BAB I
PENDAHULUAN
Sistem saraf terdiri dari neuron dan neurolgia yang tersusun membentuk sistem saraf pusat
(SSP) dan sistem saraf tepi (SST). Susunan saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis
sedangkan sistem saraf tepi merupakan sistem saraf diluar sistem saraf pusat yang membawa
pesan dari dan menuju sistem saraf pusat untuk menjalankan otot dan organ tubuh. Tidak
seperti sistem saraf pusat, sistem saraf tepi tidak dilindungi oleh tulang, sehingga rentan
terhadap trauma (Snell, 2006).
Sistem saraf tepi terbagi menjadi sistem saraf somatik dan sistem saraf otonomik.
Saraf-saraf tersebut mengandung serabut saraf aferen dan eferen. Pada umumnya serabut
eferen terlibat dalam fungsi motorik, seperti kontraksi otot atau sekresi kelenjar sedangkan
serabut saraf aferen biasanya menghantarkan rangsangan sensoris dari kulit, selaput lendir
dan struktur yang lebih dalam (Groot, 1997).
Stimulasi diterima oleh reseptor sistem saraf tepi yang selanjutnya akan dihantarkan
oleh sistem saraf sensoris dalam bentuk impuls listrik ke sistem saraf pusat. Pada sistem saraf
pusat impuls diolah dan diinterpretasikan untuk kemudian jawaban atau respon diteruskan
kembali oleh sistem saraf tepi menuju efektor yang berfungsi sebagai pencetus jawaban akhir.
Sistem saraf yang membawa jawaban atau respon adalah sistem saraf motorik. Jawaban yang
terjadi dapat berupa jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan (volunter) dan jawaban yang
tidak dipengaruhi oleh kemauan (involunter). Jawaban volunter melibatkan sistem saraf
somatik sedangkan yang involunter melibatkan sistem saraf otonom, efektornya adalah otot
polos, otot jantung dan kelenjar sebasea (Ganong, 2003).
BAB II
NEUROANATOMI SISTEM SARAF TEPI
2.1
Neuron merupakan unit fungsional dasar susunan saraf. Neuron terdiri dari badan sel saraf
dan prosesus-prosesusnya. Badan sel saraf merupakan pusat metabolisme dari suatu neuron.
Badan sel mengandung nukleus dan sitoplasma. Nukleus terletak di sentral, berbentuk bulat
dan besar. Di dalam sitoplasma terdapat retikulum endoplasma serta mengandung organel
seperti substansia Nissl, apparatus Golgi, mitokondria, mikrofilamen, mikrotubulus, dan
lisosom. Membran plasma dan selubung sel membentuk membran semipermeabel yang
memungkinkan terjadinya proses difusi ion-ion tertentu melalui membran ini
dan
menghambat ion lainnya. Processus sel neuron terbagi menjadi dendrit-dendrit dan sebuah
sel akson. Neuron mempunyai banyak dendrit yang menghantarkan impuls saraf ke arah
badan sel saraf. Akson merupakan processus badan sel yang paling panjang dan
menghantarkan impuls dari segmen awal ke terminal sinaps. Segmen awal badan sel
merupakan elevasi badan sel berbentuk krucut yang tidak mengandung granula Nissl dan
disebut akson hillock (Snell,2006).
Neuron memiliki kemampuan metabolisme yang sangat tinggi, tetapi tidak dapat
menyimpan zat-zat makan dan oksigen. Oleh karena itu neuron perlu didukung oleh
neuroglia yang menyuplai zat makanan dan oksigen untuk kelangsungan hidupnya. Sel
pendukung sangat penting antara lain adalah sel satelit dan sel schwann. Sel Schwann pada
SST bersifat seperti oligodendroglia pada SSP. Sebagian besar akson pada susunan saraf tepi
dilapisi myelin dan membentuk segmen-segmen seperti di SSP. Tiap sel schwann hanya
melapisi satu segmen, berbeda dengan oligodendroglia yang mengembangkan beberapa
tangan ke tiap segmen. Sel Schwann juga berbeda dari oligodendria dalam pembentukan
sel baru . Bila terjadi kerusakan pada saraf tepi, sel Schwann membentuk serangkaian
silinder yang berperan sebagai penunjuk arah pertumbuhan akson (Kahle,2000).
Mielin adalah campuran dari lipid dan protein. Pada susunan saraf tepi, selubung
mielin diproduksi oleh sel schwann dan hanya terdapat satu sel schwann untuk setiap segmen
serabut saraf. Mula-mula serabut saraf atau akson membentuk lekukan ditepi sebuah sel
schwann. Lalu membran eksternal sel schwann membentuk mesoakson yang menggantung
akson didalam sel schwann saat akson menyatu dengan sel schwann. Selanjutnya sel schwann
berotasi mengelilingi akson sehingga membran plasma membungkus akson berbentuk seperti
spiral. Arah spiral sesuai dengan arah jarum jam pada beberapa segemen, dan berlawanan
arah dengan jarum jam pada segmen lain. Awalnya selubung ini longgar, namun sitoplasma
antar lapisan membran menghilang secara bertahap. Yang tertinggal hanya sitoplasma yang
ada didekat permukaan dan daerah nukleus. Selubung menjadi ketat dengan maturasi serabut
saraf. Ketebalan mielin bergantung pada jumlah spiral membran sel schwann. Selubung sel
schwann dan mielin yang dikandungnya, diselingi setiap 1-2 mm oleh konstruksi berbentuk
cincin yang disebut nodus Ranvier. Pada nodus ranvier, dua sel schwann yang berdekatan
berakhir pada selubung mielin menjadi lebih tipis. Nodus ini memainkan peran penting dalam
perkembangan efek rangsangan dari reseptor ke medula spinalis atau sebaliknya, dengan
mengadakan konduksi cepat impuls melalui konduksi saltatori dari potensi aksi. Makin tebal
selubung mielin makin cepat konduksi serat saraf (Snell, 2006).
Sel-sel schwann dilapisi oleh selapis jaringan ikat, yaitu endoneurium. Jaringan ikat
yang melapisis beberapa berkas serat saraf disebut perineurium dan jaringan ikat yang
membungkus saraf lebih besar disebut epineurium. Lapiasan jaringan ikat ini melindungi
saraf dari cedera mekanis dan kontak langsung dengan bahan yang merusak saraf. Jaringan
ikat membawa pembuluh darah yang memberi makan serat saraf (Duus, 1996).
ada di dekatnya atau sama sekali tidak ada. Neuron tipe ini jauh lebih banyak dari pada
neuron golgi tipe I. Dendrit-dendrit pendek yang berasal dari neuron ini memberikan bentuk
yang seperti bintang. Neuron golgi tipe II ini terdapat sangat banyak di korteks serebri dan
serebeli dan sering berfungsi sebagai inhibitor (Snell, 2006).
Gambar 2.3 Klasifikasi neuron menurut jumlah, panjang, dan bentuk percabangan neurit
(Snell, 2006)
Gambar 2.4. Gambar Skematis Jenis Neuron Pada Sistem Saraf Perifer (Snell, 2006)
intervertebralis
di
kolumna
vertebralis.
Masing-masing
nervus
spinalis
berhubungan dengan medula spinalis melalui 2 radiks: radiks anterior dan radiks posterior.
Radiks anterior terdiri dari berkas-berkas serabut saraf yang membawa impuls saraf menjauhi
susunan saraf pusat; serabut-serabut saraf ini disebut serabut eferen. Radiks posterior terdiri
dari berkas-berkas serabut saraf yang membawa impuls saraf menuju susunan saraf pusat;
serabut-serabut saraf ini disebut serabut aferen. Oleh karena berfungsi meneruskan informasi
ke susunan saraf pusat, serabut-serabut ini disebut serabut-serabut sensorik. Badan sel serabut
saraf ini terletak di dalam pembesaran radiks posterior yang disebut ganglion radiks posterior.
Radiks Anterior bergabung dengan radiks posterior tepat di bagian distal ganglion spinalis
dan keduanya membentuk saraf perifer spinalis. Jadi setiap segmen tubuh mempunyai
pasangan saraf spinalisnya masing-masing (Snell, 2007).
Penomeran nervus spinalis berdasarkan korpus vertebrae. Meskipun terdapat tujuh
vertebrae servikalis, ada delapan pasang nervus spinalis, karena nervus spinalis teratas keluar
(atau masuk) ke kanalis spinalis tepat diatas vertebrae cervikalis 1. Dengan demikian nervus
servikalis pertama (C1), keluar dari kanalis spinalis antara os oksipitalis dan vertebra
servikalis 1 (atlas), dan C8 keluar diantara vertebra servikalis VII (terbawah) dan vertebra
torakalis I. Pada tingkat torakal, lumbal dan sakral, masing-masing saraf spinalis keluar (atau
masuk) ke kanalis spinalis di bawah nomer vertebra yang sesuai. Dengan demikian, pada
bagian ini jumlah pasangan saraf spinalis sesuai dengan jumlah vertebranya.(12 torakal, 5
lumbal, dan 5 sakral). Akhirnya terdapat sepasang nervus koksigeus (atau kadang-kadang
lebih dari sepasang) (Duus,2005).
Gambar 2.5 Nervus cranialis : distribusi serat saraf sensorik dan motorik (Netter, 2006)
Gambar 2.7 Penomeran segmen radiks saraf dan segmen keluarnya n. Spinalis dari kanalis
spinalis (Duus,2005)
.
10
korpuskel Ruffini dianggap sebagai reseptor hangat, tetapi saat ini fungsi keduanya masih
diragukan (Duus, 2005).
Reseptor sensoris khusus seperti korpuskulus Meissner, ujung saraf bebas yang
melebar, korpuskulus Pacini dan ujung Ruffini mengirimkan impuls di dalam serabut saraf
tipe A jenis beta yang mempunyai kecepatan hantaran sebesar 30 sampai 70 meter perdetik
(Guyton, 2006).
Kelompok organ reseptor yang kedua terletak di dalam kulit, di otot, tendon, fasia,
dan sendi. Di otot, misalnya, dapat ditemukan spindel otot, yang berespons terhadap regangan
muskulatur. Setiap spindel otot biasanya mengandung 3-10 serabut otot berstriata yang halus,
yang disebut serabut otot intrafusal, kebalikan dari serabut ekstrafusal dari otot itu sendiri.
Jenis reseptor lain ditemukan di daerah transisi antara otot dan tendon, fasia dan atau kapsul
sendi (Duus, 2005).
bermielin dengan hantaran yang cepat dan menghantarkan berbagai impuls motorik atau
sensorik. Serabut ini paling peka terhadap gangguan akibat tekanan makanik atau kekurangan
oksigen. Serabut tipe B lebih kecil dari pada serabut tipe A dan bermielin, serabut ini
memiliki hantaran lambat dan berfungsi otonom. Serabut tipe C adalah serabut yang paling
kecil dan tidak bermielin, serabut ini menghantarkan impuls paling lambat dan
menghantarkan rasa nyeri.
11
Tabel 2.1. Klasifikasi serabut saraf berdasarkan kecepatan hantaran dan ukuran (Snell, 2006)
Tipe serabut
Serabut tipe
A Alfa
Beta
Gamma
Delta
Serabut tipe
B
Serabut tipe
C
Kec.
hantar
(m/dt)
Diameter
(/m)
70-120
40-70
10-15
6-30
12-20
5-12
3-6
2-5
3-15
<3
0,5-2
0,4-1,2
Fungsi
Mielin
Kepekaan
terhadap
anestesi lokal
Ya
Ya
Ya
Ya
Paling kecil
Nyeri (difus,dalam),
suhu, Otonom
postganglion
Tidak
Ya
Paling besar
12
bersangkutan, yang bertambah pada waktu mendekati konus terminalis, harus diperhitungkan,
dalam usaha mengetahui lokasi tingkat poses penyakit spinalis.
Ke arah perifer, serat aferen yang berasal dari satu radiks dorsalis bergabung dan
melayani daerah segmen tertentu dari kulit disebut dermatom. Jumlah dermatom sebanyak
radiks segmental. Karena dermatom berhubungan dengan berbagai segmen radiks medula
spinalis maka mempunyai nilai diagnostik yang besar dalam menentukan tingkat ketinggian
dari kerusakan medula spinalis. Serat yang membentuk saraf perifer berasal dari berbagai
radiks. Jika saraf mengalami kerusakan, serat yang mempersarafi satu bagian dari dermatom,
tidak dapat bergabung dengan saraf yang mensuplai bagian lain dari dermatom, karena seratserat tersebut berjalan dalam serat perifer yang berbeda. Akibatnya, hilangnya sensorik yang
disebabkan oleh kerusakan saraf perifer, memeperlihatkan pola yang sangat berbeda dengan
yang disebabkan oleh kerusakan radiks spinalis. Tumpang tindih daerah sensorik radikular.
Keadaan ini sangat mempermudah deteksi adanya gangguan sensorik. Pada daerah
dermatomik, regio untuk sensasi raba, tumpang tindihnya lebih besar dari pada untuk sensasi
nyeri. Oleh karena itu, kerusakan hanya satu atau dua radiks, akan menyebabkan penurunan
sensitivitas raba yang sukar dikenal, sedangkan penurunan sensitivitas nyeri dan suhu, lebih
mudah ditemukan. Jika saraf perifer yang rusak, daerah hipestesia umumnya lebih besar dari
pada daerah hipalgesia. Oleh karena itu hipestesia lebih mudah dikenal. (Duus, 1996).
Yang mungkin sulit adalah membedakan gangguan sensorik yang disebabkan oleh lesi
radikuler Cervical (C)8 dari gangguan sensorik yang disebabkan oleh kerusakan saraf ulnaris
dan gangguan sensorik lesi radikuler Lumbal (L) 5 Sakral (S) 1 dengan gangguan sensorik
yang disebabkan oleh kerusakan saraf peroneus karena daerah yang terlibat hampir sama.
Setiap saraf sensorik perifer memiliki daerah yang pasti untuk inervasinya sehingga
memungkinkan untuk mengidentifikasi kerusakan saraf melalui pemeriksaan yang cermat
(Duus, 1996).
Myotome didefinisikan sebagai distribusi otot dari saraf tulang belakang tunggal
(Radiks ventralis), dan analog dengan dermatom kulit. Pengetahuan tentang miotom dari
setiap saraf spinalis, dan dari segmen yang menunjukkan otot pada khususnya,
memungkinkan menentukan lokasi klinis dan elektromiografi dari lesi radikuler yang
menyebabkan disfungsi motorik. (Rohkmm, 2004)
13
14
Serabut aferen yang berdiameter besar yang berasal dari spindel otot membentuk banyak
cabang terminal segera setelah masuk ke medula spinalis. Beberapa cabang ini membentuk
kontak sinaptik langsung dengan neuron di substansia grisea kornu anterior. Neuron-neuron
tersebut kemudian menjadi awal serabut eferen motorik, dan dengan demikian disebut sel
motorik kornu anterior. Neurit eferen keluar dari medula spinalis melalui radiks anterior dan
kemudian berjalan di sepanjang saraf perifer ke otot otot rangka (Duus, 2005).
2.5.1. Refleks Monosinaptik dan Polisinaptik
Lengkung saraf terbentuk dari otot rangka ke medula spinalis dan kembali lagi, tersusun dari
dua neuron: neuron sensorik aferen dan neuron motorik aferen. Lengkung ini membentuk
lengkung refleks monosinaptik sederhana. Karena lengkung dimulai dan berakhir di otot yang
sama, refleks yang berkaitan disebut refleks otot intrinsik (propioseptif). Refleks
monosinaptik ini juga memiliki komponen polisinaptik. Refleks tidak hanya bermanifestasi
berupa kontraksi otot yang bersangkutan, tetapi juga berupa relaksasi otot-otot antagonisnya.
Inhibisi sel-sel otot yang menimbulkan relaksasi otot tersebut merupakan proses polisinaptik
yang timbul melalui interneuron di substansia grisea medula spinalis (Duus, 2005).
Lengkung refleks lain yang penting adalah refleks fleksor polisinaptik, suatu refleks
protektif dan hindar (flight) yang dimediasi oleh banyak interneuron dan oleh sebab itu
disebut polisinaptik. Potensial aksi yang muncul di reseptor kulit (nosisseptor) untuk refleks
ini berjalan melewati serabut aferen ke substansia gelatinosa medula spinalis, kemudian
dihantarkan melalui sinaps ke dalam berbagai jenis sel yang dimiliki oleh aparatus neurona
intrinsik medula spinalis (interneuron, neuron asosiasi, dan neuron komissura). Beberapa sel
tersebut terutama neuron asosiasi, memproyeksikan prosesusnya ke berbagai level spinal,
keatas maupun kebawah, yang disebut fasikulus propius. Setelah melewati beberapa sinaps,
impuls eksitatorik akhirnya mencapai neuron motorik dan berjalan di sepanjang akson eferen
ke radiks nervus spinalis, saraf perifer, dan otot, menimbulkan kontraksi otot untuk respon
menghindar. (Duus, 2005).
15
16
2.6
Susunan saraf tepi motorik dimulai dari motor neuron di kornu anterior medula spinalis.
Neuron-neuron yang menyalurkan impuls motorik dari medula spinalis ke sel otot skeletal
dinamakan Lower Motor Neuron (LMN). LMN dengan aksonnya dinamakan final common
17
pathway impuls motorik. LMN dibedakan menjadi alfa motor neuron (berukuran besar,
aksonnya yang tebal dan mensarafi serabut otot ekstrafusal) dan gamma motor neuron
(berukuran kecil, aksonnya halus dan mensarafi otot intrafusal). Tiap motor neuron
menjulurkan hanya satu akson yang ujungnya bercabang-cabang sehingga setiap akson dapat
berhubungan dengan sejumlah serabut otot. Penghambatan gerakan dilaksanakan oleh sel
interneuron (sel Renshaw). Akson menghubungi sel serabut otot melalui sinaps. Otot-otot
individual dipersarafi oleh beberapa radiks spinalis ventralis (persarafan plurisegmental).
Akibatnya jika satu radiks dipotong, tidak terjadi kehilangan fungsi yang nyata. Paralisis pola
radikular hanya tampak bila beberapa radiks yang berdekatan rusak. Setiap radiks motorik
mempunyai otot indikatornya sendiri sehingga memungkinkan untuk mendiagnosis
kerusakan radiks dengan elektromiogram terutama di daerah servikal atau lumbal (Duus,
1996).
Radiks ventralis dan dorsalis bergabung di foramen intervertebralis menjadi satu
berkas saraf spinal dan dinamakan sesuai foramen intervertebralis yang dilewati. Pada
pangkal ekstrimitas, ramus anterior nervus spinalis membentuk pleksus yang rumit. Cabangcabang ventral dari saraf spinalis mempersarafi anggota badan bergabung bersama untuk
membentuk pleksus servikalis (C1- C4), pleksus brakialis (C5-T1), pleksus lumbal (T12-L4),
dan pleksus sakralis (L4-S4). Pleksus brakialis membentuk 3 berkas yaitu tubuh bagian atas
(berasal dari akar C5 dan C6), tubuh bagian tengah (C7), dan tubuh bagian bawah (C8, T1).
Bagian tubuh ini dibagi menjadi bagian-bagian, yang bergabung kembali untuk mempersarafi
bagian lateral (C5-C7), posterior (C5-C8), dan medial (C8 dan T1). Gambaran cabang
pleksus brakialis ke saraf dari ekstremitas atas dapat dilihat pada gambar. Persarafan bagian
anterior ekstremitas bawah berasal dari pleksus lumbalis, yang terletak di belakang dan di
dalam otot psoas mayor; bagian posterior ekstremitas bawah mendapat persarafan dari
pleksus sakral. Saraf coccygeal (yang saraf tulang belakang terakhir yang muncul dari hiatus
sakral) bergabung dengan saraf S3-S5 untuk membentuk pleksus coccygeus, yang
menginervasi coccygeus tersebut dan kulit di atas tulang ekor dan anus (Rohkmm, 2004).
Pleksus servikalis dan pleksus brakialis terdapat pada pangkal ektremitas atas
sedangkan pleksus lumbalis dan pleksus sakralis terdapat pada pangkal ektremitas bawah
sehingga serabut saraf yang berasal dari berbagai segmen medula spinalis disusun dan
didistribusikan secara efisien di dalam trunkus saraf yang berbeda menuju berbagai bagian
ekstremitas atas dan bawah (Mardjono, 2006).
Pleksus brakhialis membentuk tiga berkas yaitu fasikulus lateralis, posterior dan
medialis sesuai dengan topografinya terhadap arteri aksilaris. Fasikulus posterior merupakan
18
induk nervus radialis, fasikulus medialis menjadi pangkal nervus ulnaris, sedangkan nervus
medianus disusun oleh serabut dari fasikulus lateralis dan medialis. Sindrom Horner
berkorelasi dengan lesi di pleksus brakhialis karena sindrom Horner dihasilkan oleh
terputusnya hubungan ortosimpatetik dari ganglion servikal superior yang terletak di daerah
pleksus brakhialis. Enam saraf perifer penting keluar dari pleksus brakhialis yaitu n.torakalis
longus, n.aksilaris, n.radialis, n.muskulokutaneus, n.medianus dan n.ulnaris. Pada sindrom
pleksus brakhialis akibat proses difus terdapat gejala motorik dan sensorik terutama di area
C5 dan C6 (Mardjono, 2006).
19
20
21
BAB III
PENUTUP
Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan
saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan dan
mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang
penting ini juga mengatur kebanyakan aktivitas sistem tubuh lainnya. Sistem saraf tepi (SST)
merupakan sistem saraf diluar sistem saraf pusat yang membawa pesan dari dan menuju
sistem saraf pusat untuk menjalankan otot dan organ tubuh.
Sistem saraf tepi terbagi menjadi sistem saraf somatik dan sistem saraf otonomik.
Saraf-saraf tersebut mengandung serabut saraf aferen dan eferen. Pada umumnya serabut
eferen terlibat dalam fungsi motorik seperti kontraksi otot dan sekresi kelenjar sedangkan
serabut aferen biasanya menghantarkan rangsang sensorik dari kulit, selaput lendir dan
struktur yang lebih dalam. Stimulasi diterima oleh reseptor sistem saraf perifer yang
selanjutnya akan dihantarkan oleh sistem saraf sensoris dalam bentuk impuls listrik ke sistem
saraf pusat. Susunan saraf tepi terdiri dari: nervus kranialis, dan nervus spinalis (nervi
segmentales), kedua komponen susunan tersebut diatas juga dikenal sebagai susunan saraf
cerebrospinal atau craniospinal, serta susunan saraf visceral, yang terdiri dari : susunan saraf
visceral aferen dan susunan saraf visceral eferen yang juga dikenal sebagai susunan saraf
otonom atau susunan saraf vegetatif.
Pada sistem saraf pusat impuls diolah dan diinterpretasikan, kemudian jawaban atau
respon diteruskan kembali melalui sistem saraf tepi menuju efektor yang berfungsi sebagai
pencetus jawaban akhir. Sistem saraf membawa jawaban atau respon sistem saraf motorik.
Jawaban yang terjadi dapat berupa jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan (volunter) dan
jawaban yang tidak dipengaruhi oleh kemauan (involunter). Jawaban volunter melibatkan
sistem saraf somatik sedangkan jawaban involunter melibatkan sistem saraf otonom. Efektor
dari sistem saraf somatik adalah otot rangka sedangkan untuk sistem saraf otonom,
efektornya adalah otot polos, otot jantung dan kelenjar sebasea.
22
DAFTAR PUSTAKA
Duus, Peter. 1996. Sistem sensorik dan sistem motorik. In : Diagnosis Topik,
Neurologi, Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. 2nd ed. Jakarta : EGC; hal. 1-73.
Duus, Peter. 2005. Diagnosis Topik, Neurologi, Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. 4th
ed. Jakarta : EGC; Hal.16-60.
Ganong, W.F. 2003. Fisiologi saraf dan sel otot. In : Fisiologi Kedokteran. Jakarta :
EGC; Hal. 49-115.
Groot,J. 1997. Pemberian sinyal dalam susunan saraf. In : Neuroanatomi korelatif.
Jakarta : EGC; hal. 19-28.
Guyton, Arthur C. 1996. MD: Human Physiology and Mechanism of Disease. Jakarta :
EGC; p.120-125.
Kahle, W. 2000. Atlas Berwarna dan Teks Anatomi Manusia Sistem Saraf dan Alat-Alat
Sensoris. 1st ed. Jakarta : Hipokrates; p. 16-40.
Mardjono, Sidharta. 2006. Neurologi Klinis Dasar : Susunan Neuromuskular dan
Patofisiologi Susunan Neuromuskular. Jakarta: Dian Rakyat. hal 1-59.
Netter F. 2002. Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology. Selection from the Netter
collection of medical illustration. Texas: Icon Custom Communications. p.65
Ngoerah IGNG. 1991. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf:
Sistem neuromuskulus.