Anda di halaman 1dari 51

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan intertisial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak .(Mutaqin,2008), cedera kepala biasanya
diakibatkan oleh salah satu benturan atau kecelakaan. sedangkan akibat dari
terjadinya cedera kepala yang paling fatal adalah kematian.
Akibat trauma kepala pasien dan keluarga mengalami trauma fisik
maupun psikologis, asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala
memegang peranan penting terutama dalam pencegahan komplikasi.
komplikasi dari cederah kepala adalah infeksi ,perdarahan. Cedar kepala
berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat taruma-trauma.
Cedera kepala merupakan keadaan yang serius. oleh karena itu, diharapkan
dengan penanganan yang cepat dan akurat dapat menekan mordibilitas dan
mortalitas penangana yang tidak optimal dan terhambatnya rujukan dapat
menyebabkan keadaaan penderita semakin memburuk dan berkurangnya
pemilihan fungsi.
Sedangkan berdasarkan Mansjoer (2002). Kualifikasi cedera kepala
berdasarkan berat ringanya, dibagi menjadi 3 yakni cedera kepala
ringan,cedera kepala sedang (CKS) dan cedera kepala berat. adapun
penilaian klinis untuk menentukan klasifikasi klinis dan tingkat kesadaran
pada pasien cedara kepala menggunakan metode skala glasglow (glaslow
coma scale) wahjoepramono 2005.
Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan, didunia
kejadian cedera kepala setiap tahunya diperkirakan mencapai 500.000 kasus
dari jumlah diatas 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumahsakit
dan lebih dari
10.000 penderita menderitaberbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala
tersebut (Depkes 2012)
Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunya akibta cedera
kepala,dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang
memerlukan perawatan di rumahsakit. 2/3 dari kasus ini berusia dibawah 30
tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita . lebih dari setengah
dari semua pasien cedera kepala berat mempunyai signifikasi terhadap cedera
bagian tubuh lainya (Melsea 2002).
Prevalensi cedera pada masyarakat indonesia pada tahun 2007
sebesar 7,5% dengan urutan penyebab cedera terbanyak adalah jatuh,
kecelakaan lalu lintas, darat dan terluka benda tajam atau tumpul (badan
penelitian dan pengembangan kesehatan (2007), pada tahun 2013 terdapat
peningkatan prevalensi cedera menjadi 8,2% dengan urutan penyebab cedera
terbanyak adalah jatuh 40,9% kecelakaan sepeda motor(40,6%),cedera
karena benda tajam atau tumpul 7,3%,transportasi darat lainya 7,1% dan
kejatuhan 2,5% (badan penelitian dan pengembangan kesehatan RI, (2013).
Hal yang paling penting dari cedera di jalan raya adalah frekuensi
cedera.dibeberapa negara dilaporkan frekuensi cedera dijalan raya sama
banyaknya dengan frekuensi cedera dirumah (sahkolai FR). Dari segi
lokasi tempat tinggal dilaporkan proporsi yang cedera akibat lalu lintas
diperkotaan 4x lebih tinggi dibandingkan dipedesaan di tansania. Di
perdesaan terdapat perbedaan penyebab cedera berdasarkan jenis kelamin
yaitu laki-laki lebih banyak cedera karean kecelakaan lalu lintas sedangkan
pada perempuan lebih banyak cedera karena luka robek (Moschiro c. Et.al
2005)
Berdasarkan data diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul”asuhan keperawatan pada Tn. Mdengan diagnosa medis cedera
kepala sedang (CKS) diruang IGD RSUD Raja Musa Sungai Guntung”
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan umum
Penulis mampu menerapkan asuhan keperawatan pada Tn. M dengan
cedera kepala sedang (CKS) (CKS) diruang IGD RSUD Raja Musa
Sungai Guntung.
1.2.2 Tujuan khusus
a. Penulis dapat melakukan pengkajian pada Tn. M cedera kepala sedang (CKS)
diruang IGD RSUD Raja Musa Sungai Guntung
b. Penulis dapat merumuskan diagnosa asuhan keperawatan pada Tn. M dengan
diagnosa medis cedera kepala sedang (CKS) diruang IGD RSUD Raja Musa
Sungai Guntung
c. Penulis dapat menyusun rencana keperawatan pada Tn. M dengan diagnosa
medis cedera kepala sedang (CKS) diruang IGD IGD RSUD Raja Musa Sungai
Guntung
d. Penulis dapat melakukan tindakan keperawatan pada Tn. M dengan diagnosa
medis cedera kepala sedang (CKS) diruang IGD RSUD Raja Musa Sungai
Guntung
e. Penulis dapat mengevaluasi tindakan keperawatn pada Tn. M dengan
diagnosa mediscedera kepala sedang (CKS) diruang IGD RSUD Raja Musa
Sungai Guntung

1.3 Manfaat Penelitian


a. Bagi Masyarakat
Dihrapakan Studi Kasus ini dapat menjadi sarana untuk mengetahui cedra
kepala sedang di ruang IGD IGD RSUD Raja Musa Sungai Guntung
b. Bagi Penulis
Menambah wawasan dalam melaksanakan praktik keperawatan Kegawat
Daruratan yang dapat dipakai sebagai acuan dalam bekerja.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar

2.1.1 Pengertian

Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. Cedera
kepala menjadi penyebab utama kematian disabilitas pada usia muda. Penderita cedera kepala
seringkali mengalami edema serebri yaitu akumulasi kelebihan cairan di intraseluler atau
ekstraseluler ruang otak atau perdarahan intrakranial yang mengakibatkan meningkatnya tekanan
intrakranial. (Morton,2012)
Cedera kepala adalah trauma kepala dengan GCS 15 (sadar penuh) tidak ada kehilangan
kesadaran, mengeluh pusing, nyeri kepala hematoma abrasi dan laserasi (Mansjoer,2009).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada
kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan
fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Berdasarkan tingkat keparahannya, cedera kepala dibagi menjadi tiga, yaitu cedera kepala ringan,
sedang, berat. Cedera kepala ringan dapat menyebabkan gangguan sementara pada fungsi otak.
Penderita dapat merasa mual, pusing, linglung, atau kesulitan mengingat untuk beberapa
saat. Penderita cedera kepala sedang (CKS) juga dapat mengalami kondisi
yang sama, namun dalam waktu yang lebih lama.
Bagi penderita cedera kepala berat, potensi komplikasi jangka panjang
hingga kematian dapat terjadi jika tidak ditangani dengan tepat. Perubahan
perilaku dan kelumpuhan adalah beberapa efek yang dapat dialami
penderita dikarenakan otak mengalami kerusakan, baik fungsi
fisiologisnya maupun struktur anatomisnya.
Selain itu, cedera kepala juga dapat dibedakan menjadi cedera kepala
terbuka dan tertutup. Cedera kepala terbuka adalah apabila cedera
menyebabkan kerusakan pada tulang tengkorak sehingga mengenai
jaringan otak.Sedangkan cedera kepala tertutup adalah bil cedera yang
terjadi tidak menyebabkan kerusakan pada tulang tengkorak, dan tidak
mengenai otak secara langsung.
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi

Gambar 2.1 : Anatomi dan fisiologi kepala

5
a. Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu Skin atau

kulit, Connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau

galea aponereutika, loose connective tissue atau jaringan penunjang

longgar dan pericranium. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh

darah sehingga perdarahan akibat liseran kulit kepala akan

menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada bayi dan anak-

anak.

b. Tulang Tengkorak

Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis krani. Tulang

tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal

dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun

disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata

sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses

akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa

yaitu: fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat

temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak

serebelum.

Struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang

kranium dan tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan:

lapisan luar, diploe dan lapisan dalam. Lapisan luar dan dalam

merupakan struktur yang kuat sedangkan diploe merupakan struktur

yang menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk rongga / fosa: fosa

anterior (didalamnya terdapat lobus frontalis), fosa tengah (berisi

6
lobus temporalis, parietalis, oksipitalis), fosa posterior (berisi otak

tengah dan sereblum)

c. Lapisan pelindung otak / Meninges

Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter, arakhnoid dan

piameter.

1) Durameter ( lapisan sebelah luar )

Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat

tebal dan kuat. Durameter ditempat tertentu mengandung rongga

yang mengalirkan darah vena ke otak.

2) Arakhnoid (lapisan tengah)

Merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan

piameter membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak

yang meliputi susunan saraf sentral.

3) Piameter (lapisan sebelah dalam)

Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan

otak, piameter berhubungan dengan araknoid melalui struktur-

struktur jaringan ikat yang disebut trabekel (Ganong, 2002)

d. Otak

Gambar 2.2 : Otak

7
Otak terbagi menjadi 3 bagian utama, yaitu:

a) Sereblum

Sereblum merupakan bagian otak yang terbesar dan paling menonjol.

Disini terletak pusat-pusat saraf yang mengatur semua kegiatan

sensorik dan motorik, juga mengatur proses penalaran, ingatan dan

intelegensia. Sereblum dibagi menjadi hemisfer kanan dan kiri oleh

suatu lekuk atau celah dalam yang disebut fisura longitudinalis mayor.

Bagian luar hemisferium serebri terdiri dari substansial grisea yang

disebut sebagai kortek serebri, terletak diatas substansial alba yang

merupakan bagian dalam (inti) hemisfer dan dinamakan pusat

medulla. Kedua hemisfer saling dihubungkan oleh suatu pita serabut

lebar yang disebut korpus kalosum. Di dalam substansial alba

tertanam masa substansial grisea yang disebut ganglia basalis. Pusat

aktifitas sensorik dan motorik pada masingmasing hemisfer dirangkap

dua, dan biasanya berkaitan dengan bagian tubuh yang berlawanan.

Hemisferium serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan

hemisferium kiri mengatur bagian tubuh sebelah kanan.

Konsep fungsional ini disebut pengendalian kontra lateral. Setiap

hemisfer dibagi dalam lobus dan terdiri dari 4, yaitu:

1. Lobus Frontalis : Kontrol motorik gerakan volunteer, terutama

fungsi bicara, kontrol berbagai emosi, moral tingkah laku dan

etika.

2. Lobus Temporal :Pendengaran, keseimbangan, emosi dan memori.

3. Lobus Oksipitalis : Visual senter, mengenal objek.

8
4. Lobus Parietalis : Fungsi sensori umum, rasa (pengecapan)

b) Otak tengah

c) Otak belakang

d) Tekanan Intra Kranial (TIK)

Tekanan intra kranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak,

volume darah intrakranial dan cairan serebrospiral di dalam tengkorak

pada 1 satuan waktu.

Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar

± 15mmHg.

2.1.3 Etiologi

Menurut Tarwoto (2007), penyebab cedera kepala adalah karena adanya

trauma yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu :

1) Trauma primer

Trauma primer terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung

(akselerasi dn deselerasi)

2) Trauma sekunder

Terjadi akibat dari truma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi

intrakranial, hipoksia, hiperkapnea atau hipotensi sistemik.

3) Kecelakaan lalu lintas

4) Pukulan dan trauma tumpul pada kepala

5) Terjatuh

6) Benturan langsung dari kepala

7) Kecelakaan pada saat olahraga

8) Kecelakaan industri.

9
2.1.4 Manifestasi Klinis

Menurut Mansjoer, 2000 :


a. Pingsan tidak lebih dari sepuluh menit
b. Setelah sadar timbul nyeri
c. Pusing
d. Muntah
e. GCS : 13-15
f. Tidak terdapat kelainan neurologis
g. Pernafasan secara progresif menjadi abnormal
h. Respon pupil lenyap atau progresif menurun
i. Nyeri kepala dapat timbul segera atau bertahap

2.1.5 Patofisiologis dan WOC


Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang
membuat kita seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan
mengalami kerusakan. Cedera memegang peranan yang sangat besar
dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu
trauma kepala.. Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan
dalam rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi
bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak maupun
otak itu sendiri. Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis
keadaan, yaitu :
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak
b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang
lain dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet). Terjadinya
lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala diterangkan
oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak,
pergeseran otak dan rotasi otak.

10
WOC
TIK : - Oedem
- Hematom
Trauma Kepala Respon Biologi Hipoxemia

Trauma Otak Primer Trauma Sekunder Kelainan Metabolisme

Kontusio

Kerusakan Sel Otak ↑


Laserasi

Gangguan autoregulasi ↑ Rangsangan simpatis Stress

Aliran darah ke otak ↓ ↑ tahanan vesikuler Katekoalamin sekresi


sistematik TD ↑ asam lambung

O2↓ Gangguan Merabolisme

Tekanan pemb Mual, muntah

Asam Laktat ↑ darah pulmonal

Oedem Otak Tek. Hidrostatik

11
M k. Defisit Nutrisi
Mk. Resiko Kebocoran cairan
perfusi jaringan Kapiler
Serebral

Oedema Paru Cardiac out put

Gangguan Perfusi Jaringan


Disfusi O2 terhambat

Mk. Bersihan
Jalan Nafas
Sumber : Muttaqin.A(2011)

12
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Arif Mutaqin 2008 Pemeriksaan Penujunang Pasien cedera

Kepala :

a. CT Scan

Mengidentifikasi luasnya lesi, pendarahan, determinan, ventrikuler,

dan perubahan jaringan otak.

b. MRI

Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radioaktif.

c. Cerebral
Angiography

Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan

otak sekunder menjadi edema, pendarahan, dan trauma.

d. Serial EEG

Dapat melihat perkembangan gelombang patologis

e. Sinar X

Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur

garis (perdarahan/edema), fragmen tulang

f. Kadar elektrolit

Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan

Rontgen thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)

g. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup)

Analisa gas darah adalah salah satu tes diagnostic untuk menentukan

status repirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan melalui

pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status asam basa

13
2.1.7 Penatalaksanaan

2.1.7.1 Keperawatan

a. Observasi 24 jam

b. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.

Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya

cairan infus dextrose 5%, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari

terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak

c. Berikan terapi intravena bila ada indikasi

d. Pada anak diistirahatkan atau tirah baring


2.1.7.2 Medis

a. Terapi obat-obatan

1) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema

serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma

2) Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu mannitol

20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %

3) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau

untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol

4) Pembedahan bila ada indikasi (hematom epidural besar, hematom

sub dural, cedera kepala terbuka, fraktur impresi >1 diplo)

5) Lakukan pemeriksaan angiografi serebral, lumbal fungsi, CT

Scan dan MRI (Satynagara, 2010)

2.1.8 Komplikasi

Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma

intracranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak.

a) Edema serebral dan herniasi


14
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada

pasien yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang

terjadi kira-kira 72 jam setelah cedera. TIK meningkat karena

ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun peningkatan

volume oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma.

b) Defisit neurologic dan psikologic

Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti

anosmia(tidak dapat mencium bau-bauan) atau abnormalitas gerakan

mata, dan deficit neurologic seperti afasia, efek memori, dan kejang

post traumatic atau epilepsy

c) Komplikasi lain secara traumatic

1. Infeksi iskemik (pneumonia, SK, sepsis)

2. Infeksi bedah neurologi (infeksi, luka, meningitis, ventikulitis)

2.2 Asuhan Keperawatan Teoritis

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah tahap pertama dalam proses keperawatan

dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam mengumpulkan data dari

berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status

kesehatan pasien. Pengkajian keperawatan ditunjukkan pada respon pasien

terhadap masalah kesehatan yang berhubungan dengan kebutuhan dasar

manusia (Nursalam, 2001)

a. Identitas pasien

Nama, umur, jenis kelamin, status, agama, pendidikan, pekerjaan,

alamat

15
b. Riwayat kesehatan

Tingkat kesadaran/GCS (<15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea,

sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise,

akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan

telinga dan kejang.

Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan

dengan sistem persyarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya.

Demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai

penyakit menular.

Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga

sebagai data subjektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat

mempengaruhi prognosa pasien.

c. Pengkajian persistem

Keadaan umum

Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, somnolen, sopor, koma

TTV

1) Sistem pernapasan

Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi,

nafas bunyi ronchi.

2) Sistem kardiovaskuler

Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut

nadi bradikardi kemuadian takikardi

3) Sistem perkemihan

Inkotenensia, distensi kandung kemih

16
4) Sistem gastrointestinal

Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami

perubahan selera

5) Sistem muskuloskletal

Kelemahan otot, deformasi

6) Sistem persyarafan

Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinnitus,

kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan, gangguan

pengecapan

Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental,

perubahan pupil, kehilangan pengindraan, kejang, kehilangan

sensasi sebagai tubuh

d. Pengkajian pola aktivitas sehari-hari

1) Pola makan / cairan

Gejala : mual, muntah, dan mengalami perubahan selera

Tanda : kemungkinan muntah proyektil, gangguan menelan (batuk,

air liur keluar, disfagia)

2) Aktivitas / istirahat

Gejala : merasa lemah, letih, kaku, kehilangan keseimbangan

Tanda : perubahan kesadaran, letargie, hemiparese, kuadreplegia,

ataksia, cara berjalan tak tegap, masalah keseimbangan,

kehilangan tonus otot dan tonus sptik

17
3) Sirkulasi

Gejala : normal atau perubahan tekanan darah

Tanda : perubahan frekuensi jantung ( bradikardia, takikardia yang

diselingi disritmia )

4) Integritas ego

Gejala : perubahan tingkah laku kepribadian ( terang atau dramatis )

Tanda : cemas mudah tersinggung , delirium, agitasi, bingung,

depresi dan impulsive

5) Eliminasi

Gejala : inkontinensia kandung kemih / usus atau mengalami

gangguan fungsi

6) Nyeri dan kenyamanan

2.2.2 Kemungkinan diagnosa yang muncul

1. Resiko perfusi jaringan serebral b.d cedera kepala

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d jalan nafas buatan d.d gelisah

3. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme d.d Parkinson

18
2.2.3 Intervensi keperawatan

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN SLKI SIKI

1. Resiko perfusi jaringan serebral b.d Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
cedera kepala selama 1x24 jam maka resiko perfusi
 Identifikasi penyebab
jaringan serebral membaik dengan
peningkatan TIK
kriteria hasil :
 Monitor tanda/gejala
1. Tingkat kesadaran meningkat
peningkatan TIK
2. Sakit kepala
 Monitor status
menurun Gelisah menurun
pernapasan
 Monitor intake dan
output cairan

Teraupetik :
 Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang
tenang

19
 Berikan posisi semi
fowler
 Pertahankan
suhu tubuh
normal

Kolaborasi :
 Kolaborasi
pemberian sedasi dan
anti konvulsan jika
perlu
 Kolaborasi
pemberian diuretic
osmosis jika perlu

20
2 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
adanya jalan nafas buatan d.d gelisah. selama 1x24 jam maka bersihan jalan nafas
 Identifikasi
membaik dengan kriteria hasil :
kemampuan batuk
1. Batuk efektif meningkat
 Monitor adanya
2. Sulit bicara menurun retensi sputum
3. Gelisah menurun  Monitor input dan
output cairan

Teraupetik :

 Atur posisi semi


fowler
 Pasang perlak dan
bengkok di pangkuan
pasien

Edukasi :

 Jelaskan tujuan dan


prosedur batuk
efektif

21
 Anjurkan tarik nafas
dalam melalui
hidung selama 4 detik
 Anjurkan mengulangi
Tarik napas dalam
hingga 3 kali

Kolaborasi :
 Kolaborasi
pemberian mukolitik
atau ekspetoran, jika
perlu

22
3 Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :

metabolisme d.d parkinson selama 1x24 jam maka defisit nutrisi


 Identifikasi status
membaik dengan kriteria hasil :
nutrisi
1. Porsi makanan yang dihabiskan
 Identifikasi makanan
meningkat
yang disukai
Berat badan indeks massa tubuh meningkat
 Monitor asupan
makanan
 Monitor berat badan

Teraupetik :

 Lakukan oral hygiene


sebelum makan, jika
perlu
 Berikan suplemen
makanan, jika perlu

Edukasi :
 Anjukan posisi duduk
 Ajarkan diet yang

23
diprogramkan

Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian

Medikasi sebelum makan

24
2.2.4 Implementasi

Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang


telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan meliputi pengumpulan data
berkelanjutan, mengobservasi respon pasien selama dan sesudah pelaksanaan
tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah&Walid, 2012)
Implementasi menurut teori adalah mengidentifikasi bidang bantuan situasi
yang membutuhkan tambahan beragam mengimplementasikan intervensi
keperawatan dengan praktik terdiri atas keterampilan kognitif, interpersonal
dan psikomotor (tekhnis). Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada
pasien cedera cedera kepala, pada prinsipnya adalah menganjurkan pasien
untuk banyak minum, mengobservasi tanda-tanda vital, mengawasi pemasukan
dan pengeluaran cairan, mengajarkan Teknik relaksasi untuk mengatasi nyeri.

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan


perubahan keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat
pada tahap perencanaan (Rohmah&Walid,2012)
Menurut teori evaluasi adalah tujuan asuhan keperawatan yang
menentukan apakah tujuan ini telah terlaksana, setelah menerapkan suatu
rencana tindakan untuk meningkatkan kualitas keperawatan, perawat harus
mengevaluasi keberhasilan rencana penilaian atau evaluasi diperoleh dari
ungkapan secara subjektif oleh klien dan objektif didapatkan langsung dari
hasil pengamatan

25
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pegawai swasta
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 12 Agustus 2020, pukul 08.00
Alasan Masuk : Pasien mengalami penurunan kesadaran akibat kecelakaan
lalu lintas
Diagnosa Medis : CKS + SAH + Edema Serebri

Initial survey:
A (alertness) :
V (verbal) :
P (pain) :
U (unrespons) :

Warna triase 
: P1 P2 P3 P4 P5

26
SURVEY PRIMER DAN RESUSITASI
AIRWAY DAN KONTROL SERVIKAL

1. Keadaan jalan nafas


Tingkat kesadaran : Somnolen (E3V2M5)
Pernafasan : Spontan
Upaya bernafas : Ada
Benda asing di jalan nafas : Tidak ada (clear)
Bunyi nafas : Vesikuler
Hembusan nafas : Ada

BREATHING
1. Fungsi pernafasan
Jenis Pernafasan : Takipnea
Frekwensi Pernafasan : 25x/menit
Retraksi Otot bantu nafas : Ada
Kelainan dinding thoraks : Tidak ada kelainan, pergerakan dinding thorax simetris
Bunyi nafas : Vesikuler
Hembusan nafas : Dangkal

CIRCULATION
1. Keadaan sirkulasi
Tingkat kesadaran : Somnolen (E3V2M5)
Perdarahan (internal/eksternal) : Ada pada kepala bagian belakang
Kapilari Refill : < 2 detik
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi radial/carotis : 88x/menit
Akral perifer : Hangat

27
DISABILITY

1. Pemeriksaan Neurologis:
GCS : (E3V2M5) 10
Reflex fisiologis : Terganggu
Reflex patologis : Tidak ada
Kekuatan otot : 3333 3333
3333 3333

PENGKAJIAN SEKUNDER / SURVEY SEKUNDER


(Dibuat bila pasien lebih dari 2 jam diobservasi di IGD)
1. RIWAYAT KESEHATAN
a. RKD
Keluarga mengatakan pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan
alergi.
b. RKS
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan
lalu lintas sepeda motor tanggal 12 Agustus 2020. Pasien dikatakan mengendarai
sepeda motor dan bertabrakan dengan pengendara motor lainnya. Setelah kejadian
pasien dikatakan sempat muntah – muntah namun tidak ada yang tahu jelas kejadian
dan keluhan yang dialami pasin. Saat ini kontak tidak adekuat dan pasien sempat
mengalami kejang. Keluhan sesak, demam, batuk sebelumnya disangkal. Riwayat
penggunaan alkohol tidak jelas. TD : 110/60 mmHg, S : 36 0C , RR : 25x/menit.
Diagnosa medis saat ini CKS.
c. RKK
Keluarga pasien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit
keturunan seperti hipertensi, diabetes mellitus, dll

2. RIWAYAT DAN MEKANISME TRAUMA


Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan lalu
lintas sepeda motor tanggal 12 Agustus 2020. Pasien dikatakan mengendarai sepeda
motor dan bertabrakan dengan pengendara motor lainnya. Setelah kejadian pasien
dikatakan sempat muntah – muntah namun tidak ada yang tahu jelas kejadian dan keluhan
yang dialami pasin. Saat ini kontak tidak adekuat. Keluhan sesak, demam, batuk
sebelumnya
28
disangkal. Riwayat penggunaan alkohol tidak jelas. TD : 110/60 mmHg, S : 360C , RR :
25x/menit. Diagnosa medis saat ini CKS.

3. PEMERIKSAAN FISIK (HEAD TO TOE)


a. Kepala : Cephal hematoma
Kulit kepala : Terdapat lesi, rambut berwarna hitam tampak bersih.
Mata : Bentuk mata simetris, konjungtiva anemis, sclera putih (tidak
ikterik)
Telinga : Bentuk telinga simetris, tidak terdapat tanda infeksi, tidak
menggunakan alat bantu dengar, nyeri tekan tidak ada, secret tidak ada dan lesi tidak
ada.
Hidung : Tidak tampak adanya lesi, perdarahan, sumbatan maupun
tanda gejala infeksi, tidak ada bengkak dan nyeri tekan.
Mulut dan gigi: Warna mukosa bibir pucat, tampak lembab, tidak ada lesi, jumlah gigi
lengkap, tidak terdapat perdarahan dan radang gusi.
Wajah : Wajah tampak pucat, tidak terdapat edema maupun nyeri
tekan dan terdapat luka lecet region pipi hematoma.
b. Leher : Tidak tampak adanya pembengkakan,tidak teraba pembesaran
kelenjar tyroid, tidak terdapat nyeri tekan, nadi karotis teraba.
c. Dada/ thoraks : Bentuk dada normal chest, tidak tampak adanya
pembengkakan
Paru-paru
Inspeksi : Gerak dada simetris, tampak adanya retraksi otot bantu
pernapasan
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler +/+
Jantung
Inspeksi : Gerak dada simetris
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada jantung
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara jantung S1 S2 reguler, murmur (-)
d. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada distensi abdomen

29
Palpasi : Tidak teraba adanya penumpukan cairan, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)
e. Pelvis
Inspeksi : Bentuk pelvis simetris
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
f. Perineum dan rektum : Tidak dikaji
g. Genitalia : Tidak dikaji
h. Ekstremitas
Status sirkulasi : CRT <2detik
Keadaan injury : Terdapat perdarahan pada kepala
i. Neurologis
Fungsi sensorik : Terganggu
Fungsi motorik : Mengalami kelemahan pada ekstremitas.

4. HASIL LABORATORIUM
HEMATOLOGI
DARAH LENGKAP
NE% 84.70 47-80
LY% 9.10 13-40
MO% 5.90 2.0 -11.0
EO% 0.10 0.0 – 5.0
BA% 0.20 0.0 – 2.0
NE# 16.25 2.50 – 7.50
LY # 1.75 1.00 – 4.00
MO# 1.14 0.10 – 1.20
EO# 0.01 0.00 – 0.50
BA# 0.04 0.0 – 0.1
RBC 3.92 4.5 – 5.9
HGB 11.70 13.5 – 17.5
HCT 35.20 41.0 – 53.0
MCV 89.80 80.0 – 100.0
MCH 29.80 26.0 – 34.0

30
MCHC 33.20 31 - 36
RDW 11.40 11.6 – 14.8
PLT 306.00 150 - 440
MPV 9.70 6.80 – 10.0
NLR 9.31 <=3.13
PPT 14.2 10.8 – 14.4
INR 1.00 0.9 – 1.1
APTT 27.1 24 - 36
AST/SGOT 27.4 5 - 34
ALT/SGPT 25.20 11.00 – 50.00
Glukosa Darah (Sewaktu) 171 70-140
BUN 9.10 8.00 – 23.00
Kreatinin 0.80 0.72 – 1.25

5. HASIL PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Pemeriksaan CT Scan kepala irisan axial, reformat sagital dan koronal, tanpa kontras :
Tampak lesi hiperdens berdensitas darah berbentuk bikonveks pada regiotemporal kanan,
dengan ketebalan maksimal +/-19 cm.
Tampak lesi hiperdens berdensitas darah yang mengisi fisura interhemispher, fisura sylvii
kanan kiri, tentorium cerebelli kanan kiri, dan sulcus-sulcus pada
regiofrontoparietotemporooccipital kanan kiri
Tampak lesi hipodens multiple berdensitas udara berbentuk bulat di dalam fossa cranialis
media kanan
Sulci dan gyri merapat
Sistem ventrikel dan cisterna menyempit
Tak tampak deviasi midline struktur
Tak tampak klasifikasi abnormal
Pons dan cerebellum tak tampak kelainan
Orbita dan mastoid kanan kiri tak tampak kelainan

31
Tampak perselubungan berdensitas darah pada sinus maksilaris kanan, ethmoidalis dan
sphenoidalis kanan kiri
Tampak hypopneumatisasi sinus frontalis bilateral
Sinus maksilaris kiri tidak tampak kelainan
Tampak fraktur pada zygomatic body dan arch kanan, dinding lateral orbita kanan, lamina
papyracea kanan, dinding anterior-medial-lateroposteriorsinus maksilaris kanan, greater
wing os sphenoid kanan, os frontal kanan, squamous part os temporal
Tampak SCALP hematome pada regio frontoparietotemporooccipital kanan kiri
Tampak hematome pada palpebra superior kanan
Tampak soft tissue swelling pada regio orbita hingga maksila kanan
Kesan :
Epi Dural Haemorrhage pada regio temporal kanan
Sub Aracnoid Haemorrhage pada fisura interhemispher, fisura sylvii kanan kiri,tentorium
cerebelli kanan kiri, dan sulcus-sulcus pada regio fronoparietotemporoocipital kanan kiri
Pneumocephalus di dalam fossa cranialis media kanan
Edema cerebri
Haematosinus maksilaris kanan, ethmoidalis dan sphenoidalis kanan kiri
Hypopneumatisasi sinus frontalis bilateral
Fraktur pada zygomatic body dan arch kanan, dinding lateral orbita kanan, lamina
papyracea kanan, dinding anterior-medial-lateroposterior sinus maksilaris, greater wing
os sphenoid kanan, os frontal kanan, squamous part os temporal
SCALP hematome pada regio frontoparietotemporooccipital kanan kiri
Hematome pada palpebra superior kanan
Soft tissue swelling pada regio orbita hinga maksila kanan

6. TERAPI DOKTER
a. IVFD RL 20 tpm
b. Drip KCL 50 moq dalam NaCL 0.9% 500 cc 20 tpm
c. Paracetamol 500 mg IO
d. Ranitidine 1 ampul
e. Fenitoin 1 cc
f. Sungkup Oksigen 6 lpm

32
B. ANALISIS DATA
Data focus Analisis Masalah
DS : Kecelakaan, jatuh, benturan Risiko perfusi
pada cranium serebral tidak
- Pasien hanya mengerang
efektif
DO :
Akselerasi, deselerasi
- Pasien mengalami penurunan
kesadaran
Cedera kepala
- Wajah pasien tampak pucat dan
gelisah
Dampak tekanan
- Keadaan umum: lemah
- Tingkat kesadaran: Somnolen
kuat
- Pasien mengalami penurunan
kesadaran dengan
Trauma tertutup
GCS: 10 (E:3 V:2 M:5)
- CRT < 2detik
Rusaknya lapisan jaringan otak
- SaO2: 88%
- RR :25x/menit
Perdarahan menekan otak

Gangguan aliran darah,


penurunan O2

Risiko perfusi serebral


tidak efektif

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH


1. Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan cedera kepala

33
i. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif Setelah dilakukan intervensi keperawatan Intervensi Utama:
dibuktikan cedera kepala selama 1 x 2 jam maka Perfusi Serebral Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
Meningkat dengan kriteria hasil : Observasi
Label: Perfusi Serebral 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi,
1. Tingkat kesadaran meningkat (5) gangguan metabolisme, edema serebral)
2. Gelisah menurun (5) 2. Monitor tanda /gejala peningkatan TIK (mis.
3. Tekanan arteri rata-rata membaik (5) Tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar,
4. Tekanan intra kranial membaik (5) bradikardi, pola nafas ireguler, kesadaran
5. Tekanan darah sistolik membaik (5) menurun)
6. Tekanan darah diastolik membaik (5) 3. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
4. Monitor status pernapasan
Terapeutik
1. Berikan posisi semi Fowler
2. Pertahankan suhu tubuh optimal
Intervensi Utama:
Pemantauan Tekanan Intrakranial
Observasi
1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi
menempati ruang, gangguan metabolisme, edema
serebraltekann vena, obstruksi aliran cairan
serebrospinal, hipertensi, intracranial idiopatik)
2. Monitor peningkatan TD
3. Monitor irregularitas irama napas
4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
5. Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan
respon pupil
Terapeutik
1. Pertahankan sterilitas system pemantauan
2. Atur interval pemantauan sesuai keadaan pasien
3. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan prosedur dan tujuan pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan jika perlu.
Intervensi Pendukung:
Manajemen Kejang
Observasi
1. Monitor terjadinya kejang berulang
2. Monitor TTV
Terapeutik
1. Baringkan pasien agar tidak terjatuh
2. Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Longgarkan pakaian terutama bagian leher
4. Dokumentasikan kejang
5. Pasang akses IV
6. Berikan oksigen bila perlu
Edukasi
1. Anjurkan keluarga menghindari
memasukkan apapun kedalam mulut pasien
saat kejang
2. Anjurkan pasien tidak melakukan kekerasan
saat kejang
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian anti konvulsan bila perlu.
Intervensi Inovasi :
6. Head Up 30 derajat.
ii. PELAKSANAAN
Tgl/
No. Implementasi Respon Paraf
Jam
1. 12/08/20 Mengidentifikasi penyebab DS :
08.00 peningkatan TIK (mis. Lesi, Pasien hanya mengerang
WIB gangguan metabolisme, edema DO :
serebral). - Wajah pasien tampak pucat dan gelisah
Memonitor TTV - Pasien tampak sesak
- Pasien tampak sulit bernapas
- Tampak adanya retraksi otot bantu
pernapasan
- Pasien terpasang sungkup oksigen 6
liter/menit
- Keadaan umum: lemah
- Tingkat kesadaran: Somnolen
- Pasien mengalami penurunan kesadaran
dengan
GCS: 10 (E:3 V:2 M:5)
- CRT < 2 detik
- SaO2: 88%
- Hasil TTV :
TD :110/60mmHg,
N :88x/menit,
S :36◦c,
RR :25x/menit
2. 08.05 -
Memberikan terapi O2 sesuai DS : Keluarga mengatakan pasien gelisah dan
WIB indikasi tidak bisa diajak berkomunikasi.
-
Memonitor kecepatan aliran DO : Pasien terpasang Sungkup O2 dengan 6
oksigen lpm, saturasi meningkat 96%.
-
Memonitor efektifitas
pemberian O2 (Saturasi
Oksigen)

37
3. 08.06 - Memberikan Posisi Head Up DS : -
WIB 30 derajat. DO : tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK

5. 08.25 - Mengobservasi tanda tanda DS : Keluarga mengatakan pasien gelisah dan


WIB peningkatan tekanan intra tidak bisa diajak berkomunikasi.
kranial DO: Tidak ada muntah projektil, tidak ada
tanda tanda peningkatan TIK, tidak ada
kejang.
8. 09.30 - Memonitor tanda/gejala DS : Keluarga mengatakan pasien gelisah dan
WIB peningkatan TIK tidak bisa diajak berkomunikasi.
- Memonitor MAP DO : TD: 110/60, N:90x/menit, Pola napas
- Memonitor ukuran, bentuk reguler (lambat) RR:23x/menit, kesadaran:
dan reaktifitas pupil delirium, muntah-, pasien gelisah
MAP= 76 mmHg
Pupil isokor
Pasien belum menunjukkan adanya
peningkatan kesadaran
9. 09.40 - Memonitor kesadaran dan DS : -
WIB mengukur GCS DO : GCS : (E3V2M5)
Tingkat Kesadaran pasien Somnolen
10. 10.00 - Memonitor status DS : Keluarga mengatakan pasien masih
WIB pernapasan (frekuensi, terlihat sesak.
irama, kedalaman, pola DO : Pasien tampak sesak, pola napas
napas). abnormal (takipnea) dengan frekuensi
- Memonitor bunyi napas 24x/menit, terdapat cairan pada mulut pasien,
- Memonitor Saturasi Oksigen pasien terpasang bedsite monitor
SaO2 : 96%
11. 10.20 - Memonitor tingkat DS : Keluarga mengatakan pasien tampak
WIB kesadaran, batuk, dan gelisah dan tidak bisa diajak berkomunikasi.
muntah DO : Tingkat kesadaran meningkat dengan
hasil GCS 12 Apatis.
Mual (-), Muntah (-).
(GCS: E3V2M6 (10).

38
12. 11.00 - Memonitor TTV dan SaO2 DS : -
WIB DO : Hasil TTV :
TD:120/60mmHg
N:90x/menit
S:36,5◦c
RR:20x/menit
SaO2 : 98%
Pasien terpasang infus Nacl 20tpm pada
tangan kiri dan infus netes lancar
Pasien terpasang bedsite monitor

39
iii. EVALUASI
No. Tgl / Jam Catatan Perkembangan (SOAP) Paraf
1. 12/8/ Diagnosa Keperawatan : Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
2020 / Subjective :
12.00 WIB - Keluarga mengatakan pasien masih belum sadar dan gelisah.
- Pasien hanya mengerang
Objective :
- Pasien tampak mengalami peningkatan kesadaran dengan hasil
GCS 12 yaitu tingkat kesadaran Apatis.
- Pasien tampak berbaring dengan posisi head up 300
- Wajah pasien tampak pucat dan gelisah
- Keadaan umum: lemah
- Pasien dengan kesadaran Apatis dengan
GCS: 12 (E:4 V:3 M:5)
- CRT < 2detik
- TD:120/60mmHg, N:90x/menit, S:36,5◦c. RR:20x/menit
- SaO2: 98%
- MAP: 80 mmHg
Assesment :
Risiko Perfusi Serebral belum meningkat
Planning :
Lanjutkan intervensi :
a. Monitor tingkat kesadaran
b. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah
meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardi, pola napas ireguler,
kesadaran menurun)
c. Monitor MAP (Men Arterial Pressure)
d. Berikan posisi head up 300
e. Monitor TTV dan SaO2
f. Monitor status pernapasan
g. Observasi bedsite monitor secara berkelanjutan

40
BAB IV

HASI PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Penelitian

Penelitian dilaklukan di IGD RSUD Raja Musa Sungai Guntung.

pada tanggal 12 Agustus 2020. pasien yang dirawat berinisial Tn. M

berusia 42 tahun, jenis kelamin laki-laki, agama Islam, pekerjaan

pegawai swasta, alamat sungai Guntung, dengan Diagnose Medik

Cedera kepala sedang (CKS), sumber informasi dari keluarga dan

catatan perawatan

A. Pengkajian

Hasil pengkajian pada tanggal 12 Agustus 2020 jam 08.00 di

dapatkan hasil keluhan utama dari keluarga mengatakan, pasien

mengalami kecelakaan lalu lintas sehingga menyebabkan benturan di

kepala kemudian di bawa ke IGD RSUD Raja Musa Sungai Guntung

dikarenakan pasien mengeluh nyeri pada kepala dan sulit melihat

dikarenakan bengkak pada kedua mata sebelum sakit: keluarga

mengatakan pasien tidak mengalami sakit apapun. Riwayat penyakit

sekarang: keluarga mengatakan, pasien mengeluh nyeri pada kepala

dan sulit melihat dikarenakan bengkak pada ke-dua mata.

Pengkajian primer: airway (jalan napas); tidak ada sumbatan

jalan napas, breathing (pernapaan); pasien tidak sesak napas, tidak

menggunakan otot tambahan, frekuensi pernapasan 25x/menit, irama

teratur, bunyi napas vesikuler, Circulation; nadi 88x/menit, irama

teratur, denyut nadi kuat, tekanan darah 110/60 mmHg,

41
ekstremitas hangat, warna kulit nomal, nyeri positif pada kepala,

edema positif pada kedua mata. Disability: GCS:10, pupil isokor,

Pengkajian sekunder: musculoskeletal: kekuatan otot ekstremitas atas

bagian dekstra bernilai 3 dan ekstremitas bagian bawah dekstra 3,

ekstremitas bagian atas dan bawah sinistra 3, kebutuhan nutrisi: pasien

mengatakan makan 3x sehari, pola eliminasi BAK: 4-5 kali sehari,

warna kuning. BAB: pasien mengatakan BAB konsistensi lunak 1 x

sehari. Hasil pemeriksaan: CT. Scan menunjukan adanya hematom di

daerah benturan. Tindakan segera: mengukur tanda- tanda vital ( TD:

110/60, N:84x/m, S:36,70c, RR:25x/m), memasang infus dan merawat

luka.

3.1.1 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan ditegakan berdasarkan data-data yang dikaji

dimulai dengan menetapkan masalah, penyebab dan data pendukung.

Masalah keperawatan yang ditemukan pada Tn.M. adalah:

1. Resiko perfusi serebral tidak efektif

2.1.3 Rencana Keperawatan

Tahap perencanaan keperawatan ada tahap goal, objektif, NOC dan

NIC yang dibuat adalah: Risiko perfusi serebral tidak efektif

dibuktikan cedera kepala Goal: Perfusi serebral meningkat perawatan:

Objektif : Dalam jangka waktu 1x12 jam kriteria hasil: Tingkat

kesadaran meningkat , Gelisah menurun , Tekanan arteri rata-rata

membaik , Tekanan intra kranial membaik, Tekanan darah sistolik

membaik , Tekanan darah diastolik membaik.

42
Intervensi yang dilakukan pertama: Identifikasi penyebab

peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan metabolisme, edema serebral),

Monitor tanda /gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah

meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardi, pola nafas ireguler,

kesadaran menurun), Monitor MAP (Mean Arterial Pressure),

Monitor status pernapasan, Berikan posisi semi Fowle, Pertahankan

suhu tubuh optimal

2.1.4 Tindakan

Tindakan dilakukan setelah perencanaan dirancang dengan baik.

tindakan keperawatan dilakukan tanggal 12 Agustus 2020, dilakukan

Tindakan untuk diagnosa Resiko perfusi serebral tidak efektif

dilakukan Tindakan pada jam 08.00 yaitu Mengidentifikasi penyebab

peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan metabolisme, edema serebral),

Memonitor TTV, Memberikan terapi O2 sesuai indikasi, Memonitor

kecepatan aliran oksigen, Memonitor efektifitas pemberian O2

(Saturasi Oksigen)

2.1.5 Evaluasi Keperawatan

Tahap evaluasi merupakan tahap dalam asuhan keperawatan

yang dimana asuhan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi

yang dilakukan antara lain pada tanggal 12 agustus 2020 dengan

diagnosa Resiko perfusi serebral tidak efektif yaitu Pasien tampak

mengalami peningkatan kesadaran dengan hasil GCS 12 yaitu

tingkat kesadaran Apatis, Pasien tampak berbaring dengan posisi

head up 300, Wajah pasien tampak pucat dan gelisah

43
Maka dari itu diambil kesimpulan bahwa masalah belum teratasi

sehingga rencana dilanjutkan diruang rawat inap.

2.2 Pembahasan

Pada pembahasan akan diuraikan kesenjangan antara teori dan

praktek. Pada dasarnya dalam memberikan asuhan keperawatan,

proses keperawatan merupakan alatnya, dimana melalui pengkajian

pada pasien akan diperoleh data-data (data primer maupun data

sekunder), baik yang bersifat obyektif maupun yang bersifat subyektif.

Data-data yang diperoleh melalui pengkajian selanjutnya dianalisa

untuk menemukan adanya masalah kesehatan. Tentunya data-data

yang dimaksudkan adalah data-data yang menyimpang dari nilai

normal yang pada umumnya mencirikan penyakit yang sedang dialami

oleh pasien. Setelah masalah keperawatan diangkat lalu diagnosa

keperawatan pun ditegakkan dimana komponen penyusunannya terdiri

atas problem, etiologi, sign dan symptom (diagnosa aktual), problem

dan etiologi (diagnosa potensial) dan komponen problem (diagnosa

risiko/risiko tinggi).

Perencanaan pun disusun berdasarkan diagnosa yang ada. Tujuan

pencapaian dari setiap intervensi untuk setiap diagnosa ditetapkan saat

menyusun perencanaan. Perencanaan yang telah ditentukan

dilaksanakan untuk mengatasi masalah-masalah yang telah

teridentifikasi.

Keberhasilan dari setiap tindakan untuk tiap diagnosa dinilai atau

dievaluasi, dengan demikian rencana perawatan selanjutnya dapat

ditetapkan lagi. 44
Demikianpun asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera

kepala sedang (CKS). Pembahasan ini akan dilihat adanya

kesenjangan antara teori dan praktek (kasus nyata) yang ditemukan

pada pasien dengan cedera kepala sedang (CKS) yang dirawat

diruang IGD RSUD Raja Musa Sungai Guntung.

3.2.1 Pengkajian Keperawatan

Menurut (Andra dan yessie, 2012) pasien dengan cedera kepala

sedang (CKS) mengeluhkan nyeri hebat pada kepala yang

diakibatkan karena terputusnya kontinitas jaringan. Nyeri hebat

dirasakan akibat peningkatan TIK. Selain mengeluhkan nyeri hebat

pasien akan mengeluh sulit beraktivitas karena pasien akan berfokus

pada nyeri yang dialami. nyeri yang ditemukan pada pasien

diakibatkan oleh benturan saat terjadinya kecelakaan dan adanya

hematoma yang menjadi penyebab nyeri Hasil pengkajian pada

tanggal 12 Agustus 2020 jam 08:.00 didapatkan hasil keluhan utama

dari keluarga mengatakan,pasien mengalami kecelakaan lalulintas

sehingga menyebabkan benturan di kepala mendapatkan pengobata

selama satu hari kemudian dirujuk IGD RSUD Raja Musa Sungai

Guntung dikarenakan pasien mengeluh nyeri pada kepala dan sulit

melihat dikarenakan bengkak pada ke-dua mata. sebelum sakit:

keluarga mengatakan pasien tidak mengalami sakit apapun. Riwayat

penyakit sekarang: keluarga mengatakan,pasien mengeluh nyeri pada

kepala dan sulit melhat dikarenakan bengkak pada ke-dua mata.

45
menurut teori Keluhan utama : Biasanya klien datang ke Rumah

Sakit karena terjadinya penurunan kesadaran akibat trauma pada

kepala.

Dan Riwayat penyakit sekarang biasanya klien datang ke Rumah

Sakit karena mendapat trauma pada kepala baik oleh benda tumpul

ataupun tajam dengan keluhan pusing atau sampai terjadi penurunan

kesadaran. Hal ini tidak sesuai dengan hasil pengkajian yang didapat

dari kasus, di karena keluhan utama, riwayat penyakit sekarang

antara teori dan kasus berbeda.

3.2.2 Diagnosa Keperawatan

Menurut NANDA (2015), Diagnosa keperawatan merupakan

keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan

masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial,

dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat

secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan

intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi,

mencegah dan merubah status kesehatan klien. Diagnosa

keperawatan dapat dibedakan menjadi diagnosa keperawatan

aktual, resiko kemungkinan dan kesejahteraan. Syarat untuk

menegakan suatu diagnosa keperawatan maka diperlukan adanya

problem, etiology, symptom (PES). Menurut (Doengos 2009)

diagnosa yang dapat ditegakkan pada pasien dengan Cidera kepala

sedang adalah Perubahan nyeri akut berhubungan dengan agen

46
cidera fisik, perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

interupsi aliran darah, gangguan oklusi, hemorsgi, vasospasme

sernebral, edema serebral, Resiko tinggi pola napas tidak efektif

berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedra pada pusat

pernapasan otak), kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi

trakheobronkial, Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan

kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan atau tahana,

terapi perbatasan, Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan kemampuan untuk mencerna nutrient

(penurunan tingkat kesadaran) kelemahan otot yang diperlkan

untuk mengunyah menelan,status hiper metabolik. Pada kasus

nyata diagnosa yang tegakkan pada Tn. M adalah R e s i k o

perfusi serebral tidak efektif

3.2.3 Tindakan Keperawatasi

Tindakan berdasarkan diagnosa keperwatan yang ditegakan

serta berorientasi pada pasien dan tindakan keperawatan yang

direncanakan. Berdasarkan teori perencanaan menurut (Taylor

2013), dan pada saat melakukan tindakan pada Tn. M tidak

ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus nyata

47
3.2.4 Evaluasi Keperawatan

Sebagai tahap akhir dari proses keperawatan setelah

melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan,

menetapkan perencanaan dan implementasi. Catatan

perkembangan dilakukan sebagai bentuk evaluasi menggunakan

(SOAP). evaluasi pada Tn. Msesuai dengan kriteria hasil yang

ditetapkan. dalam evaluasi untuk diagnosa ketidakefektifan nyeri

akut berhubungan dengan agen cedera fisik tidak tertasi, hambatan

mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot tidak

tertasi. Dari tahap ini, penulis mendapatkan fakta bahwa tidak

semua kriteria hasil dapat di capai selama pasien dirawat di

Rumah Sakit, semuanya membutuhkan waktu, proses, kemauan,

ketaatan pasien dalam mengikuti perawatan dan pengobatan.

48
BAB 5

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

1. Dari hasil pengkajian Tn. M masuk rumah sakit pada tanggal 12 Agustus

2020 dengan alasan kecelakaan sehingga terjadi penurunan kesadaran,

adanya peningkatan TIK. Saat ini Tn. M mengeluh tidak sadarkan diri,

sulit beraktivitas dan tidak bisa bicara. Saat dilakukan pemeriksaan fisik

pasien nampak mempunyai kesadaran somnolen, tidak ada refleks. Saat ini

pasien juga tidak bisa /sulit beraktivitas.

2. Diagnosa utama yang dapat mengancam kehidupan yaitu F e s i k o

perfusi jaringan tidak efektif.

3. Perencanaan keperawatan agar dapat mengatasi masalah yang dihadapi Tn.

M seperti memantai tanda tanda vital, memantau peningkatan TIK dan

melatih room aktif dan pasif.

4. Tindakan dibuat sudah berdasarkan rencana yang telah ditetapkan

5. Evaluasi pada Tn.M, masalah belum teratasi sehingga perawatan dilanjutkan

diruang rawat inap.

1.2 Saran

Dalam hal ini penulis memberikan beberapa saran setelah secara

langsung mengamati lebih dekat perkembangan status pasien sebagai

berikut

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan rumah sakit dapat memberikan penanganan gawat darurat

yang lebih cepat dan tepat kepada pasien yang mengalami gawat

darurat.

49
2. Bagi perawat

Diharapkan bagi perawat yang berada di Instalasi Gawat Darurat yang

melakukan tindakan keperawatan darurat bisa lebih memperhatikan dan

menekangkan perawatan secara tepat dan tepat.

50
51

Anda mungkin juga menyukai