GENERAL ANESTESI
Oleh :
Andri Dwi Putra Pasopati 2015730008
Bob Muhammad Azis 2016730023
Ikhlima Pramista Janaria 2015730057
Muhammad Rizki Setiawan 2015730092
Nur Shafa'ah Yunita 2016730133
Sarah Faradila 2015730118
Pembimbing :
dr. Irwan Amin, Sp. An
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tugas ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Tugas ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas Laporan Kasus pada Stase
Ilmu Anastesi Rumah Sakit Islam Jakarta Sukapura mengenai ”General Anestesi”.
Laporan Kasus ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas saya selama menjalani
kepaniteraan klinik stase Ilmu Anastesi.
Terima kasih kepada dokter pembimbing di Rumah Sakit Islam Jakarta
Sukapura dr. Irwan Amin, Sp. An yang telah membantu dalam terselesainya tugas
ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga
tugas ini dapat bermanfaat untuk para pembaca.
Penulis
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................I
DAFTAR ISI........................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II PERSIAPAN PRA – ANESTESI....................................................................2
BAB III PELAKSANAAN ANESTESI.......................................................................9
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................41
II
BAB I
PENDAHULUAN
relatif baru, yang berperan diantara sungkup muka dengan pipa endotrakea
(ETT). LMA telah digunakan secara luas pada praktek anestesia baik dewasa
ataupun anak-anak semenjak alat ini diperkenalkan pada pertengahan tahun
1980an. LMA memberikan strategi baru dalam penatalaksanaan jalan napas.
Kemudahan dan kecepatan pemasangan, tidak memerlukan pelumpuh otot
dan visualisasi glotis menjadikan LMA pilihan dalam penatalaksanaan pasien
yang gagal dilakukan intubasi endotrakea dan sulit saat ventilasi dengan
sungkup muka. Laryngeal mask airway (LMA) juga dipergunakan untuk
pemberian ventilasi pada pasien dengan nilai Cormack 3 dan 4. Pemasangan
LMA termasuk dalam algoritma tatalaksana pasien sulit intubasi menurut
American Society of Anesthesiologists (ASA) dan difficult airway society
(DAS).
A. PERSIAPAN PASIEN
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. E
Usia : 48 tahun
Alamat : Jl. Kayu Tinggi Jakarta Timur
Pekerjaan : IRT
NRM : 00 – 29 – xx – xx
Masuk RS : 3 Desember 2020
Ruangan : Al Ghifari
DPJP : dr. Rudi Hermansyah Sp. B
2. Anamnesis
Keluhan Utama
Benjolan di payudara kiri 6 bulan yang lalu
Keluhan Tambahan
Nyeri pada benjolan hilang timbul
Riwayat Alergi
Pasien tidak memliki alergi terhadap makanan maupun obat – obatan.
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat sebelumnya.
Riwayat Psikososial
Pasien mengatakan tidak merokok, minuman alkohol, dan obat –
obatan terlarang. Pasien sering makan – makanan berlemak seperti
gorengan.
Riwayat Operasi
Pasien belum pernah menjalani operasi apapun sebelumnya
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 4 Desember 2020
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi :
BB : 75 Kg
TB : 155 Cm
IMT : 31,2 kg/m2
Abdomen
Inspeksi : Perut datar, distensi abdomen (-), sikatriks (-),
striae alba (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel (+), nyeri tekan epigastrium (+), tidak
teraba ada massa di abdomen
Ekstremitas
Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), RCT <2 detik
(+/+).
Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-), RCT <2 detik
(+/+).
Status Lokalis:
Payudara
Payudara kanan dalam batas normal
Payudara kiri
Massa tumor
Lokasi : Sisi lateral payudara kiri
Ukuran : diameter 4 cm (sebesar telur puyuh)
Konsistensi : lunak, Berbatas tegas.
Terfiksasi atau tidak ke kulit: tidak terfiksasi
Perubahan kulit: kemerahan (-), dimpling (-), edema/ nodul
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Ekokardiografi :
Irama sinus, Frekuensi 80x/menit, regular, PR interval 0,16 detik,
normoaxis, Gelombang P, kompleks QRS, segmen ST, dan
gelombang T normal
6. Diagnosis Anestesi
Status fisik ASA II dan overweight (BMI = 31,2 kg/m2)
7. Rencana Pembedahan
Eksisi
8. Rencana Anestesi
Anestesi umum dengan pemasangan LMA
9. Prognosis
Quo ad Vitam : ad Bonam
Quo ad Functionam : ad Bonam
Quo ad Sanationam : ad Bonam
3. Persiapan Obat
Anestesi Umum
a) Premedikasi : Ondansentron dosis 4 mg IV, Fentanyl 200
mg
b) Obat Induksi : Propofol
c) Maintenance Anestesi : Sevoflurane, N2O, O2
Obat Tambahan
a) Analgetik : Antrain dosis 1000 mg, Tramadol dosis
100 mg I.V.
BAB III
PELAKSANAAN ANESTESI
A. INTRAOPERATIF
Pukul 15.50 WIB
o Memasang Infus Ringer Laktat I 500 cc
o Memasang oksimeter pulse
o Pemasangan manset untuk mengukur tekanan darah
B.
Terapi Cairan
Berat Badan : 75 Kg
Lama Puasa : 6 jam
a) Maintenance (M) : BB x kebutuhan cairan per jam
4 x 10 = 40 cc
2 x 10 = 20 cc 115 cc
1 x 60 = 60 cc
b) Pengganti Puasa (P) : M x jam puasa
115 cc/jam x 6 jam
= 690 cc
c) Jenis operasi (O) : BB x jenis operasi (kecil)
= 75 kg x 4 cc/kg
= 300 cc
Total kebutuhan cairan durante operasi:
Jam pertama = M + 50% P + O
= 115 cc + 345 cc + 300 cc
= 760 cc
Cairan yang diberikan (selama peri operatif) = Ringer Laktat 500 cc
Pada kasus ini, pasien perempuan, usia 48 tahun dengan diagnosis Tumor
Mammae Sinistra akan dilakuan tindakan Eksisi dan Biopsi. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang didapat,
pasien dapat digolongkan dalam ASA II dengan Obesitas II (BMI = 31,25
kg/m²).
Sebelum tindakan operasi, dilakukan persiapan pra anestesi 1-2 hari
sebelum operasi dilaksanakan dengan tujuan:
1. Untuk mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal
2. Merencanakan dan memilih teknik dan obat-obatan anestesi yang sesuai
3. Menentukan klasifikasi yang sesuai berdasarkan klasifikasi ASA)
Rencana anestesi pada pasien ini adalah anestesi umum dengan
pemasangan LMA. Anestesi umum adalah tindakan anestesi yang
dilakukan dengan cara menghilangkan nyeri secara sentral, disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Pada
anestesi umum harus memenuhi beberapa hal ini yaitu hipnotik, analgesi,
relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga
akan mempermudah tindakan pembedahan, stabilisasi otonom.
Untuk menjamin jalan nafas pasien selama tidak sadar, maka dilakukan
pemasangan LMA, karena dinilai lebih aman dan lebih tidak invasive
dibanding dengan pemasangan Endotracheal Tube (ET). Dipilih manajemen
jalan nafas dengan LMA karena pertimbangan lama operasi yang tidak begitu
lama, karena LMA tidak dapat digunakan pada pasien yang membutuhkan
bantuan ventilasi dalam jangka waktu lama. LMA juga tidak dapat dilakukan
pada pasien dengan reflek jalan nafas yang intack, karena insersi LMA akan
mengakibatkan laryngospasme. LMA sebagai alternatif dari ventilasi face
mask atau intubasi ET untukairway management. LMA bukanlah suatu
penggantian ET, ketika pemakaian ET menjadi suatu indikasi.
1. Hidung
Jalan napas yang normal secara fungsional dimulai dari hidung,
udaa lewat melalui hidung yang berfungsi sangat penting yaitu
penghangatan dan melembabkan (humidifikasi). Hidung adalah jalan
utama pada pernapasan normal jika tidak ada obstruksi oleh polip atau
infeksi saluran nafas atas. Selama bernafas tenang, tahanan aliran udara
yang melewati hidung sejumlah hampir dua per tiga dari total tahanan
jalan nafas. Tahanan yang melalui hidung adalah hampir dua kali bila
dibandingkan melalui mulut. Ini menjelaskan mengapa pernafasan mulut
digunakan ketika aliran udara tinggi dibutuhkan seperti pada saat aktivitas
berat.
Inervasi sensoris pada mukosa berasal dari dua divisi nervus
trigeminal. Nervus ethmoidalis anterior menginervasi pada septum
anterior, dinding lateral, sedangkan pada area posterior di inervasi oleh
Universitas Muhammadiyah Jakarta
nervus nasopalatinus dari ganglion sphenopalatina. Anestesi lokal dengan
topikal cukup efektif memblokade nervus ethmoidalis anterior dan nervus
maksila bilateral.
2. Faring
Faring meluas dari bagian belakang hidung turun ke kartilago
krikoid berlanjut sampai esofagus. Bagian atas atau nasofaring dipisahkan
dengan orofaring dibawahnya oleh jaringan palatum mole. Prinsip
kesulitan udara melintas melalui nasofaring karena menonjolnya struktur
jaringan limfoid tonsil. Lidah adalah sumber dari obstruksi pada orofaring,
biasanya karena menurunnya tegangan muskulus genioglosus, yang bila
berkontraksi berfungsi menggerakkan lidah kedepan selama inspirasi dan
berfungsi sebagai dilatasi faring.
3. Laring
Laring terbentang pada level Cervical 3 sampai 6 vertebra
servikalis, melayani organ fonasi dan katup yang melindung jalan nafas
bawah dari isi traktus digestifus. Strukturnya terdiri dari otot, ligamen dan
kartilago. Ini termasuk tiroid, krikoid, aritenoid, kornikulata dan epiglotis.
Epiglotis, sebuah kartilago fibrosa, memiliki lapisan membran mukus,
merupakan lipatan gloso epiglotis pada permukaan faring dan lidah. Pada
bagian yang tertekan disebutvallecula. Velecula ini adalah tempat
diletakkannya ujung blade laringoskop Macintosh. Epiglotis menggantung
pada bagian dalam laring dan tidak dapat melindungi jalan nafas selama
edema.
Rongga laring meluas dari epiglotis ke kartilago krikoid dibagian
bawah. Bagian dalam dibentuk oleh epiglotis, gabungan apek kartilago
arytenoid, lipatan ary epiglotis, Bagian dalam rongga laring adalah lipatan
vestibular cincin sempit dan jaringan fibrus pada tiap sisinya. Ini perluasan
dari permukaan anterolateral aritenoid, sudut tiroid, dimana yang terakhir
berikatan dengan epiglotis. Lipatan ini adalah sebagai korda vokalis palsu,
yang terpisah dari korda vokalis sesungguhnya oleh sinus laryngeal atau
ventrikel. Korda vokalis yang sesungguhnya pucat, putih, struktur ligamen
melekat pada sudut tiroid bagian belakang. Celah triangular antara korda
B. Anestesi Umum
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri sakit secara
sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel).
Prosedur:
Universitas Muhammadiyah Jakarta
- Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik
- Pasang infuse (untuk memasukan obat anestesi)
- Premedikasi + / - (apabila pasien tidak tenang bisa diberikan
obat penenang) efek sedasi/anti-anxiety: benzodiazepine;
analgesia: opioid, non-opioid.
- Induksi
- Pemeliharaan
b. Intubasi Endotrakeal dengan Napas Spontan
Intubasi endotrakeal adalah memasukkan pipa (tube)
endotrakea (ET= endotrakeal tube) kedalam trakea melalui
oral atau nasal. Indikasi; operasi lama, sulit mempertahankan
airway (operasi di bagian leher dan kepala)
Prosedur:
T = Tape, plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut.
I = Introductor, stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea
mudah dimasukkan
2) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan psikis : Gelisah, takut, kesakitan
b. Keadaan gizi : Malnutrisi atau obesitas
c. Tinggi dan berat badan
Untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang diperlukan,
serta jumlah urin selama dan sesudah pembedahan.
d. Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernafasan, serta
suhu tubuh.
4. Premedikasi anestesi
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun
tujuan dari premedikasi antara lain:
a. Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
b. Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
c. Membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
d. Memberikan analgesia, misal : fentanyl, pethidin
e. Mencegah muntah, misal : droperidol, ondansetron
f. Memperlancar induksi, misal : petidin
g. Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
h. Menekan reflek – reflek yang tidak diinginkan, misal : tracurium,
sulfas atropin.
i. Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal: sulfas atropin dan
hiosin.
1) Ondansetron
Merupakan antagonis reseptor serotonin 5-HT 3 selektif.
Digunakan untuk mencegah dan mengobati mual dan muntah pasca
bedah. Efek samping obat ini berupa hipotensi, bronkospasme,
konstipasi, dan sesak nafas.
2) Fentanyl
Fentanil merupakan salah satu preparat golongan analgesik opioid
dan termasuk dalam opioid potensi tinggi dengan dosis 100-150
mcg/kgBB, termasuk sufentanil (0,25-0,5 mcg/kgBB). Bahkan
sekarang ini telah ditemukan remifentanil, suatu opioid yang poten dan
sangat cepat onsetnya telah digunakan untuk meminimalkan depresi
pernapasan residual. Opioid dosis tinggi yang deberikan selama
operasi dapat menyebabkan kekakuan dinding dada dan larynx, dengan
demikian dapat mengganggu ventilasi secara akut, sebagaimana
meningkatnya kebutuhan opioid potoperasi berhubungan dengan
perkembangan toleransi akut. Maka dari itu, dosis fentanyl dan
sufentanil yang lebih rendah telah digunakan sebagai premedikasi dan
sebagai suatu tambahan baik dalam anestesi inhalasi maupun intravena
untuk memberikan efek analgesi perioperatif.
5. Induksi
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai
tercapainya stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan
tahap pemeliharaan anestesi untuk mempertahankan atau memperdalam
stadium anestesi setelah induksi. Pada kasus ini digunakan obat induksi :
a. Propofol
Propofol (2,6-diisoprophylphenol) adalah campuran 1% obat
dalam air dan emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2% phosphatide
telur dan 2,25% glyserol. Dosis yang dianjurkan 2,5 mg/kgBB untuk
induksi tanpa premedikasi. Propofol memiliki kecepatan onset yang
sama dengan barbiturat intravena lainnya, namun pemulihannya lebih
cepat dan pasien dapat di ambulasi lebih cepat setelah anestesi umum.
b. Antrain
Antrain adalah obat dagang bermerk yang mengandung natrium
metamizole. Metamizole adalah obat analgetik (pereda nyeri),
antispasmodik (meredakan kram), dan antipiretik (penurun demam)
untuk meringankan rasa sakit, seperti: sakit gigi, sakit kepala, nyeri
sendi, nyeri otot, dismenore (nyeri haid), nyeri kolik dan lain-lain.
Terkadang digunakan juga untuk menurunkan demam. Antrain bekerja
dengan cara menghambat prostaglandin. Prostaglandin adalah zat yang
terdapat dalam tubuh yang dapat menyebabkan reaksi peradangan
berupa rasa nyeri dan pembengkakan. Obat ini tersedia dalam bentuk
tablet dan injeksi.
Dosis & cara penggunaa Antrain injeksi 1 g di berikan 4 kali
sehari, atau 2,5 g di berikan 2 kali sehari melalui injeksi intravena
(pembuluh darah) atau intramuskular (melalui otot). Sesuaikan dosis
berdasarkan tingkat keparahan penyakit. Efek samping penggunaan
Antrain yang mungkin terjadi adalah radang lambung rasa perih atau
sakit pada ulu hati (gastritis), hiperhidrosis, retensi cairan dan garam
Universitas Muhammadiyah Jakarta
dalam tubuh, reaksi alergi berupa gatal pada kulit, kemerahan atau
edema angioneurotik, mual, muntah, diare, sembelit.
c. Tramadol
Tramadol adalah analgetik sentral dengan afinitas rendah pada
reseptor mu dan kelemahan analgesinya 10-20% dibanding morfin.
Tramadol dapat diberikan dengan dosis maksimal 400 mg per hari.
d. Dexamethasone
Deksametason merupakan kortikosteroid dari golongan
glukokortikoid yang mempunyai efek anti-inflamasi yang adekuat.
Pemberian deksametason akan menekan pembentukan bradikinin dan
juga pelepasan neuropeptide dari ujung-ujung saraf, hal tersebut dapat
menimbulkan rangsangan nyeri pada jaringan yang mengalami proses
inflamasi. Penekanan produksi prostaglandin oleh deksametason akan
menghasilkan efek analgesia melalui penghambatan sintesis enzim
cyclooksigenase di jaringan perifer tubuh. Deksametason juga
menekan mediator inflamasi seperti tumor necrosis factor-α (TNF-α),
interleukin 1-β (IL-1β), dan interleukin-6 (IL-6).
Dosis dexamethasone tergantung pada kondisi yang diderita pasien.
Dewasa: dosis awal 0,5–9 mg per hari. Dosis maksimal 1,5 mg per
hari.
Anak-anak: dosis awal 0,02–0,3 mg/kgBB/hari, dibagi ke dalam 3–4
konsumsi. Dosis akan disesuaikan dengan tingkat keparahan dan
respons pasien.
6. Pemeliharaan
a. Nitrous Oksida (N2O)
Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak iritatif,
tidak berasa, lebih berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak, dan
tidak bereaksi dengan soda lime absorber (pengikat CO2). Mempunyai
sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi dapat melalui stadium induksi
dengan cepat, karena gas ini tidak larut dalam darah. Gas ini tidak
b. Sevoflurane
Sevoflurane merupakan suatu cairan yang jernih, tidak berwarna
tanpa stabiliser kimia. Tidak iritasi, stabil disimpan di tempat biasa.
Tidak terlihat adanya degradasi sevoflurane dengan asam kuat maupun
panas. Sevoflurane bekerja cepat, tidak iritasi, induksi lancar dan cepat
serta pemulihan yang cepat setelah obat dihentikan.
Daerah otak yang spesifik dipengaruhi oleh obat anestesi inhalasi
termasuk reticular activating system, cerebral cortex, cuneate nucleus,
olfactory cortex, dan hippocampus. Obat anestesi inhalasi juga
mendepresi transmisi rangsang di spinal cord, terutama pada level
dorsal horn interneuron yang bertanggung jawab terhadap transmisi
rasa sakit.
1. Classic LMA
Merupakan suatu peralatan yang digunakan pada airway
management yang dapat digunakan ulang dan digunakan sebagai
alternatif baik itu untuk ventilasi facemask maupun intubasi ETT.
LMA juga memegang peranan penting dalam penatalaksanaan
difficult airway. Jika LMA dimasukkan dengan tepat maka LMA
berada diatas sfingter esofagus, cuff samping berada di fossa
pyriformis, dan cuff bagian atas berlawanan dengan dasar lidah.
Dengan posisi seperti ini akan menyebabkan ventilasi yang efektif
dengan inflasi yang minimal dari lambung.
3. LMA Proseal
LMA Proseal mempunyai 2 gambaran desain yang
menawarkan keuntungan lebih dibandingkan LMA standar selama
melakukan ventilasi tekanan positif. Pertama, tekanan jalan nafas
yang lebih baik yang berhubungan dengan rendahnya tekanan pada
mukosa. Kedua, LMA Proseal terdapat pemisahan antara saluran
pernapasan dengan saluran gastrointestinal, dengan penyatuan
drainage tube yang dapat mengalirkan gas-gas esofagus atau
memfasilitasi suatu jalur tube orogastric untuk dekompresi
lambung.
PALMA diperkenalkan tahun 2000. PALMA mempunyai
“mangkuk" yang lebih lunak dan lebih lebar dan lebih dalam
dibandingkan cLMA. Terdapat drainage tube yang melintas
dariujung mask, melewati "mangkuk" untuk berjalan paralel
dengan airway tube. Ketika posisinya tepat, drain tube terletak
dipuncak esofagus yang mengelilingi cricopharyngeal, dan
"mangkuk" berada diatas jalan nafas. Lebih jauh lagi, traktus GI
dan traktus respirasi secara fungsi terpisah.
PLMA di insersi secara manual seperti cLMA. Akhirnya saat
insersi sulit dapat melalui suatu jalur rel melalui suatu bougie yang
dimasukkan kedalam esofagus. Tehnik ini paling invasif tetapi
paling berhasil dengan displacement yang kecil. Terdapat suatu
teori yang baik dan bukti performa untuk mendukung gambaran
perbandingan antara cLMA dengan PLMA, berkurangnya
kebocoran gas, berkurangnya inflasi lambung, dan meningkatnya
proteksi dari regurgitasi isi lambung. Akan tetapi, semua ini
sepenuhnya tergantung pada ketepatan posisi alat tersebut Harga
PLMA kira – kira 10% lebih mahal dari cLMA dan
direkomendasikan untuk 40 kali pemakaian
4. Flexible LMA
Bentuk dan ukuran mask nya hampir menyerupai cLMA, dengan
airway tube terdapat gulungan kawat yang menyebabkan
fleksibilitasnya meningkat yang memungkinkan posisiproximal
end menjauhi lapang bedah tanpa menyebabkan pergeseran mask.
Maintenance (Pemeliharaan)
Saat ventilasi kendali digunakan, puncak tekanan jalan nafas
pada orang dewasa sedang dan juga pada anak-anak biasanya tidak
lebih dari 10 -14 cmH2O. Tekanan diatas 20 cmH2O harus
dihindari karena tidak hanya menyebabkan kebocoran gas dari
cLMA tetapi juga melebihi tekanan sfingter esofagus. Pada
tekanan jalan nafas yang rendah, tekanan gas keluar lewat mulut,
tetapi pada tekanan yang lebih tinggi, gas akan masuk ke esofagus
dan lambung yang akan meningkatkan resiko regurgitasi dan
aspirasi.
Untuk anak kecil dan bayi, nafas spontan lewat cLMA untuk
periode yang lama kemungkinan tidak dianjurkan. cLMA
meningkatkan resistensi jalan nafas dan akses ke jalan nafas untuk
membersihkan sekret, tidak sebaik lewat tube trakea. Untungnya
ventilasi kendali pada grup ini sering lebih mudah sebagaimana
anak-anak secara umum mempunyai paru-paru dengan compliance
yang tinggi dan sekat jalan nafas dengan cLMA secara umum
sedikit lebih tinggi pada anak-anak dibandingkan pada orang
dewasa.
Selama fase maintenance anestesi, cLMA biasanya
menyediakan jalan nafas yang bebas dan penyesuaian posisi jarang
diperlukan. Biasanya pergeseran dapat terjadi jika anestesi kurang
dalam atau pasien bergerak. Kantung reservoir sirkuit anestesi
harus tampak dan di monitoring dengan alarm yang tepat harus
digunakan selama tindakan anestesi untuk meyakinkan kejadian-
kejadian ini terdeteksi. Jika posisi pasien butuh untuk di ubah, akan
bijaksana untuk melepas jalan nafas selama pergerakan. Saat
Tehnik Ekstubasi
Pada akhir pembedahan, cLMA tetap pada posisinya sampai
pasien bangun dan mampu untuk membuka mulut sesuai perintah,
dimana reflex proteksi jalan nafas telah normal pulih kembali.
Melakukan penghisapan pada pharynx secara umum tidak
diperlukan dan malah dapat men-stimuli dan meningkatkan
komplikasi jalan nafas seperti laryngospasme.
Saat pasien dapat membuka mulut mereka, cLMA dapat
ditarik. Kebanyakan sekresi akan terjadi pada saat-saat ini dan
adanya sekresi tambahan atau darah dapat dihisap saat CLMA
ditarik jika pasien tidak dapat menelan sekret tersebut. Beberapa
kajian menyebutkan tingkat komplikasi akan lebih tinggi jika
cLMA ditarik saat sadar, dan beberapa saat ditarik "dalam”. Jika
cLMA ditarik dalam kondisi masih dalam”, perhatikan mengenai
obstruksi jalan nafas dan hipoksia. Jika ditarik dalam keadaan
sadar, bersiap untuk batuk dan terjadinya laryngospasme.
c. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan
selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.
9. Pemulihan
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi
dan anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery
room yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca atau anestesi. Ruang
pulih sadar merupakan batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke
bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan
demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari
komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.
Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang
perawatan perlu dilakukan skoring tentang kondisi pasien setelah anestesi
dan pembedahan. Beberapa cara skoring yang biasa dipakai untuk anestesi
umum yaitu cara Aldrete dan Steward, dimana cara Steward mula-mula
diterapkan untuk pasien anak-anak, tetapi sekarang sangat luas