Anda di halaman 1dari 22

2

BAB I
PENDAHULUAN

Sistem saraf terdiri dari neuron dan neurolgia yang tersusun membentuk sistem saraf pusat
(SSP) dan sistem saraf tepi (SST). Susunan saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis
sedangkan sistem saraf tepi merupakan sistem saraf diluar sistem saraf pusat yang membawa
pesan dari dan menuju sistem saraf pusat untuk menjalankan otot dan organ tubuh. Tidak
seperti sistem saraf pusat, sistem saraf tepi tidak dilindungi oleh tulang, sehingga rentan
terhadap trauma (Snell, 2006).
Sistem saraf tepi terbagi menjadi sistem saraf somatik dan sistem saraf otonomik.
Saraf-saraf tersebut mengandung serabut saraf aferen dan eferen. Pada umumnya serabut
eferen terlibat dalam fungsi motorik, seperti kontraksi otot atau sekresi kelenjar sedangkan
serabut saraf aferen biasanya menghantarkan rangsangan sensoris dari kulit, selaput lendir
dan struktur yang lebih dalam (Groot, 1997).
Stimulasi diterima oleh reseptor sistem saraf tepi yang selanjutnya akan dihantarkan
oleh sistem saraf sensoris dalam bentuk impuls listrik ke sistem saraf pusat. Pada sistem saraf
pusat impuls diolah dan diinterpretasikan untuk kemudian jawaban atau respon diteruskan
kembali oleh sistem saraf tepi menuju efektor yang berfungsi sebagai pencetus jawaban akhir.
Sistem saraf yang membawa jawaban atau respon adalah sistem saraf motorik. Jawaban yang
terjadi dapat berupa jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan (volunter) dan jawaban yang
tidak dipengaruhi oleh kemauan (involunter). Jawaban volunter melibatkan sistem saraf
somatik sedangkan yang involunter melibatkan sistem saraf otonom, efektornya adalah otot
polos, otot jantung dan kelenjar sebasea (Ganong, 2003).

BAB II
NEUROANATOMI SISTEM SARAF TEPI

2.1

Struktur Serabut Saraf Tepi

Neuron merupakan unit fungsional dasar susunan saraf. Neuron terdiri dari badan sel saraf
dan prosesus-prosesusnya. Badan sel saraf merupakan pusat metabolisme dari suatu neuron.
Badan sel mengandung nukleus dan sitoplasma. Nukleus terletak di sentral, berbentuk bulat
dan besar. Di dalam sitoplasma terdapat retikulum endoplasma serta mengandung organel
seperti substansia Nissl, apparatus Golgi, mitokondria, mikrofilamen, mikrotubulus, dan
lisosom. Membran plasma dan selubung sel membentuk membran semipermeabel yang
memungkinkan terjadinya proses difusi ion-ion tertentu melalui membran ini

dan

menghambat ion lainnya. Processus sel neuron terbagi menjadi dendrit-dendrit dan sebuah
sel akson. Neuron mempunyai banyak dendrit yang menghantarkan impuls saraf ke arah
badan sel saraf. Akson merupakan processus badan sel yang paling panjang dan
menghantarkan impuls dari segmen awal ke terminal sinaps. Segmen awal badan sel
merupakan elevasi badan sel berbentuk krucut yang tidak mengandung granula Nissl dan
disebut akson hillock (Snell,2006).
Neuron memiliki kemampuan metabolisme yang sangat tinggi, tetapi tidak dapat
menyimpan zat-zat makan dan oksigen. Oleh karena itu neuron perlu didukung oleh
neuroglia yang menyuplai zat makanan dan oksigen untuk kelangsungan hidupnya. Sel
pendukung sangat penting antara lain adalah sel satelit dan sel schwann. Sel Schwann pada
SST bersifat seperti oligodendroglia pada SSP. Sebagian besar akson pada susunan saraf tepi
dilapisi myelin dan membentuk segmen-segmen seperti di SSP. Tiap sel schwann hanya
melapisi satu segmen, berbeda dengan oligodendroglia yang mengembangkan beberapa
tangan ke tiap segmen. Sel Schwann juga berbeda dari oligodendria dalam pembentukan
sel baru . Bila terjadi kerusakan pada saraf tepi, sel Schwann membentuk serangkaian
silinder yang berperan sebagai penunjuk arah pertumbuhan akson (Kahle,2000).
Mielin adalah campuran dari lipid dan protein. Pada susunan saraf tepi, selubung
mielin diproduksi oleh sel schwann dan hanya terdapat satu sel schwann untuk setiap segmen
serabut saraf. Mula-mula serabut saraf atau akson membentuk lekukan ditepi sebuah sel
schwann. Lalu membran eksternal sel schwann membentuk mesoakson yang menggantung
akson didalam sel schwann saat akson menyatu dengan sel schwann. Selanjutnya sel schwann

berotasi mengelilingi akson sehingga membran plasma membungkus akson berbentuk seperti
spiral. Arah spiral sesuai dengan arah jarum jam pada beberapa segemen, dan berlawanan
arah dengan jarum jam pada segmen lain. Awalnya selubung ini longgar, namun sitoplasma
antar lapisan membran menghilang secara bertahap. Yang tertinggal hanya sitoplasma yang
ada didekat permukaan dan daerah nukleus. Selubung menjadi ketat dengan maturasi serabut
saraf. Ketebalan mielin bergantung pada jumlah spiral membran sel schwann. Selubung sel
schwann dan mielin yang dikandungnya, diselingi setiap 1-2 mm oleh konstruksi berbentuk
cincin yang disebut nodus Ranvier. Pada nodus ranvier, dua sel schwann yang berdekatan
berakhir pada selubung mielin menjadi lebih tipis. Nodus ini memainkan peran penting dalam
perkembangan efek rangsangan dari reseptor ke medula spinalis atau sebaliknya, dengan
mengadakan konduksi cepat impuls melalui konduksi saltatori dari potensi aksi. Makin tebal
selubung mielin makin cepat konduksi serat saraf (Snell, 2006).
Sel-sel schwann dilapisi oleh selapis jaringan ikat, yaitu endoneurium. Jaringan ikat
yang melapisis beberapa berkas serat saraf disebut perineurium dan jaringan ikat yang
membungkus saraf lebih besar disebut epineurium. Lapiasan jaringan ikat ini melindungi
saraf dari cedera mekanis dan kontak langsung dengan bahan yang merusak saraf. Jaringan
ikat membawa pembuluh darah yang memberi makan serat saraf (Duus, 1996).

Gambar 2.1 Struktur Neuron (Gambar skematik) (Snell, 2006)

Gambar 2.2. Potongan Melintang Susunan Saraf (Duus, 2005)


Jenis-jenis neuron diklasifikasikan berdasarkan morfologi neuron yang ditentukan
oleh jumlah, panjang, dan bentuk percabangan neuritnya antara lain neuron unipolar, neuron
bipolar dan neuron multipolar. Pada SST neuron sensorik berbentuk unipolar dan neuron
motorik berbentuk multipolar (Sukardi,1985). Neuron unipolar adalah neuron yang badan
selnya memiliki satu neurit yang bercabang menjadi dua tidak jauh dari badan sel, satu
menuju ke struktur perifer dan yang lain masuk ke susunan saraf pusat. Cabang-cabang neurit
tunggal ini mempunyai karakteristik struktur dan fungsi sebuah akson. Pada tipe neuron ini,
cabang-cabang terminal halus yang ditemukan diujung perifer akson pada reseptor sering
disebut sebagai dendrit. Contoh bentuk neuron ini ditemukan di ganglion radiks posterior.
Neuron bipolar mempunyai badan sel yang memanjang dari masing-masing ujungnya keluar
satu neurit. Contoh neuron tipe ini ditemukan pada sel-sel bipolar retina dan sel-sel di ganglia
vestibularis dan cochlearis sensorik. Neuron multipolar memiliki banyak neurit yang timbul
dari badan sel. Semua neurit merupakan dendrit, kecuali akson yang merupakan sebuah
prosesus yang panjang. Sebagian besar neuron diotak dan medula spinalis merupakan neuron
multipolar (Snell, 2006).
Neuron dapat juga diklasifikasan menurut ukurannya yaitu neuron golgi tipe 1
memiliki sebuah akson panjang yang berukuran 1 meter atau lebih pada kasus yang luar
biasa. Akson-akson pada neuron ini membentuk traktus yang panjang pada otak dan medula
spinalis serta serabut saraf perifer. Sel-sel piramid di korteks serebri, sel-sel purkinje di
korteks serebeli, serta sel-sel motorik medula spinalis merupakan contoh neuron golgi tipe
ini. Neuro golgi tipe II mempunyai sebuah akson pendek yang berakhir pada badan sel yang

ada di dekatnya atau sama sekali tidak ada. Neuron tipe ini jauh lebih banyak dari pada
neuron golgi tipe I. Dendrit-dendrit pendek yang berasal dari neuron ini memberikan bentuk
yang seperti bintang. Neuron golgi tipe II ini terdapat sangat banyak di korteks serebri dan
serebeli dan sering berfungsi sebagai inhibitor (Snell, 2006).

Gambar 2.3 Klasifikasi neuron menurut jumlah, panjang, dan bentuk percabangan neurit
(Snell, 2006)

Gambar 2.4. Gambar Skematis Jenis Neuron Pada Sistem Saraf Perifer (Snell, 2006)

2.2. Komponen Sistem Saraf Tepi


Susunan saraf tepi terdiri dari: nervus kranialis, dan nervus spinalis (nervi segmentales)
,kedua komponen susunan tersebut diatas juga dikenal sebagai susunan saraf cerebrospinal
atau craniospinal, serta susunan saraf visceral, yang terdiri dari : susunan saraf visceral
aferen dan susunan saraf visceral eferen yang juga dikenal sebagai susunan saraf otonom atau
susunan saraf vegetatif (E. Sukardi,1985).
Sistem saraf tepi terdiri dari susunan saraf motorik dan susunan saraf sensorik. Sistem
saraf ini

dimulai dari neuron motorik dan neuron sensorik menuju ke neuromuscular

junction dan otot (Snell, 2006).


2.2.1. Nervus Kranialis
Ada 12 pasang nervus kranialis yang meninggalkan otak dan berjalan melalui foramina pada
tengkorak. Beberapa nervus kranialis tersusun dari serabut-serabut aferen yang membawa
impuls ke otak (N. Olfaktorius, N. Optikus, N. Vestibulokoklearis). Beberapa terdiri dari
serabut-serabut eferen (N. Okulomotorius, N. Trochlearis, N. Abduscen, N. Accesorius, N.
Hipoglosus), dan sisanya tersusun dari serabut aferen dan eferen (N. Trigeminus, N. Facialis,.
Glossofarin geus, N. Vagus). ( Duus, 2006)
2.2.2. Nervus Spinalis
Terdapat 31 pasang nervus spinalis yang meninggalkan medula spinalis dan berjalan melalui
foramina

intervertebralis

di

kolumna

vertebralis.

Masing-masing

nervus

spinalis

berhubungan dengan medula spinalis melalui 2 radiks: radiks anterior dan radiks posterior.
Radiks anterior terdiri dari berkas-berkas serabut saraf yang membawa impuls saraf menjauhi
susunan saraf pusat; serabut-serabut saraf ini disebut serabut eferen. Radiks posterior terdiri
dari berkas-berkas serabut saraf yang membawa impuls saraf menuju susunan saraf pusat;
serabut-serabut saraf ini disebut serabut aferen. Oleh karena berfungsi meneruskan informasi
ke susunan saraf pusat, serabut-serabut ini disebut serabut-serabut sensorik. Badan sel serabut
saraf ini terletak di dalam pembesaran radiks posterior yang disebut ganglion radiks posterior.
Radiks Anterior bergabung dengan radiks posterior tepat di bagian distal ganglion spinalis
dan keduanya membentuk saraf perifer spinalis. Jadi setiap segmen tubuh mempunyai
pasangan saraf spinalisnya masing-masing (Snell, 2007).
Penomeran nervus spinalis berdasarkan korpus vertebrae. Meskipun terdapat tujuh
vertebrae servikalis, ada delapan pasang nervus spinalis, karena nervus spinalis teratas keluar
(atau masuk) ke kanalis spinalis tepat diatas vertebrae cervikalis 1. Dengan demikian nervus
servikalis pertama (C1), keluar dari kanalis spinalis antara os oksipitalis dan vertebra
servikalis 1 (atlas), dan C8 keluar diantara vertebra servikalis VII (terbawah) dan vertebra

torakalis I. Pada tingkat torakal, lumbal dan sakral, masing-masing saraf spinalis keluar (atau
masuk) ke kanalis spinalis di bawah nomer vertebra yang sesuai. Dengan demikian, pada
bagian ini jumlah pasangan saraf spinalis sesuai dengan jumlah vertebranya.(12 torakal, 5
lumbal, dan 5 sakral). Akhirnya terdapat sepasang nervus koksigeus (atau kadang-kadang
lebih dari sepasang) (Duus,2005).

Gambar 2.5 Nervus cranialis : distribusi serat saraf sensorik dan motorik (Netter, 2006)

Gambar 2.6 Pembentukan nervus spinalis (Snell, 2006),

Gambar 2.7 Penomeran segmen radiks saraf dan segmen keluarnya n. Spinalis dari kanalis
spinalis (Duus,2005)
.

2.3. Reseptor Sensorik


Reseptor adalah organ sensorik khusus yang merekam perubahan fisik dan kimiawi di
lingkungan eksternal dan internal organisme dan mengubahnya (transduksi) menjadi impuls
elektrik yang akan di proses oleh sistem saraf. Organ tersebut ditemukan di ujung perifer
serabut saraf aferen. Beberapa reseptor memberikan informasi kepada tubuh mengenai
perubahan di lingkungan eksternal sekitar (eksteroreseptor) atau lingkungan eksternal yang
jauh (telereseptor, seperti telinga dan mata). Eksteroseptor ini dapat dibagi lagi dalam tiga
macam yaitu: tangoseptor, termoseptor, nosiseptor. Propioreseptor, seperti labirin telinga
dalam, menghantarkan informasi mengenai posisi dan pergerakan kepala pada suatu ruang,
regangan otot dan tendon, posisi sendi, kekuatan yang diperlukan untuk melakukan gerakan
tertentu, dan sebagainya.Propioseptor ini dapat dibagi lagi dalam tiga macam yaitu: kerucut
otot (muscle spindle), alat dari Golgi, alat dari Pacini. Akhirnya, proses di dalam tubuh
dilaporkan oleh enteroreseptor, yang disebut juga viseroreseptor (antara lain osmoreseptor,
kemoreseptor, dan baroreseptor). Masing-masing jenis reseptor berespon terhadap stimulus
yang sesuai dan spesifik, bila intensitasnya berada diatas ambang batas. Organ reseptor
banyak terdapat di kulit tetapi juga ditemukan di daerah tubuh yang lebih dalam dan di visera
(Duus, 2005; Ngoerah, 1991).
Sebagian besar reseptor di kulit adalah eksteroreseptor. Reseptor ini terbagi menjadi
dua kelas: (1) ujung saraf bebas dan (2) ujung organ berkapsul. Ujung saraf bebas ditemukan
di celah antara sel epidermal, dan kadang juga ditemukan pada sel yang lebih spesial yang
berasal dari sel saraf, seperti diskus taktil Merkel. Namun, ujung saraf bebas tidak hanya
terdapat di kulit, tetapi hampir di seluruh organ tubuh, untuk menghantarkan informasi
nosiseptif dan suhu yang berkaitan dengan cedera selular. Diskus Merkel terutama terletak di
bantalan jari dan berespon terhadap raba dan tekanan ringan (Duus, 2005).
Ujung organ berkapsul yang berdiferensiasi kemungkinan sangat berperan pada
mediasi modalitas sensorik epikritik seperti raba halus, diskriminasi, getar, tekanan dan
sebagainya. Ujung saraf peritrikial disekitar folikel rambut ditemukan di seluruh area kulit
yang berambut dan diaktivasi oleh pergerakan rambut. Sebaliknya, korpuskel taktil Meissner
hanya ditemukan pada kulit yang tidak berambut, terutama pada telapak tangan dan kaki,
juga pada bibir, ujung lidah, dan genital, dan memberikan respon terbaik terhadap raba dan
tekanan ringan. Korpuskel Vater-Pacini berlapis (korpuskel Pacini) ditemukan pada lapisan
kulit yang lebih dalam, terutama di daerah antara kutis dan subkutis, serta memediasi sensasi
tekanan. Ujung bulbus Krause sebelumnya dianggap sebagai reseptor dingin, sedangkan

10

korpuskel Ruffini dianggap sebagai reseptor hangat, tetapi saat ini fungsi keduanya masih
diragukan (Duus, 2005).
Reseptor sensoris khusus seperti korpuskulus Meissner, ujung saraf bebas yang
melebar, korpuskulus Pacini dan ujung Ruffini mengirimkan impuls di dalam serabut saraf
tipe A jenis beta yang mempunyai kecepatan hantaran sebesar 30 sampai 70 meter perdetik
(Guyton, 2006).
Kelompok organ reseptor yang kedua terletak di dalam kulit, di otot, tendon, fasia,
dan sendi. Di otot, misalnya, dapat ditemukan spindel otot, yang berespons terhadap regangan
muskulatur. Setiap spindel otot biasanya mengandung 3-10 serabut otot berstriata yang halus,
yang disebut serabut otot intrafusal, kebalikan dari serabut ekstrafusal dari otot itu sendiri.
Jenis reseptor lain ditemukan di daerah transisi antara otot dan tendon, fasia dan atau kapsul
sendi (Duus, 2005).

Gambar 2.8 Beberapa tipe ujung saraf somatosensorik (Guyton, 2006)


Serabut saraf dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan diameternya, kecepatan
hantarannya dan ciri-ciri fisiologisnya.

Serabut tipe A adalah serabut yang besar dan

bermielin dengan hantaran yang cepat dan menghantarkan berbagai impuls motorik atau
sensorik. Serabut ini paling peka terhadap gangguan akibat tekanan makanik atau kekurangan
oksigen. Serabut tipe B lebih kecil dari pada serabut tipe A dan bermielin, serabut ini
memiliki hantaran lambat dan berfungsi otonom. Serabut tipe C adalah serabut yang paling
kecil dan tidak bermielin, serabut ini menghantarkan impuls paling lambat dan
menghantarkan rasa nyeri.

11

Tabel 2.1. Klasifikasi serabut saraf berdasarkan kecepatan hantaran dan ukuran (Snell, 2006)
Tipe serabut

Serabut tipe
A Alfa
Beta
Gamma
Delta

Serabut tipe
B
Serabut tipe
C

Kec.
hantar
(m/dt)

Diameter
(/m)

70-120
40-70
10-15
6-30

12-20
5-12
3-6
2-5

3-15

<3

0,5-2

0,4-1,2

Fungsi

Mielin

Kepekaan
terhadap
anestesi lokal

Motorik, otot rangka


Sensoris, raba, tekan,
getar
Muscle spindle
Nyeri (tajam,lokal),
suhu, raba
Otonom praganglion

Ya
Ya
Ya
Ya

Paling kecil

Nyeri (difus,dalam),
suhu, Otonom
postganglion

Tidak

Ya
Paling besar

2.4. Susunan Saraf Tepi Sensorik


Susunan saraf tepi sensorik adalah susunan saraf di sepanjang jalur sensoris antara reseptor di
kulit sampai dengan ganglion spinalis. Semua impuls yang berasal dari reseptor di kulit, otot,
sendi dan organ dalam dikirim ke pusat melalui saraf perifer, pleksus, saraf spinal, radiks
posterior dan kemudian membentuk ganglion spinalis yang berada di foramen intervertebralis
selanjutnya menuju ke dalam medula spinalis untuk diteruskan ke otak. Ketika saraf
mencapai ganglion spinalis, serat terbagi menjadi kelompok menurut fungsinya. Hanya
beberapa dari impuls yang datang dari otot, sendi, fasia dan jaringan lain mencapai tingkat
kesadaran, kebanyakan melayani kontrol otomatis aktivitas motorik yang diperlukan untuk
berjalan dan berdiri (Duus, 1996).
Pada orang dewasa, medula spinalis lebih pendek daripada kolumna vertebralis.
Medula spinalis berakhir kira-kira pada tingkat diskus intervertebralis antara vertebra lumbal
pertama dan kedua. Sebelum usia tiga bulan, segmen medula spinalis, ditunjukan oleh
radiksnya, langsung menghadap ke vertebra yang bersangkutan. Sesudah itu, kolumna
tumbuh lebih cepat daripada medula. Radiks tetap melekat pada foramina intervertebralis
asalnya dan menjadi bertambah panjang ke arah akhir medulla (konus terminalis), akhirnya
terletak pada tingkat vertebra lumbalis kedua. Dibawah tingkat ini, spasium subaraknoid yang
seperti kantong, hanya mengandung radiks posterior dan anterior yang membentuk kauda
equina. Ketidaksesuaian antara lokasi segmen medula spinalis dan vertebra yang

12

bersangkutan, yang bertambah pada waktu mendekati konus terminalis, harus diperhitungkan,
dalam usaha mengetahui lokasi tingkat poses penyakit spinalis.
Ke arah perifer, serat aferen yang berasal dari satu radiks dorsalis bergabung dan
melayani daerah segmen tertentu dari kulit disebut dermatom. Jumlah dermatom sebanyak
radiks segmental. Karena dermatom berhubungan dengan berbagai segmen radiks medula
spinalis maka mempunyai nilai diagnostik yang besar dalam menentukan tingkat ketinggian
dari kerusakan medula spinalis. Serat yang membentuk saraf perifer berasal dari berbagai
radiks. Jika saraf mengalami kerusakan, serat yang mempersarafi satu bagian dari dermatom,
tidak dapat bergabung dengan saraf yang mensuplai bagian lain dari dermatom, karena seratserat tersebut berjalan dalam serat perifer yang berbeda. Akibatnya, hilangnya sensorik yang
disebabkan oleh kerusakan saraf perifer, memeperlihatkan pola yang sangat berbeda dengan
yang disebabkan oleh kerusakan radiks spinalis. Tumpang tindih daerah sensorik radikular.
Keadaan ini sangat mempermudah deteksi adanya gangguan sensorik. Pada daerah
dermatomik, regio untuk sensasi raba, tumpang tindihnya lebih besar dari pada untuk sensasi
nyeri. Oleh karena itu, kerusakan hanya satu atau dua radiks, akan menyebabkan penurunan
sensitivitas raba yang sukar dikenal, sedangkan penurunan sensitivitas nyeri dan suhu, lebih
mudah ditemukan. Jika saraf perifer yang rusak, daerah hipestesia umumnya lebih besar dari
pada daerah hipalgesia. Oleh karena itu hipestesia lebih mudah dikenal. (Duus, 1996).
Yang mungkin sulit adalah membedakan gangguan sensorik yang disebabkan oleh lesi
radikuler Cervical (C)8 dari gangguan sensorik yang disebabkan oleh kerusakan saraf ulnaris
dan gangguan sensorik lesi radikuler Lumbal (L) 5 Sakral (S) 1 dengan gangguan sensorik
yang disebabkan oleh kerusakan saraf peroneus karena daerah yang terlibat hampir sama.
Setiap saraf sensorik perifer memiliki daerah yang pasti untuk inervasinya sehingga
memungkinkan untuk mengidentifikasi kerusakan saraf melalui pemeriksaan yang cermat
(Duus, 1996).
Myotome didefinisikan sebagai distribusi otot dari saraf tulang belakang tunggal
(Radiks ventralis), dan analog dengan dermatom kulit. Pengetahuan tentang miotom dari
setiap saraf spinalis, dan dari segmen yang menunjukkan otot pada khususnya,
memungkinkan menentukan lokasi klinis dan elektromiografi dari lesi radikuler yang
menyebabkan disfungsi motorik. (Rohkmm, 2004)

13

Gambar 2.9 Inervasi segmental kulit (Duus, 2005)

Gambar 2.10 Dermatom dan Myotome (Rohkmm, 2004)

14

2.5. Sirkuit Regulasi Perifer

Serabut aferen yang berdiameter besar yang berasal dari spindel otot membentuk banyak
cabang terminal segera setelah masuk ke medula spinalis. Beberapa cabang ini membentuk
kontak sinaptik langsung dengan neuron di substansia grisea kornu anterior. Neuron-neuron
tersebut kemudian menjadi awal serabut eferen motorik, dan dengan demikian disebut sel
motorik kornu anterior. Neurit eferen keluar dari medula spinalis melalui radiks anterior dan
kemudian berjalan di sepanjang saraf perifer ke otot otot rangka (Duus, 2005).
2.5.1. Refleks Monosinaptik dan Polisinaptik

Lengkung saraf terbentuk dari otot rangka ke medula spinalis dan kembali lagi, tersusun dari
dua neuron: neuron sensorik aferen dan neuron motorik aferen. Lengkung ini membentuk
lengkung refleks monosinaptik sederhana. Karena lengkung dimulai dan berakhir di otot yang
sama, refleks yang berkaitan disebut refleks otot intrinsik (propioseptif). Refleks
monosinaptik ini juga memiliki komponen polisinaptik. Refleks tidak hanya bermanifestasi
berupa kontraksi otot yang bersangkutan, tetapi juga berupa relaksasi otot-otot antagonisnya.
Inhibisi sel-sel otot yang menimbulkan relaksasi otot tersebut merupakan proses polisinaptik
yang timbul melalui interneuron di substansia grisea medula spinalis (Duus, 2005).
Lengkung refleks lain yang penting adalah refleks fleksor polisinaptik, suatu refleks
protektif dan hindar (flight) yang dimediasi oleh banyak interneuron dan oleh sebab itu
disebut polisinaptik. Potensial aksi yang muncul di reseptor kulit (nosisseptor) untuk refleks
ini berjalan melewati serabut aferen ke substansia gelatinosa medula spinalis, kemudian
dihantarkan melalui sinaps ke dalam berbagai jenis sel yang dimiliki oleh aparatus neurona
intrinsik medula spinalis (interneuron, neuron asosiasi, dan neuron komissura). Beberapa sel
tersebut terutama neuron asosiasi, memproyeksikan prosesusnya ke berbagai level spinal,
keatas maupun kebawah, yang disebut fasikulus propius. Setelah melewati beberapa sinaps,
impuls eksitatorik akhirnya mencapai neuron motorik dan berjalan di sepanjang akson eferen
ke radiks nervus spinalis, saraf perifer, dan otot, menimbulkan kontraksi otot untuk respon
menghindar. (Duus, 2005).

15

Gambar 2.11 Refleks monosinaptik dengan inhibisi polisinaptik (Duus, 2005)

Gambar 2.12 Refleks fleksor dengan hubungan polisinaptik (Duus, 2005)

16

2.5.2. Regulasi Panjang Dan Tegangan Otot


Masing-masing otot memiliki dua sistem umpan balik: (Duus, 2005)
1. Sistem kontrol untuk panjang, yaitu serabut kantong inti spindel otot berfungsi
sebagai reseptor panjang.
2. Sistem kontrol untuk tegangan, yaitu organ tendon Golgi dan serabut rantai inti

spindel otot berfungsi sebagai reseptor tegangan.


Spindel otot adalah reseptor untuk regangan (panjang) dan tegangan yang dideteksi oleh dua
jenis serabut intrafusal yang berbeda yang disebut serabut kantong inti (nuclear bag fiber)
dan serabut rantai inti (nuclear chain fiber). Spindel otot umumnya terdiri dari dua serabut
kantong inti dan empat atau lima serabut rantai inti.

Gambar 2.13 Sirkuit regulasi untuk panjang otot (Duus, 2005)

Gambar 2.14 Sirkuit regulasi untuk tegangan otot (Duus, 2005)

2.6

Susunan Saraf Tepi Motorik

Susunan saraf tepi motorik dimulai dari motor neuron di kornu anterior medula spinalis.
Neuron-neuron yang menyalurkan impuls motorik dari medula spinalis ke sel otot skeletal
dinamakan Lower Motor Neuron (LMN). LMN dengan aksonnya dinamakan final common

17

pathway impuls motorik. LMN dibedakan menjadi alfa motor neuron (berukuran besar,
aksonnya yang tebal dan mensarafi serabut otot ekstrafusal) dan gamma motor neuron
(berukuran kecil, aksonnya halus dan mensarafi otot intrafusal). Tiap motor neuron
menjulurkan hanya satu akson yang ujungnya bercabang-cabang sehingga setiap akson dapat
berhubungan dengan sejumlah serabut otot. Penghambatan gerakan dilaksanakan oleh sel
interneuron (sel Renshaw). Akson menghubungi sel serabut otot melalui sinaps. Otot-otot
individual dipersarafi oleh beberapa radiks spinalis ventralis (persarafan plurisegmental).
Akibatnya jika satu radiks dipotong, tidak terjadi kehilangan fungsi yang nyata. Paralisis pola
radikular hanya tampak bila beberapa radiks yang berdekatan rusak. Setiap radiks motorik
mempunyai otot indikatornya sendiri sehingga memungkinkan untuk mendiagnosis
kerusakan radiks dengan elektromiogram terutama di daerah servikal atau lumbal (Duus,
1996).
Radiks ventralis dan dorsalis bergabung di foramen intervertebralis menjadi satu
berkas saraf spinal dan dinamakan sesuai foramen intervertebralis yang dilewati. Pada
pangkal ekstrimitas, ramus anterior nervus spinalis membentuk pleksus yang rumit. Cabangcabang ventral dari saraf spinalis mempersarafi anggota badan bergabung bersama untuk
membentuk pleksus servikalis (C1- C4), pleksus brakialis (C5-T1), pleksus lumbal (T12-L4),
dan pleksus sakralis (L4-S4). Pleksus brakialis membentuk 3 berkas yaitu tubuh bagian atas
(berasal dari akar C5 dan C6), tubuh bagian tengah (C7), dan tubuh bagian bawah (C8, T1).
Bagian tubuh ini dibagi menjadi bagian-bagian, yang bergabung kembali untuk mempersarafi
bagian lateral (C5-C7), posterior (C5-C8), dan medial (C8 dan T1). Gambaran cabang
pleksus brakialis ke saraf dari ekstremitas atas dapat dilihat pada gambar. Persarafan bagian
anterior ekstremitas bawah berasal dari pleksus lumbalis, yang terletak di belakang dan di
dalam otot psoas mayor; bagian posterior ekstremitas bawah mendapat persarafan dari
pleksus sakral. Saraf coccygeal (yang saraf tulang belakang terakhir yang muncul dari hiatus
sakral) bergabung dengan saraf S3-S5 untuk membentuk pleksus coccygeus, yang
menginervasi coccygeus tersebut dan kulit di atas tulang ekor dan anus (Rohkmm, 2004).
Pleksus servikalis dan pleksus brakialis terdapat pada pangkal ektremitas atas
sedangkan pleksus lumbalis dan pleksus sakralis terdapat pada pangkal ektremitas bawah
sehingga serabut saraf yang berasal dari berbagai segmen medula spinalis disusun dan
didistribusikan secara efisien di dalam trunkus saraf yang berbeda menuju berbagai bagian
ekstremitas atas dan bawah (Mardjono, 2006).
Pleksus brakhialis membentuk tiga berkas yaitu fasikulus lateralis, posterior dan
medialis sesuai dengan topografinya terhadap arteri aksilaris. Fasikulus posterior merupakan

18

induk nervus radialis, fasikulus medialis menjadi pangkal nervus ulnaris, sedangkan nervus
medianus disusun oleh serabut dari fasikulus lateralis dan medialis. Sindrom Horner
berkorelasi dengan lesi di pleksus brakhialis karena sindrom Horner dihasilkan oleh
terputusnya hubungan ortosimpatetik dari ganglion servikal superior yang terletak di daerah
pleksus brakhialis. Enam saraf perifer penting keluar dari pleksus brakhialis yaitu n.torakalis
longus, n.aksilaris, n.radialis, n.muskulokutaneus, n.medianus dan n.ulnaris. Pada sindrom
pleksus brakhialis akibat proses difus terdapat gejala motorik dan sensorik terutama di area
C5 dan C6 (Mardjono, 2006).

Gambar 2.15 Pleksus Servikalis (Rohkman, 2004)

19

Gambar 2.16 Pleksus Brakialis (Rohkman, 2004)


Penataan pleksus lumbosakralis lebih sederhana dari pada pleksus brakhialis. Pleksus
lumbosakralis terdiri dari pleksus lumbalis dan pleksus sakralis. Pleksus lumbalis disusun
oleh cabang anterior saraf spinal L1, 2, 3 dan sebagian L4. Saraf perifer yang berinduk pada
pleksus lumbalis adalah n.kutaneus femoralis lateralis, n.femoralis, n.genito femoralis dan
n.obturatorius.
Pleksus sakralis disusun oleh cabang anterior saraf spinal L4-S3. Saraf perifer kulit
yang berasal dari pleksus sakralis adalah n.gluteus superior dan inferior, n.kutaneus femoralis
posterior dan n.iskiadikus. Saraf perifer kulit yang mengurus kulit daerah inguinal ialah
n.ilioinguinalis sedangkan daerah kulit tungkai atas lainnya disarafi n.kutaneus femoralis
lateralis dan n.kutaneus femoralis anterior. Persarafan kulit tungkai bawah, bagian medial
diurus cabang pleksus lumbalis dan bagian lateral posterior diurus oleh cabang pleksus
sakralis. Seluruh kulit kaki kecuali yang menutupi maleolus medialis, diurus cabang pleksus
sakralis. N.iskiadikus merupakan kelanjutan pleksus sakralis, pada fosa poplitea n.iskiadikus
bercabang dua yaitu n.tibialis dan n.peroneus komunis. Cabang kulit n.tibialis adalah
n.kutaneus suralis medialis, n.plantaris dan n.plantaris medialis. Cabang kutan n.peroneus
komunis ialah n.kutaneus suralis lateralis, n.peroneus profundus dan superfisialis, n.kutaneus
dorsalis pedis intermedius dan n.kutaneus dorsalis pedis medialis (Netter, 2002).

20

Gambar 2.17 Pleksus Lumbalis (Rohkmann, 2004)

Gambar 2.18 Pleksus Sakralis (Rohkman, 2004)

21

BAB III
PENUTUP
Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan
saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan dan
mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang
penting ini juga mengatur kebanyakan aktivitas sistem tubuh lainnya. Sistem saraf tepi (SST)
merupakan sistem saraf diluar sistem saraf pusat yang membawa pesan dari dan menuju
sistem saraf pusat untuk menjalankan otot dan organ tubuh.
Sistem saraf tepi terbagi menjadi sistem saraf somatik dan sistem saraf otonomik.
Saraf-saraf tersebut mengandung serabut saraf aferen dan eferen. Pada umumnya serabut
eferen terlibat dalam fungsi motorik seperti kontraksi otot dan sekresi kelenjar sedangkan
serabut aferen biasanya menghantarkan rangsang sensorik dari kulit, selaput lendir dan
struktur yang lebih dalam. Stimulasi diterima oleh reseptor sistem saraf perifer yang
selanjutnya akan dihantarkan oleh sistem saraf sensoris dalam bentuk impuls listrik ke sistem
saraf pusat. Susunan saraf tepi terdiri dari: nervus kranialis, dan nervus spinalis (nervi
segmentales), kedua komponen susunan tersebut diatas juga dikenal sebagai susunan saraf
cerebrospinal atau craniospinal, serta susunan saraf visceral, yang terdiri dari : susunan saraf
visceral aferen dan susunan saraf visceral eferen yang juga dikenal sebagai susunan saraf
otonom atau susunan saraf vegetatif.
Pada sistem saraf pusat impuls diolah dan diinterpretasikan, kemudian jawaban atau
respon diteruskan kembali melalui sistem saraf tepi menuju efektor yang berfungsi sebagai
pencetus jawaban akhir. Sistem saraf membawa jawaban atau respon sistem saraf motorik.
Jawaban yang terjadi dapat berupa jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan (volunter) dan
jawaban yang tidak dipengaruhi oleh kemauan (involunter). Jawaban volunter melibatkan
sistem saraf somatik sedangkan jawaban involunter melibatkan sistem saraf otonom. Efektor
dari sistem saraf somatik adalah otot rangka sedangkan untuk sistem saraf otonom,
efektornya adalah otot polos, otot jantung dan kelenjar sebasea.

22

DAFTAR PUSTAKA
Duus, Peter. 1996. Sistem sensorik dan sistem motorik. In : Diagnosis Topik,
Neurologi, Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. 2nd ed. Jakarta : EGC; hal. 1-73.
Duus, Peter. 2005. Diagnosis Topik, Neurologi, Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. 4th
ed. Jakarta : EGC; Hal.16-60.
Ganong, W.F. 2003. Fisiologi saraf dan sel otot. In : Fisiologi Kedokteran. Jakarta :
EGC; Hal. 49-115.
Groot,J. 1997. Pemberian sinyal dalam susunan saraf. In : Neuroanatomi korelatif.
Jakarta : EGC; hal. 19-28.
Guyton, Arthur C. 1996. MD: Human Physiology and Mechanism of Disease. Jakarta :
EGC; p.120-125.
Kahle, W. 2000. Atlas Berwarna dan Teks Anatomi Manusia Sistem Saraf dan Alat-Alat
Sensoris. 1st ed. Jakarta : Hipokrates; p. 16-40.
Mardjono, Sidharta. 2006. Neurologi Klinis Dasar : Susunan Neuromuskular dan
Patofisiologi Susunan Neuromuskular. Jakarta: Dian Rakyat. hal 1-59.
Netter F. 2002. Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology. Selection from the Netter
collection of medical illustration. Texas: Icon Custom Communications. p.65
Ngoerah IGNG. 1991. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf:

Sistem neuromuskulus.

Surabaya : Airlangga university press; hal. 1-28.


Rohkmm, Reinhard. 2004. Color Atlas Of Neurology. Peripheral Nervous System.
German : Georg Thieetie Verlag. p.32-39.
Sukardi E. 1985. Neuroanatomica Medika: Dasar-dasarNeurofisiologi dan Anatomi
Sinapsis. Jakarta: UI-press; hal. 15-35.
Snell RS. 2006. Neuroanatomi Klinik: SerabutSaraf, Saraf Tepi,Ujung Reseptor dan
Efektor, Dermatom serta Aktivitas Otot. Jakarta: EGC; hal. 35-149.

Anda mungkin juga menyukai