenis kelamin laki-laki, dan 11 pasien


berjenis kelamin perempuan 27,5%

5.2 Saran

1. Bagi RSUD Raden Mattaher Jambi


a. Diharapkan dikemudian hari, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan
untuk lebih memaksimalkan pemeriksaan, tatalaksana, dan penyediaan
fasilitas perawatan yang akan diberikan kepada pasien cedera kepala.
40

b. Perlu dibuat pencatatn rekam medisyang lebih lengkaptentang pasien


cedera kepala yang mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang sehingga memudahkan peneliti selanjutnya.

2. Bagi Masyarakat
a. Disarankan untuk lebih memperhatikan keselamatan diri terutama saat
berkendara serta mematuhi peraturan lalu lintas.
b. Disarankan untuk jika terjadi trauma agar lebih cepat merujuk ke
rumah sakit yang tersedia ct-scan.
41

DAFTAR PUSTAKA

1. Irawan H, Setiawan F, Dewi, Dewanto G. Perbandingan Glasgow coma


scale dan revised trauma score dalam memprediksi disabilitas pasien
trauma kepala di rumah sakit Atma Jaya. Maj Kedokt Indon. 2010; 60:
437-42.
2. Sylvani. Peran Neuroimaging dalam Diagnosis Cedera Kepala vol. 44 no.
2. KalbeMed. 2017
3. Yenny,elisabeth.(skripsi).Karakteristik Cedera Kepala di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2016-2017.
4. Nurfaise.(skripsi) Hubungan Derajat Cedera Kepala dan Gambaran CT
Scan Pada Penderita Cedera Kepala di RSU DR.Soedarso Periode Mei-Juli
2012. Diunduh tanggal 23 maret 2019 melalui situs :
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jkf/article/view/1778
5. RISKESDAS 2013. Diunduh tanggal 23 maret 2019 melalui situs:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%20201 3.pdf
6. Tortora GJ, Nielson MT. Principles of Human Anatomy. 3 rd Edition. New
York: Mcraw Hill;2012.
7. Iskandar japardi. (Thesis)Anatomi Tulang Tengkorak. Diunduh
tanggal 7 maret 2019 melalui situs:
http://repository.usu.ac.id/123456789/1985/.pdf
8. McKinley Michael, O’loughlin LD. Human Anatomy. 3rd Edition. New
York: McGraw Hill;2012.
9. Snell Richard S. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC;2012
10. Fatimah. Cedera kepala.Diunduh tanggal 7 maret 2019 melalui situs
http://repository.ump.ac.id/5214/2/.pdf
11. Bob R, Andrew IR, David KM. Changing patterns in the epidemiology of
traumatic brain injury. E-Jnl Nature Reviews Neurology [Internet]. 2013
[Dikunjungi 7 maret 2019];9:231-6. Diunduh dari:
http://www.nature.com/nrneurol/journal/v9/n4/full/nrneurol.2013.22.html.
12. Philips, L., Voaklander, D., Drul,C.,& Kelly. (2009). The Epidemiology of
Hospitalalized Head Injury In British Columbia, Canada. Canadian
Journal of Neurological Sciens / Journal Canadian Des Sciences
Neurologiques. Cambridge University Press;200936(5):605-11.
13. Awaloei, Astird C,dkk. Gambaran cedera kepala yang menyebabkan
kematian di Bagian Forensik dan Medikolegal RSUP Prof Dr. R. D.
42

Kandou periode Juni 2015 - Juli 2016 Volume 4 Nomor 2. E-Journal


Unsrat;2006
14. Hartoyo Mugi,dkk. Prediktor Mortalitas Penderita Cedera Kepala Berat Di
Instalasi Gawat Darurat RSU Tugurejo Semarang.
15. Harsono. Kapita Selekta Neurologi Ed. Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press;2009
16. Irawan H, Setiawan F, Dewi, Dewanto G. Perbandingan Glasgow coma
scale dan revised trauma score dalam memprediksi disabilitas pasien
trauma kepala di rumah sakit Atma Jaya. Maj Kedokt Indon. 2019; 60:
437-42.
17. Japardi I. Cedera kepala: memahami aspek-aspek penting dalam
pengelolaan penderita cedera kepala. Jakarta: Bhuana Ilmu Popular; 2004.
18. Ghajar J. Traumatic brain injury. Lancet. 2000; 356: 923-29.
19. Harsono. Kapita Selekta Neurologi Ed. Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press;2009
20. Sastrodiningrat. Hubungan cedera kepala dengan peningkatan asam laktat.
(diakses pada tanggal 1 mei 2019).diunduh dari:
http://repository.usu.ac.id/bidstream/handle/123456789/25734/chapter
%2011.pdf
21. Japardi I. Penatalaksanaan cedera kepala akut.(diakses pada tanggal 01
mei 2019).diunduh dari : http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-
iskandar%20japardi37%20.pdf
22. Jordan, J.E. ACR-ASNR Practice Guideline for the Perfomance of
Computed Tomography of the Brain. Practice Guideline (serial online)
2010 (diakses pada tanggal 6 maret 2019). Diunduh dari:
http;//www.asnr.org/sites/default/files/guidilines/CT-Brain.pdf
23. Fertikh, D. Head Computed Tomography Scanning (serial online) 2013
(diakses pada tanggal 6 maret 2019) . Diunduh dari: http://emedicine.
Medscape.com/article/2110836-overview
24. Perro, A.D. How to Read a Head CT Scan. Emergency Medicine: Expert
Consult;2008
25. William RA. Head Injury with Fracture. The journal of Laryngology &
Otology. Cambridge University zpress;195872(8):666-70
26. Saatman, Kathyrn E, Dkk. Classification Of Traumatic Brain Injury For
Targeted Therapies. NCBI: Journal Of Neurotrauma.2008
27. Perro, A.D. How to Read a Head CT Scan. Emergency Medicine: Expert
Consult;2008
28. Liu, R., Li, S., Su, B., Tan, C. L., Leong, T., Pang, B. C., & ... Lee, C. K.
Automatic detection and quantification of brain midline shift using
anatomical marker model. Computerized Medical Imaging And
Graphics.2014
29. Meagher, R.J. Subdural Hematoma (serial online) 2013 (diakses pada
tanggal 21 maret 2019). Diunduh dari:
https://emedicine.medscape.com/article/1137065overview
43

30. Becske, T. Subarachnoid Hemorrhage (serial online) 2014 (diakses pada


tanggal 21 maret 2019). Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1164341overview
31. Mayer SA, Rowland LP . Head Injury . In : Rowland LP , editor. Merritt’s
Neurology. 10th ed.Philadelphia : Lippincott Williams & Wikkins; 2000.
P401-6
32. Masood S, Chartier L, Yoon J. LO24: The checklist for head injury
management evaluation study (CHIMES): a cQI initiative to reduce
imaging utilization for head injuries in the emergency departement. CJEM.
Cambridge University Press; 2018;20(S1):S15-S15
33. Miranda, Dkk. Gambaran Ct Scan Kepala Pada Penderita Cedera Kepala
Ringan Di Blu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode 2012 – 2013
Volume 2, Nomor 2. 2014
34. Kumar R, Mahapatra AK. Textbook of Traumatic Brain Injury. New
Delhi: JP Medical Ltd;2012
35. Doherty SM, Craig R, Gardani M, McMIllan TM. Head injury in asylum
seekers and refugees reffered with psychological trauma. Global Mental
Health. Cambridge University Press;2016;3:e28
36. Nalia Pohan, Dinda Sahyati. (skripsi) Gambaran Hasil CT-Scan Kepala
Pasien Cedera Kepala. Program Studi Pendidikan Dokter. FKIK UNJA
37. Wijanarka, Agus Dkk. Implementasi Clinical Governance: Pengembangan
Indikator Klinik Cedera Kepala Di Instalasi Gawat Darurat Volume 08,
Nomor 4.2005
38. Indah Dewi Aurora W. Perbandingan Sistem Kesehatan di Negara Maju
dan Negara Berkembang. JMJ [Internet];7(2):206-14.(diakses pada 6
November 2019). Diunduh dari: https://online-
journal.unja.ac.id/kedokteran/article/view/8030
39. Fildes J. TBI in Advanced Trauma Life Support for DOCTORS. 8 TH ed.
Chicago; America College of Surgeons Committee on Trauma;2012
40. Iztiawan, Alde Pitra. (skripsi) Gambaran Hasil CT-Scan Kepala Pasien
Cedera Kepala Berat. Program Studi Pendidikan Dokter. FKIK UNJA
41. Takahashi C, Hinson H, Bagulay IJ. Autonomic dysfunction syndromes
after acute brain injury. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier; 2015
42. ThomasM, Jobse E. Towards Measuring Community Understanding of
Traumatic Brain Injury: The Structure and Potential Utility of the Head
Injury Knowledge Scale. Brain Impairment. Cambridge University
Press;2015;16(2):104-15
43. Bordignon KC, Arruda WO. CT Scan findings in mild head trauma:
aseries of 2000 patients. Arq Neuropsiquiatr. 2002;60:204-10
44

Anda mungkin juga menyukai