Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

Anestesi Spinal pada Operasi Sectio Caesarea atas Indikasi


Ketuban Pecah Dini

Oleh :
Redho citra cendana
Meta mediana
11-2018-067

Dokter Pembimbing:
Dr. Wirawan Anggorotomo Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI

RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

BANDAR LAMPUNG

2019
BAB I
PENDAHULUAN

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi
pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian
bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri
menahun. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa
tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik
pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari operasi.
Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi, masa anestesi dan
pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi.

Sectio caesarea adalah proses lahirnya janin, plasenta dan selaput ketuban melalui irisan
yang dibuat pada dinding perut dan rahim. Definisi ini tidak termasuk apabila mengeluarkan bayi
dari rongga perut pada kasus-kasus ruptur uteri maupun pada kehamilan abdominal. Sectio
caesarea terjadi pada sekitar 5-25% dari seluruh persalinan. Pada pelaksanaan di dalam bedah
sectio sesaria pada ibu hamil, teknik anestesi yang sering digunakan adalah Teknik Anestesi
Regional (RA/Regional Anesthesia), Teknik ini baik sekali bagi penderita-penderita yang
mempunyai kelainan paru-paru, diabetes mellitus, penyakit hati yang difus dan kegagalan fungsi
ginjal, sehubungan dengan gangguan metabolisme dan ekskresi dari obat-obatan

Dalam kondisi ibu dan fetus normal, Teknik GA (General Anestesi) dan RA (Regional
Anestesi) yang dilakukan sesuai prosedur hampir sama pengaruhnya terhadap bayi baru lahir.
Namun demikian, karena risiko untuk ibu dan kaitannya dengan Apgar skor yang lebih rendah
dengan menggunakan teknik anestesi GA, maka teknik anestesi RA untuk bedah sectio sesaria
menjadi pilihan utama. Teknik anestesi RA (Regional Anestesi) akan memberikan hasil yang
lebih baik dimana neonatal bisa terpapar lebih sedikit obat anestesi (terutama saat digunakan
teknik anestesi spinal), memungkinkan ibu hamil mengikuti dengan baik proses kelahiran bayi
dan memberikan terapi penanggulangan rasa sakit pascaoperasi yang lebih baik.

BAB II
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. l
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Bandar lampung
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
ANAMNESIS
Keluhan utama
Hamil dengan keluar iar dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Ny.l dengan G2P1A0 mengaku mules dan keluar air sejak 3 jam sebelum masuk Rumah
Sakit, os juga mengaku memiliki riwayat SC anak pertama

Riwayat Penyakit Penyerta


Riwayat DM, asma, alergi, hipertensi, jantung, paru, ginjal, hepar, dan gangguan pembekuan
darah disangkal

Riwayat Kebiasaan
 Kebiasaan merokok disangkal
 Kebiasaan minum alkohol disangkal
 Riwayat pemakaian obat-obatan disangkal

Riwayat Operasi sebelumnya


 Operasi section caesaria pada anak pertama

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis, GCS = E4M6V5
Berat badan : 68 kg
Tanda-tanda Vital :
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 88 kali/menit
Frekuensi Napas : 20 kali/menit
Suhu : 36,5 oC
Kepala : Normocephali, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Thoraks : Suara napas vesikuler, rhonkhi -/-, wheezing -/-
Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Membuncit, tinggi fundus uteri 32 cm
Genitalia : Pembukaan 4 cm, keluar cairan berwarna kehijauan
Ekstremitas : Akral hangat, nadi teraba kuat, edema (-) pada keempat ekstremitas

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan LabORATORIM
Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal
Hemoglobin 9,7 g/dl 12-16
Leukosit 9200 ribu/mm3 4500-10700
Hematokrit 32 % 38-47
Trombosit 267000 ul 159-400 ribu
CT 13 menit 9-15
BT 4 menit 1-7

STATUS FISIK (ASA)


ASA 2 E

DIAGNOSA KERJA
G2P1A0 hamil aterm dengan inpartu kala 1 fase aktif janin tunggal hidup preskep dengan KPD

RENCANA TINDAKAN BEDAH


Sectio Caesarea (SC)

RENCANA TEKNIK ANESTESI


Regional anestesi – Spinal Anestesi

TERAPI ANESTESI
PRE-OPERASI
Persiapan pre-operasi:
 Informed consent terhadap pasien dan keluarga mengenai tindakan pembedahan dan
anestesi
 Puasa 6 jam
 Pemberian antibiotik profilaksis 30’-60’ sebelum tindakan
 Maintenance cairan tubuh
 Menyiapkan alat-alat
Kriterika LEMON
 Look : gigi palsu (-) gigi ompong (+) caninus bentuk rahang (DBN)
 Evaluate : DBN 3-3-2
 Mallampaty : Class 1
 Obstruksi : Stridor (-), benda asing (-)
 Neck morbility : DBN

INTRA-OPERASI
Posisi selama operasi : supine
Tatalaksana jalan nafas : nasal
Monitoring tanda tanda vital sebelum induksi obat
 Td ; 130/80
 Spo2 : 100
 HR : 73
 RR : 20
Induksi anestesi:
 Regivel 2,5 mg
Maintenance:
 Monitor tanda tanda vital setelah induksi obat
 Td : 110/70
 Spo2 ;100
 HR ; 62
 RR ; 20
 Diberikan O2 2 liter/menit
 Infus RL 700 cc
 GELAFUSAL 500 ML
 Diberikan obat:
- Ondansentron 4mg
- Asam traneksamat 100 mg
- Sedacum 1 mg
- Oxitosin 1mg
- Tramadol 100 mg
- Matergin 0,2 mg
- Fentanyl 2 mg
- Ketorolac 30 mg

POST-OPERASI
 Pasien dipindahkan ke recovery room
 Memberikan o2 3L/menit
 Oberservasi TTV 2 jam
 Menghitung score aldarate score
 Menghitung sisa urin
 Perintah di ruangan:
- Awasi tensi, nadi, pernafasan tiap 30 menit
- Infus RL 20 tpm

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Anestesi Spinal
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat
anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai
analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka
jarum suntik akan menembus kutis  subkutis  lig. Supraspinosum  lig. Interspinosum 
lig. Flavum  ruang epidural  durameter  ruang subarachnoid. 1,2

Medulla spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinal, dibungkus
oleh meningens (duramater, lemak dan pleksus venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1,
pada anak L2 dan pada bayi L3. 3

Indikasi anestesi spinal 1


1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan
dengananesthesia umum ringan

Kontra indikasi absolut anestesi spinal 1


1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
5. Tekanan intrakranial meningkat
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.

Kontra indikasi relative anestesi spinal 1


1. Infeksi sistemik
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronik

Persiapan anestesi spinal


Pada dasarnya persiapan untuk anestesia spinal seperti persiapan pada anastesia umum. Daerah
sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan
anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus
spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini: 3,4
1. Informed consent
Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia spinal
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan untuk
menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga adanya scoliosis
atau kifosis.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit. Masa protrombin
(PT) dan masa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan
pembekuan darah.Pemeriksaan laboratorium anjuran Sebelum dilakukan operasi,
dilakukan pemeriksaan pre-op yang meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang untuk menentukan status fisik ASA & risiko. Diputuskan kondisi
fisik pasien termasuk ASA.

Peralatan anestesi spinal


Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan operasi yang
lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan tindakan resusitasi. 4

Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal memiliki permukaan yang
rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16G sampai dengan 30G. obat anestetik lokal
yang digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Dikenal 2 macam jarum
spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bamboo runcing (Quincke-Babcock atau
Greene) dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (Whitacre). Ujung pensil banyak
digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal. Perlengkapan lain
berupa kain kasa steril, povidon iodine, alcohol, dan duk steril juga harus disiapkan1,4

Teknik anestesi spinal 2,4


 Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah
posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa
dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi
berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
 Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal
kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien
membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
 Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal L2-L3,
L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla
spinalis.
 Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
 Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml
 Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat
langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan
menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan
introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum
spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam
(Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada
posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran
likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi
menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat
dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya
untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.
 Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir)
dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6 cm.

Anastetik lokal untuk analgesia spinal


Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-1.008. Anastetik
lokal dengan berat jenis sama dengan css disebut isobaric. Anastetik local dengan berat jenis
lebih besar dari css disebut hiperbarik. Anastetik local dengan berat jenis lebih kecil dari css
disebut hipobarik. Anastetik local yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh
dengan mencampur anastetik local dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan
tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi. Pada anestesi spinal jika berat jenis
obat lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar
akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas.
Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan. 3
Anestetik local yang paling sering digunakan2
1. Lidokaine (xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobaric, dosis 20-100mg (2-
5ml)
2. Lidokaine (xylobain,lignokaine) 5 % dalam dextrose 7.5 %: berat jenis 1.003, sifat
hyperbaric, dose 20-50 mg (1-2 ml)
3. Bupivakaine (markaine) 0.5 % dalam air: berat jenis 1.005, sifat isobaric, dosis 5-20mg
4. Bupivakaine (markaine) 0.5 % dalam dextrose 8.25 %: berat jenis 1.027, sifat hiperbarik,
dosis 5-15mg (1-3 ml)

Komplikasi anestesia spinal


Komplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi delayed.
1. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan memberikan
infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum tindakan.
2. Bradikardia
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok sampai T-2
3. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
4. Trauma pembuluh saraf
5. Trauma saraf
6. Mual-muntah
7. Gangguan pendengaran

Komplikasi pasca tindakan


1. Nyeri tempat suntikan
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4. Retensio urine
5. Meningitis
Pencegahan komplikasi anestesi spinal
1. Pakailah jarum lumbal yang lebih halus
2. Posisi jarum lumbal dengan bevel sejajar serat duramater
3. Hidrasi adekuat, minum / infuse 3L selama 3 hari

Pengobatan komplikasi anestesi spinal


1. Posisi berbaring terlentang minimal 24 jam
2. Hidrasi adekuat
3. Hindari mengejan
Bila cara diatas tidak berhasil berikan epidural blood patch yakni penyuntikan darah pasien
sendiri 5-10 ml ke dalam ruang epidural.
BAB IV
PEMBAHASAN

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda mulai persalinan
dan ditunggu satu jam sebelum terjadi inpartu. Ketuban pecah dini merupakan pecahnya selaput
janin sebelum proses persalinan dimulai. KPD saat preterm (KPDP) adalah KPD pada usia < 37
minggu. KPD memanjang merupakan KPD selama > 24 jam yang berhubungan dengan
peningkatan risiko infeksi intra-amnion yang berakhir pada kegawatan pada janin.5

Sectio Caesarea adalah proses lahirnya janin, plasenta dan selaput ketuban melalui irisan
yang dibuat pada dinding perut dan rahim. Definisi ini tidak termasuk apabila mengeluarkan bayi
dari rongga perut pada kasus-kasus ruptur uteri maupun pada kehamilan abdominal. 5

Anestesi Spinal adalah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarakhnoid.
Anestesia spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang
subarakhnoid di region antara lumbal 2 dan 3, lumbal 3 dan 4, lumbal 4 dan 5 dengan tujuan
untuk mendapatkan blokade sensorik, relaksasi otot rangka dan blokade saraf simpatis. Beberapa
nama lain dari anestesia spinal diantaranya adalah analgesia spinal, analgesia subarakhnoid, blok
spinal, blok arakhnoid, anestesi subarakhnoid dan anestesi lumbal. Teknik ini sederhana, cukup
efektif dan mudah dikerjakan. Anestesi spinal mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan
dengan anestesia umum, khususnya untuk tindakan operasi abdomen bagian bawah, perineum
dan ekstremitas bawah. Anestesia spinal dapat menumpulkan respons stress terhadap
pembedahan, menurunkan perdarahan intraoperatif, menurunkan kejadian tromboemboli
postoperasi, dan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien bedah dengan risiko tinggi.
BAB V
KESIMPULAN

Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang melibatkan
anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien dan
memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat mengantisipasinya.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ini mengarah ke diagnosis KPD dan akan
dilakukan sectio cesarea. Pasien masuk dalam ASA 2 E.
Daftar Pustaka
1. Latief S A, Suryadi K A, Dachlan M R,. Anestetik inhalasi dalam buku: Petunjuk Praktis
Anestesiologi. Edisi kedua, Jakarta: Penerbit bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
FKUI, 2002.
2. Joenoerham J, Latief S A, Anestesi umum dalam buku : Anestesiologi, Editor: Muhiman
M, Thaib R M, Sunatrio S, Dahlan R, Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
FKUI, 1989.
3. Mangku G. Diktat kumpulan kuliah buku I, Denpasar: Penerbit Bagian Anestesiologi dan
Reanimasi FK UNUD, 2002.
4. Barash P G, Cullen B F, Stoelting R K, Inhalation Anesthesia on: Clinical anesthesia,
2002.
5. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T editor: Ilmu kebidanan Edisi Ketiga,
cetakan ketujuh, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2006.

Anda mungkin juga menyukai