Anda di halaman 1dari 216

ANATOMI Sistem saraf

• Sistem saraf memungkinkan tubuh untuk bereaksi terhadap


perubahan terus-menerus di lingkungan internal dan eksternal. Sistem
saraf juga mengontrol dan mengintegrasikan berbagai aktivitas tubuh,
seperti sirkulasi dan respirasi
• Struktural  sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang)
dan sistem saraf perifer.
• Secara fungsional  istem saraf somatik fungsional dan sistem saraf
otonom
- Neuron adalah unit struktural dan fungsional
dari sistem saraf . Sebuah neuron terdiri dari
badan sel dengan prosesus (ekstensi) yang
disebut dendrit dan akson, yang membawa
impuls ke dan menjauh dari tubuh sel,
masing-masing.

- Myelin merupakan lapisan lemak dan zat


protein yg menyelebungi di sekitar beberapa
akson. Myelin sangat meningkatkan
kecepatan konduksi impuls.

- Neuron motor multipolar memiliki dua atau


lebih dendrit dan akson tunggal yang
mungkin memiliki satu atau lebih cabang
kolateral. Mereka adalah jenis neuron yang
paling umum di sistem saraf (CNS dan PNS).

- Neuron pseudounipolar sensorik memiliki


proses pendek, tampaknya tunggal (tetapi
sebenarnya ganda) yang membentang dari
badan sel.
Sistem Saraf Pusat
Otak
• Otak terdiri dari serebrum, otak kecil, dan batang otak

• Cerebrum meliputi hemisfer serebri dan ganglia basal.

• Diencephalon terdiri dari epithalamus, dorsal thalamus, dan hipotalamus dan


membentuk inti pusat otak

• Pons adalah bagian dari batang otak antara otak tengah dan sumsum tulang
belakang oblongata; itu terletak di bagian anterior fossa cranial posterior.

• Medula oblongata (medulla) terletak di fossa cranial posterior.

• Serebelum adalah massa otak besar yang terletak di posterior pons dan
medulla dan inferior ke bagian posterior serebrum. Ini terdiri dari dua belahan
Ventrikel Otak
• Ventrikel lateral, ventrikel 1 dan 2,
adalah rongga terbesar sistem
ventrikel dan menempati area besar
dari belahan otak. Setiap ventrikel
lateral membuka melalui foramen
interventricular ke ventrikel ke-3.
• Ventrikel 4 berbentuk piramida di
bagian posterior dari pons dan
medulla memanjang inferoposterior
• Suplai darah ke otak berasal dari
arteri karotid interna dan vertebral

• Cabang terminal dari arteri karotid


internal adalah arteri serebral
anterior dan arteri serebral media

• Bagian servikal dari arteri vertebral


naik melalui foramen transversal
vertebra

• Bagian atlantik dari arteri vertebral


masuk ke dura dan arachnoid dan
melewati foramen magnum.

• Bagian intrakranial dari arteri


vertebral bersatu pada batas kaudal
dari pons untuk membentuk arteri
basilar
• Arteri anterior serebral memasok sebagian besar permukaan medial
dan superior otak dan kutub frontal.
• Arteri serebral tengah menyuplai permukaan lateral otak dan kutub
temporal.
• Arteri serebri posterior menyediakan permukaan inferior otak dan
kutub oksipital.
• Drainase vena dari otak terjadi melalui vena cerebral dan cerebellar
yang mengalir ke sinus vena dural yang berdekatan
Peripheral Nervous System
Peripheral Nervous System
Serabut saraf didukung dan dilindungi oleh tiga penutup jaringan ikat:

1. Endoneurium, jaringan ikat halus yang mengelilingi sel-sel


neurilemma dan akson.

2. Perineurium, lapisan jaringan ikat padat yang membungkus fasikel


(bundle fibres) serabut saraf.

3. Epineurium, selubung jaringan ikat tebal yang mengelilingi dan


membungkus sekumpulan fasikel, membentuk lapisan terluar dari
saraf; termasuk jaringan lemak, pembuluh darah, dan limfatik.
Spinal Nerves
1. Saraf anterior (ventral), terdiri
dari motor (eferen)
2. Saraf posterior (dorsal), terdiri
dari sensorik (aferen)

Saat mereka keluar dari foramina intervertebralis, tulang


belakang
saraf dibagi menjadi dua rami:

1. Rami posterior memasok serabut saraf ke sendi sinovial


dari kolumna vertebralis, otot-otot dalam punggung, dan
kulit di atasnya
pola segmental.

2. Rami anterior memasok serabut saraf ke area sisa yang


jauh lebih besar, terdiri
dari daerah anterior dan lateral dari batang tubuh
dan anggota tubuh bagian atas dan bawah.
Sistem Saraf Somatik
• Sistem sensorik somatik mentransmisikan sensasi sentuhan, rasa
sakit, suhu, dan posisi dari reseptor sensorik.
• Sistem motorik somatik hanya mempersarafi otot skeletal,
menstimulasi gerakan reflektif dan refleks dengan menyebabkan otot
berkontraksi, seperti yang terjadi sebagai respons terhadap sentuhan
besi panas.
Sistem Saraf Otonom
SIMPATIS PARASIMPATIS

SIMPATIS
• Presinaps terdapat di kolom sel intermediolateral (IML) dari
sumsum tulang belakang

Postsinaps berada di :
• Ganglia paravertebral = ganglion paravertebral superior terletak
di bagian basal kranium.
• Ganglia prevertebral = berada di pleksus yang mengelilingi
cabang utama aorta abdomen
Badan sel saraf parasimpatis presinaptik terletak di dua tempat di dalam
SSP, dan seratnya keluar melalui dua rute:

• Dalam materi abu-abu batang otak, serat saraf keluar dari SSP dalam saraf
kranial III, VII, IX, dan X; serat-serat ini merupakan aliran keluar
parasimpatis kranial.

• Dalam materi abu-abu segmen sacral sumsum tulang belakang (S2-4),


serat saraf keluar dari SSP melalui nervus S2–4 dan saraf splanchnic
panggul yang muncul dari rami anterior.
Histologi
• Sistem saraf manusia dibentuk oleh jejaring yang tersusun atas
miliaran sel saraf (neuron), yang kesemuanya ditunjang oleh sejumlah
besar sel glia.
• sistem saraf terbagi menjadi:
• Sistem sarafpusat (SSP), yang terdiri atas otak dan medula spinalis
• Sistem saraf tepi (SST), yang terdiri atas saraf kranial, spinal dan saraf perifer
yang menghantarkan impuls ke dan dari SSP (masing-masing saraf motorik
dan sensorik) dan ganglia saraf yang merupakan sekelompok kecil sel saraf di
luar SSP
Perkembangan jaringan saraf
• jaringan saraf berkembang dari lapisan embrional luar ektoderm, yang
dimulai dari minggu ketiga kehidupan embrio manusia. (Gambar 9-2).
• Sisi lateral lempeng ini terlipat ke atas, tertekuk dan tumbuh mendekat ke
arah medial dan dalam beberapa hari menyatu membentuk tube neuralis.
Sel-sel tubus neuralis menghasilkan keseluruhan SSP yang meliputi neuron,
sel glia, sel ependim dan sel epitel plexus choroideus.
• Ketika lipatan menyatu dan tubus neuralis terpisah dari ektoderm yang kini
berada di atasnya yang akan membentuk epidermis, suatu populasi sel
penting yang disebut crista neuralis terpisah dari neuroepitel dan menjadi
mesenkim. Sel-sel crista neuralis bermigrasi jauh dan berdiferensiasi menjadi
semua sel sistem saraf tepi serta sejumlah tipe sel nonleuronal lainnya.
Neuron
• Unit fungsional baik dalam SSP mauPun SST adalah neuron atau sel saraf.
• Kebanyakan neuron terdiri atas tiga bagian (Gambar 9-3):
• badan sel, atau perikarion yang merupakan pusat trofik atau sintesis untuk keseluruhan
se1 saraf dan juga menerima stimulus
• dendrit, yaitu prosessus panjang yang dikhususkan untuk menerima stimulus dari
lingkungan, sel-sel epitel sensorik, atau dari neuron lain
• akson yang merupakan suatu Prosessus tunggal yang dikhususkan untuk menciptakan
atau menghantarkan impuls saraf ke sel-sel lain (sel saraf, sel otot, dan sel kelenjar).
Bagian distal akson umumnya bercabang dan membentuk percabangan terminal. Setiap
cabang berakhir pada sel berikutnya berupa pelebaran yang disebut bulbus akhir
(boutons), yang berinteraksi dengan neuron atau sel selain neuron, dan membentuk
struktur yang disebut sinaps.
• Berdasarkan jumlah dan prosessus yang terjulur dari badan sel, kebanyakan neuron dapat
digolongkan sebagai berikut (Gambar 9-4):
• Neuron multipolar, yang memiliki sebuah akson dan dua atau lebih dendrit
• Neuronbipolar, dengan sebuah dendrit dan sebuah akson
• Neuron pseudounipolar,yang memiliki sebuah prosessus yang bercabang di dekat perikarion dengan cabang
panjang yang terjulur ke ujung perifer dan yang lain terjulur ke SSP
• Kebanyakan neuron di tubuh adalah multipolar.
• Neuron bipolar ditemukan dalam retina, mukosa olfaktorius, di ganglion cochleare (telinga dalam)
dan ganglion vestibulare. di tempat-tempat tersebut neuron bipolar masing-masing mengurus indera
penglihatary penghidu dan keseimbangan.
• Neuron pseudounipolar ditemukan di ganglion spinale (ganglion sensorik dalam saraf spinal) dan
kebanyakan ganglion kranial.
• Karena prosessus yangberasal dari perikarion jarang terlihat pada potongan jaringan saraf, neuron
tidak dapat diklasifikasikan dengan inspeksi visual
• Neuron dapat juga diklasifikasikan berdasarkan peran fungsionalnya
(Tabel 9-1) :
• Neuron motorik (eferen) mengendalikan organ efektor seperti serabut otot
dan kelenjar eksokrin dan endokrin.
• Neuron sensorik (aferen) terlibat dalam penerimaan stimuius sensorik dari
lingkungan dan dari dalam tubuh.
• Dalam SSP, badan sel saraf hanya terdapat dalam substansia grisea;
prosessus neuron terdapat di substansia alba
• Dalam SST, badan-badan sel terdapat di dalam ganglia dan di
beberapa area sensorik, misalnya mukosa olfaktorius.
Badan sel/ perikarion
• Badan sel atau perikarion, adalah bagian neuron yarrg mengandung inti dan sitoplasma di
sekelilingnya, dan tidak mencakup prosessus sel (Gambar 9-3).
• Badan sel merupakan pusat trofik
• Kebanyakan sel saraf memiliki inti eukromatik (terpulas pucat) sferis dan sangat besar, dengan
nukleolus yang nyata.
• Sel saraf binukleus terkadang terlihat di ganglia simpatis dan sensorik.
• Kromatin halus tersebar merata, yang menggambarkan tingginya aktivitas sintesis dalam sel-sel ini.
• Badan sel memiliki suatu RE kasar yang tersusun berupa agregat sisterna paralel.
• sitoplasma di antara sisterna terdapat banyak poliribosom, yang memberi kesan bahwa sel-sel
• ini menyintesis protein struktural dan protein untuk transpor dan sekresi.
• Bila dipulas dengan pewarna yang cocok, RE kasar dan ribosom bebas tampak sebagai gumpalan
materialbasofilik di bawah mikroskop cahaya, yang disebut substansi kromatofilik/ badan Nissl
• Apparatus Golgi hanya terdapat dalam badan sel, tetapi mitokondria dapat
dijumpai di seluruh sel dan biasanya banyak dijumpai di ujung akson.
• Filamen intermedia banyak dijumpai dalam perikarion dan prosessus sel
dan disebut neurofilamen.
• Neurofilarnen mengalami pengikatan-silang dengan bahan fiksasi tertentu
dan bila diimpregnasi dengan perak, neurofilamen akan rnembentuk
neurolibril yang tampak dengan mikroskop cahaya.
• Neuron juga mengandung mikrotubulus
• Sel saraf kadang-kadang mengandung inklusi materi pigmen seperti
lipofusin, yang terdiri atas badan residu yang tidak tercerna oleh lisosom.
Dendrit
• Dendrit umumnya pendek dan bercabang-cabang mirip pohon (Gambar 9-3).
• Dendrit sering diselubungi oleh banyak sinaps dan merupakan tempat penerimaan sinyal dan
pemrosesan utama di neuron.
• Percabangan dendrit memungkinkan sebuah neuron untuk menerima dan mengintegrasi sejumlah
besar ujung akson dari sel saraf lain.
• Berbeda dari akson yang berdiameter konstant dendrit makin mengecil setiap kali bercabang.
• Komposisi sitoplasma pada basis dendrit mirip dengan komposisi sitoplasma perikarion tetapi tidak
mengandung kompleks Golgi.
• Kebanyakan sinaps yang berkontak dengan neuron terdapat di spina dendritik, yang umumnya
merupakan struktur tumpul pendek dengan panjang 1 sampai 3 pm yang terjulur dari dendrit, yang
terlihat dengan metode pulasan perak (Gambar 9-5). Spina ini terdapat dalam jumlah banyak dan
berfungsi sebagai tempat pemrosesan pertama untuk sinyal sinaps yang tiba di sebuah neuron.
• Spina dendritik berperan banyak pada perubahan konstan yang membentuk plastisitas neuron yang
menjadi dasar proses adaptasi, pembelajaran, dan memori.
Akson
• Kebanyakan neuron hanya memiliki satu akson bahkan ada sejumlah kecil yang
tidak mempunyai akson sama sekali.
• Sebuah akson merupakan cabang silindris dengan panjang dan diameter yang
bervariasi, sesuai jenis neuronnya.
• Akson umumnya merupakan prosessus yang sangat panjang. Contohnya, akson
sel motorik di medula spinalis yang mensarafi otot kaki harus memiliki panjang
hingga 100 cm (-40 inci).
• Semua akson berasal dari daerah berbentuk piramida pendek, yaitu muara
akson (axon hillock), yang muncul dari perikarion (Gambar 9-3).
• Membran plasma di akson disebut aksolemma dan isinya dikenal sebagai
aksoplasma.
• Tepat di belakang muara akson di segmen inisial, terdapat tempat bertemunya berbagai rangsang
eksitatorik dan inhibitorik yang mengalami penjumlahan aljabar, sehingga menghasilkan keputusan
untuk meneruskan-atau tidak meneruskan suafu impuls saraf.
• Beberapa jenis kanal ion terdapat pada segmen inisial dan kanal tersebut penting unLuk menghasilkan
potensial aksi.
• Berbeda dengan dendrit, akson memiliki diameter yang tetap dan tidak bercabang banyak. Kadang-
kadang, segera setelah keluar dari badan sel, akson menghasilkan sebuah cabang yang kembali ke
daerah badan sel saraf.
• Semua cabang akson dikenal sebagai cabang kolateral (Gambar 9-3).
• Aksoplasma mengandung mitokondria, mikrotubulus, neurofilamery dan sejumlah sisterna retikulum
endoplasma halus.
• Ketiadaan poliribosom dan RE kasar memperjeias ketergantungan akson pada perikarion unfuk
mempertahankan diri.
• Jika suatu akson terpotong, bagian perifernya akan cepat berdegenerasi.
Sel glia
• Di SSP sel-sel glia mengelilingi sebagian besar badan sel neuron yang
biasanya jauh iebih besar daripada sel glia, dan prosessus akson serta
dendritnya yang menempati ruang antarneuron.
• Kecuali di sekitar pembuluh darah besar, SSP hanya memiliki sejumlah
kecil jaringan ikat atau matriks ekstrasel.
• Sel glia (Tabel 9-2) melengkapi lingkungan mikro yang ideal untuk
aktivitas neuronal.
• Suatu jejaring padat serabut dari prosessus neuron dan sel glia mengisi
ruang interneuronal SSP dan disebut neuropil (Gambar 9-9).
• Terdapat enam jenis sel glia:
1. oligodendrosit
• Oligodendrosit membentuk selubung mielin yang merupakan insulator listrik neuron pada SSP.
• Oligodendrosit menjulurkan prosessus yang membungkus sejumlah bagian akson dan menghasilkan selubung
mielin seperti yang tampak pada Gambar 9-10a.
• Oligodendrosit merupakan sel glia yang dominan di substansia alba pada SSP. Prosessus tersebut tidak terlihat
dengan pemulasan mikroskop cahaya rutin karena oligodendrosit biasanya tampak sebagai sel kecil dengan inti
bundar yang terkondensasi dan sitoplasma yang tidak terpulas (Gambar 9-9a dan 9-10a).

2. Astrosit
• Astrosit adalah sel berbentuk bintang dengan banyak prosessus yang menjalar (Gambar9-10b dan 9-11) dan unik
untuk SSP.
• Astrosit dengan sedikit prosessus panjang disebut astrosit fibrosa dan terdapat di substansia alba; astrosit
protoplasma dengan banyak prosessus bercabang pendek ditemukan di substansia grisea
• Astrosit memiliki peran suportif bagi neuron dan sangat penting untuk pembentukan SSP selama perkembangan
embrio dan janin.
• Selain fungsi penyokongnya, astrosit berperan penting dalam mengendalikan lingkungan ion dan kimiawi
neuron
• Beberapa astrosit memiliki Prosessus dengan ujung-ujung perivaskular (perirtascular feet) yang melebar yang
menyelubungi sel endotel kapiler dan ikut membentuk sawar darah-otak.
• Ujung-ujung perivaskular ini penting untuk kemampuan dalam mengatur vasodilatasi dan pemindahan O2
dan ion serta zat lain dari darah ke neuron.
• bila terdapat cedera pada susunan saraf pusat astrosit berproliferasi untuk membentuk jaringan parut sel
(yang sering menganggu regenerasi neuron)
• Astrosit mengatur konstituen lingkungan ekstrasel, mengabsorpsi kelebihan neurotransmiter setempt dan
menyekresikan molekul metabolik dan faktor yang mengatur aktivitas neuron.
• astrosit saling berkomunikasi melalui taut celah, yang membentuk suatu jejaring yang memungkinkan arus
informasi dari satu tempat ke tempat lain
• Prosessus semua astrosit diperkuat berkas-berkas filamen intermedia yang terdiri atas protein asam glia
berfibril (GFAP, glial fibrillary acid protein) yang berfungsi sebagai suatu penanda unik bagi astrosit, yang
merupakan sumber utama tumor otak.
3. Sel ependim
• Sel ependim adalah sel epitel kuboid atau silindris rendah yang melapisi ventrikel otak dan canalis centralis di medula
spinalis (Gambar 9-10c dan 9-12).
• pada lokasi SSP tertentu, ujung apikal sel ependim memiliki silia, yang memudahkan pergerakan cairan serebrospinal
(CSS), atau mikrovili panjang yang tampaknya terlibat dalam absorpsi.

4. Mikroglia
• Mikroglia adalah sel kecil memanjang dengan prosessus pendek yang iregular (Gambar 9-10d dan 9-13), yang berjumlah
lebih sedikit daripada oligodendrosit atau astrosit tetapi tersebar lebih merata di seluruh substansia alba dan grisea.
• Mikroglia menyekresi sejumlah sitokin imunoregulatorik dan menjadi mekanisme utama pertahanan imun pada
jaringan SSP.
• Mikroglia berasal dari monosit dalam sirkulasi darah, yang termasuk dalam famili yang sama seperti makrofag dan sel
penyaji-antigen lainnya.
• Inti sel-sel mikroglia dapat dikenali pada sediaan HE rutin oleh strukturnya yang memanjang dan padat, yang berbeda
dengan inti sel glia lain yang sferis dan terpulas lebih pucat.
5. Sel schwann
• Sel Schwann/ neurolemmosit, hanya ditemukan pada SST dan memiliki interaksi trofik dengan
akson dan memungkinkan mielinisasinya seperti oligodendrosit pada SSP.
• Satu sel Schwann membentuk mielin di sekeliling satu segmen sebuah akson, berbeda dengan
kemampuan oligodendrosit yang dapat bercabang dan meliputi bagian sejumlah akson.
(Gambar 9-10e)

6. Sel satelit ganglia


• berasal dari crista neuralis embrionik seperti neurolemmosit
• sel satelit kecil membentuk suatu lapisan penutup di atas badan sel neuron yang besar pada
ganglia SST (Gambar 9-10f).
• sel satelit memainkan peran trofik atau Penyangga
SSP
• Struktur utama SSP terdiri atas serebrum, serebelum, dan medula spinalis.
• SSP hampir tidak memiliki jaringan ikat dan karenanya, konsistensi organ ini mirip gel, yang relatif lunak
• Bila diiris, serebrum, serebelum, dan medula spinalis memperlihatkan daerah putih (substansia alba) dan kelabu
(subslansia grisea); perbedaan hal tersebut terjadi karena perbedaan distribusi mielin.
• Komponen utama substansia alba adalah akson bermielin (Gambar 9-14) dan oligodendrosit
• Substansia alba tidak mengandung badan sel neuron, tetapi terdapat mikroglia.
• Substansia grisea mengandung seiumlah besar badan sel neuron, dendrit, bagian awal akson yang tidak bermieiin,
astrosit, dan sel mikroglia. Substansi ini merupakan daerah terbentuknya sinaps.
• Substansia grisea terutama terdapat di permukaan cortex cerebri dan serebelum, sedangkan letak substansia alba
lebih ke pusat.
• Agregat badan sel neuron yang membentuk pulau-pulau substansia grisea yang terbenam dalam substansia alba
disebut nuclei.
• Neuron yang paling banyak adalah neuron piramidal eferen yang terdapat dengan berbagaiukuran (Gambar 9-15).
• Sel-sel korteks serebri berperan pada integrasi informasi sensorik dan inisiasi respons motorik volunter.
• Cortex cerebelli, Yang mengoordinaslkan aktivitas otot di seluruh tubuh, memiliki tiga lapisan (Gambar 9-16):
• Suatu lapisan molekular luar, suatu lapisan tengah yang terdiri atas neuron berukuran besar yang disebut sel purkinje, dan
lapisan granular internal.
• Badan sel purkinje terlihat jelas, bahkan pada sediaan yang dipulas dengan H&E dan dendritnya menjalar di seluruh
lapisan molekular sebagai jala serabut saraf yang bercabang (Gambar 9-16).
• Lapisan granular dibentuk oleh neuron yang sangat kecil (terkecil di tubuh), yang berhimpitan, berbeda dengan
badan sel neuron di lapisan molekular yang tidak begitu padat (Gambar 9,16).
• Pada potongan melintang medula spinalis, substansia alba terletak di pinggir dan substansia grisea terletak di dalam serta
berbentuk seperti huruf H (Gambar g-17).
• Di bagian pusat terdapat suatu lubang, yaitu canalis centralis,yangberkembang dari lumen tubus neuralis embrio.
• Tungkai substansia grisea dari huruf H ini membentuk cornu anterior, yang mengandung neuron motorik dengan akson
yang membentuk radiks ventral saraf spinal, dan cornu posterior yang menerima serabut sensorik dari neuron-neuron di
ganglia spinal (radiks dorsal).
• Neuron medula spinalis berukuran besar dan multipolar, terutama neuron motorik di cornu anterior (Gambar 9-12).
• Sawar darah otak
• Komponen utamanya adalah endotel kapiler dengan sel-sel yang tersekat rapat dengan taut kedap
• lamina basal kapiler di sebagian besar regio SSP dilapisi oleh kaki perivaskular astrosit
• Plexus choroideus
• Plexus choroideus adalah jaringan ikat khusus yang menonjol berupa lipatan-lipatan yang dalam dengan banyak vili kedalam empat
ventrikel besar di otak (Gambar 9-20).
• Pleksus ini terdapat di atap ventrikel ketiga dan keempat dan sebagian di dinding kedua ventrikel lateral
• Setiap vilus di plexus choroideus mengandung selapis tipis pia mater yang tervaskularisasi dengan baik dan dilapisi oleh se ependimal
kuboid.
• Fungsi utama plexus choroideus adalah memindahkan air dari darah dan melepaskannya dalam bentuk CSS.
• Cairan tersebut penting untuk metabolisme di dalam SSP dan bekerja sebagai peredam goncangan mekanis.
• CSS tidak berwarna, berdensitas rendah, mengandung ion Na, K, dan Cl tetapi mengandung sangat sedikit protein dan sel satu-satunya
adalah limfosit yang berjumlah sangat sedikit.
• Cairan ini dihasilkan secara kontinu dan beredar melalui dinding vilus plexus choroideus dan masuk dalam sirkulasi melalui ventrikel dan
canalis centralis yang lalu masuk ke dalam ruang subarakhnoid.
• Dalam ruang subarakhnoid, villi arachnoidales menyediakan jalur utama bagi absorpsi CSS ke dalam sirkulasi vena karena tidak terdapat
pembuluh limfe di jaringan SSP.
SST
• Komponen utama sistem saraf tepi adalah saraf, ganglia, dan ujung saraf.
• Saraf adalah berkas serabut saraf (akson) yang dikelilingi sel glia dan jaringan ikat.

1. Serabut saraf
• Serabut saraf terdiri atas akson yang dibungkus selubung khusus yang berasal dari crista neuralis
embrional.
• Pada serabut saraf perifer, akson diselubungi oleh sel Schwann, yang juga disebut neurolemmosit
(Gambir
• 9-10e). Selubung dapat atau tidak dapat membentuk mielin disekitar akson bergantung pada
diameternya.
• Akson berdiameter kecil umumnya adalah serabut saraf tak bermielin (Gambar 9-22 dan 9,25).
• Akson yang lebih tebal umumnya diselubungi oleh lebih banyak lapisan konsentris sel penyelubung
yang membentuk selubung mielin. Serabut-serabut ini dikenal sebagai serabut saraf bermielin
2. Saraf
• Pada sistem saraf perifer, serabut-serabut saraf berkelompok menjadi berkas untuk membentuk saraf. Kecuali
beberapa saraf yang sangat tipis yang terdiri atas serabut tak bermielin
• saraf memiliki tampilan yang mengilap, dan keputihan karena kandungan mielin dan kolagennya.
• Di luar terdapat lapisan fibrosa iregular yang disebut epineurium, yang berlanjut lebih dalam dan juga mengisi
rongga di antara berkas-berkas serabut saraf.
• Setiap berkas tersebut atau fasciculus dikelilingi oleh perineurium, yaitu selapis jaringan ikat khusus yang terdiri
atas lapisan sel-sel gepeng mirip-epitel. Sel-sel ini berfungsi penting unfuk melindungi serabut saraf dan membantu
mempertahankan lingkungan mikro.
• Di dalam selubung perineurium, terdapat akson-akson berselubung sel Schwann dan jaringan ikat pembungkusnya,
yaitu endoneurium (Gambar 9-27).
• Saraf memungkinkan komunikasi antara pusat-pusat di otak dan medula spinalis dan organ sensorik serta efektor
(otot, kelenjar, dan lain-lain).
• Saraf memiliki serabut-serabut aferen dan eferen.
• Serabut aferen membawa informasi yang diperoleh dari bagian dalam tubuh dan lingkungan ke susunan saraf pusat.
• Serabut-serabut eferen membawa impuls dari susunan saraf pusat ke organ efektor yang dipengaruhi pusat-pusat
saraf tersebut.
• Saraf yang hanya memiliki serabut sensorik disebut saraf sensorik; saraf yang hanya terdiri atas serabut yang
membawa impuls ke efektor disebut saraf motorik.
• Kebanyakan saraf memiliki serabut sensorik dan motorik, dan disebut saraf campuran yang biasanya memiliki
akson bermielin dan tak bermielin (Gamb ar 9-27b).

3. Ganglia
• Ganglia biasanya merupakan struktur lonjong yang mengandung badan sel neuron dan sel glia yang ditunjang oleh
jaringan ikat.
• bekerja sebagai stasiun relay untuk menghantarkan impuls saraf, satu saraf masuk dan saraf yang lain keluar dari
setiap ganglion.
• Arah impuls saraf menentukan apakah suatu ganglion menjadi ganglion sensorik atau otonom.
• Ganglia sensorik menerima impuls aferen yang menuju SSP.Ganglia sensorik berhubungan dengan saraf kranial
(ganglia kranial) dan radiks dorsal saraf spinal (ganglia spinalis).
• Ganglia sensorik disangga oleh simpai dan kerangka jaringan ikat
khusus. Neuron ganglia ini merupakan neuron pseudounipolar dan
meneruskan informasi dari ujung saraf ganglion ke substansia grisea
medula spinalis melalui sinaps dengan neuron setempat.
• Saraf otonom memengaruhi efek aktivitas otot polos, sekresi
sejumlah kelenjar,memodulasi irama jantung dan aktivitas involuntar
lainnya sehingga tubuh dapat mempertahankan lingkungan internal
• ganglia otonom merupakan pelebaran berbentuk bulbus pada saraf
otonom. Simpai ganglia ini memiliki batas yang kurang tegas. Selapis
sel satelit sering membungkus neuron ganglia otonom
FISIOLOGI

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Sistem Saraf dibagi :
• Sistem saraf Pusat
• Otak
• Medula spinalis
• Sistem saraf Tepi
• Divisi Aferen (sensorik)
• Divisi Eferen (motorik)
• Sist. Saraf somatik
• Sist. Saraf Autonom
• Sist saraf simpatis
• Sist saraf parasimpatik
• Sist saraf enterik
Neuron
Neuron (sel saraf)satuan
struktural sistem saraf.
Klasifikasi neuron
Berdasarkan:
• Jumlah kutub (unipolar
,bipolar dan multipolar)
• Fungsi (neuron motorik dan
neuron sensorik
• Panjang akson (neuron golgi 1
dan neuron golgi 2)

Sembulingam K, Sembulingam P. Buku Ajar


Fisiologi Kedokteran, 2013.
Struktur Neuron

Sembulingam K, Sembulingam P. Buku Ajar


Fisiologi Kedokteran, 2013.
Tiga kelas
neuron
• Neuron
Aferen(sensorik)
• Neuron Eferen
(motorik)
• Antarneuron (99%)

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Neuroglia
Neuroglia (glia = lem)/ sel glia  sel pendukung sistem saraf. Sel glia
tidak dapat menghantarkan impuls (potensial aksi). Jumlahnya 10 – 15
kali lebih banyak dari sel neuron.

Klasifikasi sel glia :


A. Central neuroglia cell
B. Perifer neuroglia cell
Central Neuroglia Cell

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Central Neuroglia Cell

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Periferal Neuroglia cell
• Schwan cell ( sel glia major di PNS)
• Berikan mielinasi (isolasi) di sekitar serabut saraf di PNS.
• Mainkan peran penting dalam regenerasi saraf
• Hapus debris seluler selama regenerasi dengan aktivitas fagositik mereka.
• Satellite cell (sel glial yang ada di bagian luar permukaan neuron PNS)
• Berikan dukungan fisik pada neuron PNS
• Membantu mengatur lingkungan kimia ECF di sekitar neuron PNS.
Sistem Saraf Pusat
• Sistem saraf pusat (SSP) termasuk otak dan
medula spinalis yang dibentuk oleh neuron dan
sel pendukung(neuroglia).

Klasifikasi :
Sistem saraf Pusat

Otak serebelum Batang Medula


depan otak spinalis

Diensefalon Serebrum

1. Nukleus basal
1.Hipotalamus
2. Korteks
2. Talamus serebrum

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Pelindung Sistem Saraf Pusat
1. SSP dibungkus oleh struktur tulang keras .Kranium ( tengkorak ) dan
kolumna vertebralis mengelilingi korda spinalis.
2. Antara tulang pelindung dan jar. Saraf terdapat 3 lapis membran
protektif dan nutritif ,yaitu meningen.(durameter ,arachnoid
meter,piameter)
3. Otak mengapung dalam suatu bantalan cairan khusus , cairan
serebrospinal (CSS)
4. Terdapar sawar darah otak sangan selektif yg membatasi akss
bahan “ di dalam darah masuk ke jaringan otak yg rentan.
Struktur dan fungsi Otak

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Korteks Serebrum
Serebrum dibagi 2hemisfer kiri dan kanan. Keduanya dihubungkan oleh korpus kalosum.
Hemisfer kiri  tugas logis analitik ,sekuensial,dan verbal ( matematika ,bahasa , filosofi)
Hemister kanan keterampilan non- bahasa ,memiliki talenta bermusik dan artistik)

Korpus kalosum adalah “information superhighway” . Kedua hemisfer berkomunikasi dan saling bekerja
sama melalui pertukaran informasi konstan melalui koneksi saraf ini.

Diseluruh SSP diselubungi :


• Subtansia Grisea (luar)
terdiri dari badan sel neuron dan dendrit tersusun padat serta sebagian sel glia.
• Subtansia Alba(dalam)
Warnanya putih disebabkan oleh komposisi lemak mielin.
Empat pasang lobus korteks
Serebrum
1. Lobus Oksipitalis
 Melaksanakan pemrosesan awal
masukan penglihatan.
2. Lobus Temporalis
Menerima sensasi suara (auditorik)
3. Lobus Parietalis
menerima dan memroses masukan
sensorik.
4. Lobus frontalis
1) aktivitas motorik volunter ,2)
kemampuan bicara 3)elaborasi pikiran.

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Daerah fungsional korteks
serebrum

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Peta
somatotropik
korteks
somatosensorik
dan korteks
motorik primer

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Berbahasa
Bahasa = bentuk komunikasi yg kompleks ketika kata yg ditulis atau diucapkan menyimbolkan
benda dan menyampaikan gagasan.

Daerah primer khusus untuk bahasa


1. Daerah Wernicke (letak di korteks kiri pertemuan lobus parietalis,temporalis,dan oksipitalis)
 Bag ini menerima masukan dr lon oksipitalis ,temporalis dan korteks somatosensorik .
( Pemahaman bahasa)

2. Daerah Broca (letak di lob frontalis kiri berdekatan daerah motorik korteks mengontrol otot
u/ artikulasi)
mengontrol otot u/ artikulasi (PPembentukan bicara)
Jalur untuk mengucapkan kata yg dilihat dan
didengar

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Nukleus Basal
(inhibitorik penting kontrol motorik)
Peran :
• Menghambat tonus otot di seluruh tubuh (mempertahankan
keseimbangan antara masukan eksitatorik dn inhibitorik ke neuron”
pada otot rangka.
• Memilih dan mempertahankan aktivitas motorik bertujuan menekan
pola gerakan yang tidak berguna/diinginkan.
• Memantau dan mengkoordinasikan kontraksi lambat yg menetap
,terutama yg berkaitan dg postur dan penopangan.
Talamus
(pemancar sensorik dan penting dl
kontrol motorik)
Talamus “ stasiun pemancar”
Peran :
Pemrosesan awal semua masukan sensorik dan
meneruskan ke daerah somatosensorik yg sesuai
,serta ke bag lain otak.
Kesadaran kasar terhadap sensasi
Berperan dalam kesadaran
Berperan dalam kontrol motorik
Hipotalamus
(homeostatik)
Peran =
• Mengontrol suhu tubuh
• Mengontrol rasa haus dan pengeluaran urin
• Mengontrol asupan makanan
• Kontrol sekresi hormon hipofisis anterior
• Menghasilkan hormon hiposisis poserior
• Kontrol kontraksi uterus dan ejeksi susu
• Ikut mempengaruhi otot polos ,otot jantung ,dan kel eksokrin
• Berperan dalam emosi dan prilaku
• Berperan dlam siklus tidur bangun
Emosi
Mencakup perasaan emosional sbjektif dan suasana hati.( mis: marah ,
takut ,sedih,gembira)
Diperankan oleh sistem limbik .
Amigdala ( interior di bawah lobus temporalis)
 Penting untuk memroses masukan yg menghasilkan senasi takut.
Memori
Memori  prnyimpanan pengetahuan yg didapat untuk dapat diingat kembali kemudian.
Perubahan “ saraf yg berperan dalam retensi atau penyimpanan pengetahuan dikenal sebagai
jejak memori.

Penyimpanan informasi ada 2 cara : ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang.

Ingatan jangka pendek berlangsng beberapa detik hingga jam ,sedangkan jangka panjang
dipertahankan dalam hitungan harian sampai tahunan.

Proses pemindahan dan fiksasi jejak ingatan jangka pendek menjadi simpanan ingatan jangka
panjang dikena sbg konsolidasi.
Perbandingan ingatan jangka pendek
dan jangka panjang.

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Serebelum
Peran =
• Mempertahankan keseimbangan
• Meningkatkan tonus otot
• Mengkoordinasikan dan merencanakan aktivitas otot sadar
terampil.

Bagian” serebelum melakukan fungsi” berikut =


1. Vestibuloserebelum
Mempertahankan keseimbangan dan konol gerakan mata.
2. Spinoserebelum
Meningkatkan tonus otot dan mengkoordinasikan gerakan volunter
terampil.cth : gerakan sendi bahu,siku dan pergelangan tangan .
3. Serebroserebelum
Perencanaan dan inisiasi aktivitas volunter dengan membeikan
masukan ke daeah motorik korteks.Penyimpanan gerakan
prosedural.
Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Batang otak
Batang otak terdoro dari : medula oblongata,pons ,otak tengah.
Peran =
• Sebagian besar dari 12 pasang saraf kranialis berasal dari batang otak . Saraf”
ini mempersarafi struktu kepala dan leher .Kecuali saraf kranialis X ( saraf
vagus)
• Pusat kontrol KV , respirasi dan pencernaan
• Regulasi refleks otot yg berperan dlm keseimbangan dan postur
• Penerimaan dan integrasi semua masukan sinaps dan korda spinalis ;
pengaktifan korteks serebrum dan keadaan terjaga
• Berperan dalam siklus tidur bangun.
Saraf
Kranialis

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Korda spinalis
Dari korda spinalis keluar
pasangan” saraf spinalis
melalui ruang” yg terbentuk
antara lengkung tulang
berbentuk sayap vertebra”
berdekatan.

Terdapat 8 pasang saraf


servikalis (leher) (C1-C8),12
saraf torakalis(dada) ,5 saraf
lumbalis (panggul) ,dan 1 saraf
koksigeus (tulang ekor)
Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Fungsi korda spinalis
1. Sebagai penghubung untuk transmisi informasi antara otak dan bag
tubuh sisanya.
2. Mengintegrasikan aktivitas refleks antara masukan aferen dan
keluaran eferen tanpa melibatkan otak.(reflek spinal)
Saraf spinalis
31 pasang

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Korda spinalis
Struktur

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Saraf spinalis
Akar dorsal dan akar ventral berhubungan
membentuk saraf spinalis.

• Akar dorsal (sensorik)


Dilalui serat aferen (dri reseptor perifer ke
korda spinalis)
• Akar Ventral (motorik)
Dilalui serat eferen (dari SSP ke luar)

Saraf  berkas akson akson neuron


perifer,sebagian aferen dan eferen,yg dibungkus
oleh jaringan ikat dan mengikuti jalur yg sama.

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Traktus Ascendens dan descendens subtansia
alba korda spinalis.

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Traktus
• Traktus Ascendens
Korda spinalis ke otak

• Tractus Descendens
 Otak ke korda spinalis
Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Refleks
Refleks  setiap respon yg terjadi secara otomatis tanpa upaya sadar.
Ada 2 :
1.Reflek sederhana (respon inheren tanpa dipelajari)
Cth: menarik tangan saat terkena benda panas.
2. Reflek Didapat(terjadi karena latihan dan belajar)
Cth: main piano.

Lengkung refleks jalur saraf yg terlibat dlm melaksanakan akivitas refleks


1. Reseptor sensorik
2. Jalur aferen
3. Pusat integrasi
4. Jalur eferen
Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Fisiologi sistem saraf tepi (aferen)
• Stimulus: perubahan yg terdeteksi o/ tubuh
• Reseptor sensorik: berespon thd stimulus
• Transduksi sensorik: proses perubahan bentuk stimulus mjd sinyal
listrik utk bisa menghasilkan potensial reseptor
• Potensial reseptor: potensial berjenjang di reseptor

Sherwood, L. Human physiology: from cells to systems. 8th ed.


Potensial reseptor
Stimulus pd reseptor → perubahan permeabilitas memb → pembukaan kanal
kation non spesifik → Na+ masuk →
a. Ujung khusus neuron aferen: depolarisasi mencapai ambang → kanal Na+
berpintu listrik terbuka → potensial aksi dihantarkan sepanjang serat aferen ke
SSP
b. Reseptor sel terpisah (sel reseptor bersinaps dg ujung neuron aferen):
depolarisasi lokal → kanal Ca2+ berpintu listrik terbuka → Ca2+ memicu
eksitatorik neurotransmitter → neurotransmitter ikatan dg kanal – reseptor Na+
berpintu kimiawi → Na+ masuk ke neuron aferen → depolarisasi menuju
ambang kanal Na+ berpintu listrik terbuka → potensial aksi dihantarkan
sepanjang serat aferen ke SSP
Sherwood, L. Human physiology: from cells to systems. 8th ed.
Sherwood, L. Human physiology: from cells to systems. 8th ed.
Neuroscience. 5th ed.
Inisiasi potensial aksi:
• Neuron aferen: ujung
perifer dekat reseptor
• Neuron eferen &
antarneuron: axon hillock

Sherwood, L. Human physiology: from cells to systems. 8th ed.


Transduksi sinyal ke SSP
• Neuron aderen mendeteksi rangsangan (neuron sensorik ordo
pertama) → sinaps dg korda spinalis atau medula (neuron sensorik
ordo kedua) → sinaps dg talamus (neuron sensorik ordo ketiga) →
proyeksi pd korteks → otak melokalisasi rangsangan dan menguraikan
jenis rangsangan

Sherwood, L. Human physiology: from cells to systems. 8th ed.


Jenis reseptor
• Berdasarkan stimulus
• Fotoreseptor: cahaya
• Mekanoreseptor: energi mekanis (peregangan di otot rangka, baroreseptor)
• Mekanoreseptor kutaneus: sentuhan, vibrasi, tekanan
• Proprioseptor: mengetahui posisi tubuh
• Termoreseptor: suhu
• Osmoreseptor: perubahan konsentrasi zat terlarut dlm CES, perubahan aktivitas
osmotik
• Kemoreseptor: bahan kimia (penghidu, pengecapan, konsentrasi O2 & CO2,
kandungan kimiawi sal cerna)
• Nosiseptor: nyeri (kerusakan jar)
Sherwood, L. Human physiology: from cells to systems. 8th ed.
Neuroscience. 5th ed.
• Bds kecepatan adaptasi:
• Reseptor tonik: tdk
adaptasi/adaptasi lambat →
mempertahankan informasi
ttg stimulus (proprioseptor)
• Reseptor fasik: cepat adaptasi
→ tdk lagi berespon thd
rangsangan yg menetap
(badan Pacini)

Sherwood, L. Human physiology: from cells to systems. 8th ed.


Reseptor taktil
• Reseptor rambut:
• pergerakan rambut, sentuhan lembut
• Badan merkel:
• Sensitif thd sentuhan ringan menetap & tekstur (utk membaca Braille)
• Adaptasi lambat
• Byk pd ujung jari
• Badan pacini
• Getaran, tekanan (deteksi benda yg digenggam)
• Adaptasi cepat

• Badan meissner:
• Sentuhan ringan
• Adaptasi cepat
• > sensitif dr badan merkel tapi receptive field >
• Ruffini:
• Tekanan dalam yg dipertahankan & regangan kulit
• Responsif thd stimulus internal (presentasi jari)

Sherwood, L. Human physiology: from cells to systems. 8th ed.


Neuroscience. 5th ed.
Diskriminasi lokasi stimulus
• Receptive field (medan reseptif): area kulit sekita yg ikut terstimulasi
saat diberikan rangsangan pd regio ttt
→ semakin sedikit percabangan saraf aferen, semakin sempit medan
reseptif
→ semakin sempit medan reseptif, semakin tinggi kemampuan
diskriminasi
• Inhibisi lateral: medan reseptif di sekitar ikut terstimulasi pd saat ada
rangsangan, tapi dg derajat yg lebih ringan krn ada juga inhibisi lateral

Sherwood, L. Human physiology: from cells to systems. 8th ed.


Neuroscience. 5th ed.
Receptive field

Sherwood, L. Human physiology: from cells to systems. 8th ed.


Neuroscience. 5th ed.
Inhibisi lateral

Sherwood, L. Human physiology: from cells to systems. 8th ed.


Neuroscience. 5th ed.
Propioseptor
• Tdp pd: muscle spindle, golgi tendon organs, joint receptors → terintegrasi dg
sist vestibular)
• Spesialized propioceptor: baroreceptor di jantung & PD
• Golgi tendon organ: aferen Ib
• Joints: bbg reseptor
• Muscle spindles:
• Intrafusal muscle fibers: tdp saraf
• Aferen (Ia & II): teraktivasi saat otot teregang → membuka kanal ion mekanik → trigger potensial aksi
• Eferen (γ motor neuron)
• Extrafusal muscle fibers: fs otot murni

Neuroscience. 5th ed.


Neuroscience. 5th ed.
Nyeri
• Reseptor nyeri (nosiseptor):
• Nosiseptor mekanis: kerusakan mekanis
• Nosiseptor suhu: suhu ekstrim (t.u panas)
• Nosiseptor polimodal: semua jenis rangsangan yg merusak (chemicals from
injured tissue)
Kepekaan nosiseptor di↑ o/ prostaglandin

Sherwood, L. Human physiology: from cells to systems. 8th ed.


• Nosiseptor thd kerusakan mekanis/suhu → serat A-delta
(bermielin, jalur nyeri cepat) → sensasi tertusuk tajam pd lokasi
spesifik
• Nosiseptor thd chemicals (t.u bradikinin) dr CES → serat C
(bermielin, jalur nyeri lambat) → rasa pegal tumpul yg tdk
terlokalisir yg menetap lebih lama (muncul stl jalur nyeri cepat)

• Nosiseptor → mengeluarkan:
• Substansi P → interneuron di dorsal horn spinal cord → aktivasi jalur
asendens
• Korteks → lokalisasi nyeri
• Talamus → persepsi nyeri
• Formasio retikularis → hipotalamus & limbik → memori → me↑ kewaspadaan
• Glutamat:
• Ikatan dg reseptor AMPA → perubahan permeabilitas → pembentukan potensial
aksi di dorsal horn
• Ikatan dg reseptor NMDA → influks Ca2+ ke dorsal horn → sel dorsal horn lebih
peka L. Human physiology: from cells to systems. 8th ed.
Sherwood,
Sherwood, L. Human physiology: from cells to systems. 8th ed.
Analgesik endogen
• Opiat endogen:
• Endorfin
• Enkefalin
• Dinorfin
• Jalur analgesik endogen:
Substansia grisea periakuaduktus → medula & formasio retikularis →
melepaskan enkefalin → ikatan dg reseptor opiat μ → inhibisi
pelepasan subs P

Sherwood, L. Human physiology: from cells to systems. 8th ed.


Sherwood, L. Human physiology: from cells to systems. 8th ed.
Fisiologi sistem saraf tepi (eferen)
• Neurotransmitter:
• Asetilkolin (ACh)
• Norepinefrin
• Respon:
• Autonomik
• Motorik

Sherwood, L. Human physiology: from cells to systems. 8th ed.


Respon autonomik

Sherwood, L. Human physiology: from cells to systems. 8th ed.


Simpatis Parasimpatis
Neurotransmitter ACh ACh
praganglion
Neurotransmitter Norepinefrin (adrenergik) Ach (kolinergik)
pascaganglion

• Cabang terminal serat autonom > → neurotransmitter


> → mempengaruhi organ scr keseluruhan

Sherwood, L. Human physiology: from cells to systems. 8th ed.


Reseptor kolinergik

Sherwood, L. Human physiology: from cells to systems. 8th ed.


Respon somatik
KEJANG
• Convulsion (konvulsi/kejang) = kontraksi muskular
involunter yang repetitif dan mendadak
• Seizure (Greek: to take hold) = seluruh
letupan/lepasan elektrik mendadak yang terjadi pada
otak

Epileptic seizures = kejadian sementara dari tanda dan/atau


gejala akibat aktivitas neuronal otak yang abnormal & berlebihan
(ILAE, 2017)
Epilepsy = kelainan pada otak yang dikarakteristikan dengan
adanya predisposisi untuk terjadinya epileptic seizures dan oleh
faktor neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial  kejadian
berulang setelah paling tidak 1 epileptic seizure (ILAE, 2017)

Adams. Principle of neurology. New York: McGraw-Hill, 2009.


Klasifikasi

Toronto notes 2014. Toronto: Toronto Notes for Medical Students Inc.; 2014.
Adams. Principle of neurology. New York:
McGraw-Hill, 2009.
Instruction manual for the ILAE 2017 operational classification of seizure types. ILEA Commission Report.
Penyebab Kejang Onset
Baru
Kelainan Neurologis Primer Kelainan Sistemik
• Idiopatik • Hipoglikemi
• Disgenesis serebral • Hiponatremi
• Trauma • Status hiperosmolar
• Stroke / malformasi vaskuler • Hipokalsemi
• Lesi massa • Uremia
• Infeksi SSP • Ensefalopati hepatik
• Ensefalopati • Porfiria
• Toksisitas obat
• Withdrawal obat
• Eklampsia
• Demam, hipertermia
Clinical neurology. 7th ed. 2009.
Differential diagnosis of
seizure
• Cardiac arrhythmias (Stokes Adams Attacks)
• Breath holding spells
• Movement Disorders
• Sleep disorder (Parasomnias)
• Migraine “equivalent”
• Tic or habit spasm
• Normal behavioral variant
• Pseudoseizures
• Syncope
KEJANG DEMAM
= kejang yang terjadi pada anak setelah usia 1 bulan yang terkait
dengan demam & tidak disebabkan oleh infeksi dari SSP, tanpa ada
riwayat kejang neonatal sebelumnya atau kejang unprovoked
sebelumnya, dan tidak memenuhi kriteria untuk kejang simtomatik
akut. (ILAE)

= bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
>380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial tanpa adanya
proses infeksi intrakranial.

Buku ajar neurologi. Sagung Seto, 2017.


Klasifikasi
Simple Febrile Seizure Complex Febrile Seizure

• Singkat (<15 menit), • Dengan salah satu ciri:


berhenti sendiri • Kejang lama >15 menit
• Bentuk umum tonik • Kejang fokal/parsial
&/klonik, tanpa gerakan satu sisi, atau kejang
fokal umum didahului kejang
• Tidak berulang dalam 24 parsial
jam • Berulang atau >1X
• Tidak menyebabkan pe↓ dalam 24 jam
IQ, epilepsi, kematian

Buku ajar neurologi. Sagung Seto, 2017.


Patofisiologi

https://www.lybrate.com/topic/febrile-seizures-a-nightmare/7a54d9d92a199b6f78fb2ad98e26c092
Tanda & Gejala
1. Kejang demam sederhana
• Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit),
bentuk kejang umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang
dalam waktu 24 jam.
• Keterangan
• Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam
• Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5 menit
dan berhenti sendiri.

Buku ajar neurologi. Sagung Seto, 2017.


2. Kejang demam kompleks
• Kejang demam dengan salah satu ciri berikut:
• Kejang lama (>15 menit)
• Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
• Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam.

Buku ajar neurologi. Sagung Seto, 2017.


Keterangan:
• Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15
menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara
bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada
8% kejang demam. (Nelson KB, Ellenberg JH. Pediatr. 1978;61(5):720-7.)
• Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang
umum yang didahului kejang parsial. (Annegers JF, Hauser W, Shirts SB, Kurland LT. N
Eng J of Med. 1987;316:493-8.)

• Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari,


dan di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang
terjadi pada 16% anak yang mengalami kejang demam. (Shinnar S.
Febrile seizure. Dalam: Swaiman KS, Ashwal S, penyunting. Pediatric Neurology Principles and Practice. Elsevier
Saunders 2012.p.790-8.)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
• Tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam.
• Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi
misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah.

Buku ajar neurologi. Sagung Seto, 2017.


Pungsi Lumbal
• Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis.
• Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi lumbal
tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia < 12 bulan yang
mengalami kejang demam sederhana dengan keadaan umum baik.

• American Academy of Pediatrics, Subcommittee on Febrile Seizure. Pediatr. 2011;127:389-94.


Pungsi Lumbal
• Indikasi:
• Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
• Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis
• Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya
telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat
mengaburkan tanda dan gejala meningitis.

• American Academy of Pediatrics, Subcommittee on Febrile Seizure. Pediatr. 2011;127:389-94.


Elektroensefalografi (EEG)
• Indikasi:
• Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, KECUALI apabila
bangkitan bersifat fokal.
Keterangan:
EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus kejang
di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.

Kesepakatan UKK Neurologi IDAI. 2016.


Pencitraan
• Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin
dilakukan pada anak dengan kejang demam sederhana.
• Pemeriksaan tersebut dilakukan bila terdapat indikasi, seperti
kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau
paresis nervus kranialis.

Buku ajar neurologi. Sagung Seto, 2017.


Tatalaksana Saat Demam
Antipiretik
• Parasetamol 10 – 15 mg/kg/kali diberikan 4X sehari & tidak > 5X
• Ibuprofen 5 – 10 mg/kg/kali diberikan 3 – 4X sehari

• Diazepam oral 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam  menurunkan


risiko berulangnya kejang
• Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB tiap 8 jam pada suhu >38,50C

Buku ajar neurologi. Sagung Seto, 2017.


Tatalaksana Saat Kejang
Kejang terjadi di rumah
• Diazepam rektal 0,5 – 0,75 mg/kgBB, atau
• Diazepam rektal 5 mg (untuk anak dengan BB <10 kg); 10 mg (BB>10
kg)
• Diazepam rektal 5 mg (anak <3 tahun); Diazepam 7,5 mg (>3 tahun)
• Kejang belum berhenti  ulangi dengan cara sama dengan interval 5
menit
• 2X pemberian masih kejang  bawa ke RS

Buku ajar neurologi. Sagung Seto, 2017.


Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam IV.
• Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan
kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis max 10
mg.

Buku ajar neurologi. Sagung Seto, 2017.


Pemberian Obat Rumatan
Kasus selektif & jangka pendek
Dipertimbangkan bila:
• Kejang berulang 2X atau lebih dalam kurun waktu 24 jam
• Terjadi pada bayi <12 bulan
• Frekuensi >4X/tahun
Diberikan hanya jika menunjukkan salah satu ciri:
• Kejang demam >15 menit
• Kelainan neurologis nyata sebelum/sesudah kejang (hemiparesis, paresis Todd,
cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus)
• Kejang fokal

Buku ajar neurologi. Sagung Seto, 2017.


Obat rumatan pilihan:
• Valproic acid 15 – 40 mg/kgBB/hari dalam 2 – 3 dosis
• Phenobarbital 3 – 4 mg/kgBB/hari dalam 1 – 2 dosis

Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang  dihentikan


secara bertahap selama 1 – 2 bulan

Buku ajar neurologi. Sagung Seto, 2017.


Edukasi Orang Tua
• Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua.
Pada saat kejang, sebagian besar orangtua beranggapan bahwa
anaknya akan meninggal. Kecemasan tersebut harus dikurangi dengan
cara diantaranya:
1. Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai
prognosis baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang.
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
4. Pemberian obat pro laksis untuk mencegah berulangnya kejang memang
efektif, tetapi harus diingat adanya efek samping obat.

Buku ajar neurologi. Sagung Seto, 2017.


Beberapa hal yang harus dikerjakan
bila anak kejang
1. Tetap tenang dan tidak panik.
2. Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
3. Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah, bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
4. Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil) lidah tergigit,
jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
5. Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang.
6. Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang.
7. Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit. Jangan
berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam rektal hanya boleh diberikan satu
kali oleh orangtua.
8. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih,
suhu tubuh lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti dengan diazepam
rektal, kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar, atau terdapat kelumpuhan.

Buku ajar neurologi. Sagung Seto, 2017.


Prognosis
1. Kecacatan atau kelainan neurologis
• Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang
berulang, baik umum maupun fokal.
• Suatu studi melaporkan terdapat gangguan recognition memory pada anak
yang mengalami kejang lama. Hal tersebut menegaskan pentingnya
terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi kejang lama.

Buku ajar neurologi. Sagung Seto, 2017.


2. Kemungkinan berulangnya kejang demam
• Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah:
• Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
• Usia kurang dari 12 bulan
• Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang
• Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan
terjadinya kejang.
• Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam
kompleks.
• Ket: Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan
berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak
terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam
hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling
besar pada tahun pertama.

Buku ajar neurologi. Sagung Seto, 2017.


3. Faktor risiko terjadinya epilepsi
• Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama
• Kejang demam kompleks
• Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung
• Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu tahun.

Buku ajar neurologi. Sagung Seto, 2017.


4. Kematian
• Kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Angka kematian pada kelompok anak yang mengalami kejang demam
sederhana dengan perkembangan normal dilaporkan sama dengan
populasi umum.

• National Institute of Health. Febrile seizure: Consensus development conference statement summary. Pediatr. 1980;66:1009-12.

• Vestergaard M, Pedersen MG, Ostergaard JR, Pedersen CB, Olsen J, Christensen J. Lancet. 2008;372(9637):457-63.
Epilepsi
• Bangkitan epileptik: tanda dan/atau gejala yang tumbul sepintas
akibat aktivitas neuron di otak yang berlebihan dan abnormal serta
sinkron

• Epilepsi: gg otak yang ditandai dengan adanya faktor predisposisi


secara terus menerus untuk terjadinya suatu bangkitan dan juga
ditandai dengan faktor neurobiologis, kognitif, psikologis dan
konsekuensi sosial akibat kondisi tsb.
Epidemiologi
• WHO: 50 juta orang di dunia menderita epilepsi
• Epilepsi aktif 1-100 per 1000 penduduk
• Prevalensi pada bayi dan anak cukup tingg (<15 tahun)
• Usia produktif
• Krn cedera kepala, infeksi SSP, stroke, tumor otak
• Memiliki riwayat kejang demam
• Epilepsi parsial (83,17%)
• Sensasi epigastrium dan gejala autonom (60,1%)
Patfis kejang
Lepasnya muatan paraoksimal Proses biokimia:
• Instabilitas membran sel saraf mudah
berlebihan dari fokus kejang/ jar mengalami pengaktifan
normal tggu. • Neuron-neuron hipersensitif, ambang
kemampuan melepaskan muatan menurun
terpicu pelepasan muatan berlebihan
2 mekanisme utama: • Kelainan polarisasi krn kelebihan
asetilkolin atau defisiensi GABA
• faktor eksitasi • Ketidakseimbangan ion yang mengubah
• Faktor inhibisi keseimbangan asam basa dan elektrolit gg
hemoetasiskelainan depolarisasi neuron
neurotransmiter eksitatorik berlebihan/
penurunan neurotransmiter inhibitorik
Etiologi
• Onset: • Idiopatik
• Bayi: neonatal infections, hypoxic-ishemic insult,
Tidak terdapat lesi struktural di otak
sindrom genetik
atau defisit neurologik. Berhubungan
• Febrile seizures sering pd anak-anak usia 6 dengan genetik
bulan 05 tahun(3-9%)
• Adanya abnormalitas neurologik atau riwayat
• Kriptogenik
keluarga epilepsi FR epilepsi kemudian hari Dianggap simtomatik tetapi
• Kejang penyababnya belum diketahui
• Anak-anak usia tua : trauma kepala atau • Simptomatik
meningitis
Terdapat kelainan/ lesis struktural pada
• Dewasa muda: trauma kepala, alkohol
otak, misalnya cedera kepala, infeksi
• Umur pertengahan: tumor orak SSP, kelainan congennital, tumor otak
• Usia tua: stroke(umum), gg metabolik dll.
Klasifikasi

• Bangkitan epileptik (ILAE 1981): • Sindrom epilepsi (ILAE 1989):


• Bangkitan parsial (fokal atau lokal) • Epilepsi dan sindrom localization-
• Bangkitan umum (tonik, klonik related (fokal, lokal, dan parsial
atau tonik-klonik, mioklonik, dan • Epilepsi dan sindrom generalized
absans tipikal atau atipikal atau umum
• Bangkitan epileptik tidak • Epilepsi dan sindrom yang tidak
terklasifikasi dapat ditentukan apakah fokal
• Bangkitan berkepanjangan atau atau umum
berulang (status epileptikus) • Sindrom spesial
Klasifikasi
• Berdasarkan etiologi:
• Primer
• Sekunder
• Bentuk klinis:
• General
• Fokal
• Frekuensi
• Isolated
• Cyclic
• Repetitive
• Kejang dapat timbul dari
•Sebagian otak (parsial) bisa menyebar jadi general secondarily
generalized
• Bangkitan epileptik dimulai dari fokus yang terlokalisir diotak
• Simpleks: tidak menganggu kesadaran
• Kompleks: kesadaran terganggu
• Seluruh otak (general)
• Tjd pada daerha yang luas pada kedua otak
• Saat serangan terdapat gg kesadaran
Simple partial seizures
• Dimulai secara fokal pada area tertentu di otak dan tidak menganggu kesadaran
• Gejala klinis tergantung dari bagian mana otak yang terkena. Biasanya menimbulkan
gejala neurologis positif
• Lobus frontal: Kejang motorik fokalsalah satu bagian tubuh akan kaku atau
tersentak secara ritmik
• Classic jacksonian march listrik menyebar di sepanjang strip motor irama ritmis
menyebar ke sepanjang bag tubuh mengikuti organisasi dari motor homunculus.
• Lobus parietal: fenomena sensoris
• Lobus occipital: fenomena visual
• Lobus temporal: fenomena gustatori, olfaktori, psikis
• Déjà vu, jamais vu, “out of body”, derealisasi
Complex partial seizure
• Focal onset, terdapat gg kesadaran
• Biasanya dimulai pada lobus temporal, walaupun terkadang dari lobus
frontal.
• Automatism bibir mengecap, gerakan mengunyah, picking at
clothing
• Berbicaranya tertahan atau tidak jelas.
• Tidak respon terhadap lingkungan sekitar/ pertanyaan/ perintah.
• Lobus frontal melibatkan perilaku yang aneh bersepeda /
menendang/ berlari bentuk lingkaran
Bangkitan umum tonik-klonik
• Nama lain: grand mal
• Dapat terjadi di semua usia kecuali neonatus
• Manifestasi: hilang kesadaran sejak awal bangkitan hingga akhir bangkitan dapat disertai gejara
autonom.
• Gambaran iktal: tiba-tiba mata melotot dan tertarik ke atas, seluruh tubuh kontraksi tonik, disertai
teriakan dan suara nyaring, diikuti klonik berulang
• Diawali dengan fase tonik: berlangsung dalam beberapa detik, tubuh terasa kaku,
• Fase clonic: ektremitas tersentak ritmis, dengan atau kurang simetris, <1-2 menit. Mendekati akhir
frekuensi sentakan keluar sampai tubuh melemah
• Ps bisa mengigit lidahnya dan menjadi inkontinensia urin saat kejang GTC
• Post-seizures: menit hingga jam, pasien merasa lelah atau bingung, sampai akhirnya perlahan-lahan
kembali ke normal
• EEG: aktivitas epileptiform umum berupa spike-wave terutama saat tidur non REM
Bangkitan tonik
• Kontraksi seluruh otot yang berlangsung terus menerus selama 2-10 s
(bisa sampai bbrp menit), hilangnya kesadaran
• Dapat disertai gejala autonom spt apnea
• EEG interektal: irama cepat dan gelombang paku atau kompleks paku-
ombak frekuensi lambat yg sifatnya umum
Bangkitan klonik
• Kontraksi klonik ritmik (1-5 Hz) di seluruh tubuh + hilang kesadaran
sejak awal.
• EEG iktal: aktivitas epileptiform umum  gelobang paku, paku
multipel, atau kombinasi gelombang irama cepat dan lambat
Bangkitan mioklonik
• Gerakan kontraksi involunter mendadak dan berlansung singkat (jerk)
tanpa adanya hilang kesadaran. (10-50 mS)
• Otot yang berkontrasi dapat tunggal atau multipel atau sekumpulan
otot agonis dari berbagai topografi
• Dapat berlangsung fokal, segmental, multifokal, umum
• EEG: gelombang polyspikes yang bersifat umum dan singkat
Bangkitan atonik
• Hilangnya tonus otot mendadak
• Dapat didahului oleh bangkitan mioklonik atau tonik
• Bentuk bisa berupa jatuh atau kepala menunduk
• Pemulihan pascaiktal cepat (1-2 s)
• EEG: gelombang spikes atau polyspike yang bersifat umum dengan
frekuensi 2-3 Hz dan gelombang lambat
Absence seizure
• Nama lain: petit mal
• Kejang umum yang biasanya terdapat
pada anak-anak yang ditandai dengan
periode tidak responsif yang
berlansung selama beberapa detik,
dengan pemulihan cepat setelahnya
• Bisa terjadi berkali-kali dalam sehari,
biasanya diketahui oleh gurunya yang
mengajar karena sering melamin atau
sulit berkonsentrasi.
• Pemicu yang sering krn hiperventilasi.
Absans tipikal Absans atipikal
• Singkat, onset mendadak dan • Gg kesadaran disertai perubahan
berhenti mendadak tonus otot (hipotoni/atoni),
• Bentuk: hilang kesadaran atau tonik, atau automatism
pandangan kosong • Kesulitan belajar, onset
• Dapat disertai komponen berhentinya tidak semendadak
motorik minimal yg tipikal, perubahan tonus otot
> srg
• EEG: epileptiform umum berupa
kompleks paku-ombak 3 • EEG: komleks paku-ombak
Hz(>2,5Hz) frekuensi lambat (<2,5 Hz) yg
iregular dan heterogen dan
dapat bercampur dengan irama
cepat
Other seizures types
• Atonic, tonic dan myoclonic onsetnya umum
Sindrom epilepsi
Benign Focal Epilepsy with
Centrotemporal Spikes (BECTS)
• Sindroma epilepsi fokal yg sering pd • Sbg besar mengalami serangan motorik:
anak-anak klonik, tonik, klonik-tonik pd ekstremitas
maupun kepala unilateral
• Onset rerata umur 8 tahun (3-13 tahun)
dan akan remisi menjelang usia 16 tahun • Orofaring, laring, orofaringeal: guttural
noises, gargling, grunting, “death rattle”,
• sering tjd pd malam hari, saat perlaihan
speech arrest
dari kondisi sadar menuju tidur dan dari
tidur menuju sadar. • Liur keluar dari mulut, muntah pasca
iktal
• Durasi: detik-menit
• PP: EEG interiktal  gelobang paku
• Aura sensori hemifaseal: parastesi
difasik amplitudo tinggi diikuti
(kesemutan) atau baal pd perioral
gelombang lambat (centrotemporal)
maupun intraoral, rahang dan lidah kaku,
kadang sensasi tercekik • T: asam valporat
Childhood Absence Epilepsy (CAE)
• Idiopatik, onset 4-10 tahun (srg pd 5-7 thn), siang hari
• Gambaran klinis: absans tipikal muncul tiba-tiba dengan hilangnya kesadaran (4-20 s)
diikuti perbaikan kesadaran yang tiba-tiba dan kembali melakukan aktivitas sebelumnya.
• Gejala motor: kedipan mata yang random, klonus pd kelopak mata, sedikit deviasi mata ke
atas dan automatisme ringan
• Mioklonus tidak mungkin tjd CAE
• PP:
• EEG CAE iktal: 3 Hz gelombang paku dan lambat beramplitudo tinggi di seluruh elektroda( dominan:
frontal
• EEG interiktal: gelombang paku dan lambat sesekali terutama saat tidur
• MRI: menyingkirkan DD
• T: etosuksimid atau asam valporat(> disarankan untuk bangkitan umum tonik-klonik)
Juvenile Absence Epilepsy (JAE)
• Gambaran klinis: mirip CAE, beda cuma di onset JAE masa pubertas
sekitar 9-13 tahun
• PP: EEG interiktal dan iktal: polyspike and slow wave. Frek 3,5-4 Hz
• T: asam valproat
Juvenile myoclonic epilepsy (JME)
• Epilepsi umum idiopatik. Onset sering pd usia 12-18 tahun (7-26 tahun)
• Gambaran klinis : morning jerks, fotosensitif,
• Bangkitan mioklonik yang muncul sifatnya bilateral, dapat tunggal maupun repetitif,aritmik,
iregular dan predominan pada tangan, tidak disertai gg kesadaran
• PP:
• EEG interiktal: polyspike and slow wave (N) kadang asimetris hanya dominan di anterior, srg munvul saat
tidur
• EEG iktal: satu burst gelombang polypike bilateral, sinkrom dan simetrik kemudian diikuti mioklonik jerk
• MRI dan CT scan: menyikirkan DD
• Pet scan: penurunan fluorodeoksiglukosadi korteks prefrontal ddorsolateral saat melakukan perintah
yang berkaitan dengan fx working memory
• T: asam valporat
Diagnosis epilepsi
• Min 2x bangkitan tanpa provokasi dengan jarak antar 2 bangkitan
tersebut >24 jam
• 1x bangkitan tanpa provokasi dan kemungkinan tjd bangkitan
berikutnya hampir sama dengan risiko timbulnya bangkitan setelah 2
kali bangkitan tanpa provokasi, dalam 10 tahun kedepan
• Diagnosis sindrom epilepsi
PP
• Lab  gg metabolik
• Asidosis laktat setelah GTC seizures
• LP curiga infeksi
• Imaging
• MRI lihat klu ada partial seizure
• CT scan
• EEG
• Stimulator nervus vagus
• u/ partial seizures.
Farmako • Alat diimplantasi secara
subkutan pada dada
stimulasi n.vagus sinistra
dengan mengirimkan impuls
yang sdh diprogram ke leher
• Operasi
• Reseksi dari area
epileptogenik (srg)
• Callostomy
• Hemispherectomy
• Multiple subpial transection
Syarat penghentian OAE
• Min 2 tahun bebas bangkitan
• Gambaran EEG normal
• Dilakukan bertahap, pd umunya 25% dosis semula, setiap bilannya
dalam jangka waktu 3-6 bulan
• > 1 OAE penghentian mulai dr OAE yg bukan utama
Status epileptikum
• Bangkitan yang berlangsung >30 menit dan atau bangkitan berlangsung 2x atau lebih, di antara
dua bangkitan pasien tidak sadar

• Epidemiologi:
10-41 kasus/100.000 orang pertahun
Angka mortalitas: 100 kasus/100.000 di usia >60 tahun

• Etiologi:
penyakit serebrovaskular, penghentian konsumsi obat antikonvulsan secara tiba-tiba, trauma kepala
Penyebab lain: hipoglikemia, hipoksemia, trauma, infeksi, alkohol, peny metabolik, toksisitas obat,
tumor
Faktor pencetus: terkena cahaya tertentu, - tidur, suara trtentu, menstruasi
Klasifikasi berdasarkan bentuk
bangkitan
1. Dengan gejala motor prominen
• Konvulsif (SE dengan bentuk bangkitan tonik klonik
• Mioklonik
• Dengan bentuk bbangkitan motorik fokal
• Tonik
• Hiperkinetik
2. Tanpa gejala motor prominen
• Nonkonvulsif dengan koma
• Nonkonvulsif tanpa koma
1. Umum
• Status absans tipikal
• Status absans atipikal
• Status absans mioklonik
2. Fokal
• Tanpa gg kesadaram
• Status afasia
• Dengan gg kesadaran
3. Tidak diketahui umum atau fokal
• SE otonom
Klasifikasi
SE konvulsif
• Tonik-klonik umum:
Bangkitan tonik-klonik berulang kali atau berkepanjangan > 30 mnt atau > 5mnt tanpa diselingi pemulihan kesadaran.
Bangkitan melibatkan kedua belah hemisfer.
SE non-konvulsif
• Parsial kompleks
Melibatkan sebagian hemisfer. Lobus temporalis atau frontalis satu sisi, tetapi bangkitan epilepsi sering menyeluruh.
Tjd pd smua usia
• Lena
Jarang. Biasa pada usia pubertas dan dewasa. Bangkitan status dapat berulang, herlangsung beberapa jam atau
beberapa hari. Faktor presipitasi: menstruasi, henti obat mendadak, hipoglikemi, hiperventilasi, sinar atau cahaya yang
menyilaukan, gg tidur, kelalahan dan stress
• Lena atipikal
Biasa pd penderita kerusakan otak difus dan secara spesifik terdapat pd sindrom Lennox-Gastaut. Melibatkan neuron
kortikal dan thalamus.
Etiologi
• Proses akut
• Gg metabolik: gg eletrolit, hipoglikemia,
gg ginjal
• Sepsis
• Infeksi SSP: meningitis, ensefalitis, abses
• Proses kronik
• Stroke: stroke iskemik, perdarahan
intraserebral, perdarahan subaraknoid • Epilepsi: penghentian atau
dan trombosis sinus serebral penurunan OAE
• Trauma kepala dengan atau tanpa • Penyalahgunaan alkohol kronik
hematom epidural atau subdural
• Gg SSP lampau (misal pasca stroke,
• Obat-obatan: intoksikasi obat, alkohol,
pascaensefalitis)
withdrawal obat gol opoioid
benzodiazepin, barbiturat, alkohol • Gg metabolisme bawaan pada nak
• Hipoksia • Proses Progresif
• Ensefalopati hipertensif, sindrom
• Tumor SSP
ensefalopati posterior reverseibel
• Ensefalitis autoimun
Patfis epileptik tunggal jd SE
• Fosforilasi protein
• Pembukaan dan penutupan kanal ion
Tahap 1 (mS- • Penglepasan neurotransmiter
S)

• Pengaturan reseptor
• penurunan subunit reseptor GABA yang bersifat inhibitorik
Tahap 2 (S- • Peningkatan reseptor eksitatorik NMDA &AMPA
min)

• Ekspresi neuropeptida
• peningkatan substansi P eksitatorik
Tahap 3 • penurunan neuropeptida Y inhibitorik
(min-h)

• Perubahan gentik dan epigenetik


• ekspresi gen
Tahap 4 (day- • metilasi DNA
• regulasi RNA mikro
weeks)
Dimensi waktu SE
Tipe SE Dimensi Operasional 1 ( waktu Dimensi operasional 2 (waktu saat
saat bangkitan epileptik bangkitan epileptik menyababkan
kemungkinan menjadi konsekuensi jangka panjang)
berkepanjangan)
SE tonik klonik 5 menit 30 menit
SE fokal dengan gg kesadaran 10 menit >60 menit
SE absans 10-15 menit Tidak diketahui
PP
• Lab:
• Darah: elektrolit, kalsium, magnesium, kadar gula, ureum, kreatinin, Hb,
leukosit, hematokrit, trombosit, hapusan darah tepi, fungsi hati, skrining
toksikologi
• CSF: dicurigai infeksi SSP
Komplikasi
• SSP • Ginjal
Edema serebral, narkosis akibat penumpukan Asidosis renal tubularm sindrom
co2, hipoksia serebral, perdarahan serebral
nefritik akut, oligouria, uremia,
• KV rabdomiolisis, mioglobinuria
Aritmia, henti jantung, takikardi, bradikardia,
gagal jantung kongestif, hipertensi, hipotensi • Endokrin
• Respi Hipopituarisme, peningkatan prolaktin,
Apneu, edema paru, acute respitratory vasopresin dan kortisol, penurunan BB
distress syndrome, infeksi nosokomial, • Lain-lain
aspirasi, spasme laring, asidosis respiratorik,
emboli paru DIC, penurunan motilitas intestinal,
pandisotonomia, sndrom disfungsi
• Metabolik
organ multipel, fraktur
Asidosis metabolik, hiperkalemia,
hiponatremia, hipomagnesemia,
hipermagnesemia, dehidrasi
TATALAKSANA
Tetanus dan Tetanus Neonatorum
•Tetanus
• Penyakit akut, ditandai dengan kekakuan otot dan
spasme akibat toksin dari Clostridium tetani.
•Tetanus neonatorum
• Penyakit yang terjadi pada anak yang memiliki
kemampuan normal untuk menyusu dan menangis
pada 2 hari pertama kehidupannya, tapi menghilangb
antara hari ke 3-28 serta menjadi kaku dan spasme.
•Epidemiologi
• 1 juta kasus per tahun dengan angka kematian
300.000-500.000 per tahun.
•Etiologi
• Clostridium tetani, basil anaerobik Gram positif
• Motil, memiliki flagel
• Masuk melalui luka terbuka

Microbiology Jawetz
• Patofisiologi
• C.tetani butuh tekanan oksigen rendah untuk berkembang
• Memproduksi 2 toksin. Tetanospasmin dan tetanolisin
• Yang berperan dalam patogenesis adalah tetanospasmin.
• Toksin ditransportasikan secara intraaxonal menuju nuklei motorik
dan saraf pusat
• Toksin menghambat pelepasan transmiter inhibisi dan inhibisi
sinyal interneuron
• Toksin menghambat pengeluaran Gamma Amino Butyric Acid 
inhibisi neuron motorik
• Gejala
• Masa inkubasi 7-10 hari
• Gejala pertama, trismus (rahang terkunci)
• Gejala
• 4 tipe gejala :
• Generalized : Paling sering. Trismus, kekakuan otot maseter,
punggung dan bahu, posisi dekortikasi dan ekstensi ekstremitas
bawah.
• Localized : Kaku hany di tempat ada luka, biasanya lebih ringan
• Cephalic : Gangguan pada otot yang terjadi setelah ada trauma
bagian wajah dan leher. Disfagia, trismus dan parese wajah adalah
yang sering ditemukan
• Neonatal : Terjadi karena proses melahirkan yang tidak bersih.
Gejala tersering adalah hiperpireksia dan ketidak mampuan
menyusu.
• Diagnosis
• Anamnesis dan PF (trismus dan spasme otot yang nyeri didahului
trauma sudah cukup menegakkan diagnosis)
• PP : Kultur bakteri pada luka
Derajat Tingkat Keparahan Gejala
1 Ringan Trismus ringan, kekakuan general, tanpa gangguan respirasi,
disfagia maupun spasme
2 Sedang Trismus sedang, kekakuan disertai spasme sebentar, disfagia
ringan, gangguan respirasi sendang RR >30x/menit
3 Berat Trismus berat, kaku disertai spasme terus menerus, disfagia
berat, RR >40x/menit kadang disertai apneu, nadi
>120x/menit
4 Sangat berat Grade 3 disertai gangguan otonomik

• Tatalaksana
– Tetanus imunoglobulin 500 unit IM atau IV
– Equine antitoksin 10.000-20.000 dosis tunggal IM (hati-hati syok
anafilaktik)
– Antibiotik
• Metronidazole 500 mg tiap 6 jam selama 7 hari
• Penisilin G 100.000-200.000 IU/kgBB/hari IV terbagi 2-4 dosis
– Pengontrol spasme
• Diazepam 5 mg. (Anak dimulai dari 0,1-0,2 mg/kgBB)
• Prognosis dan Komplikasi
• Hambatan jalan napas
• Fraktur tulang spinal dam rhabdomiolisis

Faktor Prognosis yang Menunjukkan Perburukan


Tetanus Dewasa Neonatal Tetanus
Umur >70 tahun Kejadian umur lebih muda, prematur
Periode inkubasi <7 hari Inkubasi <6hari
Waktu saat gejala awal muncul sampai Keterlambatan penangan dan higiene buruk saat
penanganan persalinan
Ada luka bakar atau luka bekas yang kotor
Onset periode <48 jam
FJ >140x/menit, TD sistolik >140 mmHg,
Spasme berat dan suhu >38,5
Rabies
• Rabies disebabkan inokulasi virus transdermal oleh gigitan hewan,
pada negara berkembang yaitu anjing, pada negara eropa & amerika
serikat biasanya rakun, sigung, rubah, kelelawar, anjing & kucing
• Hampir selalu fatal saat gejala klinis karakteristiknya muncul, sehingga
hidup pasien bergantung pada institusi & tatalaksana sebelum gejala
klinis muncul
Gejala Klinis
• Periode Inkubasi biasanya 20-60 hari, tetapi bisa cepat hingga 14 hari pada kasus gigitan
dalam disekitar wajah & leher
• Tingling/numbness paa area bekas gigitan bahkan setelah luka sembuh (karakteristik) 
kemungkinan disebabkan respons inflamatorik saat virus mencapai ganglion sensorik
• Gejala neurologic utama setelah periode prodromal (2-4 hari) demam, sakit kepala & malaise
terdiri dari aprehesi, disartria, overaktivitas psikomotor, disfagia (salivasi & mulut berbusa),
spasme throat muscles saat minum atau melihat air (hydrophobia), dysarthria, wajah mati
rasa, diplopia, spasme otot wajah
• Generalized seizures, confusional psychosis & agitasi
• Bentuk paralitik yg lebih jarang ditemukan disebabkan infeksi medulla spinalis. Kemungkinan
besar akibat gigitan kelelawar
• Gejala ensefalitis akut diikuti koma, kematian terjadi dalam 4-10 hari atau lebih lama pada
bentuk paralitik
Tatalaksana
• Gigitan/cakaran dari hewan yg berpotensi rabies harus dicuci bersih dgn air & sabun
serta benzyl ammonium chloride (Zephiran), yg bisa menginaktivasi virus
• Luka yg merobek kulit juga perlu diberikan profilaksis tetanus
• Setelah gigitan dari hewn yg tampaknya sehat, pantau hewan selama 10 hari bila
perlu. Jika muncul tanda-tanda penyakit, hewan dibunuh & otaknya dikirim ke lab
untuk diagnosis. Hewan liar jika ditangkap juga diperiksa dgn cara yg sama
• Jika hewan ditemukan rabies atau pasien digigit hewan liar yang berhasil lari, berikan
postexposure prophylaxis Human rabies immune globulin (HRlG) 20 U/kgBB ( ½
diinfiltasi disekitar luka & ½ IM) yg akan memberikan imunisasi pasif 10-20 hari
• Jenis vaksin lain: Duck embryo vaccine (DEV) yg ada sebelum HRIG & vaksin baru
human diploid cell vaccine (HDCV). HCDV berupa suntikan IM 1 ml pada hari tergigit,
kemudian pada hari ke 3, 7, 14 & 28 setelah dosis pertama
Malaria cerebral
• Etiologi utama : plasmodium falciparum
• Gejala klinis :
• Berlangsung lambat atau mendadak setelah gejala awal
• Sakit kepala, mengantuk, kemudian disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf dan
kejang baik yang fokal maupun menyeluruh
• Bisa juga ditemukan perdarahan retina
• Gejala neurologi yang timbul biasanya dapat menyerupai meningitis, epilepsi, delirium akut,
intoksikasi, dan heat stroke
• Koma biasa timbul beberapa hari setelah demam dan pada anak-anak biasa timbul kurang dari 2
hari setelah demam yang didahului dengan kejang dan berlanjut dengan penurunan kesadaran
• Pada anak-anak gejala lain dapat muncul seperti hipoglikemia, anemia berat, dan neurological
sequale
• Diagnosis :
• Pada sediaan darah tepi ditemukan parasit stadium trofozoit muda tanpa atau
dengan stadium gametosit. Semakin tinggi jumlah parasit dalam darah tipis
maka semakin tinggi resiko terjadi malaria berat
• Sediaan darah tebal untuk melihat jumlah parasitnya dan pemeriksaan ini
lebih sensitif dari darah tipis pada kasus dengan jumlah parasitemia rendah
• Rapid test malaria untuk penegakkan diagnosis cepat tetapi gold standard
tetap mikroskopik
• MRI terlihat gambaran ischemia dan edema serebral
Parkinson
• Idiopatik: paling sering ditemukan, tidak ada respons dgn pengobatan dopaminergic
• Ensefalitis: terjadi pd pasien dgn riwayat von Economoencephalitis lethargica, sudah jarang ditemukan
• Obat: phenothiazines, butyrophenones, metoclopramide, reserpine & tetrabenazine bisa menyebabkan
Parkinson reversible. MPTP dimetabolisme menjadi toksin yg selektif menghancurkan neuron
dopaminergic di substansia nigra & neuron adrenergic di locus ceruleus

• Zat Toksik: debu mangan, karbon disulfide, keracunan karbon monoksida berat, pestisida, asap saat
welding
• Vaskular: infark subkortikal multiple
• Post-Traumatik: trauma kepala berulang pada petinju/ pemain football  chronic traumatic
encephalopathy
• Genetik: Autosomal dominan krn mutasi gen α-synuclein (SNCA), leucine-rich repeat kinase 2 (LRRK2),
and ubiquitin carboxylterminal esterase L1 (UCHL1).Autosomal resesif krn mutasi parkin (PARK2) & DJ1
Epidemiologi
• Usia: 45 – 70 tahun, peak age onset 60
tahun
• Jenis Kelamin: laki-laki > perempuan
• Etnis: semua etnis
• Karakteristik: resting tremor,
hypokinesia, rigidity, abnormal gait &
posture
Patologi
• Idiopathic parkinsonism (Parkinson disease)
merupakan proteinopati dgn karakteristik
misfolding & agregasi α-synuclein, sehingga
disebut juga sinukleinopati.
• Pada pemeriksaan histopatologi, ditemukan
berkurangnya pigmentasi & sel di substansia
nigra, cell loss di globus pallidus & putamen
& ditemukan granula inklusi eosinofilik (Lewy
Bodies) yg mengandung α-synuclein dibasal
ganglia, batang otak, medulla spinalis &
ganglia simpatetik
Gejala Klinis

• Tremor: resting tremor, pill rolling


• Rigidity: postur fleksi, cogwheel rigidity
• Hipokinesia/bradykinesia/akinesia: gerakan volunter melambat, gerakan
otomatis berkurang (mengayunkan tangan saat berjalan), wajah relative
immobile (hypomimia, masklike facies) dgn fisura palpebral melebar, jarang
berkedip, raut wajah tidak berubah, mulai & berhenti tersenyum lama, suara
kecil (hipoponia), tulisan kecil (mikrografia) & sulit dibaca
• Abnormal Gait & Posture: sulit bangun/berdiri, postur fleksi saat berdiri, jalan
condong kedepan, langkah kaki kecil & tidak ada ayunan tangan, tidak
seimbang saat berbelok & sulit berhenti. Pada kasus lanjut, kecepatan
berjalan pasien meninngkat agar tidak jatuh (festinating gait)
Tatalaksana
Alzheimer
• Alzheimer merupakan penyakit degeneratif progresif yang disebabkan
defek genetic (jarang), tetapi biasanya sporadic & idipatik
• Metabolisme, deposisi & klirens abnormal dari protein Aβ dan tau
berhubungan dgn pathogenesis
• Bentuk dementia yg paling sering ditemukan (60-70%)
• Usia: 65 tahun keatas (15%), 85 tahun keatas (45%)
• Jenis kelamin: frekuensi pada laki-laki & perempuan sama jika
disesuaikan dgn usia, tapi perempuan hidup lebih lama sehingga
mencakup sekitar 2/3 pasien
Patogenesis
GENETIK
• Pada sekitar 1% pasien, Alzheimer disebakan mutasi satu dari 3 membrane protein, yaitu β-
amyloid precursor protein (APP), presenilin 1 (PS1), atau presenilin 2 (PS2).
• Onset penyakit pada usia 30 – 60 tahun
• Pasien dgn Down Syndrome juga mengalami Alzheimer awal (mean onset 50 tahun) yang
kemungkinan disebakan APP gen ekstra pada kromosom 21
• Risiko Alzheimer juga dipengaruhi pola herediter gen apolipoprotein E (APOE) isoform ε2, ε3 &
ε4. Risiko naik 4x lipat dgn satu alel apolipoprotein Eε4 (APOE4) dan 12x dgn 2 kopi APOE4, tiap
kopi APOE4 juga menurunkan onset usia sekitar 5 tahun
Patogenesis
AΒ DAN NEURITIC PLAQUES
• Aβ merupakan bagian utama neuritic plaques & dideposit pada pembuluh darah
meningeal & cerebral pada Alzheimer
• Aβ merupakan amino acid peptide yg dihasilkan dari pemotongan proteolitik APP
• Pada proses normal APP dipotong oleh enzim α-secretase, yang tdk menghasilkan
Aβ,dan oleh β-secretase (BACE; β-site APP cleaving enzyme) & γ-secretase, yang
utamanya menghasilkan 40-amino acid fragment (Aβ40), yang disekresikan &
dikeluarkan dari otak.
• Pada Alzheimer,dibentuk molekul yang tendensi untuk beragregatnya
tinggi(Aβ42), dalam jumlah besar
• Presenilins 1 & 2 berkontribusi dalam aktivitas γ-secretase
Patogenesis
TAU & NEUROFIBRILLARY TANGLE
• Tau merupakan protein sitoplasmik yg mengikat tubulin & menstabilisasi mikrotubulus, struktur
sitoskeletal yg mempertahankan struktur sel & memfasilitasi transport intraseluler
• Pada Alzheimer & tauopathy lainnya, tau menjadi hiperfosforilasi & berdisosiasi dari mikrotubulus
 mikrotubulus terurai & tau yg hiperfosforilasi beragregasi membentuk neurofibrillary tangles
• Hal ini kemungkinan mengganggu transport aksonal, sehingga mengganggu fungsi neural
Patogenesis
• Synaptic dysfunction: Alzheimer diikuti disfungsi kemudian hilangnya
sinaps sehingga mengganggu transmisi eksitatorik di hipokampus &
cerebral cortex
• Neuronal loss & brain atrophy: populasi neuronal tertentu hilang pada
Alzheimer, termasuk glutamatergic neuron & cholinergic neuron,
atrofi fokal dapat ditemukan pada area yg terpengaruh
Gejala Klinis
Early manifestations / mild cognitive Late manifestations
impairment (MCI) • Timbul sindrom psikiatrik: psikosis dgn
• Gangguan memori yang semakin lama paranoia, halusinasi, delusi
semakin progresif
• Beberapa bisa terjadi bangkitan
• Aphasia, anomia, acalculia bisa terjadi
• Rigidity
• Depresi dapat menyebabkan agitasi &
kegelisahan • Bradykinesia
• Apraxia & visuospatial disorientation • Gejala lanjutan yg jarang ditemukan:
• Ditemukan respon primitive myoclonus, inkontinensia, spastisitas,
hemiparesis
• Bisa terjadi frontal lobe gait
disorder:langkah pendek, lambat, postur • Gejala terminal: mutisme,
fleksi, kesulitan mulai berjalan inkontinensia, tirah baring
Diagnosis
• Pemeriksaan lab untuk ekslusi kelainan lain
• Tes kognitif
• Radiologis: CT-Scan & MRI menunjukkan atrofi kortikal (terutama
medial temporal lobe) & pembesaran ventrikel, tetapi temuan
tersebut tdk spesifik. PET Scan dapat menemukan hipometabolisme
atau hipoperfusi pada lobus temporal maupun parietal
• Cerebrospinal fluid (CSF): kadar Aβ42, tau, and phospho-tau bisa
menjadi biomarker Alzheimer
Demensia
• Penurunan yang progresif dari fungsi kognitif.

Clinical Neurology
Clinical Neurology
Clinical Neurology
Clinical Neurology
• Frontotemporal dementia
• Atrofi lobus temporal dan frontal
• Patogenesis
• Genetik : Mutasi microtubulu associated protein tau, progranulin,
chromosome 9 open reading frame 72
• Inklusi intraseluler
• Disfungsi neuron dan atrofi otak
• Gejala
• Perubahan perilaku, emosi berubah-ubah, afasia.
• Lewy body disease
• Gangguan memori, halusinasi visual dan parkinsonism
• Huntington disease
• Chorea, gangguan memori
• Corticobasal degeneration
• Atrofi asimetri frontoparietal dan
depigmentasi substansia nigra
• Gejala : apraxia, berkurangnya rasa
sensori, mioklonus, bradikinesia,
tremor, alien hand sign.
• Progressive supranuclear palsy
• Mengenai batang otak, subcortical
gray matter, korteks serebral.
• Gejala khas : ophtalmoplegia
• Creutzfeldt-jakob (prion) disease
• Akibat prion, partikel protein yang
infeksius

Clinical Neurology
• Vascular dementia
• Infark multiple pada bagian kortikal, hipokampus atau talamus (ukuran
>1cm)
• Infark multiple pada subcortical white matter, ganglia basalis atau
talamus. (ukuran <1cm)
• Gejala
• Riwayat hipertensi
• Pseudobulbar palsy
• Disarthria
• Disfagia
• Gangguan memori

Anda mungkin juga menyukai