Anda di halaman 1dari 66

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS
Nama : Tn. JP
Umur : 18 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Serui
Agama : Kristen Protestan
No.DM : 442144
Tanggal Masuk RS : 07 / 11 / 2018
TanggalKeluar RS : 19 / 11 / 2018

1.2 ANAMNESA
Keluhan utama : Kelemahan pada keempat anggota gerak
RiwayatPenyakitSekarang :
 KeluhanUtama : Kelemahan pada keempat anggota gerak
 Onset : ±3 Bulan SMRS, pasien mengalami keluhan
serupa awalnya pada tahun 2014.
 Lokasi : Keempat anggota gerak
 Kronologis

Pasien datang diantar oleh keluarganya ke Polik Saraf RSUD Jayapura dengan
keluhan kelemahan pada keempat anggota gerak. Keluhan dirasakan memberat sejak 3
bulan yang lalu, awalnya pasien mengeluhkan telapak kaki kiri terasa kram dan berat sejak
tahun 2014 namun pasien mengaku tidak ada hambatan untuk berjalan namun pasien
mengaku tidak dapat berlari, kemudian kram yang dirasakan menjalar ke pinggang hingga
lengan tangan kirikemudian leher mulai terasa tegang dan sakit disertai rasa nyut-nyut
sejak bulan Mei tahun 2015, pada saat itu pasien mulai merasakan kelemahan pada bagian
kaki kiri yang menyebabkan pasien sulit berjalan karena harus menyeret kaki yang sakit
sehingga pasien menjadi sulit untuk beraktifitas sehari – hari. pada bulan Juni 2016 kaki
kanan mulai terasa kram dan berat serta telapak kaki dirasakan sakit seperti ditusuk-tusuk.
Kemudian bulan juni tahun 2016 kram yang dirasakan menyebar ke pinggang dan lengan
tangan kanan hingga sampai ke leher belakang sebelah kiri yang disertai rasa nyeri seperti
ditusuk-tusuk, kemudian nyeri yang dirasakan menyebar ke kepala bagian belakang dan
tulang belakang, saat itu pasien mulai merasakan kelemahan pada keempat anggota gerak
dan tidak bisa beraktivitas. pasien mengeluhkan sering merasakan nyeri di daerah kepala
belakang hingga tulang belakang pada saat tidur malam hari. Nyeri yang dirasakan hilang
timbul. Selama keluhan muncul pasien mengaku dibawake tukang pijit dan dibawa ke
RSUD Serui. Namun pada bulan november 2018 pasien dibawa oleh keluarga ke polik
Saraf RSUD.

Riwayat jatuh tahun 2013 saat berlari dengan posisi lutut kiri sebagai tumpuan,
beberapa hari kemudian pasien mengeluh mengeluhkan nyeri pada lutut kiri dan bengkak,
pasien mengaku merasakan nyeri pada lutut kiri saat berjalan (+) namun pasien mengaku
nyeri pada lutut kiri tidak mengganggu aktivitasnya, sehingga tidak memeriksan diri ke
dokter. Keluhan lain penurunan kesadaran (-), demam (-),pandangan kabur (-), mual –
muntah (-), riwayat batuk lama / berdarah (-), keringat malam (-), BB menurun (+) keluhan
BAB/BAK disangkal.

 Faktor yang memperingan :-


 Faktor yang memperberat :-
 Gejala penyerta : Nyeri kepala belakang (+) dan nyeri leher
bagian kiri (+)

RiwayatPenyakitDahulu :

 Riwayat trauma tulang belakang (-)


 Riwayat trauma regio genu (+)
 Riwayat batuk lama (-)
 Riwayat penyakit infeksi (-)
 Riwayat penyakit thyroid (-)

RiwayatPenyakitKeluarga :

Menurut pasien tidakadaanggotakeluarga yang menderitasakitsepertipasien

 Riwayat batuk lama (-)

 Riwayat TBC (-)

 RiwayatTumor/ kanker tulang belakang(-)


RiwayatSosialEkonomi :

 Riwayatmerokok (+) sejak > 10 tahun


 Riwayatalkoholisme(+)
 Riwayat Kontak dengan penderita TBC (-)
 Riwayat menyuntik pembesar alat vital (+)

PEMERIKSAAN FISIK

2.1 Status Vital

 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

 Kesadaran :Compos Mentis, GCS: E4V5M6

 Tekanan Darah : 120/80 mmHg

 Nadi : 84x/menit

 Respirasi :22x/menit

 Suhu badan :36.50C

 SpO2 : 99%

2.2 Status Generalisata

1. Kepaladan Leher

 Mata : Konjungtivaanemis(-/-), skeleraikterik (-/-), refleks cahaya +/+ secara


langsung atau tidak langsung, pupil isokor (Ø 2mm/2 mm)
 Hidung : Deformitas (-), sekret (-)
 Telinga : Deformitas (-), sekret (-)
 Mulut : Caries (+), oral candidiasis (-)
 Leher: Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP normal.

2. Thoraks
Paru
 Inspeksi: Simetris, ikutgeraknapas, retraksi (-)
 Palpasi: Nyeritekan (-), vokal fremitus kanan-kiri normal
 Perkusi: Kanansonor, kirisonor
 Auskultasi: Suara napas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung
 Inspeksi : Ictus kordistidaktampak
 Palpasi : Ictus kordis teraba ICS V
 Perkusi : Pekak
Batas atasjantung parasternal line sinistra ICS II
Kanan bawah ICS V, parasternal line dekstra.
Kiribawah ICS V midklavikularis line sinistra

 Auskultasi: Bunyijantung I-II regular,murmur (-), gallop (-)

3. Abdomen

 Inspeksi: Datar, jejas (-)


 Auskultasi: Bising usus (+) 2-3 kali/menit
 Palpasi: Nyeritekan (-), Hepar TTB/TTB
 Perkusi: Tympani

4. Ekstremitas: Akral hangat, Udem , Ulkus , CRT < 2detik

5. Genitalia: Tidakdievaluasi
6. Vegetatif: - Makan/Minum (Baik/Baik)
- BAB/BAK (Lancar/Lancar)

2.3 Status Neurologis

 Tingkat Kesadaran
 Kualitatif: Compos Mentis
 Kuantitatif GCS = 15 (E4V6M5)
 Refleks Pupil :
 Refleks Cahaya : +/+ ,
 RCTL : +/+
 Bulat, Isokor 2mm/2mm

 Rangsang Meningeal:

Rangsang Meningeal Interptretasi


Laseq -/-
Kerniq -/-

 Nervus Cranialis :
N. Olfaktorius Tidak dievaluasi

Penglihatan baik
N. Optikus

Gerak kedua mata medial, atas, dan bawah


N. Oculomotorius
baik, pupil: isokor, RC +/+

Gerak kedua mata ke lateral bawah baik


N. Trochlearis

Sensibilitas baik, motorik baik


N. Trigeminus

Gerak kedua mata ke lateral baik


N. Abdusen
Mengerutkan dahi (+), mengangkat alis (+),
menutup mata
N. Fasialis (+), senyum (+), mulut mencong (+) sebelah
kanan
Tidak dievaluasi
N. Vestibulokoklearis

Tidak dapat dievaluasi


N. Glosofaringeus
Uvula berada di tengah, refleks muntah
N. Vagus (+).

Tidak dapat dievaluasi


N. Accesorius
Artikulasi baik, kekuatan lidah baik, lidah
N. Hypoglosus tidak tertarik ke salah 1 sisi ketika dijulurkan
 Sistem Motorik
Kekuatan otot:
4 4
2 0

 Refleks Fisiologis :

RefleksFisiologi EkstremitasKanan EkstremitasKiri


Bisep ++ ++
Trisep ++ ++
Patella ++ ++
Achiles ++ ++

 Refleks Patologis :
RefleksPatologi EkstremitasDekstra EkstremitasSinistra
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
 Sistem sensoris
ASIAN SCORE terlampir

 Vegetatif
 Makan/Minum : Baik/Baik
 Retensio Urine :(-)
 Inkontinensia Urine : ( + )
 Konstipasi :(+)

 PEMERIKSAAN PENUNJANG
 PemeriksaanLaboratorium

a. Darah Lengkap (Tanggal 8-11-2018)

Jenis Pemeriksaan Hasil NilaiRujukan


HGB 15, 0g/dl 13.3 – 16.6 g/dl
RBC 5, 57 x106/L 3.69 – 5.46 x 106/L
WBC 10,11 x103/L 3.37 – 8.38 x 103/L
HCT 43,4 % 41.3– 52.1 %
PLT 297.000/L 140.000 – 400.000/L

DDR Negative (-)

b. Kimia Darah ( 8-11-2018)

Jenis Pemeriksaan Hasil NilaiRujukan


Natrium 135.90 135 – 148 mEq/L
Kalium 3.89 3,5 – 5,3 mEq/L
Chlorida 107.80 98 – 106 mEq/L
Calcium Ion 1.15 1.15 – 1.35 mEq/L
GDS 139 <= 140mg/dL
SGOT 23,9 <= 40 U/L
SGPT 21,2 <= 41 U/L
BUN 12,6 7-18mg/dL
Creatinin 0.70 <= 0.95mg/dL

Pemeriksaan Selanjutnya :

CT-SCAN Cervikalis tanpa Kontras di RSUD Jayapura (09-10-2018)


kesan :
 Foto Thorax PA

 X – ray Regio Genu Bilateral

 X – Ray Thoraco lumbal AP


 X – ray thoraco lumbal Lat
Barthel Indeks

No. Kegiatan Kemampuan Score Nilai


BAB  Tidak terkendali/tidak teratur 0
(butuh pencahar)
1. 1
 Kadang tidak teratur 1
 Terkendali/teratur 2
BAK  Tidak terkendali/tidak teratur 0
(butuh pencahar)
2. 2
 Kadang tidak teratur 1
 Terkendali/teratur 2
Kebersihan diri  Membutuhkan orang lain 0
3. 0
 Mandiri 1
Penggunaan jamban/toilet  Membutuhkan orang lain 0
 Bila memerlukan bantuan 1
4. 1
pada beberapa aktivitas
 Mandiri 2
Makan  Tidak mampu/membutuhkan 0
orang lain
5. 1
 Membantu sebagian 1
 Mandiri 2
Berpindah posisi dari tempat  Membutuhkan orang lain 0
tidur ke kursi roda dan (banyak)
6. sebaliknya  Membutuhkan 2 orang 1 1
 Membutuhkan 1 orang 2
 Mandiri / sendiri 3
Mobilitas  Tidak mampu 0
 Memakai kursi roda 1
7. 1
 Bila dipapah 1 orang 2
 Bisa sendiri/mandiri 3
8. Berpakaian  Bila bergantung pada orang 0 0
Total 7
Interpretasi Hasil

20 : Mandiri

12-19 :Ketergantungan Ringan

9-11 :Ketergantungan Sedang

5-8 : Ketergantungan Berat

0-4 :Ketergantungan Total

Resume

Tn. JP, Usia 18 Tahun datang diantar oleh keluarga ke Polik Saraf RSUD Jayapura
dengan
4 4
- Tetraparesis dengan kekuatan motorik.
2 0

- Bersifat kronik progresif, sejak 4tahun yang lalu.


- Berawalnya rasa kram pada kaki kiri yang menjalar ke pinggang naik ke lengan tangan kiri
disertai leher belakang mulai tegang disertai nyeri seperti berdenyut kemudian tungkai
kaki kiri mulai terasa lemas diikuti lengan tangan kanan, hingga sampai ke leher, dengan
diikuti anggota gerak sebelah kanan.
- Kepala dan nyeri leher belakang sebelah kiri semakin terasa berat seperti nyut-nyut,
bertambah saat beraktivitas dan tidak berkurang saat beristirahat.
- Nyeri pada lutut sebelah kiri, dirasakan saat berjalan dan berkurang saat beristirahat.
- BAK tidak dapat mengkontrol.
- Berat Badan semakin menurun sejak 6 bulan yang lalu.
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, Kesadaran : kualitatif : compos mentis,
Kuantitatif : GCS E4V5M6 Vital Sign : Tekanan darah : 120/80 mmHg, Frekuensi Nadi : 76
x/menit, Respirasi : 20x/menit; Temperatur: 36,70C; SpO2: 98%. Status generalis dalam
batas normal dan pada status neurologis, sistem motorik didapatkan kelemahan keempat
anggota gerak

4 4
2 0
dan pada sistem vegetatif didapatkan inkontinensia Urin. Pada pemeriksaan Darah Rutin di
dapatkan Leukositosis. Pada barthel index didapatkan nilai total 7, dengan interpretasi
Ketergantungan berat.

Diagnosa Kerja :

 Diagnosa Klinis : Tetraparese


 Diagnosa Topis : Vertebra Cervikalis 2 - 4
 Diagnosa Etiologi : Myeloradikulopati Cervikalis ec Lesi Tumor Medula Spinalis
intradural

 Diagnosa banding :
- Myeloradikolopati Thorakolumbal.
- Myelopati
- Radikulopati
- Tumor Ekstradural
- Keganansan

Planning:

 Pemeriksaan Laboratorium DL, KL


 Pemeriksaan rongent (Thorak PA, Thoracolumbal AP/lateral)
 Pemeriksaan CT Scan tanpa kontras (Cervical)

Tatalaksana:

Non Farmakologis

 Posisi tirah baring rata, miring kanan-kiri per 2 jam


 Fisioterapi

Farmakologis

 IVFD NaCl 0.9 % + Metylprednisolon 125 mg + Kalmeco 1 amp/ 12 Jam.


 Inj. Ranitidin 2 x 1 amp iv
 Inj. Fenitoin 100 mg 2 x 1
 Ceftriaxon 2 x 1 gr iv
 Keterolac 2 x 1 amp
 Glucosamin 2 x 1
 Dulcolax Supp 5 mg 1 x 1
Prognosa :

 Quo ad vitam : ad bonam


 Quo ad functionam : dubia
 Quo ad sanationam : dubia

Tanggal Follow Up Planing


8 – 11 – 2018 S : Kelemahan pada keempat P :IVFD NaCl 0.9 % +
anggota gerak Metylprednisolon 125
O : KU: TSS, Kes: CM, GCS: mg + Kalmeco 1 Amp/
E4V5M6, TTV TD:120/80 12 Jam.
N=84x/menit  Inj. Ranitidin 2 x 1
R = 20/menit, SB=36,8° SpO2: amp iv
95%.  Inj. Fenitoin 100 mg
Status Interna: 2x1
K/L: CA (-/-), SI (-/-), Pupil:
isokor, edem palpebra (-).
P>KGB: (-),
Thorax: simetris, pulmo:
vesikuker,
Cor
Abdomen: Distensi, BU: N, nyeri
abdomen (-).
Ekstremitas: akral: hangat, edema:
(+) ekstremitas bawah, CRT: <2.
Status neurologis:
Rangsang Meningeal:
kaku kuduk: (-), lasseque: (-),
Kerniq sign: (-), Bruzinki I/II: (-).

Nervus Cranialis: Dalam Batas


Normal
motorik
4 4
2 0
Rangsang Meningeal:
Lasseque: (-), Kerniq sign: (-)

Rangsangan Patologis:
Babinski (-/-), Chaddock (-/-),
Gonda (-/-), Gordon (-/-),
Oppenheim (-/-), Schaefer (-/-).

Rangsangan Fisiologis:
BTR (++/++), TPR (++/++), KPR
(++/++), APR (++/++).

A : Diagnosis kerja:
- Tetraparesis ec.
Myeloradikulopati cervikalis.
- OA bilateral

9-11-2018 S : Kelemahan pada keempat P :IVFD NaCl 0.9 % +


anggota gerak Metylprednisolon 125
O : KU: TSS, Kes: CM, GCS: mg + Kalmeco 1 Amp/
E4V5M6, TTV TD:110/70 12 Jam.
N= 70x/menit  Inj. Ranitidin 2 x 1
R = 20/menit, SB=36,8° SpO2: amp iv
98%.  Inj. Fenitoin100 mg 2
Status Interna: x1
K/L: CA (-/-), SI (-/-), Pupil:  Ceftriaxon 2 x 1 gr iv
isokor, edem palpebra (-).  RO Thoraks PA
P>KGB: (-),  RO Os Genu
Thorax: simetris, pulmo: Bilateral
vesikuker,  Konsul Spesialis
Cor Orthopedi
Abdomen: Distensi, BU: N, nyeri
abdomen (-).
Ekstremitas: akral: hangat, edema:
(+) ekstremitas bawah, CRT: <2.
Status neurologis:
Rangsang Meningeal:
Lasseque: (-), Kerniq sign: (-)

Nervus Cranialis: Dalam Batas


Normal
motorik
4 4
2 0
Rangsang Meningeal:
kaku kuduk: (-), lasseque: (-),
Kerniq sign: (-), Bruzinki I/II: (-).

Rangsangan Patologis:
Babinski (-/-), Chaddock (-/-),
Gonda (-/-), Gordon (-/-),
Oppenheim (-/-), Schaefer (-/-).

Rangsangan Fisiologis:
BTR (++/++), TPR (++/++), KPR
(++/++), APR (++/++).

A : Diagnosis kerja:
- Tetraparesis ec.
Myeloradikulopati cervikalis.
OA bilateral
10-11-2018 S : Kelemahan pada keempat P : IVFD NaCl 0.9 % +
anggota gerak Metylprednisolon 125
O : KU: TSS, Kes: CM, GCS: mg + Kalmeco 1 Amp/
E4V5M6, TTV TD:120/80 N= 12 Jam.
84x/menit  Inj. Ranitidin 2 x 1
R = 20/menit, SB=36,8° SpO2: Amp iv
95%.  Fenitoin 100 mg 2 x
Status Interna: 1 PO
K/L: CA (-/-), SI (-/-), Pupil:  Ceftriaxon 2 x 1 gr iv
isokor, edem palpebra (-).  Keterolac 2 x 1 Amp.
P>KGB: (-),
Thorax: simetris, pulmo: IV (K/P)
vesikuker,
Cor
Abdomen: Distensi, BU: N, nyeri
abdomen (-).
Ekstremitas: akral: hangat, edema:
(+) ekstremitas bawah, CRT: <2.
Status neurologis:
Rangsang Meningeal:
Lasseque: (-), Kerniq sign: (-)

Nervus Cranialis: Dalam Batas


Normal
motorik
4 4
2 0
Rangsang Meningeal:
kaku kuduk: (-), lasseque: (-),
Kerniq sign: (-), Bruzinki I/II: (-).

Rangsangan Patologis:
Babinski (-/-), Chaddock (-/-),
Gonda (-/-), Gordon (-/-),
Oppenheim (-/-), Schaefer (-/-).

Rangsangan Fisiologis:
BTR (++/++), TPR (++/++), KPR
(++/++), APR (++/++).

A : Diagnosis kerja:
- Tetraparesis ec.
Myeloradikulopati cervikalis.
- OA bilateral
- Jawaban Konsul Spesialis
Orthopedi tidak tampak di
temukan kelainan pada regio
genu.

11-11-2018 S : Kelemahan pada keempat P : IVFD NaCl 0.9 % +


anggota gerak Metylprednisolon 125
O : KU: TSS, Kes: CM, GCS: mg + Kalmeco 1 Amp/
E4V5M6, TTV TD:120/80 N= 12 Jam.
84x/menit  Inj. Ranitidin 2 x 1
R = 20/menit, SB=36,8° SpO2: Amp iv
95%.  Fenitoin 100 mg 2 x
Status Interna: 1 PO
K/L: CA (-/-), SI (-/-), Pupil:  Ceftriaxon 2 x 1 gr iv
isokor, edem palpebra (-).  Keterolac 2 x 1 Amp.
P>KGB: (-), IV (K/P)
Thorax: simetris, pulmo:
vesikuker,
Cor
Abdomen: Distensi, BU: N, nyeri
abdomen (-).
Ekstremitas: akral: hangat, edema:
(+) ekstremitas bawah, CRT: <2.
Status neurologis:
Rangsang Meningeal:
kaku kuduk: (-), lasseque: (-),
Kerniq sign: (-), Bruzinki I/II: (-).

Nervus Cranialis: Dalam Batas


Normal
motorik
4 4
2 0
Rangsang Meningeal:
Lasseque: (-), Kerniq sign: (-)

Rangsangan Patologis:
Babinski (-/-), Chaddock (-/-),
Gonda (-/-), Gordon (-/-),
Oppenheim (-/-), Schaefer (-/-).

Rangsangan Fisiologis:
BTR (++/++), TPR (++/++), KPR
(++/++), APR (++/++).
A : Diagnosis kerja:
- Tetraparesis ec.
Myeloradikulopati cervikalis.
- OA bilateral

12-11-2018 S : Kelemahan pada keempat P : IVFD NaCl 0.9 % +


anggota gerak Metylprednisolon 125
O : KU: TSS, Kes: CM, GCS: mg + Kalmeco 1 Amp/
E4V5M6, TTV TD:120/80 12 Jam.
N= 84x/menit  Inj. Ranitidin 2 x 1
R = 20/menit, SB=36,8° SpO2: Amp iv
95%.  Fenitoin100 mg 2 x 1
Status Interna: PO
K/L: CA (-/-), SI (-/-), Pupil:  Ceftriaxon 2 x 1 gr iv
isokor, edem palpebra (-).  Ketorolac 2 x 1 Amp.
P>KGB: (-), IV (K/P)
Thorax: simetris, pulmo:  Glucosamin 2 x 1
vesikuker, (PO)
Cor  PDAMN Caps 2 x 1
Abdomen: Distensi, BU: N, nyeri (PO)
abdomen (-).
Ekstremitas: akral: hangat, edema:
(+) ekstremitas bawah, CRT: <2.
Status neurologis:
Rangsang Meningeal:
Lasseque: (-), Kerniq sign: (-)

Nervus Cranialis: Dalam Batas


Normal
motorik
4 4
2 0
Rangsangan Patologis:
Babinski (-/-), Chaddock (-/-),
Gonda (-/-), Gordon (-/-),
Oppenheim (-/-), Schaefer (-/-).

Rangsangan Fisiologis:
BTR (++/++), TPR (++/++), KPR
(++/++), APR (++/++).

A : Diagnosis kerja:
- Tetraparesis ec.
Myeloradikulopati cervikalis.
- OA genu bilateral
- Leukositosis

Tanggal Follow Up Planing


13 – 11 – 2018 S : Kelemahan pada keempat P : IVFD NaCl 0.9 % +
anggota gerak, Belum BAB sejak Metylprednisolon 125
2 hari yang lalu. mg + Kalmeco 1 Amp/
O : KU: TSS, Kes: CM, GCS: 12 Jam.
E4V5M6, TTV TD:120/80  Inj. Ranitidin 2 x 1
N= 68x/menit amp iv
R = 21/menit, SB=36,8° SpO2:  Fenitoin 100 mg 2 x
98%. 1 (PO)
Status Interna:  Ceftriaxon 2 x 1 gr iv
K/L: CA (-/-), SI (-/-), Pupil:  Keterolac 2 x 1 Amp.
isokor, edem palpebra (-). IV (K/P)
P>KGB: (-),  Glucosamine 2 x 1
Thorax: simetris, pulmo: (PO).
vesikuker,  PDAMN 2 x 1 Caps
Cor (PO)
Abdomen: Distensi, BU: N, nyeri  RO Thoracolumbal
abdomen (-). AP/Lat.
Ekstremitas: akral: hangat, edema:  Dulcolac Supp
(+) ekstremitas bawah, CRT: <2.
Status neurologis:
Rangsang Meningeal:
kaku kuduk: (-), lasseque: (-),
Kerniq sign: (-), Bruzinki I/II: (-).

Nervus Cranialis: Dalam Batas


Normal
motorik
4 4
2 0
Rangsang Meningeal:
Lasseque: (-), Kerniq sign: (-)

Rangsangan Patologis:
Babinski (-/-), Chaddock (-/-),
Gonda (-/-), Gordon (-/-),
Oppenheim (-/-), Schaefer (-/-).

Rangsangan Fisiologis:
BTR (++/++), TPR (++/++), KPR
(++/++), APR (++/++).

A : Diagnosis kerja:
- Tetraparesis ec.
Myeloradikulopati cervikalis.
- OA genu bilateral
- leukositosis

14-11-2018 S : Kelemahan pada keempat P : IVFD NaCl 0.9 % +


anggota gerak Metylprednisolon 125
O : KU: TSS, Kes: CM, GCS: mg + Kalmeco 1 Amp/
E4V5M6, TTV TD:110/70 12 Jam.
N= 94x/menit  Inj. Ranitidin 2 x 1
R = 21/menit, SB=36,8° SpO2: amp iv
98%.  Fenitoin 100 mg 2 x
Status Interna: 1 (PO)
K/L: CA (-/-), SI (-/-), Pupil:  Ceftriaxon 2 x 1 gr iv
isokor, edem palpebra (-).  Keterolac 2 x 1 Amp.
P>KGB: (-), IV (K/P)
Thorax: simetris, pulmo:  Glucosamine 2 x 1
vesikuker, (PO).
Cor  PDAMN 2 x 1 Caps
Abdomen: Distensi, BU: N, nyeri (PO)
abdomen (-).  RO Thoracolumbal
Ekstremitas: akral: hangat, edema: AP/Lat.
(+) ekstremitas bawah, CRT: <2.
Status neurologis:
Rangsang Meningeal:
kaku kuduk: (-), lasseque: (-),
Kerniq sign: (-), Bruzinki I/II: (-).

Nervus Cranialis: Dalam Batas


Normal
motorik
4 4
2 0
Rangsang Meningeal:
Lasseque: (-), Kerniq sign: (-)

Rangsangan Patologis:
Babinski (-/-), Chaddock (-/-),
Gonda (-/-), Gordon (-/-),
Oppenheim (-/-), Schaefer (-/-).

Rangsangan Fisiologis:
BTR (++/++), TPR (++/++), KPR
(++/++), APR (++/++).

A : Diagnosis kerja:
- Tetraparesis ec.
Myeloradikulopati cervikalis.
- OA genu bilateral
- Leukositosis
15-11-2018 S : Kelemahan pada keempat P : IVFD NaCl 0.9 % +
anggota gerak Metylprednisolon 125
O : KU: TSS, Kes: CM, GCS: mg + Kalmeco 1 Amp/
E4V5M6, TTV TD:120/80 N= 12 Jam.
94x/menit  Inj. Ranitidin 2 x 1
R = 20/menit, SB=36,8° SpO2: amp iv
95%.  Fenitoin 100 mg 2 x
Status Interna: 1 (PO)
K/L: CA (-/-), SI (-/-), Pupil:  Ceftriaxon 2 x 1 gr iv
isokor, edem palpebra (-).  Keterolac 2 x 1 Amp.
P>KGB: (-), IV (K/P)
Thorax: simetris, pulmo:  Glucosamine 2 x 1
vesikuker, (PO).
Cor  PDAMN 2 x 1 Caps
Abdomen: Distensi, BU: N, nyeri (PO)
abdomen (-).  RO Thoracolumbal
Ekstremitas: akral: hangat, edema: AP/Lat.
(+) ekstremitas bawah, CRT: <2.
Status neurologis:
Rangsang Meningeal:
kaku kuduk: (-), lasseque: (-),
Kerniq sign: (-), Bruzinki I/II: (-).

Nervus Cranialis: Dalam Batas


Normal
motorik
4 4
2 0
Rangsang Meningeal:
Lasseque: (-), Kerniq sign: (-)

Rangsangan Patologis:
Babinski (-/-), Chaddock (-/-),
Gonda (-/-), Gordon (-/-),
Oppenheim (-/-), Schaefer (-/-).

Rangsangan Fisiologis:
BTR (++/++), TPR (++/++), KPR
(++/++), APR (++/++).

A : Diagnosis kerja:
- Tetraparesis ec.
Myeloradikulopati cervikalis.
- OA genu bilateral
- leukositosis

16-11-2018 S : Kelemahan pada keempat P : IVFD NaCl 0.9 % +


anggota gerak Metylprednisolon 125
O : KU: TSS, Kes: CM, GCS: mg + Kalmeco 1 Amp/
E4V5M6, TTV TD:120/80 12 Jam.
N= 95x/menit  Inj. Ranitidin 2 x 1
R = 21/menit, SB=36,8° SpO2: amp iv
99%.  Fenitoin 100 mg 2 x
Status Interna: 1 (PO)
K/L: CA (-/-), SI (-/-), Pupil:  Ceftriaxon 2 x 1 gr iv
isokor, edem palpebra (-).  Keterolac 2 x 1 Amp.
P>KGB: (-), IV (K/P)
Thorax: simetris, pulmo:  Glucosamine 2 x 1
vesikuker, (PO).
Cor  PDAMN 2 x 1 Caps
Abdomen: Distensi, BU: N, nyeri (PO)
abdomen (-).  Tunggu hasil CT
Ekstremitas: akral: hangat, edema: Scan Cervical
(+) ekstremitas bawah, CRT: <2.
Status neurologis:
Rangsang Meningeal:
Lasseque: (-), Kerniq sign: (-)

Nervus Cranialis: Dalam Batas


Normal
motorik
4 4
2 0
Rangsang Meningeal:
kaku kuduk: (-), lasseque: (-),
Kerniq sign: (-), Bruzinki I/II: (-).

Rangsangan Patologis:
Babinski (-/-), Chaddock (-/-),
Gonda (-/-), Gordon (-/-),
Oppenheim (-/-), Schaefer (-/-).

Rangsangan Fisiologis:
BTR (++/++), TPR (++/++), KPR
(++/++), APR (++/++).

A : Diagnosis kerja:
- Tetraparesis ec.
Myeloradikulopati cervikalis
ec. Lesi tumor medula spinalis
intradural extramedullar

17-11-2018 S : Kelemahan pada keempat P : IVFD NaCl 0.9 % +


anggota gerak Metylprednisolon 125
O : KU: TSS, Kes: CM, GCS: mg + Kalmeco 1 Amp/
E4V5M6, TTV TD:120/80 12 Jam.
N= 84x/menit  Inj. Ranitidin 2 x 1
R = 21/menit, SB=36,8° SpO2: amp iv
97%.  Fenitoin 100 mg 2 x
Status Interna: 1 (PO)
K/L: CA (-/-), SI (-/-), Pupil:  Ceftriaxon 2 x 1 gr iv
isokor, edem palpebra (-).  Keterolac 2 x 1 Amp.
P>KGB: (-), IV (K/P)
Thorax: simetris, pulmo:  Glucosamine 2 x 1
vesikuker, (PO).
Cor  PDAMN 2 x 1 Caps
Abdomen: Distensi, BU: N, nyeri (PO)
abdomen (-).
Ekstremitas: akral: hangat, edema:
(+) ekstremitas bawah, CRT: <2.
Status neurologis:
Rangsang Meningeal:
kaku kuduk: (-), lasseque: (-),
Kerniq sign: (-), Bruzinki I/II: (-).

Nervus Cranialis: Dalam Batas


Normal
motorik
4 4
2 0
Rangsang Meningeal:
Lasseque: (-), Kerniq sign: (-)

Rangsangan Patologis:
Babinski (-/-), Chaddock (-/-),
Gonda (-/-), Gordon (-/-),
Oppenheim (-/-), Schaefer (-/-).

Rangsangan Fisiologis:
BTR (++/++), TPR (++/++), KPR
(++/++), APR (++/++).

A : Diagnosis kerja:
- Tetraparesis ec.
Myeloradikulopati cervikalis
ec. Lesi tumor medula spinalis
intradural extramedullar.
- OA genu Bilateral
- leukositosis

Tanggal Follow Up Planing


18 – 11 –2018 S : Kelemahan pada keempat P : IVFD NaCl 0.9 % +
anggota gerak Metylprednisolon 125
O : KU: TSS, Kes: CM, GCS: mg + Kalmeco 1 Amp/
E4V5M6, TTV TD:120/80 12 Jam.
N= 87x/menit  Inj. Ranitidin 2 x 1
R = 21/menit, SB=36,8° SpO2: amp iv
99%.  Fenitoin 100 mg 2 x
Status Interna: 1 (PO)
K/L: CA (-/-), SI (-/-), Pupil:  Ceftriaxon 2 x 1 gr iv
isokor, edem palpebra (-).  Keterolac 2 x 1 Amp.
P>KGB: (-), IV (K/P)
Thorax: simetris, pulmo:  Glucosamine 2 x 1
vesikuker, (PO).
Cor  PDAMN 2 x 1 Caps
Abdomen: Distensi, BU: N, nyeri (PO)
abdomen (-).
Ekstremitas: akral: hangat, edema:
(+) ekstremitas bawah, CRT: <2.
Status neurologis:
Rangsang Meningeal:
kaku kuduk: (-), lasseque: (-),
Kerniq sign: (-), Bruzinki I/II: (-).

Nervus Cranialis: Dalam Batas


Normal
motorik
4 4
2 0
Rangsang Meningeal:
Lasseque: (-), Kerniq sign: (-)

Rangsangan Patologis:
Babinski (-/-), Chaddock (-/-),
Gonda (-/-), Gordon (-/-),
Oppenheim (-/-), Schaefer (-/-).

Rangsangan Fisiologis:
BTR (++/++), TPR (++/++), KPR
(++/++), APR (++/++).

A : Diagnosis kerja:
- Tetraparesis ec.
Myeloradikulopati cervikalis
ec. Lesi tumor medula spinalis
intradural extramedullar.
- OA genu bilateral
- Leukositosis

19-11-2018 S : Kelemahan pada keempat P : IVFD NaCl 0.9 % +


anggota gerak Metylprednisolon 125
O : KU: TSS, Kes: CM, GCS: mg + Kalmeco 1 Amp/
E4V5M6, TTV TD:110/80, 12 Jam.
N= 83x/menit  Inj. Ranitidin 2 x 1
R = 21/menit, SB=36,8°C, SpO2: Amp iv
98%.  Fenitoin 100 mg 2 x
Status Interna: 1 PO
K/L: CA (-/-), SI (-/-), Pupil:  Ceftriaxon 2 x 1 gr iv
isokor, edem palpebra (-).  Keterolac 2 x 1 Amp.
P>KGB: (-), IV (K/P)
Thorax: simetris, pulmo:  Glucosamine 2 x 1
vesikuker, (PO).
Cor  PDAMN 2 x 1 Caps
Abdomen: Distensi, BU: N, nyeri (PO)
abdomen (-).
Ekstremitas: akral: hangat, edema:
(+) ekstremitas bawah, CRT: <2.
Status neurologis:
Rangsang Meningeal:
kaku kuduk: (-), lasseque: (-),
Kerniq sign: (-), Bruzinki I/II: (-).

Nervus Cranialis: Dalam Batas


Normal
motorik
4 4
2 0
Rangsang Meningeal:
Lasseque: (-), Kerniq sign: (-)

Rangsangan Patologis:
Babinski (-/-), Chaddock (-/-),
Gonda (-/-), Gordon (-/-),
Oppenheim (-/-), Schaefer (-/-).

Rangsangan Fisiologis:
BTR (++/++), TPR (++/++), KPR
(++/++), APR (++/++).

A : Diagnosis kerja:
- Tetraparesis ec.
Myeloradikulopati cervikalis
ec. Lesi tumor medula spinalis
intradural extramedullar
- OA genu Bilateral
- Leukositosis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Medulla Spinalis

Anatomi Columna Vertebralis

Columna vertebralis terbentang dari cranium sampai ujung os coccygis dan


merupakan unsur utama kerangka aksial (ossa cranii columna vertebralis, costa dan sternum).
Columna vertebralis terdiri dari 33 vertebra yang teratur dalam 5 daerah, tetapi hanya 24 dari
jumlah tersebut (7 vertebra cervicalis, 12 vertebra thoracica, dan 5 vertebra lumbalis) dapat
digerakkan pada orang dewasa. Kelima vertebra sacralis pada orang dewasa melebur
membentuk os sacrum dan keempat vertebra coccygis melebur membentuk os coccygis.
Tulang vertebra memiliki korpus yang terletak di anterior yang membentuk bangunan utama
sebagai tumpuan beban. Korpus vertebra di pisahkan oleh diskus intervetebralis, dan di
sangga di sebelah anterior dan posterior oleh ligamentum longitudinal anterior dan posterior.
Disebelah posterolateral, dua pedikel membentuk pilar tempat lamina berada.

Fungsi dari kolumna vertebralis sebagai pendukung badan yang kokoh dan sekaligus
bekerja sebagai penyangga dengan perantaraan tulang rawan cakram intervertebralis yang
lengkungnya memberikan fleksibilitas dan memungkinkan membongkok tanpa patah.
Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakan berat
badan seperti waktu berlari dan meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum tulang
belakang terlindung terhadap goncangan. Disamping itu juga untuk memikul berat badan,
menyediakan permukaan untuk otot dan membentuk tapal batas posterior yang kokoh untuk
rongga-rongga badan dan memberi kaitan pada iga. Tulang servikal paling rentan terhadap
cedera, karena mobilitas dan paparannya. Kanalis servikalis melebar di bagian atas yang
terbentuk mulai dari foramen magnum hingga ke bagian bawah C2. Mayoritas pasien yang
selamat dengan cedera pada bagian ini tidak mengalami gangguan neurologis.
Anatomi medulla spinalis

Medulla spinalis merupakan massa jaringan saraf yang berbentuk silindris memanjang
dan menempati 2/3 atas canalis vertebra yaitu dari batas superior atlas (C1) sampai batas atas
vertebra lumbalis kedua (L2), kemudian medulla spinalis akan berkanjut menjadi medulla
oblongata. Pada waktu bayi lahir, panjang medulla spinalis setinggi ± lumbal ketiga (L3).
Medulla spinalis dibungkus oleh duramater, arachnoid, dan piamater. Fungsi sumsum tulang
belakang adalah mengadakan komunikasi antara otak dan semua bagian tubuh dan bergerak
refleks. Medulla spinalis berawal dari ujung bawah medulla oblongata di foramen magnum.
Pada dewasa biasanya berakhir disekitar tulang L1 berakhir menjadi konus medularis.
Selanjutnya akan berlanjut menjadi kauda equina yang lebih tahan terhadap cedera.
2.2 Mieloradikulopati servikalis

Definisi

Mieloradikulopati servikalis didefinisikan sebagai suatu sindrom nyeri dan atau defisit
sensorimotor yang disebabkan oleh kompresi dari satu atau lebih akar saraf servikal yang
kemudian mengakibatkan disfungsi akar saraf pada servikal. Akar saraf pada C6 dan C7
merupakan akar saraf yang paling sering terkena. Kompresi ini secara tipikal menyebabkan
nyeri (menjalar ke arah pundak) dan rasa tebal ( menjalar dari lengan ke tangan), defisit
sensorik, atau disfungsi motorik pada leher dan ektremitas atas. Beberapa manifestasi klinis
lain yang mungkin muncul adalah kesemutan pada ekstremitas atas dan nyeri seperti
tersengat listrik. Radikulopati servikalis merupakan masalah yang terjadi ketika saraf pada
leher teriritasi ketika keluar dari kanal tulang belakang. Kompresi pada saraf di leher ini
dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab. Namun biasanya terjadi ketika akar saraf
terjepit oleh herniasi diskus dan terdapat penonjolan tulang baru yang abnormal pada daerah
leher (servikal).

Mielopati mengacu pada defisit neurologis yang berhubungan dengan kerusakan pada
sumsum tulang belakang. Mielopati dapat terjadi sebagai akibat dari proses ekstradural,
intradural, atau intramedular. Secar umum, mielopati secara klinis dibagi menjadi beberapa
kategori berdasarkan ada tidaknya trauma yang signifikan, dan ada atau tidaknya rasa sakit.
Sangat penting untuk membedakan antara mielopati dan mielitis. Meskipun kedua istilah
mengacu pada kelainan sumsum tulang belakang karena peristiwa patologis. Mielopati
memiliki beberapa etiologi, sementara mielitis digunakan untuk merujuk kepada inflamasi
atau proses infeksi.

Pasien dengan radikulopati servikalis lebih sering datang dengan keluhan nyeri pada
leher, parestesia, dan nyeri radikuler. Gejala sensoris muncul sesuai dengan dermatom, dan
nyeri yang dirasakan lebih sering bersifat myotomal. Bila terdapat nyeri dermatom, nyeri
lebih sering muncul pada C4 (60%), C7 (34,2%), dan C6 (35%). Nyeri pada skapula
ditemukan pada 51,6 % kasus. Dari hasil peMeriksaan fisik yang dilakukan, kelemahan dari
ektremitas atas hanya ditemukan pada 15% kasus. Penurunan sensibilitas ditemukan pada 1/3
kasus. Kejadian bilateral radikulopati dilaporkan hanya 5-36% dari total kasus. Secara
singkat, radikulopati servikalis dapat didefinisikan sebagai sindrom dengan manifestasi klinis
nyeri leher dengan nyeri yang menjalar di ekstremitas atas, kelemahan atau mati rasa .

Epidemiologi

Angka kejadian radikulopati servikalis lebih rendah bila dibandingkan dengan


radikulopati lumbalis. Sebuah survei epidemiologi menunjukkan angka kejadian radikulopati
servikalis per tahunnya adalah 83 kasus per 100.000 orang. Populasi yang dilaporkan
memiliki rentang usia 13 sampai dengan 91 tahun (Lebih banyak ditemukan pada dekade ke 5
dan ke 6), dan angka kejadian pada laki-laki dilaporkan sedikit lebih tinggi bila dibandingkan
dengan perempuan. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Jason Davis Uebanks, dari total
populasi penderita radikulopati servikalis yang digunakan dalam penelitiannya, 14,8%
disebabkan karena trauma, dan 21,9% diantaranya disebabkan oleh protrusi diskus yang
hanya terlihat dari gambaran pemeriksaan penunjang, dan 70% sisanya disebabkan oleh
spondilosis dan protrusi diskus.

Etiologi

Penyebab dari radikulopati bervariasi. Semua penyebab dari radikulopati servikal ini
menyebabkan kompresi dan gangguan dari keluarnya akar saraf servikal. Radikulopati
servikal lebih sering terjadi karena :

a. Perubahan degeneratif yang terjadi pada tulang belakang seirin bertambah usia.
Radikulopati servikal biasanya terjadi seiring dengan bertambahnya usia seperti
artritis. Pada pasien usia tua, radikulopati servikal lebih sering terjadi karena penyempitan
foramen karena pembentukan osteofit, berkurangnya ketinggian diskus, perubahan
degeneratif.

b. Cedera yang menyebabkan herniasi atau penonjolan diskus intervertebral.

Pada populasi muda, radikulopati servikal yang terjadi merupakan akibat dari herniasi
diskus intervertebralis (cedera akut). Herniasi diskus lebih sering terjadi pada dewasa usia
pertengahan. Hal ini terjadi ketika terlalu besarnya gaya atau kekutan yang mendesak diskus
intervertebralis yang sehat. Mekanisme herniasi diskus di servikal pada dasarnya sama seperti
pada bagian lumbal. Namun insidensinya 15 kali lebih jarang dibandingkan herniasi di daerah
lumbal.

Patofisiologi

Ketika akar saraf keluar dari tulang belakang dan servikal, akar saraf menjalar ke
lengan. Selama perjalanan, setiap saraf mensuplai sensasi terhadap bagian kulit dari bahu dan
lengan. Saraf ini juga mensuplai signal listrik terhadap beberapa otot untuk menggerakan
lengan atau tangan. Ketika sebuah saraf terganggu atau terjepit baik karena penonjolan tulang
abnormal atau tertekan oleh bagian dari diskus intervertebralis, hal ini menimbulkan masalah
(penekanan dan iritasi) pada saraf sehingga saraf tidak dapat bekerja dengan baik. Hal ini
kemudian menyebabkan kelemahan pada otot yang dipersarafi, rasa tebal pada kulit dan nyeri
pada daerah tersebut. Pada leher, kondisi ini disebut sebagai radikulopati servikal. Kombinasi
faktor seperti mediator inflamasi (substansi P), perubahan respon vaskular, dan edema intra-
neural sebagai respon dari penekanan saraf berkontribusi terhadap timbulnya nyeri radikuler.
Patofisiologi radikulopati servikalis

Herniasi Diskus

Herniasi diskus terjadi ketika nukleus pulposus yang memiliki konsistensi seperti jelly
mendorong cincin terluarnya (annulus fibrosus). Diskus berespon terhadap tekanan sebagai
absorber. Meningkatnya tekanan pada diskus dapat menyebabkan diskus menonjol ke kanal
spinalis dan akar-akar saraf.Jika diskus mengalami cedera, nukleus dapat keluar. Cedera
terhadap diskus dapat terjadi ketika pergerakan leher memberikan tekanan berlebih terhadap
diskus. Pada cedera ini, robekkan yang parah dari annulus menyebabkan keluarnya nukleus
pulposus keluar dari bagian tengah diskus. Annulus dapat robek atau ruptur dimanapun di
sekitar diskus.

Jika annulus robek pada sisi dekat dengan kanal spinalis. Ketika herniasi diskus
menonjol keluar ke kanal spinalis, penonjolan ini memberikan penekanan terhadap akar saraf
yang sensitif, menyebabkan nyeri, rasa tebal, dan kelemahan pada area yang dipersarafi.
Beberapa studi juga menemukan terdapat beberapa zat kimia yang keluar ketika rupturnya
diskus yang kemudian mengiritasi akar saraf, hal ini yang juga menimbulkan beberapa gejala
dari herniasi diskus, terutama nyeri .

Degenerasi dan “Bone Spur”

Perubahan degeneratif dari diskus lebih sering disebut sebagai artritis atau
spondilosis. Perubahan ini merupakan hal normal dan terjadi pada semua orang. Pada usia
pertengahan dan orang tua, penyakit degeneratif terhadap diskus dapat menyebabkan
penonjolan tulang di sekitar akar saraf (bone spur). Seiring dengan usia diskus, ketinggian
diskus semakin menurun dan mulai menonjol. Selain itu komponen air pada diskus juga
semakin berkurang, diskus mulai mengering dan menjadi kaku. Hal ini menyebabkan
kolapsnya celah diskus dan ketinggian diskus juga berkurang.
Dengan diskus yang ketinggiannya semakin berkurang, tulang belakang semakin
berdekatan satu sama lain. Tubuh berespon terhadap kolapsnya diskus denngan membentuk
tulang baru yang disebut sebagai bone spur (penonjolan tulang baru yang abnormal) di
sekitar diskus untuk memperkuat diskus. Penonjolan tulang ini biasanya terjadi di sisi dalam
dari foramen (lubang pada servikal dimana akar saraf keluar dari tulang belakang dan
menjalar ke lengan). Terbentuknya tulang ini kemudian menyebabkan kekakuan dari tulang
belakang. Selain itu, hal ini juga dapat menyebabkan semakin sempitnya foramen, semakin
kecilnya lubang keluarnya akar saraf pada kolom tulang belakang dan akhirnya
menyebababkan iritasi serta menjepit saraf yang keluar tersebut. Hal ini menyebabkan gejala
yang sama seperti pada herniasi diskus. Iritasi yang terjadi menyebabkan nyeri menjalar ke
arah bawah dari lengan, rasa tebal yang terjadi di area dimana akar saraf yang teriritasi
menyediakan sensasi, serta kelemahan dari otot yang disuplai oleh saraf tersebut.

“Bone spur” pada orang tua

Gejala Klinis

Dalam kebanyakan kasus, rasa sakit dari radikulopati servikalis dimulai pada leher
dan bergerak ke bawah lengan di daerah yang dilayani oleh saraf yang rusak. Nyeri ini
biasanya digambarkan sebagai rasa terbakar atau tajam. Gerakan tertentu seperti memutar
kepala atau mengejan leher dapat meningatkan rasa sakit. Gejala lain termasuk :

1. Kesemutan di jari atau tangan. Kelemahan pada otot-otot lengan, bahu, atau hilangnya
sensasi
2. Beberapa pasien mengatakan bahwa rasa sakit berkurang ketika tangan mereka
ditempatkan diatas kepala mereka. Gerakan ini untuk sementara dapat mengurangi
tekanan pada akar saraf .

3. Leher terasa kaku, rasa tidak nyaman pada bagian medial skapula. 

4. Gejala diperburuk dengan gerakan kepala dan leher, juga dengan regangan pada


 lengan yang bersangkutan. Untuk mengurangi gejala tersebut, penderita


 seringkali mengangkat dan memfleksikan lengannya di belakang kepala. 


5. Lesi pada C5 ditandai dengan nyeri pada bahu dan daerah trapezius, berkurangnya
sensorik sesuai dengan pola dermatomal, kelemahan dan atrofi otot deltoid. Lesi ini
dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan abduksi dan eksorotasi lengan.
6. Lesi pada C6 ditandai dengan nyeri pada trapezius, ujung bahu, dan menjalar hingga
lengan atas anterior, lengan bawah bagian radial, jari ke-1 dan bagian lateral jari ke-2.
Lesi ini mengakibatkan paresthesia ibu jari, menurunnya refleks biseps, disertai

kelemahan dan atrofi otot biseps. 


7. Lesi pada C7 ditandai dengan nyeri bahu, area pektoralis dan medial aksila,
posterolateral lengan atas, siku, dorsal lengan bawah, jari ke-2 dan ke-3, atau seluruh
jari. Lesi ini dapat mengakibatkan paresthesia jari ke-2, ke-3, dan juga jari pertama,

atrofi dan kelemahan otot triseps, ekstensor tangan, dan otot pektoralis. 


8. Lesi pada C8 ditandai dengan nyeri sepanjang bagian medial lengan bawah. Lesi ini
akan mengganggu fungsi otot-otot intrinsik tangan dan sensasi jari ke-4 dan 5 (seperti
pada gangguan nervus ulnaris) .

Diagnosis

Anamnesis

Mendapatkan riwayat penyakit yang rinci merupakan hal yang penting untuk
menegakkan diagnosis dari radikulopati servikal. Pemeriksa harus mengajukan pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut :

1. apa keluhan utama pasien (misalnya : nyeri, mati rasa (baal), kelemahan otot), dan
lokasi dari gejala?
a. Skala analog visual dari 0-10 dapat digunakan untuk menentukan tingkat nyeri


 yang dirasakan oleh pasien.

b. Gambar anatomi nyeri juga dapat membantu dokter dalam memberikan suatu


 tinjauan singkat pola nyeri pada pasien.


2. Apakah aktivitas dan posisi kepala dapat memperparah atau meringankan

gejalanya?
 Informasi ini dapat membantu baik untuk mendiagnosis maupun dalam

penatalaksanaannya.
3. Apakah pasien pernah mengalami cedera diarea leher? Jika iya, kapan terjadinya,


 seperti apa mekanisme terjadi cederanya, dan apa yang dilakukan pada saat itu?

4. Apakah pasien pernah mengalami episode gejala serupa sebelumnya atau nyeri


 leher yang terlokalisir? 


5. Apakah pasien memiliki gejala sugestif dari myelopathy servikal, seperti perubahan


 gaya berjalan, disfungsi usus atau kandung kemih, atau perubahan sensoris atau


 kelemahan pada ekstremitas bawah? 


6. Apa pengobatan sebelumnya yang telah dicoba oleh pasien (baik berupa resep


 dokter atau mengobati sendiri)

7. Tanyakan riwayat sosial pasien, meliputi olahraga dan posisi pasien, pekerjaan, dan

penggunaan dari nikotin dan / atau alkohol. 


8. Kekhasan pasien dengan radikulopati servikal ialah datang dengan mengeluh adanya
ketidaknyamanan pada leher dan lengan. Ketidaknyamanan tersebut dapat berupa
sakit tumpul sampai nyeri hebat seperti rasa terbakar. Biasanya, nyerinya ini menjalar
menuju batas medial skapula, dan keluhan utama pasien ialah nyeri bahu. Ketika
radikulopatinya sedang berlangsung, nyeri tersebut menjalar menuju lengan atas atau
bawah dan menuju tangan, sepanjang distribusi sensori dari radiks saraf yang terlibat.
9. Pasien yang lebih tua kemungkinan memiliki episode sakit leher sebelumnya atau
membeitahukan riwayat memiliki radang sendi tulang servikal atau leher.
10. Herniasi diskus akut dan penyempitan tiba-tiba foramen saraf juga dapat terjadi pada
cedera yang melibatkan ekstensi servikal, lateral bending, atau rotasi dan pembebanan
aksial. Pasien-pasien mengeluh peningkatan rasa sakit dengan posisi leher yang
menyebabkan penyempitan foraminal (misalnya, ekstensi, lateral bending, atau rotasi

menuju sisi yang bergejala). 


11. Banyak pasien yang menceritakan bahwa mereka dapat mengurangi gejala
radikularnya dengan mengabduksikan bahunya dan menempatkan tangannya
dibelakang kepala. Manuver ini diduga untuk meringankan gejala dengan mengurangi

ketegangan pada radiks saraf. 


12. Pasien mungkin mengeluhkan perubahan sensorik di sepanjang dermatom radiks saraf

yang terlibat, dapat berupa kesemutan, mati rasa (baal), atau hilangnya sensasi. 


13. Beberapa pasien mungkin mengeluh kelemahan motorik. Sebagian kecil pasien akan
datang dengan kelemahan otot saja, tanpa rasa sakit yang signifikan atau keluhan
sensorik.

PemeriksaanFisik

Inspeksi

Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengamatan pasien. Hal yang termasuk di dalam
pemeriksaan ini adalah kepala, postur leher dan gerakan selama percakapan normal.
Biasanya, pasien memiringkan kepala mereka jauh dari sisi cedera dan menahan leher mereka
yang kaku. ROM yang aktif biasanya berkurang, terutama di ekstensi, rotasi dan lateral
bending, baik menuju atau jauh dari akar saraf yang terkena. Peningkatan sakit dengan lateral
bending yang jauh dari sisi yang terkena didapatkan dari hasil peningkatan perpindahan
herniasi diskus ke akar saraf, sedangkan nyeri ipsilateral menunjukkan pelampiasan dari
akar saraf di lokasi foramen saraf.

Palpasi

Pada palpasi, nyeri biasanya dicatat dari otot paraspinal serviks, dan biasanya lebih
terlihat di sepanjang sisi ipsilateral dari akar saraf yang terkena. Nyeri otot dapat muncul di
sepanjang otot dimana gejala tersebut disebutkan (misalnya tulang belikat medial, lengan
proksimal, epikondilus lateral). Hipertonis atau kejang pada palpasi pada otot-otot yang sakit
mungkin saja terjadi. Pada pemeriksaan radikulopati servikal, antara lain akan didapatkan :


 Terbatasnya “range of motion” leher. 
 Nyeri akan bertambah berat dengan pergerakan

(terutama hiperekstensi). Tes Lhermitte (Foramina Compression Test). Tes ini dilakukan

dengan menekan 
 kepala pada posisi leher tegak lurus atau miring. Peningkatan dan radiasi

nyeri ke lengan setelah melakukan tes ini mengindikasikan adanya penyempitan foramen
intervertebralis servikal, sehingga berkas serabut sensorik di foramen intervertebra yang

diduga terjepit, secara faktual dapat dibuktikan. 



Pemeriksaan Lhermitte

Tes Distraksi.

Tes ini dilakukan ketika pasien sedang merasakan nyeri radikuler. Pembuktian
terhadap adanya penjepitan dapat diberikan dengan tindakan yang mengurangi penjepitan itu,

yakni dengan mengangkat kepala pasien sejenak. 


Pemeriksaan Sensori

Pasien dengan diagnosis radiculopathy menunjukkan penurunan atau hilangnya


sensasi dalam distribusi dermatom. Selain itu pasien dengan radiculopathy biasanya
hyperesthesia untuk sentuhan ringan dan pemeriksaan pin-prick. Pemeriksaan sensorik cukup
subjektif karena membutuhkan respon dari pasien.
Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk nyeri pada leher dan bahu sangat luas, termasuk diagnosis
yang berkaitan dengan neurologis, jantung, infeksi, dan penyebab muskuloskeletal.
Keganasan (seperti osteochondroma, tumor esofagus, limfoma, meningitis karsinoma, tumor
tiroid) yang dapat menimbulkan gejala yang miripdengan radikulopati servikalis juga dapat
menjadi diagnosis banding untuk nyeri pada leher dan bahu.

- Myeloradikolopati Thorakolumbal.
- Myelopati
- Radikulopati
- Tumor Ekstradural
- Keganansan

Pemeriksaan Penunjang

1. Radiografi atau Foto Polos Roentgen.
 Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk

mendeteksi adanya kelainan struktural.


2. MRI dan CT-Scan
a. MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan
diskus intervertebra. MRI selain dapatmengidentifikasi kompresi medulla spinalis
dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan
degenerative pada diskus intervertebra. MRI memiliki keunggulan dibandingkan
dengan CT-Scan, yaitu adanya potongan sagital dan dapat memberikan gambaran
hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf yang jelas,sehingga MRI merupakan
prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan diagnose banding gangguan

structural pada medulla spinalis dan radiks saraf. 


b. CT-Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan baik,
dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra. Namun
demikian, sensitivitas CT-Scan tanpa myelography dalam mendeteksi herniasi masih

kurang bila dibandingkan dengan MRI. 


3. Myelography.
 Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis yangdetail, terutama

elemen osseus vertebra. Myelography merupakan proses yang invasif, karena melibatkan
penetrasi pada ruang subarakhnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai tes

preoperative dan seringkali dilakukan bersamaan dengan CT-Scan. 


4. Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG)
 NCS dan EMG sangat

membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk menentukan keterlibatan saraf,
apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal. Selain itu, pemeriksaan ini juga
membantu menentukan lokasi kompresi radiks saraf. Namun bila diagnosis radikulopati
sudah pasti secara pemeriksaan klinis, maka pemeriksaan elektrofisiologis tidak

dianjurkan. 


5. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid, fosfatase


 alkali/asam, dan kalsium. 


b. Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.

Penatalaksanaan

Penting untuk dicatat bahwa mayoritas pasien dengan radikulopati servikalis dapat
menjadi lebih baik dari waktu ke waktu dan tidak memerlukan pengobatan. Tujuan dari
pengobatan yang dilakukan adalah untuk menghilangkan rasa nyeri, memperbaiki fungsi
neurologis, dan mencegah kekambuhan .

Pengobatan Non Bedah

Pengobatan awal untuk radikulopati servikalis adalah non operasi. Pilihan pengobatan non
operasi meliputi:

1. Soft Cervical Collar


Imobilisasi singkat dapat mengurangi gejala pada fase inflamasi. Alat ini berbentuk
seperti sebuah cincin empuk yang membungkus di sekitar leher. Penggunaan alat ini
bertujuan agar otot-otot di leher beristirahat dan membatasi gerakan leher. Hal ini dapat
membantu mengurangi penekanan akar saraf yang menyertai pergerakan leher. Softcervical
collar dipakai untuk jangka waktu yang singkat (1 minggu),penggunaan jangka panjang dapat
menurunkan kekuatan otot-otot di leher.

2. Terapi Fisik
Terapi fisik membantu mengembalikan ROM (jangkauan gerak) dan kekuatan otot leher.
Terapi ini dapat membantu mengurangi nyeri dan mencegah kekambuhan. Terapi fisik yang
dilakukan dapat berupa ROM ringan dan latihan peregangan yang dikombinasikan dengan
modalitas tambahan seperi panas, es, dan stimulasi elektrikal. Dalam beberapa kasus, traksi
dapat digunakan untuk lembut meregangkan sendi dan otot leher .Terapi manipulatif (traksi)
dipergunakan untuk terapi jangka pendek. Komplikasi yang dapat muncul adalah
memperparah radikulopati, mielopati, dan cedera medula spinalis. Namun komplikasi-
komplikasi ini jarang terjadi .

Farmakologi

Farmakoterapi berguna untuk penatalaksanaan dan mengobati gejala. Farmakoterapi


dapat berguna untuk mengurangi nyeri akut yang berkaitan dengan radikulopati servikalis.
Farmakoterapi meliputi obat Anti Inflamasi (NSAID) dan kortikosteroid.

Prognosis

Untuk prognosis dari pasien dengan radikulopati sendiri baik apabila pasien diobati
dengan tepat. Penatalaksanaan non operatif efektif dilakukan pada hampir 80-90% pasien.
Penatalaksanaan dengan pembedahan dilakukan bila penatalaksanaan non operatif tidak
berhasil. Lebih kurang 5-10% pasien gagal dalam penatalaksanaan konservatif dan akan
mengalami progresifitas penyakit, nyeri yang menetap, kelemahan motorik yang progresif,
dan hilangnya refleks. Secara umum, radikulopati akan memburuk bila tertawa, menangis,
bersin, ataupun varian valsava manufer lainnya. Hal ini terjadi karena meningkatnya tekanan
intrakranial .

Pada beberapa pasien dengan radikulopati servikalis yang diakibatkan oleh kompresi
dari akar saraf ini, dapat membaik tanpa pengobatan yang spesifik. Pada sebuah penelitian
yang dilakukan di Minnesota, 90% pasien dengan radikulopati servikalis sembuh tanpa gejala
klinis apapun atau hanya mengalami sedikit kelumpuhan. Radikulopati servikalis juga dapat
mengalami kekambuhan.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Dasar Diagnosis Klinis

Pada kasus Tn. J.P. didapatkan diagnosis klinis tetraparese spastik yang menyebabkan
kelemahan keempat anggota gerak pada pasien. Tetraparese merupakan
kelumpuhan/kelemahan yang disebabkan oleh penyakit atau trauma yang menyebabkan
hilangnya sebagian fungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan
kelumpuhan/kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai. Hal
ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang belakang pada tingkat tertinggi
(khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer, kerusakan
neuromuscular atau penyakit otot. kerusakan diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan
hilangnya fungsi motorik pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab
khas pada kerusakan ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport injury) atau
karena penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau spina bifida).

Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan kemampuan dalam


mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual, pengosongan saluran kemih dan rektum,
sistem pernafasan atau fungsi otonom. Selanjutnya, dapat terjadi penurunan/kehilangan
fungsi sensorik. Adapun manifestasinya seperti kekakuan, penurunan sensorik, dan nyeri
neuropatik. Walaupun pada tetraparese terjadi kelumpuhan pada keempat anggota gerak tapi
terkadang tungkai dan lengan masih dapat digunakan atau jari-jari tangan yang tidak dapat
memegang kuat suatu benda tapi jari-jari tersebut masih bisa digerakkan, atau tidak bisa
menggerakkan tangan tapi lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini semua tergantung dari
luas tidaknyanya kerusakan.
Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) atau
kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan/kelemahan yang terjadi pada
kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena adanya lesi di medula spinalis.
Kerusakannya bisa dalam bentuk jaringan scar, atau kerusakan karena tekanan dari vertebra
atau diskus intervetebralis. Hal ini berbeda dengan lesi pada LMN yang berpengaruh pada
serabut saraf yang berjalan dari horn anterior medula spinalis sampai ke otot.

Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat menyebabkan
kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian dibawah lesi, sedangkan lesi
inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot ringan (parese) dan atau mungkin
kerusakan sensorik. Lesi pada UMN dapat menyebabkan parese spastic sedangkan lesi pada
LMN menyebabkan parese flacsid.

3.2 Dasar Diagnosis Topis

Lesi di Mid- or upper cervical cord

Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinal lateral
menimbulkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot bagian tubuh yang
terletak di bawah tingkat lesi. Lesi transversal medula spinalis pada tingkat servikal, misalnya
C5 mengakibatkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot tubuh yang
berada dibawah C5, yaitu sebagian otot-otot kedua lengan yang berasal yang berasal dari
miotom C6 sampai miotom C8, lalu otot-otot thoraks dan abdomen serta segenap otot kedua
tungkai yang mengakibatkan kelumpuhan parsial dan defisit neurologi yang tidak masif di
seluruh tubuh. Lesi yang terletak di medula spinalis tersebut maka akan menyebabkan
kelemahan/kelumpuhan keempat anggota gerak yang disebut tetraparese spastik.

Kerusakan servikal setinggi C1-C4 merupakan kerusakan paling parah dari tingkat
cedera sumsum tulang belakang lainnya karena semakin tinggi cedera terjadi di tulang
belakang, semakin banyak kerusakan yang disebabkan ke sistem saraf pusat. Kerusakan yang
disebabkan yaitu paralisis di lengan, tangan, badan dan kaki, pasien mungkin tidak dapat
bernapas dengan baik, batuk, atau mengontrol gerakan usus atau kandung kemih, kemampuan
berbicara terkadang terganggu atau berkurang, ketika keempat anggota badan terpengaruh
(tetraplegia atau quadriplegia) maka membutuhkan bantuan untuk aktivitas kehidupan sehari-
hari, seperti makan, berpakaian, mandi, dan masuk atau keluar dari tempat tidur sehingga
membutuhkan perawatan pribadi 24 jam sehari. Mungkin dapat menggunakan kursi roda
dengan kontrol khusus untuk bergerak di sekitar mereka sendiri

Lesi di Low cervical cord

Lesi transversal yang merusak segmen C5 ke bawah itu tidak saja memutuskan jaras
kortikospinal lateral, melainkan ikut memotong segenap lintasan asendens dan desendens
lain. Disamping itu kelompok motoneuron yang berada didalam segmen C5 kebawah ikut
rusak. Ini berarti bahwa pada tingkat lesi kelumpuhan itu bersifat Lower Motor Neuron
(LMN) dan dibawah tingkat lesi bersifat Upper Motor Neuron (UMN).

Pada kasus, hasil gambaran CT scan dicurigai adanya massa pada daerah servikal.
Secara teori adanya massa di daerah medula spinalis akan menyebabkan sindrom transeksi
medula spinalis total atau parsial (termasuk sindrom konus dan sindrom kauda equina).
Tumor medula spinalis diklasifikasikan menjadi tiga jenis, berdasarkan lokalisasinya

 Tumor ekstradural (metastasis, limfoma, plasmasitoma)


 Tumor intradural ekstramedular (meningioma, neurinoma)
 Tumor intradural intramedular (glioma, ependimoma)

Neoplasma ekstradural cenderung berkembang cepat, sering menyebabkan


manifestasi kompresi medula spinalis yang berat dan progresif; paresis spastik terjadi pada
bagian tubuh yang dipersarafi oleh medula spinalis di bawah tingkat lesi, dan kemudian
disfungsi miksi dan defekasi. Nyeri merupakan gambaran umum. Tumor yang terletak di
bagian dorsal terutama menimbulkan gangguan sensorik; kompresi bagian lateral medula
spinalis dapat menyebabkan sindroma Brown-Sequard.

Tumor intradural ekstramedular paling sering timbul dari daerah di sekitar radiks
posterior. Awalnya tumor ini menimbulkan nyeri radikular dan parestesia. Kemudian ketika
semakin membesar tumor ini menyebabkan peningkatan kompresi pada radiks posterior dan
medula spinalis, diawali dari kolumna posterior kemudian traktus piramidalis di funikulus
lateralis. Hasilnya adalah paresis spastik yang berat dan progresif pada ekstremitas bawah
dan parestesia (terutama parestesia dingin) di kedua tungkai, disertai oleh gangguan sensasi
epikritik dan propioseptif, awalnya ipsilateral dan kemudian bilateral. Gangguan sensorik
biasanya berjalan naik dari kaudal ke kranial hingga mencapai tingkat lesi. Terdapat nyeri
ketok pada vertebra saat perkusi setinggi radiks saraf yang rusak dan nyeri tersebut memberat
secara nyata saat batuk atau bersin. Nyeri akibat keterlibatan kolumna posterior memiliki
kualitas seperti “reumatik” dan awalnya timbul di ujung distal ekstremitas. Hiperestesia tidak
jarang terjadi pada dermatom yang dipersarafi oleh radiks saraf yang terkena; hal ini dapat
bermanfaat untuk melokalisasi tingkat lesi secara klinis. Ketika kompresi medula spinalis
berkembang, pada akhinya akan menimbulkan disfungsi miksi dan defekasi.

Tumor yang terletak di ventral dapat mengenai radiks saraf anterior pada satu atau
kedua sisi, menyebabkan paresis flasid, misalnya pada tangan (bila tumor terletak di regio
servikal). Seiring dengan perkembangannya, tumor menekan traktus piramidalis sehingga
pada awalnya menimbulkan paresis spastik pada ekstremitas bawah ipsilateral dan kemudian
kedua ekstremitas bawah. Traksi pada medula spinalis akibat regangan pada ligamenta
dentikulata juga dapat merusak traktus piramidalis. Jika lesi kompresif terletak di bagian
anterolateral medula spinalis, sensasi nyeri dan suhu kontralateral dapat terganggu. Pada
tumor ventral maupun dorsal, kompresi medula spinalis yang progresif akhirnya dapat
menimbulkan disfungsi miksi dan defekasi.

Tumor medula spinalis intradural intramedular dapat dibedakan dari tumor


ekstramedular dengan gambaran klinis sebagai berikut :

 Jarang menimbulkan nyeri radikular, tetapi menimbulkan nyeri atipikal (rasa seperti
terbakar, nyeri tumpul) dengan lokalisasi difus
 Defisit sensorik terdisosiasi dapat menjadi temuan dini
 Disfungsi miksi dan defekasi timbul pada awal pertumbuhan tumor
 Tinggi gangguan sensorik (batas atas defisit sensorik) dapat naik, karena pertumbuhan
longitudinal tumor, sedangkan tinggi gangguan sensorik yang berkaitan dengan tumor
ekstramedular biasanya tetap konstan, karena pertumbuhan transversal
 Atrofi otot akibat keterlibatan kornu anterior lebih sering dibandingkan dengan tumor
ekstramedular
 Spastisitas jarang terjadi seberat pada tumor ekstramedular

Tumor servikal letak tinggi dapat menyebabkan manifestasi bulbar serta fasikulasi
dan fibrilasi pada ekstremitas yang terkena. Tumor ekstramedular secara umum lebih sering
dibandingkan tumor intramedular.
Tumor setinggi foramen magnum (meningioma, neurinoma) pada awalnya sering
bermanifestasi sebagai nyeri, parestesia, dan hipestesia pada regio C2 (nervus oksipitalis dan
nervus aurikularis magnus). Tumor ini juga dapat menimbulkan kelemahan pada m.
Sternokleidomastoideus dan m. Trapezius (nervus aksesorius).

3.3 Dasar Diagnosis Etiologi


Berdasarkan teori mieloradikulopati servikalis didefinisikan sebagai suatu sindrom
nyeri dan atau defisit sensorimotor yang disebabkan oleh kompresi dari satu atau lebih
akar saraf servikal yang kemudian mengakibatkan disfungsi akar saraf pada servikal.
Kompresi ini secara tipikal menyebabkan nyeri (menjalar ke arah pundak) dan rasa tebal (
menjalar dari lengan ke tangan), defisit sensorik, atau disfungsi motorik pada leher dan
ektremitas atas. Beberapa manifestasi klinis lain yang mungkin muncul adalah kesemutan
pada ekstremitas atas dan nyeri seperti tersengat listrik pada jari atau tangan, gejala lain
juga seperti kelemahan pada otot-otot lengan, bahu, atau tangan, hilangnya sensasi, leher
terasa kaku, rasa tidak nyaman pada bagian medial scapula, berkurangnya sensorik sesuai
dengan pola dermatomal, kelemahan dan atrofi otot deltoid, dapat mengakibatkan
berkurangnya kemampuan abduksi dan eksorotasi lengan, nyeri pada trapezius, ujung
bahu, dan menjalar hingga lengan atas anterior, lengan bawah bagian radial, jari ke- 1 dan
bagian lateral jari ke-2, mengakibatkan paresthesia ibu jari, menurunnya refleks biseps,
disertai kelemahan dan atrofi otot biseps. atrofi dan kelemahan otot triseps, ekstensor
tangan, dan otot pektoralis, dan mengganggu fungsi otot-otot intrinsik tangan dan sensasi
jari ke-4 dan 5. Secara singkat, mieloradikulopati servikalis dapat didefinisikan sebagai
sindrom dengan manifestasi klinis nyeri leher dengan nyeri yang menjalar di ekstremitas
atas, kelemahan atau mati rasa .

Pada pasien dengan keluhan lemah pada kedua lengan dan tungkai yang makin lama
makin bertambah lemas, nyeri pada leher, tungkai terasa keram, dan secara bersamaan dan
nyeri di leher hilang timbul. Seiring berjalannya waktu, keluhan yang dirasakan semakin
berat. Dengan demikian dapat disimpulkan bawah hamper sebagian gejala klinis yang
diderita pasien sama dengan teori diatas seperti ; nyeri pada leher, keram atau kesemutan
pada ekstremitas atas, dan kelemahan pada kedua lengan.

3.4 Diagnosa Banding


Pada kasus ini didiagnosa banding dengan mieloradikulopati thorakolumbal, karena
adanya kecurigaan lesi pada daerah thorakolumbal dimana pasien datang dengan adanya
keluhan kelemahan pada keempat anggota gerak, yang diawali dengan keluhan telapak kaki
kiri terasa kram, kemudian kram yang dirasakan menjalar ke pinggang hingga lengan tangan
kiri dan kemudian leher mulai terasa tegang dan sakit. Namun gejala pada kasus
mieloradikulopati thorakolumbal tidak spesifik, tergantung dari lokasi, ukuran lesi dan durasi
terjadinya kompresi. Hilangnya fungsi nervus thorakalis agak sulit dalam menentukan lokasi
lesi. Kelainan dari mieloradikulopati thorakolumbal, mungkin dapat diketahui dengan adanya
gangguan sensorik lebih dari 2 radiks secara segmental. Nyeri radikuler sesuai dengan
distribusi serabut saraf, nyeri terasa tajam, atau bersama dengan nyeri tumpul pada tulang
belakang, dan bertambah dengan batuk serta mengedan. Pada nyeri radikuler yang terletak di
segmen thorakal, gejalanya mirip dengan penyakit intra thorakal atau intra abdominal,
sehingga sering menyebabkan salah diagnosa. Keluhan nyeri biasanya unilateral dan
berkembang secara progresif lambat,untuk beberapa saat relatif stabil atau mengalami remisi.
Terdapat kalsifikasi dari diskus thorakalis tanpa gejala pada di regio thorakolumbal.

Mieloradikulopati yang meliputi segmen radiks T1-2 dapat diketemukan


sindrom horner. Sedangkan pada thorakal bawah dapat menyebabkan parasilis parsial atau
total dari otot-otot abdomen, reflek abdomen menurun/menghilang pada quadran yang
terkena dan dapat ditemukan tanda Beevor. Mieloradikulopati setinggi segmen torakal jarang
terjadi karena segmen ini lebih rigid daripada segmen servikal maupun lumbal. Jika terjadi
radikulopati setinggi segmen torakal, maka akan timbul nyeri pada lengan, dada, abdomen,
dan panggul.
Sedangkan manifestasi klinis pada mieloradikulopati meliputi rasa nyeri pada daerah
sakroiliaka, menjalar ke bokong, paha, hingga ke betis, dan kaki. Nyeri dapat ditimbulkan
dengan Valsava maneuvers (seperti : batuk, bersin, atau mengedan saat defekasi). Pada ruptur
diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila penderita sedang duduk atau akan
berdiri. Nyeri mereda ketika pasien berbaring. Umumnya penderita merasa nyaman dengan
berbaring telentang disertai fleksi sendi coxae dan lutut, dan bahu disangga dengan bantal
untuk mengurangi lordosis lumbal. Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan
gangguan sensasi, paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon. Fasikulasi
jarang terjadi.

Pada kasus ini tidak ditemukan adanya manifestasi klinis yang hampir serupa dengan
landasan teori pada mieloradikulopati thorakolumbal, seperti nyeri tulang belakang saat
batuk, bersin, atau mengedan saat defekasi, nyeri dada dan abdomen serta gangguan sensasi.
Namun dengan adanya kelemahan tungkai masih dicurigai apakah ada kerusakan pada
kompresi radiks spinal yang berat, untuk itu sangat dibutuhkan pemeriksaan penunjang yang
lebih spesifik lagi untuk menyingkirkan diagnosa banding.

Diagnosa banding spondilitis tuberkulosa (TB) juga mempunyai gejala klinis yang
mirip dengan mieloradikulopati. Spondilitis tuberkulosa (TB) adalah peradangan
granulomatosa pada vertebrae yang bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium
tuberculosis. Pada umumnya predileksi tulang dan sendi yang terkena adalah sendi atau
tulang penopang berat badan. Oleh karena itu, keterlibatan predileksi tersering tuberkulosis
tulang atau sendi adalah di bagian tulang vertebrae.

Pada spondilitis TB, area lesi secara bertahap bertambah besar dan luas serta
kemampuannya berpenetrasi yang menyebabkan destruksi tulang sehingga dapat
menyebabkan kolapnya korpus vertebrae dan lebih lanjut akan menyebabkan perubahan pada
diskus intervertebral dan akan timbul deformitas berbentuk gibus. Seluruh proses peradangan
tersebut dapat menyebabkan kompresi pada medula spinalis sehingga akan menyebabkan
kelemahan motorik seperti pada kasus Tn. JP yang mengeluhkan kelemahan anggota gerak.
Abnormalitas neurologi berupa keluhan paraplegia, paraparesis, gangguan sensasi, nyeri
radikal, dan sindrom kauda ekuina. Jika timbul paraplegia akan tampak kekakuan pada alat
gerak bawah dengan refleks tendon dalam keadaan hiperaktif. Klinis spondilitis tuberkulosa
biasanya lebih sering didapatkan, secara umum dapat berupa demam yang hilang timbul,
keringat malam, anoreksia, serta penurunan berat badan. Pada kasus, pasien dengan
kelemahan anggota gerak, mengaku tidak terdapat riwayat demam, batuk lama atau berdarah,
keringat malam, atau anoreksia.

3.5 Tatalaksana

Tatalaksana mieloradikulopati dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu non-farmakologi,


farmakologi, dan tindakan operatif. Tatalaksana non-farmakologi dapat dilakukan dengan
tirah baring dan ambulasi minimal pada pasien, hal tersebut dimaksudkan sebagai sarana
penunjang upaya pengobatan medis.

- Metylprednison berfungsi untuk mengurangi gejala peradangan seperti


pembengkakakan. Pada pasien terapi ini sesuai untuk mengurangi peradangan.

- Mecobalamin berfungsi untuk suplementasi vit.B12 serta membantu memperbaiki


gejala-gejala neuropati perifer. Pada pasien terapi ini sesuai diberikan untuk
mengatasi gejala kram dan kesemutan pada pasien.

- Ranitidin berfungsi untuk mengatasi dan mempercepat penyembuhan tukak lambung.


Pada pasien diberikan ketorolac yang berefek pada lambung sehingga diberikan
ranitidin guna melindungi dan mengatasi efeknya pada.

- Fenitoin berfungsi untuk mencegah dan mengontrol kejang (anti konvulsan). Pada
pasien terapi fenitoin sesuai untuk mencegah terjadinnya kejang pada pasien.

- Ceftriaxon berfungsi untuk mengatasi berbagai infeksi bakteri. Terapi ini sesaui pada
pasien untuk mengatasi leukositosis.

- Ketorolac merupakan analgesik dengan efek anti inflamasi. Terapi ini sesuai pada
pasien untuk mengatasi nyeri yang diderita pasien.

- Glukosamine untuk menjaga kesehatan sendi dan tulang. Pada pasien ini terapi sesuai
untuk mengobati osteoarthritis pada pasien.

- Dulcolax digunakan sebagai obat pencahar untuk mengatasi konstipasi. Terapi ini
sesuai pada paien untuk mengatasi susah buang air besar.
DAFTAR PUSTAKA

1. Malanga G. Cervical Radiculopathy: Background, Epidemiology, Functional


Anatomy [Internet]. Emedicine.medscape.com. 2015 [cited
6August2016].Availablefrom:http://emedicine.medscape.com/article/94118-
overview.

2. Anonim. Cervical Radiculopathy [Internet]. University of Maryland Medical


Center. 2003 [cited 7 August 2016]. Available from:
http://umm.edu/programs/spine/health/guides/cervical-radiculopathy.

3. Rodway I. Cervical Radiculopathy (Pinched Nerve)-OrthoInfo - AAOS [Internet].


Orthoinfo.aaos.org. 2015 [cited 8 August 2016]. Available from:
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00332.

4. Eubanks J. Cervical Radiculopathy : Nonoperative Management of Neck Pain and


Radicular Syndrome. Am Fam Physician. 2010. 8August2016];81(1):33-40.

5. Rodine R, Vernon H. Cervical radiculopathy : a systematic review on treatment by


spinal manipulation and measurement with Neck Disability
Index. J Can Chiropr Assoc. 2010 8August2016;56(1):18-28.

6. Caridi J, Pumberger M, Hughes A. Cervical Radiculopathy : A Review. HSS


Journal [Internet]. 2011 [cited 8 August 2016];7(3):265-272. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3192889/.

7. Suryafitri Z. Radikulopati [Internet]. Scribd. [cited 9 August 2016]. Available


from: https://id.scribd.com/doc/117850609/Radikulopati

8. Corey D, Comaue D. Cervical Radiculopathy. Med Clin N Am [Internet].

2014 [cited 9 August 2016];98(4):791-799. Available from:


http://acmfr.org/descargas/radiculopatia-cervical1.pdf.

Anda mungkin juga menyukai