Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan
rahmat-Nya. Hanya dengan karunia-Nya penulisan makalah ini yang berjudul Trauma
Kepala dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Ada beberapa kendala yang menghambat
terselesainya makalah ini diantaranya keterbatasan pengetahuan serta sumber yang
penulis miliki.
Penulis menyadari bahwa tugas makalah ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa
adanya bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Ns.Agus
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Semoga tugas
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
B. Klasifikasi
C. Etiologi
D. Patofisiologi
E. Manifestasi Klinis
F. Pemeriksaan penunjang
G. Penatalaksanaan
H. Komplikasi
I. Pencegahan
BAB III Asuhan Keperawatan Trauma Kepala
KONSEP ASKEP
A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan
C. Implementasi Keperawatan
D. Intervensi Keperawatan
E. Evaluasi Keperawatan
KASUS
BAB IV Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
2
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Cedera otak meliputi trauma kepala, tengkorak, dan otak. Cedera otak
merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia
produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Diperkirakan
100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera otak dan lebih dari 700.000
orang mengalami cedera otak berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Dua
pertiga dari kasus ini berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah 4x lebih banyak laki-
laki daripada wanita.
Resiko utama pasien yang mengalami cedera otak yang mengalami cedera otak
adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakaan otak sebagai respon
terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Maka
diperlukan penanganan yang tepat pada seseorang yang mengalami trauma kepala
Menurut WHO setiap tahun di Amerika Serikat hampir 1.500.000 kasus cedera
kepala. Dari jumlah tersebut 80.000 di antaranya mengalami kecacatan dan 50.000
orang meninggal dunia. Saat ini di Amerika terdapat sekitar 5.300.000 orang dengan
kecacatan akibat cedera kepala (Moore & Argur, 2016). Penyebab cedera kepala
yang terbanyak adalah kecelakaan bermotor (50%), jatuh (21%), dan cedera olahraga
(10%). Angka kejadian cedera kepala yang dirawat di rumah sakit di Indonesia
merupakan penyebab kematian urutan kedua (4,37%) setelah stroke, dan merupakan
urutan kelima (2,18%) pada 10 penyakit terbanyak yang dirawat di rumah sakit di
Indonesia (Depkes RI, 2016).
B. TUJUAN
Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada kasus trauma
kepala.
Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengkajian kegawatdaruratan pada kasus trauma kepala
b. Mengetahui diagnosa pada kasus trauma kepala
c. Mengetahui intervensi kegawatdaruratan pada kasus trauma kepala
3
d. Mengetahui implementasi pada kasus trauma kepala
e. Mengetahui evaluasi pada kasus trauma kepala
C. MANFAAT
a. Agar mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan
kegawatdaruratan pada klien trauma kepala
b. Agar mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien
dengan trauma kepala
c. Agar mahasiswa mampu merencanakan tindakan sesuai dengan diagnosa
keperawatan.
d. Agar mahasiswa mampu melaksanakan tindakan sesuai rencana yang telah
ditentukan.
e. Agar mahasiswa mampu mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan.
f. Agar mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan
keluarga.
BAB 2
4
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai/tanpa
perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas dari otak (Nugroho, 2011).
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena
robekannya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik,
serta edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas.( Mansjoer, dkk, 2000 ).
B. ETIOLOGI
Penyebab cedera kepala antara lain :
1. Kecelakaan mobil
2. Perkelahian
3. Jatuh
4. Cedera olahraga
5
C. ANATOMI
1. Anatomi Kepala
a. Kulit kapala
Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek,
pembuluh- pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat
menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Terdapat vena emiseria dan
diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai dalam
tengkorak (intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi,
atau avulasi.
b. Tulang kepala
Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak).
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan
oleh trauma. Fraktur calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang bisa non
impresi (tidak masuk / menekan kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak
dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak rusak). Tulang kepala terdiri
6
dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar (tabula
eksterna) dan dinding dalam (labula interna) yang mengandung alur-alur
artesia meningia anterior, indra dan prosterion. Perdarahan pada arteria-
arteria ini dapat menyebabkan tertimbunya darah dalam ruang epidural.
c. Lapisan Pelindung otak / Meninges
Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter, Asachnoid dan diameter.
1) Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak elastis
menempel ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak dapat
diperbaiki dengan sempurna. Fungsi durameter :
a) Melindungi otak
b) Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan lapisan
endotekal saja tanpa jaringan vaskuler )
c) Membentuk periosteum tabula interna.
2) Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak menempel
pada dura. Diantara durameter dan arachnoid terdapat ruang subdural yang
merupakan ruangan potensial. Pendarahan subdural dapat menyebar
dengan bebas. Dan hanya terbatas untuk seluas valks serebri dan
tentorium. Vena-vena otak yang melewati subdural mempunya sedikit
jaringan penyokong sehingga mudah cedera dan robek pada trauma kepala.
3) Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah
halus, masuk kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus, kedua
lapisan yang lain hanya menjembatani sulkus. Pada beberapa fisura dan
sulkus di sisi medial homisfer otak. Prametar membentuk sawan antar
ventrikel dan sulkus atau vernia. Sawar ini merupakan struktur penyokong
dari pleksus foroideus pada setiap ventrikel.
Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid, ruang
ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu. Dan memungkinkan
sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada kedalam system vena.
d. Otak.
7
1) Efek langsung trauma pada fungsi otak,
2) Efek-efek lanjutan dari sel- sel otak yang bereaksi terhadap trauma.
Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar (fraktur
cranium terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar dari hidung /
telinga), merupakan keadaan yang berbahaya karena dapat menimbulkan
peradangan otak.
Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dan karena tengkorak
merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan menimbulkan
peninggian tekanan dalam rongga tengkorak (peninggian tekanan tekanan intra
cranial).
e. Tekanan Intra Kranial (TIK).
Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume
darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan
waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar ± 15
mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75 ml),
cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan pada 3 komponen ini selalu
berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa Monro – Kellie
menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak,
adanya peningkatan salah 1 dari komponen ini menyebabkan perubahan pada
volume darah cerebral tanpa adanya perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK
yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang ptak (Herniasi batang otak)
yang berakibat kematian.
Mekanisme Trauma
Trauma kepala terjadi apabila ada kekuatan mekanik yang ditransisikan ke
jaringan otak. Mekanisme yang berkontribusi terhadap trauma kepala:
a.Akselerasi : Kepala yang diam di tabrak oleh benda yang bergerak.
b.Deselerasi : Kepala membentur benda yang tidak bergerak
c.Deformasi : Benturan pada kepala
D. PATOFISIOLOGI
Trauma pada kepala bisa disebabkan oleh benda tumpul maupun benda
tajam. Cedera yang disebabkan benda tajam biasanya merusak daerah
8
setempat atau lokal dan cedera yang disebabkan oleh benda tumpul
memberikan kekuatan dan menyebar ke area sekitar cedera sehingga
kerusakan yang disebabkan benda tumpul lebih luas. Berat ringannya cedera
tergantung pada lokasi benturan, penyerta cedera, kekuatan benturan dan
rotasi saat cedera.
E. KLASIFIKASI
Cedera otak dapat dibagi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS (Glascow
Coma Scale) yaitu:
1. Cedera Otak Ringan (COR)
GCS 13-15
Tidak terdapat kelainan pada CT Scan otak
Tidak emmerlukan tindakan operasi
Lama dirawat di rumah sakit < 48 jam
2. Cedera Otak Sedang (COS)
GCS 9-12
Ditemukan kelainan pada CT Scan otak
Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intracranial
Dirawat di rumah sakit setidaknya 48 jam
3. Cedera Otak Berat (COB)
Nilai GCS <8
Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intracranial.
Bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, nilai GCS <8
9
-Pasien dapat mengeluh nyeri kepala atau pusing
Berikut adalah 7 (tujuh) penilaian tingkat kesadaran dan nilai GCS yang mewakilinya:
1. Compos mentis adalah kondisi sadar sepenuhnya. Pada kondisi ini, respon pasien
terhadap diri sendiri dan lingkungan sangat baik. Pasien juga dapat menjawab
pertanyaan penanya dengan baik. Nilai GCS untuk compos mentis adalah 15-14.
2. Apatis adalah kondisi di mana seseorang tidak peduli atau merasa segan terhadap
lingkungan sekitarnya. Nilai GCS untuk apatis adalah 13-12.
3. Delirium adalah kondisi menurunnya tingkat kesadaran yang disertai dengan
kekacauan motorik. Pada kondisi ini pasien mengalami gangguan siklus tidur,
merasa gelisah, mengalami disorientasi, merasa kacau, hingga meronta-ronta.
Nilai GCS adalah 11-10.
4. Somnolen adalah kondisi mengantuk yang cukup dalam namun masih bisa
dibangunkan dengan menggunakan rangsangan. Ketika rangsangan tersebut
berhenti, maka pasien akan langsung tertidur kembali. Nilai GCS untuk somnolen
adalah 9-7.
5. Sopor adalah kondisi mengantuk yang lebih dalam dan hanya dapat dibangunkan
melalui rangsangan yang kuat seperti rangsangan nyeri. Meskipun begitu pasien
10
tidak dapat bangun dengan sempurna dan tidak mampu memberikan respons
verbal dengan baik. Nilai GCS adalah 6-5.
6. Semi-koma atau koma ringan adalah kondisi penurunan kesadaran di mana
pasien tidak dapat memberikan respons pada rangsangan verbal dan bahkan tidak
dapat dibangunkan sama sekali. Tetapi jika diperiksa melalui mata maka masih
akan terlihat refleks kornea dan pupil yang baik. Pada kondisi ini respons terhadap
rangsangan nyeri tidak cukup terlihat atau hanya sedikit. Nilai GCS untuk semi-
koma adalah 4.
7. Koma adalah kondisi penurunan tingkat kesadaran yang sangat dalam. Dalam
kondisi ini tidak ditemukan adanya gerakan spontan dan tidak muncul juga
respons terhadap rangsangan nyeri. Nilai GCS untuk koma adalah 3.
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinisnya yaitu:
Pada cedera otak, kesadaran seringkali menurun
Pola nafas menjadi abnormal secara progresif
Reson pupil mungkin tidak ada atau secara progresif mengalami
deteriorasi
Sakit kepala dapat terjadi dengan segera atau terjadi bersama peningkatan
tekanan intracranial
Muntah dapat terjadi akibat peningkatan tekanan intracranial
Perubahan perilaku, kognitif, dan fisik pada gerakan motorik dan berbicara
dapat terjadi dengan kejadian segera atau secara lambat. Amnesia yang
berhubungan dengan kejadian ini biasa terjadi.
11
PATHWAY TRAUMA KEPALA
Konfusi Kronis
G.KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi yaitu:
Perdarahan didalam otak, yang disebut hematoma intraserebral, dapat
menyertai cedera kepala yang tertutup yang berat, atau lebih sering cedera
12
kepala terbuka. Pada perdarahan diotak, tekanan intrakranial
meningkat,dan sel neuron dan vaskuler tertekan. Ini adalah jenis cedera
otak sekunder. Pada hematoma, kesadaran dapat menurun dengan segera,
atau dapat menurun setelahnya ketika hematoma meluas dan edema
interstisial memburuk.
Perubahan perilaku dan defisit kognitif dapat terjadi dan tetap ada.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiograf tengkorak dapat mengidentifikasi lokasi fraktur atau perdarahan
atau bekuan darah yang terjadi.
CT Scan dan MRI dapat dengan tapat menentukan letak dan luas cedera.
CT Scan biasanya merupakan perangkat diagnostik pilihan diruang
kedaruratan walaupun hasil CT Scan mungkin normal yang menyesatkan.
MRI adalah perangkat yang leboh sensitif dan akurat, dapat mendiagnosis
cedera akson difus, namun mahal dan kurang dapat diakses disebagian
besar fasilitas.
H. PENATALAKSANAAN
Cedera otak ringan dan sedang biasanya diterapi dengan observasi dan tirah
baring.
Mungkin diperlukan ligasi pembuluh darah yang pecah melalui
pembedahan ( pengeluaran benda asing dan sel yang mati ), terutama pada
cedera kepala terbuka.
Dekompresi melalui pengeboran lebang didalam otak, yang disebut burr
hole, mungkin diperlukan.
Mungkin dibutuhkan ventilasi mekanik.
Antibiotik diperlukan untuk cedera kepala terbuka guna mencegah infeksi.
Metode untuk menurunkan tekanan intrakranial dapat mencakup
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
13
I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
1. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada gangguan
sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk,
lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya.
Pengkajian keperawatan cedera kepala meliputi anamnesis riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.
1. PENGKAJIAN AWAL
Airway : Apakah Klien dapat bernafas spontan atau perlu
pemasangan asal canule atau ETT dengan pemberian oksigen berapa
liter permenit, terdapat sumbatan atau penumpukan sekret, adakah
suara nafas tambahan
Breathing : Pantau Frekwensi nafas pasien, irama nafas abnormal/
tidak, nafas spontan/ tidak
Circulation:Perubahan frekuensi jantung (bradikardi), keluar darah
dari hidung dan telinga, perubahan tekanan darah
2. ANAMNESIS
Identitas klien meliputi nama, umur ( kebanyakan terjadi pada
usia muda ), jenis kelamin ( banyak laki-laki, karena ngebut-ngebutan
dengan motor tanpa pengaman helm ), pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor
register, diagnosa medis. Keluhan utama yang sering menjadi alasan
klien untuk meminta pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa
jauh dampak trauma kepala disertai penurunan tingkat kesadaran.
14
3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari
kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian,dan trauma langsung ke
kepala. Pengkajian yang didapat meliputi tingkat kesadaran menurun
( GCS <15 ), konvulsi, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris
atau tidak, lemah, luka dikepala, paralisis, akumulasi sekret pada
saluran pernafasan, adanya liquor dari hidung dan telinga, serta kejang.
Adanya penurunan tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan
didalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi.
Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif,
dan koma. Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar
klien ( bila klien tidak sadar ) tentang penggunaan obat-obatan adiktif
dan penggunaan alkohol yang sering terjadi pada beberapa klien yang
suka ngebut-ngebutan.
6. PENGKAJIAN PSIKO,SOSIO,SPIRITUAL
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya. Apakah ada
dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketautan akan kesadaran,
rasa cemas. Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya,
15
tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Karena klein
harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini memberi dampak
pada status ekonomi kilen, karena biaya perawatan dan pengobatan
memerlukan dana yang tidak sedikit. Cedera kepala memerlukan dana
pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran klein dan keluarga.
7. PENGKAJIAN FISIK
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-
keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat bergguna untuk mendukung
data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan persistem ( B1-B6 ).
Keadaan Umum
Pada keadaan cedera otak umumnya mengalami penurunan
kesadran ( cedera otak ringan GCS 13-15, cedera otak sedang GCS 9-
12, cedera otak berat GCS <8 ) dan terjadi perubahan pada tanda-tanda
vital.
B1 ( Breathing )
Sistem pernafasan bergantung pada gradasi dari perubahan jaringan
serebral akibat trauma kepala. Akan didapatkan hasil:
Inspeksi : Apakah didapatkan klien batuk. Peningkatan produksi
sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan
frekuensi pernafasan.
Palpasi : Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
akan didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks.
Perkusi : Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan
melibatkan trauma pada thoraks.
Auskultasi : Bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, ronkhi
pada klein dengan pengingkatan produksi sekret dan kemampuan
16
batuak yang menuurn sering didapatkan pada klien cedera kepala
dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
B2 ( Blood )
Pada sisitem kardiovaskuler didapatkan syok hipovolemik yang
sering terjadi pada klien cedera otak sedang sampa cedera otak berat.
Dapat ditemukan tekanan darah normal atau berubah, bradikardi,
takikardi, dan aritmia.
B3 ( Brain )
Cedera kepala menyebabakan berbagai defisit neurologi
terutama disebabkan pengaruh peningkatan tekanan intrakranial akibat
adanya perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma, subdural
hematoma, dan epidural hematoma. Pengkajian tingkat kesadaran
dengan menggunakan GCS.
B4 ( Bladder )
Kaji keadaan urin meliputi waran, jumlah, dan karakteristik.
Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi urine dapat terjadi
akibat menurunnya perfusi ginjal. Setelah cedera kepala, klien
mungkin mengalami inkontinensia urinw karena konfusi,
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol
motorik dan postural.
B5 ( Bowel )
17
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual, muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
dihubungkan dengan adanya peningkatan produksi asam lambung.
Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik
usus.
B6 ( Bone )
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada
seluruh ekstremitas. Kaji warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor
kulit.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan adanya
Trauma/Cedera kepala (SDKI D.0017)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
diakibatkan karena Trauma/Cedera Kepala. (SDKI D.0005)
3. Nyeri Akut berhubungan dengan adanya cedera fisik tedapat nya luka
pasca Trauma kepala (SDKI D.0077)
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif. (SDKI D.
0142)
5. Konfusi Kronis berhubungan dengan trauma/cedera kepala ditandai
adanya kerusakan serebrovaskuler (SDKI D.0065)
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya kerusakan persepsi
atau kognitif. (SDKI D.0054)
18
Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Tingkat kesadaran membaik.
GCS klien meningkat.
Intervensi :
1. Tentukan faktor-faktor yang menyebabkan penurunan perfusi jaringan
otak dan peningkatan TIK.
R/ : Penurunan tanda atau gejala neurologis atau kegagalan dalam
pemulihannya setelah serangan awal, menunjukkan perlunya klien dirawat
diperawatan intensif.
2. Pantau atau catat status neurologis secara teratus dan bandingkan dengan
nilai GCS
R/ : Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
bermanfaatdalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan
kerusakan saraf pusat.
3. Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan
yang tenang.
R/ : Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan
meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.
19
2. Diposisikan head up (15-300).
R/ : Untuk menurunkan tekanan vena jugularis
3. Kolaborasi utk pemberian oksigen.
R/ : Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam
pencegahan hipoksia. Jika pusat pernafasan tertekan, mungkin diperlukan
ventilasi mekanik.
4. IMPLEMENTASI
Implementasi atau tindakan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
5. EVALUASI
Evaluasi adalah tahap penilaian dari tindakan yang telah direncanakan.
Untuk malsalah kegawatdaruratan hipoglikemi ini adalah kesadaran klien
20
dapat kembali seperti semula, cairan dalam tubuh terpenuhi dan tanda-tanda
vital klien normal.
A. Pengkajian
1.Identitas pasien
Nama : Tn D
Umur : 23 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : curuq
21
Pasien datang ke IGD dibawa oleh keluarganya pada jam 08.00 wib tanggal 22 desember
2019
Pasien tabrakan dengan kendaraan bermotor kondisi penurunan kesadaran, terdapat
hematome pada kepala dan terdapatnya luka
3. Primary survey
a. Airway : terdapat sumbatan jalan nafas berupa darah dan lendir.
b. Breathing
Look : adanya pengembangan dinding dada .frekuensi 28 /menit
Listen : terdengar suara nafas grok2
Feel : terasa hembusan nafas ,terlihat otot bantu pernafasan
c. Circulation : Akral dingin,kulit pucat,terdapat perdarahan di mulut CRT > 3 detik,
akral dingin
d. Disability : GCS 10 (E3,M3,V4) dan kesadaran
4. Secondary survey
Kesadaran : Delirium
Keadaan umum : Sedang
GCS : 10
TTV : TD: 100/60 mmhg
N : 102 X/m
P : 28 X/m
S : 37.5c
5. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Inspeksi : bentuk simetris ,rambut tampak kusam,terdapat hematome dibagian
wajah dan kepala
Palpasi : tidak ada ketombe,benjolan ,terdapat nyeri tekan pada bagian
oksipital.
b. Mata
Inspeksi : bentuk simetris,klien selalu memejamkan matanya karna mata
terdapat hematom, blue eyes dikedua mata.
Palpasi : ada nyeri tekan dikedua mata.
22
c .Hidung
Inspeksi : bentuk simetris,tidak ada polip, keluar darah dari hidung
Palpasi : ada nyeri tekan.
d .Telinga
Inspeksi : bentuk simetris, terdapat darah
Palpasi : ada nyeri tekan
e .Mulut
Inspeksi : keluarnya darah segar,dan lender
f .Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,getah bening dan vena jugolaris,
dicurigai adanya fraktur servikal.
g .Thorak
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, terdapat otot bantu pernapasan
,bentuk dada simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan , dan tidak ada benjolan
Perkusi : resonan
Auskultasi : bunyi nafas Vesikuler ,frekuensi 28 x/menit, terdengar bunyi rochi
h .Jantung
Perkusi : mur-mur(-) ,gallop (-),bj1 dan bj2 normal
i . Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris, tidak terdapat jejas
Auskultasi : bissing usus normal(10 x/menit)
Palpasi : turgor kulit elastis, ada nyeri tekan.
Perkusi : timpani (redup pada organ)
j .Genetalia
Inspeksi : Bersih, tidak ada kelainan, terpasang kateter
k . Kulit
Turgor kulit elastis, warna kulit sama dengan warna kulit lainnya
l .Ekstremitas
Atas: reflek bisep dan trisep normal ,tidak ada kelainan,ada bekas luka ditangan
kanan ,terpasang infus ditangan kanan,fleksi dan ekstensi(+)
Bawah : tidak ada kelainan,jari-jari lengkap ,
23
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratoorium
No Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 Haemoglobin 9,4
2. Hematokrit 33
3 Leukosit 15.200
4 Trombosit 198000
Analisa Data
Nama : Tn.D No.RM : 1234
Usia :23 th Ruangan : IGD
NO. DATA Penyebab Masalah
1. DO : Trauma kepala Pola Nafas tidak
-suara nafas bunyi grok2 Efektif.
-terdapat sumbatan berupa darah
Kerusakan pada
dan lendir
tulang tengkorak
-pasien terlihat sesak frekuensi
24
pernafasan 32 x / m
Perdarahan
DS :
-keluarga mengatakan pasien belum
sepenuh sadar proses desak ruang
pada area otak
menekan pusat
vasomotor ,cerebral
posterior ,N
III,serabut RAS
menekan untuk
pertahankan:
kesadaran,TD,HR
pusat nafas
terganggu
DS:
-keluarga mengatakan pasien masih perdarahan
belum sepenuhnya sadar
penambahan volume
intakranial pada
cavum serebral
25
proses desak ruang
pada area otak
peningkatan TIK
penurunan aliran
darah ke otak
3. DO; Nyeri Akut
- Pasien terlihat hanya meringis Adanya Agen fisik
berhubungan
- Pola nafas pasien berubah yg cedera
dengan adanya
DS:
cedera fisik
- Pasien tdk dapat dikaji krn Laserasi/Luka
kesadaran tedapat nya luka
pasca Trauma
Adanya Rangsangan
Sensori kepala.
Menimbulkan rasa
Nyeri
4 DO: - Terdapatnya luka dan jahitan Adanya Prosedur Resiko infeksi
pada kepala Invasif ( Luka dan
berhubungan
- Terpasang nya NGT adanya jahitan,
- Terpasang nya Infus pada tangan pemasangan NGT, dengan prosedur
kiri. Infus)
tindakan invasif
DS: - Keluarga pasien mengatakan
adanya luka terbuka dan jahitan Tempat sarana
pada bagian kepala, akibat colonial
kecelakaan. kuman/Bakteri utk
berkembang
-
Resiko Infeksi
26
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan adanya Trauma/Cedera
kepala (SDKI D.0017)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler diakibatkan
karena Trauma/Cedera Kepala. (SDKI D.0005)
3. Nyeri Akut berhubungan dengan adanya cedera fisik tedapat nya luka pasca
Trauma kepala (SDKI D.0077)
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif. (SDKI D. 0142)
Rencana Keperawatan
No DX Tujuan Intervensi Rasional
.
1
DX 1. Setelah dilakukan -Identifikasi factor - Penurunan tanda atau
Tindakan Keperawatan penyebab penurunan gejala neurologis atau
kegagalan dalam
3 x 24 jam, Perfusi serebri fungsi serebral
pemulihannya setelah
pasien membaik dan serangan awal,
efektif. menunjukkan perlunya
klien dirawat
Kriteria Hasil:
diperawatan intensif.
-Kesadaran mulai
-Tinggikan bagian
membaik -Untuk mendorong
kepala
-Pasien dapat mengingat 15-45 derajat drainage Vena dan
mengurangi bendungan
kejadian sebelumnya serebral
-Tanda2 Vital dalam batas
normal Mengkaji tingkat
-Pantau atau catat status kesadaran dan
-Pengisian kapiler 3-5 dtk
neurologis secara potensial peningkatan
tidak ada pucat dan
teratur dan bandingkan TIK dan bermanfaat
sianosis dalam menentukan
dengan nilai GCS
lokasi, perluasan dan
-
perkembangan
kerusakan saraf pusat.
-Observasi tanda2 vital
-Dengan mengetahui
tiap 1 jam (sh, Rr, Hr, TTV pasien dapat
Saturasi) menilai sejauh mana
kondisi pasien.
27
-Observasi Intake &
Output -Agar dapat menilai
keseimbangan cairan
dalam tubuh pasien
tercukupi/ tidak
-Kolaborasi untuk
pemberian Oksigen -Membantu Pasien
tambahan dan dalam proses
pernafasan,
-Pengambilan sample menghindari Hipoksia
darah utk Cek darah
pada otak.
lengkap
- utk Mengetahui status
hematologi darah
pasien normal/ tdk
-Kolaborasi untuk -Untuk mengurangi
pemberian oedema dan
kortikosteroid dan memperkuat dinding
Adona
pembuluh darah
-
28
dalam pencegahan
hipoksia.
- Mengganti cairan
- Kolaborasi pemberian yang hilang akibat
Cairan Infus adanya perdarahan
-Membantu
-Kolaborasi Pemasangan mengeluarkan cairan
NGT darah yang masuk ke
dalam Lambung
2.
29
- Jelaskan pada pasien / -dengan komunikasi yg
keluarga perihal luka efektif pasien/ keluarga
dan tindakan yang akan mengerti segala
dilakukan tindakan yg akan
dilakukan perawat
30
secara teratur. kepala sdkt lebih
Hasil: Pasien tidak ada kejang, saat datang tinggi tampak
nyaman.
muntah kesadaran menurun GCS:…
- Hasil Observasi
4.Mengobservasi tanda2 Vital pasien setelah 6 jam rawat di
Jam:08.30
Hasil: TD: , Sh: , Hr: , Sat: UGD,
GCS:
dan di dekumentasikan.
TTV: TD: ,Sh:
5.Mengobservasi Intake dan Output Hr: Sat:
pasien (sebelum di infus dan setelah - Intake hanya melalui
Infus, pasien
Infus masuk)
Jam:08.30 sementara Puasa,
Hasil: Saat datang pasien ada muntah, Untuk Output pasien
pasien belum bak saat di Rumah sakit sdh Bak 1x dgn di
6.Melakukan Kolaborasi dengan dokter bantu.
- Pencatatan
dalam pemberian Oksigen, Tindakan dokumentasi setiap
Infansiv (Pemasangan tindakan dilakukan
Jam:08.30 Infus+cairannya) dan pengambilan - Pemberian Oksigen
masih terpasang turun
darah utk Cek Lab.
menjadi 2 ltr
Dan Hasil: - Hasil Sample darah
jam;09.00 pasien terlampir
- Oksigen nasal diberikan 3 ltr
- Infus dipasang pada tangan kiri
- Sample darah dapat ditampung Kolaborasi:
kemdn cairan infus dipasang dan - Pemberian obat
berjalan lancar dengan cairan RL dengan 5 benar
Jam:09.30 dilakukan, dan
7.Memberikan obat sesuai dengan pemberian obat di beri
intruksi dari dokter jaga jarak 15 mnt
Hasil: - Pemberian obat tehnik 5 benar diantaranya.
dilakukan - Memantau kembali ½
Jam;10.00 Dexa metahson 3x1,injeksi ampul (iv) jam kemudian setelah
Citicolin 3x1 ampul,injeksi (iv) pemberian obat
Asam transamin 3x1 ampul,injeksi (iv)
Jam:10.15 Vit k 3x1 ampul ,injeksi (iv)
A: Masalah Risiko perfusi
Jam:10.30 - Pemberian Obat di berikan jarak
15 mnt antara obat yang lain serebral belum teratasi karena
Jam:10.45
- Reaksi pasien tdk ada Alergi, masih dalam pemantauan dan
Jam:11.00
tdk ada kejang di Rawat Inap.
P:
Intervensi Dilanjutkan
31
NO.1,2,3,4,5,6,7
P:
Intervensi dilanjutkan
( pasien masuk rawat inap):
- Untuk Intervensi
No.1,2,3,4 masih
dilanjutkan
32
DX Tgl 22
3 des 2019 1.MengkajiTipe,Lokasi,durasi,Skala Tgl 22 Desember 2019
Jam:08.40 Nyeri (PQRST) Jam:15.00
Hasil:
P: S: Pasien belum bisa diKaji,
Q: hanya bisa mengangguk.
R:
S: O: - Nyeri Berkurang
T: Skala:
33
rembesan darah
2.Melakukan Tehnik septik & Aseptik
Hasil : - Perawat Sebelum dan sesudah O: - Setelah 1-2 jam pst
melakukan tindakan cuci tangan. hecting dilakukan, Observasi
kembali kondisi jahitan
3.Memberikan Edukasi pada pasien / - Jahitan Luka
Jam:08.20 keluarga perihal luka dan tindakan tampak baik, tdk
yang akan dilakukan ada rembesan darah
HasiL; - Pasien / Keluarga memahami dan masih basah.
apa yang sudah dijelaskan. - Perawat selalu
melakukan disetiap
5 waktu penting cuci
Jam:08.25 4.Membersihkan Luka dengan cairan tangan
isotonic (Nacl) - Keluarga pasien tdk
Hasil: - Luka sudah terlihat bersih bertanya2 kembali
darah masih keluar sdkt perihal Tindakan
5. Melakukan kolaborasi dengan - Memantau kembali
Jam:09.00 dokter untuk: area terpasangnya
-Tindakan Hecting Luka dikarenakan Infus dan reaksi
Jam:09.15 terdapatnya Luka terbuka. obat Antibiotik yg
Hasil: - Tindakan Hecting metode sdh diberikan
jelujur didaerah kepala dilakukan
dengan lancar dan darah tidak A: Masalah resiko infeksi
keluar/rembes belum teratasi karena pasca
tindakan Invansif baru
6.Melakukan prinsip steril dalam beberapa jam
tindakan pemasangan dan Hecting
pada luka. P:
Hasil:- Peralatan Infus memakai Intervensi diLanjutkan,
Venflon baru dan steril karena pasien Masuk
- Semua alat2 Medis utk steril dan dgn Rawat inap.:
Handscoen steril. Intervensi No.1,2,3,4,5,7
dilakukan
7.Melakukan Kolaborasi dalam
Jam:11.15 Pemberian Antibiotik IV.
Hasil:
- Pemberian obat dgn 5 benar
dilakukan, Th/Cefotaxime 2 x 1
gr diberikan via IV, reaksi alergi
pada pasien tdk ada.
34
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan defenisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik
suatu kesimpulan bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan oleh
trauma benda tajam maupun benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada
kulit, tengkorak, dan jaringan otak yang disertai atau tanpa pendarahan.
B. SARAN
Untuk memudahkan pemberian tindakan keperawatan dalam keadaan
darurat secara cepat dan tepat, mungkin perlu dilakukan prosedur tetap yang dapat
digunakan setiap hari. Bila memungkinkan , sangat tepat apabila pada setiap unit
keperawatan di lengkapi dengan buku-buku yang di perlukan baik untuk perawat
maupun untuk klien.
35
DAFTAR PUSTAKA
36