Anda di halaman 1dari 34

SOAL PERIFER

1.
Saraf terbagi menjadi 2,
SSP (otak, saraf spinal)
Saraf tepi/PNS
2.

The cell body


• Berisi nucleus Berisi nukleus yang dikelilingi sitoplasma termasuk didalamnya Organel Sell
seperti lisosome, mitokondria, dan Golgi compleks
• Termasuk didalamnya ribosom bebas & retikulum endoplasma (Nissl bodies / NIS-el). Ribosom
bagian dari sintesis protein sedangkan sintesis protein digunakan sbg bahan pembentukan syaraf
& regenerasi kerusakan axon
Dendrit
• Syaraf sensorik >>>>>> Input / menerima informasi yang berisi beberapa reseptor yang bekerja
menggunakan mediator kimia dari sel-sel
• Pendek, tajam dan bercabang
Axon
• Panjang, tipis, berbentuk silinder yang bergabung dengan Bodies Cell >>Axon hillock
• Berisi mitokondria, microtubulus, & neurofibril
Deskripsi
• Sistem saraf tepi terbagi menjadi sistem saraf somatik dan sistem saraf otonomik . Saraf-
saraf tersebut mengandung serabut saraf aferen dan eferen. Pada umumnya serabut eferen
terlibat dalam fungsi motorik, seperti kontraksi otot atau sekresi kelenjar sedangkan serabut
aferen biasanya menghantarkan rangsang sensorik dari kulit, selaput lendir dan struktur yang
lebih dalam (Groot ,1997).
• Efektor dari sistem saraf somatik adalah otot rangka sedangkan untuk sistem saraf
otonom, efektornya adalah otot polos, otot jantung dan kelenjar sebasea (Ganong,2003).
Struktur serabut saraf tepi
• Neuron merupakan unit fungsional dasar susunan saraf. Neuron terdiri dari badan sel saraf
dan prosesus-prosesusnya. Badan sel saraf merupakan pusat metabolisme dari suatu neuron.
Badan sel me ngandung nukleus dan sitoplasma.
• Di dalam sitoplasma terdapat retikulum endoplasma serta mengandung organel seperti
substansi Nissl, apparatus Golgi, mitokondria, mikrofilamen, mikrotubulus dan lisosom .
• Processus sel neuron terbagi menjadi dendrit-dendrit dan sebuah akson.
• Neuron mempunyai banyak dendrit yang menghantarkan impuls saraf ke arah badan sel saraf
• Akson merupakan processus badan sel yang paling panjang menghantarkan impuls dari segmen
awal ke terminal sinaps.

Sel satelit dan sel schwan


• Neuron memiliki kemampuan metabolisme yang sangat tinggi, tetapi tidak dapat
menyimpan zat-zat makanan dan oksigen. Oleh karena itu neuron perlu didukung oleh
neuroglia yang menyuplai zat makanan dan oksigen untuk kelangsungan hidupnya. Sel-sel
pendukung yang sangat penting antara lain adalah sel satelit dan sel Schwann.
• Bila terjadi kerusakan pada saraf tepi, sel Scwhann membentuk serangkaian silinder yang
berperan sebagai penunjuk arah pertumbuhan akson (Kahle,2000).

Klasifikasi berdasarkan morfologi neuron.


• Jenis-jenis neuron diklasifikasi berdasarkan morfologi neuron yang ditentukan oleh jumlah,
panjang, dan bentuk percabangan neuritnya antara lain neuron unipolar, neuron bipolar
dan neuron multipolar.
• Pada sistem saraf tepi neuron sensorik berbentuk unipolar dan neuron motorik berbentuk
multipolar (Sukardi, 1985).
Pembentukan myelin pada susunan saraf tepi
• Mielin adalah campuran dari lipid dan protein.
• Pada susunan saraf tepi, selubung mielin diproduksi oleh sel Schwann dan hanya ter- dapat satu
sel Schwann untuk setiap segmen serabut saraf.
• Mula- mula serabut saraf atau akson membentuk lekukan di tepi sebuah sel Schwann. Lalu
membran eksternal sel Schwann membentuk mesakson yang menggantung akson di dalam sel
Schwann saat akson menyatu dengan sel Schwann. Selanjutnya sel Schwann berotasi
mengelilingi akson sehingga membran plasma membungkus akson berbentuk seperti spiral.
• Ketebalan mielin bergantung pada jumlah spiral membran sel Schwann. Selubung sel Schwann
dan mielin yang dikandungnya, diselingi setiap 1-2 mm oleh konstruksi berbentuk cincin yang
disebut nodus Ranvier.
• Nodus ini memainkan peranan penting dalam perkembangan efek rangsangan dari reseptor ke
medula spinalis atau sebaliknya, dengan mengadakan konduksi cepat impuls melalui konduksi
saltatori dari potensial aksi. Makin tebal selubung mielin makin cepat kon- duk si se rat saraf
(Snell,2006).
• Sel-sel Schwann dilapisi oleh selapis jaringan ikat, yaitu endoneurium.
• Jaringan ikat yang melapisi beberapa berkas serat saraf disebut perineurium dan jaringan ikat
yang membungkus saraf lebih besar disebut epineurium.
• Lapisan jaringan ikat ini melindungi saraf dari cedera mekanis dan kontak langsung dengan
bahan yang merusak saraf.
• Jaringan ikat membawa pembuluh darah yang memberi makan serat saraf (Duus,1996).
Komponen system saraf tepi
• Susunan saraf tepi terdiri dari susunan saraf motorik dan saraf sensorik.
• Susunan saraf ini dimulai dari neuron motorik dan neuron sensorik menuju ke
neuromuscular junction dan otot.
• Terdapat 31 pasang nervus spinalis yang meninggalkan medula spinalis dan berjalan
melalui foramina intervertebralis di kolumna vertebralis.
• Masing-masing nervus spinalis berhubungan dengan medula spinalis melalui 2 radiks
yaitu radiks anterior dan radiks posterior.
• Radiks anterior terdiri dari berkas serabut saraf yang membawa impuls saraf dari SSP
(serabut eferen). Radiks posterior terdiri dari berkas serabut saraf yang membawa impuls
menuju SSP (serabut aferen).
• Badan sel serabut saraf ini terletak dalam pembesaran radiks posterior yang disebut
ganglion spinalis. Radiks anterior bergabung dengan radiks posterior tepat di distal ganglion
spinalis, dan keduanya membentuk saraf tepi spinalis.
• Jadi setiap segmen tubuh mempunyai pasangan saraf spinalisnya masing-masing
(Snell,2007).
• Dalam perjalanannya, saraf tepi bercabang dan bergabung dengan saraf tepi di dekatnya
sehingga membentuk jaringan saraf yang di sebut pleksus nervosus.
• Pleksus memungkinkan redistribusi serabut saraf di dalam saraf tepi yang berbeda.
Pembentukan pleksus-pleksus ini menyebabkan serat-serat dari setiap pasang radiks bercabang
menjadi saraf-saraf tepi yang berbeda, artinya setiap saraf tepi dibuat dari serat beberapa radiks
segmental yang berdekatan (Duus,1996).

Susunan saraf tepi sensorik


• Susunan saraf tepi sensoris adalah sepanjang jalur sensoris antara reseptor di kulit sampai
dengan ganglion spinalis.
• Semua impuls yang berasal dari reseptor di kulit, otot, sendi, dan organ dalam dikirim ke pusat
melalui saraf tepi, pleksus, saraf spinalis, radiks posterior dan kemudian membentuk ganglion
spinalis yang berada di foramen intervertebralis, selanjutnya menuju ke dalam medula spinalis
untuk diteruskan ke otak.
• Ketika saraf mencapai ganglion spinalis, serat terbagi menjadi kelompok menurut fungsi
khususnya. Hanya beberapa dari impuls yang datang dari otot, sendi, fascia dan jaringan lain
mencapai tingkat kesadaran, kebanyakan melayani kontrol otomatis aktivitas motorik yang
diperlukan untuk berjalan dan berdiri (Duus,1996).
• Ke arah tepi dari saraf, serat aferen yang berasal dari satu radiks dorsalis bergabung dan
mensuplai daerah segmen tertentu dari kulit disebut dermatom.
• Jumlah dermatom adalah sebanyak radiks segmental. Karena dermatom berhubungan dengan
berbagai segmen radiks medula spinalis maka mempunyai nilai diagnostik yang besar dalam
menentukan tingkat ketinggian dari kerusakan medula spinalis (Duus,1996).
Klasifikasi serabut saraf
• Serabut saraf dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan diameternya, kecepatan
hantarannya, dan ciri-ciri fi siologisnya.
• Serabut A adalah serabut yang besar dan bermielin dengan hantaran yang cepat dan
menghantarkan berbagai impuls motorik atau sensorik. Serabut ini paling peka terhadap
gangguan akibat tekanan mekanik atau kekurangan oksigen.
• Serabut B lebih kecil daripada serabut A dan ber mielin, serabut ini menghantarkan dengan
lambat dan berfungsi otonom.
• Serabut C adalah serabut yang paling kecil dan tidak bermielin, serabut ini menghantarkan
impuls paling lambat dan menghantarkan rasa nyeri dan berfungsi otonom (Snell,2007).
• Serabut yang berdiameter besar paling mudah dirangsang dengan rangsangan listrik.

• Kecepatan hantaran saraf dapat melambat secara mencolok akibat penurunan suhu,
kompresi dan kondisi yang lain.
• Kecepatannya mungkin berkurang 2 m/d setiap penurunan suhu 1 derajat celcius.
• Kecepatan hantaran paling cepat terjadi pada serabut bermielin (sampai 50 kali lebih cepat
daripada serabut yang tidak bermielin) (Groot,1997).
Susunan saraf tepi motoric
• Susunan saraf tepi motorik dimulai dari motor neuron di kornu anterior medula spinalis. Neuron-
neuron yang menyalurkan impuls motorik dari medula spinalis ke sel otot skeletal dinamakan
Lower Motor Neuron.
• LMN dibedakan menjadi alfa motorneuron (berukuran besar dan menjulurkan aksonnya yang
tebal ke serabut otot ekstrafusal) dan gamma motorneuron (berukuran kecil, aksonnya halus
dan mensarafi otot intrafusal).
• Tiap motorneuron menjulurkan hanya satu akson yang ujungnya bercabang-cabang sehingga
setiap akson dapat berhubungan dengan sejumlah serabut otot.
• Penghambatan gerakan dilakukan oleh interneuron (sel Renshaw).
• Akson menghubungi sel serabut otot melalui sinaps. Bagian otot yang bersinap itu dikenal
sebagai motor end plate, yang merupakan penghubung antar neuron dan otot.
• Setiap serabut otot memiliki satu motor end plate.
• Ujung-ujung terminal dari akson mengandung mitokondria dan gelembung-gelembung sinaptik
yang mengandung asetilkolin.
• Pelepasan asetilkolin melalui membran presinaptik terjadi saat potensial aksi tiba di membran
tersebut. Terlepasnya asetilkolin mengakibatkan depolarisasi pada membran postsinaptik.
• Interaksi antara asetilkolin dengan reseptor nya menghasilkan perubahan pada konduktans
dimembran postsinaptik, yang mempermudah permeabilitas bagi ion natrium dan kalium.
• Ion-ion mengalir melalui kanal yang dibuka oleh interaksi reseptor asetilkolin mengakibatkan
depolarisasi setempat pada motor end plate, sehingga melepaskan potensial aksi yang membuat
serabut otot berkontraksi. Aksi asetilkolin pada membran postsinaptik berlangsung sangat cepat.
• Penghentian aksi dilakukan oleh enzim asetilkolinesterase yang membelah molekul menjadi 2
bagian kolin dan asetat (Mardjono,2006).
• Otot-otot individual dipersarafi oleh beberapa serat-serat radiks spinalis ventral (persarafan
plurisegmental).
• Akibatnya, jika satu radiks dipotong, tidak ada kehilangan fungsi yang nyata.
• Paralisis pola radikular hanya tampak bila beberapa radiks yang berdekatan rusak.
• Setiap radiks motorik mempunyai otot indikatornya sendiri, sehingga memungkinkan untuk
mendiagnosis kerusakan radiks dengan elektromiogram, terutama jika daerah servikal atau
lumbal terlibat (Duus,1996).
• Radiks ventralis dan dorsalis bergabung di foramen intervertebrale sehingga menjadi satu
berkas saraf spinal dan dinamakan sesuai foramen intervertebrale yang dilewati

Saraf tepi yang berasal dari radiks C2-C4 membentuk


Pleksus Servikalis dan saraf tepi
dari C5-T1 membentuk Pleksus Brakhialis, terdiri dari 3 trunkus utama yaitu trunkus
superior (C5,C6), medial (C7) dan inferior (C8,T1).
• Saraf yang berasal dari T12-L4 membentuk Pleksus Lumbalis dan saraf yang berasal dari L5-S3
membentuk Pleksus Sakralis.
PATOFISIOLOGI CEDERA SARAF TEPI

FISIOLOGI SARAF TEPI


◦ Neuron menghasilkan dan menghantarkan potensial aksi ke neuron lain melalui sinaps.
◦ Bentuk yang paling umum adalah sinaps yang terjadi antara akson sebuah neuron dengan
dendrit atau badan sel neuron kedua. Ketika akson mendekati sinaps, maka dapat terjadi
pelebaran terminal (bouton terminal) atau perluasan serial yang membentuk hubungan
sinaps.
◦ Transmisi impuls pada sebagian besar sinaps melibatkan pelepasan dari neurotransmiter
(Groot,1997).
◦ Pada keadaan istirahat dan tidak dirangsang, sebuah serabut saraf berada terpolarisasi
dengan perbedaan potensial sekitar -80 Mv dengan bagian dalam lebih negatif daripada
bagian luar.
Potensial membran istirahat ini disebabkan oleh difusi ion natrium dan kalium melalui kanal pada
membran plasma dan dipertahankan oleh pompa Natrium-Kalium (Na-K) dengan melibatkan
transpor aktif yang membutuhkan Adenosine Tri Phospate (ATP) (Snell,2006).

◦ Sebuah potensial aksi dimulai oleh sebuah stimulus yang adekuat pada permukaan neuron
pada segmen inisial akson yang merupakan bagian akson yang paling peka.
◦ Stimulus mengubah permeabilitas membran terhadap ion Na sehingga ion Na masuk ke
akson dengan cepat.
◦ Ion-ion positif diluar aksolema berkurang dengan cepat hingga mencapai nol disebut dengan
depolarisasi.
◦ Potensial istirahat -80 mV dengan bagian luar membran lebih positif daripada bagian dalam,
potensial aksi sekitar +40 mV dengan bagian luar membran lebih negatif daripada bagian
dalam.
◦ Potensial aksi saat ini bergerak sepanjang serabut saraf, ion Na yang masuk kedalam akson
berkurang dan permeabilitas aksolema terhadap ion K meningkat. Sekarang ion K berdifusi
keluar akson dengan cepat sehingga potensial membran istirahat kembali seperti semula ion
Na keluar akson dan ion K kedalam akson.
◦ Permukaan luar aksolema kembali lebih positif daripada permuka an dalamnya
(Hackett ,1992).

◦ Neurotransmiter yang digunakan untuk melanjutkan impuls ke otot skletal adalah


asetilkolin.
◦ Asetilkolin dibentuk dalam mitokondria dari persenyawaan kolin dan asetil-koA, dengan
bantuan asetil kolin transferase. Asetil kolin disimpan dalam vesikel sinaptik pada ujung-
ujung saraf.
◦ Bila suatu impuls sampai pada membran presinaptik maka permeabilitas dari membran
tersebut akan bertambah untuk Ca++. Influks dari Ca++ ini menyebabkan terlepasnya
asetilkolin di dalam celah sinaptik. Dalam waktu singkat asetilkolin itu dapat sampai pada
membran postsinaptik dan diterima oleh reseptor tertentu.
◦ Tertangkapnya asetilkolin oleh membran postsinap itu menyebabkan permeabilitas dari
membran itu bertambah untuk ion Na dan K.
◦ Meningkatnya ion Na di dalam otot akan menimbulkan depolarisasi yang kemudian meluas
keseluruh otot dan terjadilah kontraksi otot.
Asetilkolin kemudian diuraikan oleh asetilkolinesterase menjadi kolin dan asetat, sehingga
membran post sinaptik itu menjadi sensitif kembali terhadap rangsang yang berikutnya.

◦ Selain neurotransmiter utama, dari membran prasinaps ke celah sinaps juga dikeluarkan zat-
zat yang mampu memodulasi dan memodifikasi aktivitas neuron postsinaps dan disebut
neuromodulator, seperti: asetilkolin (muskarinik), serotonin, histamin, neuropeptida, dan
adenosin.
◦ Fungsi neuromodulator ini menguatkan, memperpanjang, menghambat atau membatasi
efek neurotransmiter utama di membran postsinaps (Ngoerah,1991; Ganong,2003).
◦ Inhibisi presinaptik dan postsinaptik biasanya disebabkan oleh adanya perangsangan pada
sistem tertentu yang bersinap konvergen pada suatu neuron post sinaptik (inhibisi aferen).
Neuron-neuron juga dapat menghambat dirinya sendiri dalam bentuk umpan balik negatif
(inhibisi umpan balik negatif).
◦ Setiap neuron motorik spinal biasanya memberikan satu cabang kolateral yang bersinap
dengan interneuron inhibisi yang bersinap di badan sel neuron spinal itu dan neuron motorik
spinal lain. Neuron inhibisi itu dinamakan sel Renshaw, sesuai nama penemunya.
◦ Neurotransmiter yang digunakan dalam sinaps sel Renshaw dengan sel motoneuron adalah
Gamma Amino Butiric Acid (GABA).

◦ GABA ini dibentuk di dalam mitokondria dari sel Renshaw dan disimpan dalam vesikel
sinaptik pada ujung-ujung akson sel itu.
◦ Bila ada impuls yang sampai pada ujung akson, maka GABA dilepas dicelah sinap dan
menyebrang ke membran postsinap. GABA menambah permeabilitas dari membran
postsinaptik, tapi hanya bagi ion kalium dan tidak bagi ion natrium.
◦ Kadar kalium dalam sel otot akan menurun sehingga potensial membran dari otot itu akan
meningkat (hiperpolarisasi). Impuls yang berasal dari neuron motorik menggiatkan
interneuron inhibisi untuk melepaskan mediator inhibisi, yang memperlambat atau
menghentikan pelepasan impuls dari neuron motorik. (Ganong,2003).
◦ Setiap serabut saraf bermielin alfa besar yang masuk ke otot rangka bercabang-cabang dan
selanjutnya berakhir pada sambungan neuromuskular atau motor end plate
◦ Jika saraf tepi campuran terganggu, hanya otot yang dipersarafi oleh saraf ini yang mengalami
paralisis
◦ Paralisis akan berhubungan dengan gangguan sensorik yang disebabkan oleh interupsi serat
aferen. Paralisisnya bersifat flaksid. Otot tidak hanya paralisis, tapi juga hipotonik dan arefleks,
karena interupsi dari refleks regangan monosinaptik.
◦ Atrofi dari otot yang paralisis dimulai setelah beberapa minggu, menggambarkan bahwa sel
kornu anterior mempunyai pengaruh pada serat otot, yang merupakan dasar dalam
mempertahankan fungsi otot normal.
◦ Electromyography (EMG) untuk menilai kerusakan, memungkinkan untuk menentukan
apakah kornu anterior, radiks anterior, pleksus atau saraf tepi yang terlibat (Snell, 2006).
Reaksi neuron terhadap cedera saraf tepi
◦ Degenerasi akson merupakan perubahan yang terjadi pada sebuah sel saraf jika aksonnya
terpotong atau mengalami cedera.
◦ Perubahan mulai timbul dalam 24-48 jam setelah cedera, besarnya perubahan tergantung
pada beratnya cedera terhadap akson dan akan lebih besar jika cedera terjadi di dekat badan
sel.
◦ Sel saraf membengkak dan menjadi bulat, nukleus membengkak dan terletak eksentrik serta
granula Nissl tersebar ke arah pinggir sitoplasma. Ketahanan sitoplasma suatu neuron terhadap
cedera bergantung pada adanya hubungan dengan nukleus meski secara tidak langsung.
◦ Nukleus berperan penting pada sintesis protein yang akan dibawa ke dalam proses sel dan
menggantikan protein yang telah dimetabolisme oleh aktivitas sel.
◦ Akibatnya sitoplasma akson dan dendrit akan ssegera megalami degenerasi jika prosesus ini
terpisah dari badan sel saraf.
◦ Neuron yang hancur dikeluarkan oleh aktivitas fagosit yaitu oleh sistem retikuloendotelial pada
susunan saraf tepi. Pada susunan saraf tepi, terpotongnya sebuah akson diikuti oleh usaha untuk
regenerasi dan perubahan reparatif badan sel.

◦ Jika akson sel saraf terputus, akan terjadi perubahan degeneratif pada segmen distal dari
tempat cedera, termasuk ujung-ujungnya yang disebut Degenerasi Wallerian.
◦ Pada susunan saraf tepi, akson membengkak dan berbentuk ireguler pada hari pertama, dan
akson terpecah menjadi fragmen-fragmen pada hari ketiga atau keempat serta debris
dicerna oleh sel Schwann dan makrofag jaringan yang ada di sekitarnya.
◦ Seluruh akson akan hancur dalam waktu seminggu. Sementara itu selubung mielin akan
terurai menjadi butir-butir lemak yang akan difagosit oleh makrofag jaringan (Snell,2006).
◦ Pertumbuhan kembali akson (motorik, sensorik dan otonom) mungkin terjadi pada susunan
saraf tepi, bergantung pada adanya tabung endoneurial serta kemampuan khusus yang
dimiliki oleh sel Schwann.
◦ Sel Schwann yang telah mengalami mitosis akan mengisi ruang di dalam membrana basalis
tabung endoneurial potongan proksimal sampai ke nodus Ranvier berikutnya, potongan
distal, hingga mencapai ujung akhir organ. Bila terdapat celah kecil antara potongan
proksimal dan distal, sel Schwann yang telah memperbanyak diri membentuk sejumlah pita
untuk menjembatani celah tersebut.
◦ Dibutuhkan beberapa bulan agar akson mencapai organ akhir yang sesuai, tergantung pada
tempat cedera.
◦ Kecepatan pertumbuhan diperkirakan sekitar 2-4 mm per hari. Filamen akson yang
membesar dalam tabung endoneurial hanya mencapai sekitar 80% dari diameter awalnya.
Akibatnya kecepatan konduksi saraf tidak sebesar kecepatan konduksi semula
(Sukardi,1985).

Patofisiologi
◦ Respon saraf terhadap cedera tidak hanya pada tempat cedera, namun juga meliputi tubuh sel
yang terdapat pada medula spinalis dan ganglion. Di mana yang paling berperan adalah sel
Schwann, makrofag dan sel-sel inflamasi (Burnett dan Zager, 2004).
Dasar tipe cedera
◦ Cedera yang berhubungan dengan peregangan merupakan tipe cedera yang umum terjadi.
Saraf tepi secara herediter elastis karena endoneurium kolagennya, namun saat tarikan
memaksa secara berlebihan kapasitas saraf untuk meregang, maka akan terjadi cedera.
◦ Laserasi seperti yang disebabkan oleh goresan pisau merupakan tipe cedera saraf tepi yang
sering lainnya, meliputi 30% cedera serius. Di mana cedera ini dapat dilakukan transeksi
komplet, sehingga lebih sering beberapa elemen saraf masih ada yang mamiliki kontinuitas.
◦ Kompresi merupakan tipe tersering ketiga dari cedera saraf tepi
Kehilangan total fungsi motorik dan sensorik dapat terjadi, namun patofisiologi terjadinya hal ini
masih belum jelas karena kontinuitas saraf masih terjaga. Dua mekanisme patologi dipercaya
berperan pada cedera ini: kompresi mekanik dan iskemia. Serabut-serabut besar bermyelin terlihat
lebih rentan terhadap efek iskemik daripada serabut- serabut kecil tak bermyelin. Efeknya reversibel
kecuali jika iskemia menetap selama lebih dari kira-kira 8 jam (Burnett dan Zager, 2004).
Deformasi mekanik merupakan mekanisme primer pada kasus-kasus yang lebih berat pada cedera
kompresi seperti Saturday Night palsy yang mana fungsinya dapat hilang selama beberapa minggu
dan penyembuhan secara penuh tidak selalu terjadi.
Klasifikasi cedera saraf
Klasifikasi Seddon membagi cedera saraf berdasar tingkat keparahan nya menjadi tiga kategori:
◦ Neurapraksia,
◦ Aksonotmesis, dan
◦ Neurotmesis.
Neuropraksia
◦ Neurapraksia, yaitu tipe cedera paling ringan. Dimana terjadi sedikit atau tidak terjadi cedera
struktural karena tidak adanya kehilangan kontinuitas saraf, sehingga tidak terjadi
kehilangan kemampuan fungsional.
◦ Gejala-gejalanya bersifat sementara dan sebagian besar di sebabkan oleh blokade konduksi
lokal yang diinduksi oleh ion pada tempat cedera, meskipun terjadi sedikit perubahan dari
struktur myelin, sebagai akibat dari kombinasi kompresi mekanik dan iskemia
Aksonotmesis
◦ Terjadi intrupsi komplet dari saraf akson dan lapisan myelinnya, namun struktur-struktur
mesenkimal seperti perineurium dan epineurium seluruhnya atau sebagian utuh.
◦ Prognosis dari aksonotmesis tergantung dari luasnya cedera. Degenerasi akson dan myelin
terjadi di bagian distal dari cedera, menyebabkan tidak terjadinya inervasi secara komplet.
Penyembuhan un tuk kedepannya sangatlah bagus pada cedera tersebut karena sisa
mesenkimal yang tidak mengalami cedera menyediakan bagian untuk tunas akson
selanjutnya untuk menginervasi kembali organ targetnya (Robinson, 2005; Osbourne, 2007;
Burnett dan Zager, 2004).
◦ Seperti pada cedera Pleksus Brakhialis dihubungkan dengan kelahiran, atau dalam hubungan
nya dengan fraktur seperti cedera saraf radial sekunderi terhadap fraktur humerus. Laserasi
seperti yang disebabkan oleh pecahan kaca

Neurotmesis
◦ Terjadi saat saraf, bersama dengan stroma yang mengelilinginya terputus. Kehilangan fungsi
terjadi secara komplet. Pada tipe ini tidak terjadi kesembuhan spontan dan bahkan setelah
operasi prognosisnya buruk karena pembentukan jaringan parut dan hilangnya mesenkimal
dan penyembuhan tanpa operasi biasanya tidak terjadi.
◦ Tipe cedera ini hanya terlihat pada trauma mayor.
◦ Sistem klasifikasi Sunderland menyesuaikan tiga tipe cedera oleh Seddon dengan lima
kategori berdasarkan tingkat keparahannya.
◦ Cedera tingkat pertama sama dengan neurapraksia
◦ Cedera tingkat kedua sama dengan aksonotmesis.
◦ Cedera saraf tingkat ketiga tejadi saat terjadi disrupsi akson (aksonotmesis) dan juga cedera
parsial pada endoneurium. Kategori ini menempati tingkat ketiga antara aksonotmesis dan
neurotmesis Seddon. Tergantung dari luasnya cedera endoneurial, penyembuhan fungsi
kemungkinan terjadi.
◦ Sunderland membagi neurotmesis Seddon menjadi cedera tingkat keempat dan kelima.
◦ Pada cedera tingkat keempat, seluruh bagian dari saraf mengalami disrupsi kecuali
epineurium. Penyembuhannya tidak mungkin tanpa operasi.
◦ Cedera tingkat kelima meliputi semua bagian saraf secara lengkap (Robinson, 2005;
Osbourne, 2007; Burnett dan Zager, 2004).
Segmen distal
◦ Pada cedera tingkat kedua dimana cedera intrafascikular mengganggu regenerasiaksonal
Kolum- kolum sel Schwann yang dikenal dengan band of Bungner dan menjadi pedoman
penting untuk tunas akson selama inervasi kembali, yaitu yang berperan neurosuportif untuk
pertumbuhan kembali akson (Osbourne, 2007; Burnett dan Zager, 2004).
◦ Pada cedera tingkat keempat dan kelima, ujung-ujung saraf menjadi masa yang
membengkak dari sel-sel Schwann, kapiler-kapiler, fibroblas, makrofag, dan serabut kolagen
yang tidak terorganisir. Regenerasi akson mencapai ujung proksimal yang membengkak dan
membuat barier yang hebat untuk pertumbuhan selanjutnya. Beberapa akson membentuk
lingkaran dalan jaringan parut atau membelok ke belakang sepanjang segmen proksimal
atau keluar menuju jaringan sekitar. Beberapa akson yang mengalami regenerasi dapat
mencapai ujung distal, hasilnya tergantung dari banyak faktor, meliputi beratnya cedera asli,
perluasan pembentukan jaringan parut, dan perlambatan sebelum akson mencapai tempat
cedera.
Segmen proksimal dari tubuh
◦ Perubahan tubuh sel neuronal dan dalam serabut-serabut saraf proksimal terhadap tempat
cedera tergantung pada beratnya cedera dan dekatnya segmen cedera dengan tubuh sel
◦ Sel-sel Schwann mengalami degradasi sepanjang segmen proksimal dekat area cedera, dan
akson- akson serta myelin diameternya mengecil. Kemampuan konduksi saraf akan
mengalami penurunan.
◦ Jika tubuh sel secara aktual mengalami degenerasi, dimana dapat terjadi pada trauma yang
berat, segmen proksimal akan mengalami degenerasi Wallerian dan akan difagosit
◦ Saling ketergantungan terjadi antara tubuh sel dan akson pada istilah penyembuhan: tubuh
sel tidak akan sembuh secara penuh tanpa terjadi koneksi fungsi tepi. Diameter akhir akson
tergantung pada luasnya penyembuhan tubuh sel (Burnett dan Zager, 2004).
◦ Tubuh sel saraf sendiri bereaksi terhadap cedera aksonal. 6 jam setelah cedera,
◦ Kemampun hidup sel tidak dapat dipastikan setelah cedera saraf.
◦ Insiden apoptosis yang berhubungan dengan kematian sel pada radiks dorsalis saraf ganglion
pada aksonotmesis sebesar 20-50%.
◦ Kematian terjadi lebih sering jika aksonotmesis terjadi secara prksimal dan pada cedera yang
meliputi saraf cranial dan sensori.
Regenerasi saraf
◦ Pada kasus yang berat regenerasi saraf dimulai hanya setelah degenerasi Wallerian
◦ Cedera ringan proses regenerasi dan perbaikan dimulai secara dini (tingkat 1 & 2)
◦ Pada kasus cedera yang lebih berat, dimana tubulus endoneurial disrupsi, regenerasi akson
tidak dalam waktu lama terjadi, dapat membelok menuju jaringan sekitar atau menuju
tubulus endoneurial yang kurang tepat, jadi gagal untuk menginervasi kembali organ
akhirnya yang sesuai (Osbourne, 2007; Burnett dan Zager, 2004).
◦ Rangkaian regenerasi dapat dibagi menjadi zona-zona anatomik:
1. Tubuh sel saraf
2. Segmen antara tubuh sel dan tempat cedera
3. Tempat cedera sendiri
4. Segmen distal antara tempat cedera dan organ akhir
5. Akhir organ sendiri.

◦ Regenerasi yang terlambat atau regenerasi yang tidak berhasil kemungkinan sebagai akibat
perubahan patologikal yang mengganggu proses perbaikan pada satu atau lebih zona ini
(Osbourne, 2007; Burnett dan Zager, 2004).
◦ Fase regenerasi dan perbaikan setelah cedera saraf dapat berakhir sampai beberapa bulan.
◦ Tingkat pertumbuhan kembali aksonal ditentukan oleh perubahan dalam tubuh sel, aktivitas
dari pertumbuhan kerucut khusus pada ujung tiap tunas akson, dan resistensi dari jaringan
yang cedera antara tubuh sel dan organ akhir
◦ Setelah cedera berat dan perbaikan saraf, penyembuhan sensori tidak terjadi secara
komplet. Hal ini dihubungkan dengan kombinasi faktor, meliputi kegagalan akson sensori
untuk mencapai kulit, penyilangan inervasi kembali (akson biasanya dari satu tipe reseptor
membuat hubungan dengan tipe reseptor lain), dan kemungkinan degenerasi reseptor
sensori. Terjadi kematian reseptor-reseptor sensori berkapsul yang tidak mendapatkan
inervasi

◦ Laporan tingkat regenerasi bervariasi dari 0,5 sampai 9 mm per hari.


◦ Keragaman ini disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Tingkat pertumbuhan akson menurun dengan peningkatan jerak dari tubuh sel menuju
ujung akson.
2. Pengukuran regenerasi akson dibuat dalam jenis yang berbeda setelah metode-metode yang
berbeda dari cedera saraf.
3. Teknik-teknik untuk pengukuran regenerasi berbede-beda (sebagai contoh, tanda Tinel
dibandingkan dengan penyembuhan fungsional).
◦ Tingkat regenerasi dapat tergantung pada beratnya cedera saraf, durasi tidak mendapatkan
inervasi, dan kondisi dari jaringan tepi.
◦ Regenerasi setelah perbaikan operasi saraf lebih lambat daripada regenerasi yang tidak
terkomplikasi.
◦ Penuaan juga menyebabkan perlambatan tingkat pertumbuhan kembali aksonal (Burnett
dan Zager, 2004)
TOS (Thoracic Outlet Syndrome)
Gejala dihasilkan dari: kompresi saraf, kompresi pembuluh darah.
Suatu jalan yg tdk memadai melalui area (outlet toraks) atau pangkal leher dan ketiak.
Penekanan pleksus brakialis/pembuluh darah subklavia
Anatomi
 Secara anatomis thoracic outlet merupakan daerah di bagian inferior aperture thoraks yang
membatasi daerah membukanya abdomen yang dibatasi oleh segmen kosta terbawah, dan
bukan merupakan daerah yang terletak diantara otot scalenus dan costa pertama yang disebut
sebagai thoracic inlet.

 Daerah sempit ini diisi oleh pembuluh darah, saraf dan otot. TOS dapat terjadi salah satunya
akibat dari suatu kelemahan otot bahu untuk menyokong clavicula pada tempatnya,
sehingga akan menyebabkan suatu suatu pergerakan ke bawah dan ke depan yang akan
menempatkan dan menyebabkan tekanan terhadap saraf dan pembuluh darah yang terletak
diatasnya.
 Sindrom klinis yang tampak dari TOS adalah akibat dari gangguan kompresi yang dapat
terjadi di tiga daerah anatomis segitiga skaleneus, segitiga kostoklavikular / ruang
kostoklavikular ruang subkorakoid.
 Pada saat istirahat daerah ini secara anatomis sudah sempit, dengan adanya suatu manuver
provokatif, akan berakibat bertambah sempitnya daerah ini.
 Adanya anomali lain pada tulang servikal, otot daerah setempat, serta pita-pita fibrous akan
lebih lanjut berperan mempersempit daerah tersebut.
 Pleksus Brakhialis dan arteri subklavia melewati kosta pertama dan otot skaleneus
sedangkan vena subklavia juga melewati kosta pertama hanya saja terletak di bagian luar
dari segitiga skaleneus.
 Lokasi tersering terjadinya kompresi adalah daerah segitiga skaleneus dan segitiga/ruang
subkorakoid, namun secara klinis akan sulit sekali menentukan lokasi kompresi secara tepat
karena kebanyakan gejala berasal dari tekanan kumulatif yang secara dinamis terjadi
berbagai tempat di daerah tersebut.
 Bagian tersering adalah Pleksus Brakhialis (95%), selanjutnya vena subklavia (4%) dan
terakhir adalah arteri subklavia (1%).
PATOFISIOLOGI
 Suatu TOS terjadi akibat pleksus Brakhialis, arteri dan vena subklavia merupakan subjek yang
rentan terkena kompresi, karena melalui daerah berupa celah sempit dari basis leher
menuju aksila dan lengan bagian atas/proksimal.
 TOS ini selain merupakan akibat kompresi, juga merupakan akibat injuri, atau iritasi struktur
neurovascular pada the root of the neck or upper thoracic region,  yang dikelilingi oleh the
anterior and middle  skaleneus; antara klavikula dan kosta pertama (kemungkinan
akibat enlargement/hypertrophy of the subclavius muscle); atau diatas the pectoralis minor
muscle.
 Beberapa penulis mendefinisikan thoracic outletsebagai daerah pembuka yang dibatasi oleh
kosta pertama secara lateral, the vertebral column medially, and the claviculomanubrial
complex anteriorly.
 Sindrom akibat penekanan pada daerah ini akan bisa mengakibatkan primarily neurologic
deficit,  menyangkut pleksus brakhialis, dan paling sering lower trunk or medial cord; juga
bisa menyangkut kompresi dari arteri dan vena subklavia atau keduanya.
 Terjadinya suatu thrombosis, embolus, or aneurysm  pembuluh darah adalah salah satu
kemungkinan yang dapat terjadi.
ETIOLOGI
 TOS memiliki berbagai macam penyebab dan penyebab utama berupa sebab mekanik atau
postural.
 Adanya stress, depresif, overuse semuanya akan menyebabkan posisi kepala kearah depan
yang diikuti dengan droopy shoulder dan kolapsnya postur dada sehingga
menyebabkan thoracic outlet  menjadi sempit dan menekan struktur neurovascular di
dalamnya.
 Adanya accesorius ribs atau fibrous band  akan meningkatkan predisposisi dan penyempitan
daerah ini sehingga kemungkinan kompresi akan terjadi.
 Payudara yang besar juga merupakan penyebab dan kontributor terdorongnya dinding dada
kearah depan (anterior dan inferior).
 Teori ini didukung karena menyebabkan peningkatan tekanan diatas otot dada dan
mengiritasi jaringan neurovascular sekitarnya.
 Trauma bisa menyebabkan terjadinya dekompensasi atau bergesernya struktur di daerah
bahu dan dinding dada, sehingga menyebabkan onset gejala.
 Sebagai tambahan adanya trauma dengan fraktur klavikula akan berakibat seccara langsung
pada kompresi pleksus oleh frakmen tulang, exuberant callus,  hematom, atau
pseudoaneurisma.
 Akibat adanya media sternotomi akan mengakibatkan suatu displacement of ribs, yang
biasanya berkaitan dengan fiber C8 dan perlu dibedakan dengan tipe yang secara primer
mengenai T1.
 Adanya cedera primer seperti thrombus or aneurysm  akan tampak seperti problem
tambahan seperti emboli.
 Tumor seperti pada daerah lobus atas paru-paru (Pancoast Tumor) adalah penyebab lain
yang mungkin
GEJALA KLINIS
 Gejala yang muncul dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu gejala neurologi dan gejala
vaskular.
 Gejala neurologi lebih sering muncul, seperti nyeri pada lengan atas dan lengan bawah,
kesemutan, hilangnya rasa raba, dan kelemahan motorik.
 Selain itu dapat juga muncul gejala sistem saraf otonom seperti gangguan termoregulasi,
misalnya pada cuaca dingin, pasien akan mengalami pucat pada ujung-ujung jari, kesemutan,
dan sianosis.
 Gejala vaskular yang muncul akibat dari penekanan arteri meliputi klaudikasio ekstremitas
atas selama aktifitas, pucat, dingin, kelainan suplai darah perifer, mikroemboli, dan
perubahan warna kulit.
 Gejala vaskular yang muncul akibat pe-nekanan vena meliputi bengkak, perasaan terasa
berat, dan perubahan warna kulit.
QUICK TEST
 Adson test : berdiri rotasi & ekstensi kepala, abduksi lengan 30  ̊ maksimal, ekstensi
shoulder, inspirasi dalam ditahan. (+) jika nyeri sepanjang lengan & tangan, nadi melemah.
 Eden test : rotasi side flexi neck & trunk, extensi shoulder elbow. (+) jika nadi melemah.
 Ross Test : berdiri, abduksi lengan 90  ̊, flexi elbow 90  ̊, retraksi shoulder, tangan
dibuka&ditutup 15x. (+) jika ada kram, rasa kaku, tidak mampu mengulang gerakan 15x
Wright manuever test : berdiri, abd lengan 90  ̊, ditahan beberapa detik. (+) jika terjadi nyeri
sepanjang lengan & nadi melemah.
KOMPLIKASI
 Salah satu komplikasi yang sering terjadi berkaitan dengan TOS adalah komplikasi yang
berhubungan yang berhubungan dengan suatu tindakan pascaoperasi dekompresif dari
thoracic outlet.
 Komplikasi tersebut berupa suatu injuri dari struktur neurovascular berupa suatu keluhan
salah satunya berupa sindrom horner, nyeri neuropatik post operatif, paresthesia dan suatu
hipersensitifitas, hematoma disekitar pleksus brakhialis, pleuritic chest pain.

CTS (Carpal Tunnel Syndrome)


 salah satu gangguan pada tangan karena terjadi penyempitan pada terowongan karpal, baik
akibat edema fasia pada terowongan tersebut maupun akibat kelainan pada tulang-tulang
kecil tangan sehingga terjadi penekanan terhadap nervus medianus di pergelangan tangan

ETIOLOGI
Herediter, trauma langsung, gerakan yg repetitive, infeksi (tenosynovitis, TBC), Metabolik (gout,
hipotiroid), Endokrin (akromegali, tx estrogen), Neoplasma (kista ganglion, lipoma, myeloma.
PATOFISIOLOGIS
Penebalan flexor retinaculum  penekanan pd nervus medianus  naiknya tekanan intrafasikuler
 aliran vena intrafasikuler melambat  gangguan nutrisi intrafasikuler  anoxia  endotel rusak,
terjadi kebocoran protein  edema epidural  serabut syaraf rusak/atropi  gangguan nerv
medianus
TEST
Phallen test, tinnel sign, wrist ext.
DIAGNOSIS BANDING
Cervical radiculopathy, Pronator teres synd, De quervain sy

LESI PLEKSUS BRAKIALIS


 Pleksus brachialis adalah anyaman serat serat yang berjalan dari tulang belakang C5-T1,
kemudian melewati bagian leher dan ketiak, dan akhirnya ke seluruh lengan (atas dan
bawah). Serabut saraf yang ada akan didistribusikan ke beberapa bagian lengan
 Lesi Pleksus Brachialis :
Cedera akar saraf C5 sampai dengan Th1 menyebabkan
kelemahan/kelumpuhan anggota gerak atas: bahu,
pergelangan tangan, dan jari-jari
PATOFISIOLOGI
 Terjadi avulsi pada bagian cord akar saraf/pleksus mengalami traksi atau kompresi
 Traksi dan kompresi iskemi merusak pembuluh darah
 Kompresi berat hematome intraneural menjepit jaringan syaraf sekitarnya
KLASIFIKASI
 Sindrome kelumpuhan Erb-Duchenne :
Kelumpuhan akibat lesi di bagian atas pleksus brachialis
 Syndrome kelumpuhan klumpe :
Kelumpuhan oleh lesi dibagian bawah brachialis
 Paralisis Pleksus brachialis Total
ETIOLOGI
 Erb-Duchenne
1. kompresi/robekan pada trunkus superior segmen C5 dan C6
2. Pada bayi : disebabkan oleh penarikan kepala bayi waktu dilahirkan
3. Pada dewasa/anak-anak : akibat jatuh pada bahu dengan kepala terlampau enekuk
kesamping
 Kelumpuhan klumpe :
1. Trauma radiks pleksus C8 dan T1/lesi trunkus bawah
2. Pada bayi : pada persalinan letak bokong disertai tarikan saat melahirkan kepala dan
lengan
3. Pada dewasa : jatuh dari tempat yang tinggi, si korban menangkap cabang batang pohon
sehingga bahu tertarik secara berlebihan.
 Paralisis Plexus Brachialis Total
1. Ruptur saraf spinal pada trunkus atas dan pada bagian bawah akan tertarik, yang
ditandai dengan adanya sindrome Horner
2. Saraf bagian bawah terjepit diantara klavikula dengan C1 sehingga menyebabkan ruptur

GEJALA dan GAMBARAN KLINIS


 Erb-Duchnne
1. Ekstremitas atas dalam posisi adduksi, rotasi kearah medial dengan ekstensi pada sendi siku.
2. Lesi pada segmen C5 dan C6: pergelangan tangan normal
3. Lesi pada segmen C7: lengan bawah pronasi dengan pergelangan tangan fleksi
4. Waiters-trip position : Rotasi medila pada sendi bahu menyebabkan telapak tangan
mengarah ke posterior
 Kelumpuhan Klumpe:
1. Kelemahan ekstensor siku, pergelangan tangan dan jari
2. Paralisis otot-otot inrinsik tangan
3. Paralisis otot-otot interosseus dan fleksor jari menyebabkan terjadinya “claw hand”
4. Pada bayi baru lahir : tidak adanya refleks menggenggam
5. Ptosis,miosis,enophtalmus, dan berkurangnya sekresi keringat (anhidrosis) yang dikenal
sebagai sindroma horner.
6. Sensasi berkurang di sepanjang sisi medial lengan atas, lengan bawah dan tangan.
 Paralisis Pleksus Brachialis Total
1. Lesi tipe trunkus atas dan trunkus bawah yakni paralisis lengan.
2. Berkurangnya sensasi dan ekstremitas
3. Tampak pucat

ISCHIALGIA
Ischialgia atau Sciatica secara umum diartikan sebagai nyeri menjalar
(hyperesthesia-paraesthesia) kebawah sepanjang perjalanan
akar saraf ischiadikus (Cailliet, 1981)
Ischialgia menyerang nervus Ischiadicus yang berasal dari radiks
posterior L4-S3.

ETIOLOGI
Neuritis Ischiadicus Primer, Entrapment Radiculitis dan Radikulopaty, Entrapment Neuritis
PATOFISIOLOGI
Nervus ischiadicus adalah berkas saraf yang meninggalkan pleksus lumbosakralis dan
menuju foramen infrapiriformis dan keluar pada permukaan tungkai di pertengahan
lipatan pantat. Pada apeks spasium poplitea nervus ischiadicus bercabang menjadi
dua yaitu nervus perineus komunis dan nervus tibialis.
Ischialgia timbul akibat perangsangan serabut-serabut sensorik yang berasal dari
radiks posterior lumbal 4 sampai sakral 3, dan ini dapat terjadi pada setiap bagian
nervus ischiadicus sebelum sampai pada permukaan belakang tungkai.
TANDA dan GEJALA
Nyeri yang menjalar dari tulang belakang bawah (pinggang) ke pantat dan bagian belakang tungkai
Keluhan mati rasa
Kesemutan
Spasme otot
PEMERIKSAAN TEST
Laseque, Patrick, Kontra Patrick

CRS (Cervical Root Syndrome)


1. Nyeri pada ujung saraf yang terletak di berbagai ligament dan otot leher, serta discus
intervertebral dan lapisan luar diskus (annulus fibrosus)
2. Rasa sakit di leher yang bisa dilokalisasi pada tulang leher Atau Dapat menyebar ke lengan
bawah (radiculopati)
3. suatu keadaan terjadinnya iritasi atau penekanan akar-akar saraf spinal pada daerah leher. Yang
menimbulkan gejala nyeri menjalar mulai dari area leher hingga jari-jari tangan sesuai dengan
area dermatomnya dan disertai dengan kelemahan otot yang di inervasi

ETIOLOGI
 Radikulopati : GBS, Herpes Zoster
 Hernia nucleus pulposus (HNP)
 Spondylosis cervicalis
 Kesalahan postural
Masalah lain yang mungkin berperan : disfungsi endokrin, infeksi kronis, kekurangan gizi, postur
tubuh yang buruk, tekanan psikologis

PATOFISIOLOGI
Iritasi serabut saraf  nyeri radikuler  menjalar ke daearah dermatome  nyeri meningkat pada
gerakan tertentu  keetrbatasan gerak

TANDA dan GEJALA


Rasa nyeri yang menjalar mengikuti alur segmentasi serabut saraf yang lesi sehingga disebut dengan
kelemahan otot berdaarakan distribusi myotom yaitu :
1) Terjadi spasme otot
2) Gangguan sensibilitas pada segmen dermatom
3) Gangguan postural yang terjadi akibat menghindari posisi nyeri
4) Pada kondisi kronis timbul kontraktur otot dan klemahan otot pada regio cervikal.
PEMRIKSAAN KHUSUS
Tes Provokasi : Tess purling atau tes kompresi foraminal
Tes distraksi

Anda mungkin juga menyukai