CEDERA KEPALA
Pembimbing :
dr. Wiwin Sundawiyani, Sp.S
Oleh :
Lucky Sendikamas H
2014730050
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai kulit kepala, tulang tengkorak atau
otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan disertai
atau tanpa disertai perdarahan yang mengakibatkan gangguan fungsi otak. Menurut Brain
Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan
bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik
dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, sehingga diharapkan para dokter
mempunyai pengetahuan praktis untuk melakukan pertolongan pertama pada penderita.
Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan mempertahankan tekanan darah yang cukup
untuk perfusi otak dan menghindarkan terjadinya cedera otak sekunder merupakan pokok-
pokok tindakan yang sangat penting untuk keberhasilan kesembuhan penderita.Sebagai
tindakan selanjutnya yang penting setelah primary survey adalah identifikasi adanya lesi
masa yang memerlukan tindakan pembedahan, dan yang terbaik adalah pemeriksaan dengan
CT Scan kepala.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secaralangsung
atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis,
fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanen. Menurut Brain Injury
Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala,bukan bersifat
congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai
500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Yang
sampai di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10%
termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah cedera kepala berat (CKB).
Insiden cedera kepala terutama terjadi pada kelompok usia produktif antara 15-44 tahun.
Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28%
lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga dan
rekreasi. Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah sakit
Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat 60%-70% dengan
CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35%-
50% akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal.
b. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (calvaria) dan basis cranii. Khusus di
regio temporal kalvaria tipis tetapi dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii
berbentuk tidak rara sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat
proses akselerasi dan deselerasi. Lantai dasar rongga tengkorak dibagi atas 3 fossa,
yaitu: fossa anterior tempat lobus frontalis, fossa media dan fossa posterior. Fossa
media merupakan tempat lobus temporalis,dan fossa posterior adalah ruang untuk
bagian bawah batang otak dan otak kecil (cerebelum).
d. Otak
Otak terdiri dari 3 bagian besar, yaitu cerebrum, batang otak dan cerebellum,.
Cerebrum dibagi menjadi hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falx
cerebri. Lobus frontal untuk mengatur fungsi eksekutif, emosi, motorik, dan motor
speech. Lobus parietal berfungsi untuk sensori dan orientas spatial. Lobus temporal
untuk regulasi memori. Lobus occipital bertanggng jawab untuk penglihatan.
Batang otal terdiri dari otak tengah (midbrain), pons dan medulla oblongata.
Midbrain dan otak bagian atas terdiri dari reticular activating system. Pusat
cardiorespiratory berada di medulla oblongata dan diteruskan hingga medulla
spinalis. Cerebellum berfungsi untuk koordinasi dan keseimbangan.
Fisiologi
Konsep fisiologi yang terjadi pada trauma otak terdiri dari tekanan intrakranil, doktrin
Monro-Kellie dan aliran darah otak. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dapat
menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia. TIK normal pada
keadaan istirahat kira-kira 10 mmHg. TIK lebih tinggi dari 20 mmHg, terutama jika menetap
dan sulit diatasi memiliki prognosis yang buruk. Pada doktrin monro-kellie dengan konsep
utama bahwa volume intrakranial harus selalu konstan, karena rongga kranium oada dasarnya
merupakan rongga yang kaku, tidak mungkin mekar, Darah didalam vena dan cairan
serebrospinal dapat dipindahkan dari rongga tengkorak, sehingga TIK tetap normal, sehingga
segera setelah cedera otak, suatu massa seperti perdarahan dapat terus bertambah dengan TIK
tetap normal. Namun, jika melampaui batas maka TIK akan meningkat dengan cepat.
Aliran darah otak (ADO) normal pada dewasa antara 50-55 mL per 100 gr jaringan
otak per menit, pada anak, ADO dapat lebih besar bergantung pada usianya dan akan turun
sperti ADO dewasa saat mencapai pertenahan atau akhir masa remaja.Vaskularisasi ke otak
normalnya dapat vasokonstriksi dan vasodilatasi bergantung pada perubahan mean arterial
blood pressure (MAP). Nilai MAP normal adalah 50-150 mmHg yang dipertahankan dengan
cara autoregulasi agar otak mendapat suplai darah. Pada keadaan trauma kepala, autoregulasi
dari MAP ini dapat terganggu dan menyebabkan aliran darah ke otak terganggu. Jika MAP
terlalu rendah, maka dapat terjadi iskemi dan infark jaringa otak. Jika terlalu tinggi dapat
menyebabkan edema cerebri. Vasodilatasi dan vasokonstriksi pada pembuluh draah otak jua
dipengaruhi oleh akdar oksigen (PaO2) dan kadar karbondioksida (PaCO2) dalam darah.
Klasifikasi
Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan; mekanisme, beratnya
cedera, dan morfologi.
1. Mekanisme Cedera Kepala
Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul
biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan
benda tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.
3. Morfologi
a. Fraktur Kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat berbentuk
garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka ataupun tertutup. Fraktur
dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT scan dengan teknik “bone
window” untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur
dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan
lebih rinci. Fraktur kranium terbuka dapat mengakibatkan adanya hubungan antara
laserasi kulit kepala dengan permukaan otak karena robeknya selaput dura. Adanya
fraktur tengkorak tidak dapat diremehkan, karena menunjukkan bahwa benturan
yang terjadi cukup berat Menurut Japardi (2004), klasifikasi fraktur tulang
tengkorak sebagai berikut;
1. Gambaran fraktur, dibedakan atas :
a. Linier
b. Diastase
c. Comminuted
d. Depressed
3. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural.
Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil di permukaan korteks
serebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer
otak. Biasanya kerusakan otak lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk
dibandingkan perdarahan epidural.
Fungsi utama dari GCS bukan sekedar merupakan interpretasi pada satu kali
pengukuran, tetapi skala ini menyediakan penilaian objektif terhadap tingkat
kesadaran dan dengan melakukan pengulangan dalam penilaian dapat dinilai
apakah terjadi perkembangan ke arah yang lebih baik atau lebih buruk
2. Pemeriksaan Pupil
Pupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi terhadap cahaya.
Perbedaan diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1 mm adalah
abnormal. Pupil yang terfiksir untuk dilatasi menunjukkan adanya penekanan
terhadap saraf okulomotor ipsilateral. Respon yang terganggu terhadap cahaya
bisa merupakan akibat dari cedera kepala.
3. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilaksanakan terhadap saraf kranial dan saraf perifer.
Tonus, kekuatan, koordinasi, sensasi dan refleks harus diperiksa dan semua
hasilnya harus dicatat
4. Pemeriksaan Scalp dan Tengkorak
Scalp harus diperiksa untuk laserasi, pembengkakan, dan memar. Kedalaman
leaserasi dan ditemukannya benda asing harus dicatat. Pemeriksaan tengkorak
dilakukan untuk menemukan fraktur yang bisa diduga dengan nyeri,
pembengkakan, dan memar.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikili tujuan untuk
memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki keadaan
umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit.
Penatalaksanaan cedera kepala tergantung pada tingkat keparahannya, berupa cedera kepala
ringan, sedang, atau berat.
Prinsip penanganan awal meliputi survei primer dan survei sekunder.
Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain
airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan
resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer
sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak.
Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di rumah sakit. Indikasi rawat antara
lain:
a.Amnesia post traumatika jelas (lebih dari 1 jam)
b.Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)
c.Penurunan tingkat kesadaran
d.Nyeri kepala sedang hingga berat
e.Intoksikasi alkohol atau obat
f.Fraktura tengkorak
g.Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea
h.Cedera penyerta yang jelas
i.Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung jawabkan
j. CT scan abnormal
Terapi medika mentosa pada penderita cedera kepala dilakukan untuk memberikan suasana
yang optimal untuk kesembuhan. Hal-hal yang dilakukan dalam terapi ini dapat berupa
pemberian cairan intravena, hiperventilasi,pemberian manitol, steroid, furosemid, barbitirat
dan antikonvulsan. Pada penanganan beberapa kasus cedera kepala memerlukan tindakan
operatif. Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan neuro
radiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan sebagai berikut:
a.volume masa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial atau lebih
b.dari 20 cc di daerah infratentorial
c.kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis
d.tanda fokal neurologis semakin berat
e.terjadi gejala sakit kepala, mual, dan muntah yang semakin hebat
f.pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm
g.terjadi kenaikan tekanan intrakranial lebih dari 25 mmHg.
h.terjadi penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang CT scan
i.terjadi gejala akan terjadi herniasi otak
j.terjadi kompresi / obliterasi sisterna basalis (Bernath, 2009)
Nutrisi
Kebutuhan energi rata-rata pada CKB meningkat rata-rata 40%, kebutuhan protein 1,5-2
g/kgBB/hari, lipid 10-40% dari kebutuhan kalori/hari, dan zinc 12 mg/hari
Selain infus, nutrisi diberikan melalui pipa nasogastrik:
- Hari ke-1: berikan glukosa 10% sebanyak 100ml/2jam
- Hari ke-3 dan seterusnya: makanan cair 2000-3000 kalori per hari disesuaikan dengan
keseimbangan elektrolit.1,7
Neuroproteksi
Adanya tenggang waktu antara terjadinya trauma dan timbulnya kerusakan jaringan saraf
memberi waktu bagi kita untuk memberikan neuroprotektor
Obat-obat tersebut antara lain:
Antagonis kalsium atau nimodipin (terutama diberikan pada SAH), sitikolin, dan piracetam
12 gr/hari yang diberikan selama 7 hari.
1. American college of Surgeons, 1997. Advance Trauma Life Suport . United States
of America: Firs Impression
2. Haryo W et all, 2008, Art of Therapy: Sub Ilmu Bedah.Yogyakarta: PustakaCendekia
Press of Yogyakarta
3. David B. 2009. Head Injury.www.e-medicine.com
4. Boies adam. 2002. Buku Ajar Penyakit THT: Edisi 6. Jakarta: EGC.
5. Hafid A. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah: edisi kedua. Jong W.D. Jakarta: penerbit buku
kedokteran EGC
6. Ghazali Malueka. 2007. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka Cendekia.
7. Japardi iskandar. 2004. Penatalaksanaan Cedera Kepala secara Operatif .
SumatraUtara: USU Press.