Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA TRAUMA

KEPALA
Disusun guna Memenuhi Tugas Keperawatan Medikal Bedah ll

Dosen Pengampu : Kunaryanti S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun oleh :

1) Alicia Amanda D.M ( 21002 )


2) Oktaviana Damaningrum ( 21017 )
3) Sovia Maharani ( 21021 )
4) Dita Nur Prasetyawati ( 21026 )
5) Galang Baharudin ( 21027
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpadiikuti terputusnya kontinuitas otak.
(Muttaqin, 2008), cedera kepalabiasanya diakibatkan salah satunya benturan atau kecelakaan.
Sedangkan akibat dari terjadinya cedera kepala yang paling fatal adalah kematian. Akibat
trauma kepala pasien dan keluarga mengalami perubahan fisik maupun psikologis, asuhan
keperawatan pada penderita cedera kepala memegang peranan penting terutama dalam
pencegahan komplikasi. Komplikasi dari cedera kepala adalah infeksi, perdarahan. Cedera
kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma-trauma. Cedera
kepala merupakan keadaan yang serius. Oleh karena itu, diharapkan dengan penanganan yang
cepat dan akurat dapat menekan morbiditas dan mortilitas penanganan yang tidak optimal dan
terlambatnya rujukan dapat menyebabkan keadaan penderita semakin memburuk dan
berkurangnya pemilihan fungsi (Tarwoto, 2007). Sedangkan berdasarkan Mansjoer (2002),
kualifikasi cedera kepala berdasarkan berat ringannya, dibagi menjadi 3 yakni cedera kepala
ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat. Adapun penilaian klinis untuk
menentukkan klasifikasi klinis dan tingkat kesadaran pada pasien.cedera kepala menggunakan
metode skala koma Glasgow (Glasgow Coma Scale) (Wahjoepramono, 2005). Cedera kepala
akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di dunia kejadian cedera kepala setiap tahunnya
diperkirakan mencapai 500.000 kasus dari jumlah di atas 10% penderita meninggal sebelum
tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan
akibat cedera kepala tersebut (Depkes, 2012). Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap
tahunnya akibat cedera kepala, dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang
memerlukan perawatan di rumah sakit. Dua per tiga dari kasus ini berusia di bawah 30 tahun
dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih dari setengah dari semua pasien cedera
kepala berat mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainnya (Smeltzer, 2002).
Berdasarkan data yang didapatkan dari instalasi gawat darurat (IGD) RSUD Kabupaten Sragen
pada tanggal 02–28 Juli 2012 adalah data cedera kepala masuk dalam 10 besar kasus yang
terjadi di IGD sebanyak 31 kasus cedera kepala, yang terbagi kebanyakan adalah cedera kepala
sedang dengan 17 kasus. Oleh karena banyaknya kasus cedera kepala tersebut, maka penulis
tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan cidera
kepala sedang di Instalasi Gawat Darurat ( IGD) RSUD Sragen.
B. Rumusan Masalah

“Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Ny. A Dengan Cedera Kepala Sedang (CKS) di Instalasi
Gawat Darurat RSUD Sragen Bagi institusi Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi
pendidikan dalam.

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Tujuan umum penulisan karya ilmiah ini adalah penulis mengetahui asuhan keperawatan pada
pasien dengan cedera kepala sedang ( CKS) di IGD

2. Tujuan Khusus

Mahasiswa mengetahui dan mampu:

a. Melakukan pengkajian gawat darurat pada Ny. A dengan cedera kepala sedang.

b. Merumuskan diagnosa keperawatan gawat darurat pada Ny. A dengan cedera kepala sedang.

c. Menyusun intervensi keperawatan gawat darurat pada Ny. A dengan cedera kepala sedang.

d. Melakukan implementasi keperawatan gawat darurat pada Ny. A dengan cedera kepala
sedang.

e. Melakukan evaluasi keperawatan gawat darurat pada Ny. A dengan cedera kepala sedang.

f. Melakukan dokumentasi keperawatan gawat darurat pada Ny. A dengan cedera kepala
sedang.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi penulis.

Memberikan pengalaman yang nyata dan menambah pengetahuan tentang asuhan


keperawatan pasien dengan cedera kepala sedang di IGD

2. Bagi institusi

Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam pengembangan dan
peningkatan mutu pendidikan di masa yang datang, terutama masalah keperawatan gawat
darurat.

3. Bagi rumah sakit

Bermanfaat bagi perawat IGD untuk melakukan asuhan keperawatan yang lebih profesional
dalam melakukan tugasnya.
BAB II
Tinjauan pustaka

A. Cidera kepala
Cedera kepala (trauma kepala) adalah masalah pada struktur kepala akibat mengalami
benturan yang berpotensi menimbulkan gangguan pada fungsi otak. Masalah ini dapat
berupa luka ringan, memar di kulit kepala, bengkak, perdarahan, patah tulang
tengkorak, atau gegar otak.
Gejala yang dialami penderita cedera kepala berbeda-beda, tergantung pada tingkat keparahan
kondisi. Berdasarkan tingkat keparahannya, cedera kepala dibagi menjadi dua, yaitu cedera
kepala ringan dan cedera kepala sedang hingga berat.

B. Penyebab Cedera Kepala


Cedera kepala terjadi ketika ada benturan keras, terutama yang langsung mengenai kepala.
Keparahan cedera akan tergantung dari mekanisme dan kerasnya benturan yang dialami
penderita. Berikut ini adalah serangkaian aktivitas atau situasi yang dapat meningkatkan risiko
seseorang mengalami cedera kepala: Jatuh dari ketinggian atau terpeleset di permukaan yang
kerasKecelakaan lalu lintasCedera saat berolahraga atau bermainKekerasan dalam rumah
tanggaPenggunaan alat peledak atau senjata yang bising tanpa alat pelindungGuncangan tubuh
yang berlebihan pada bayi (shaken baby syndrome) Meskipun dapat terjadi pada semua orang,
risiko cedera kepala lebih tinggi pada kelompok usia produktif dan aktif, yaitu pada usia 15–24
tahun, dan pada lansia berusia 75 tahun ke atas. Bayi yang baru lahir hingga berusia 4 tahun
juga rentan mengalami kondisi ini.

C. Gejala Cedera Kepala


Tanda dan gejala cedera kepala bisa berbeda tergantung jenis cedera yang dialami.
Berikut gejala umum cedera kepala:

 Hilangnya kesadaran selama beberapa waktu


 Sakit kepala dan pusing
 Kebingungan
 Depresi
 Masalah keseimbangan
 Penglihatan ganda atau kabur
 Merasa lesu atau lelah
 Mual
 Kepekaan terhadap cahaya atau kebisingan
 Gangguan tidur
 Sulit berkonsentrasi
 Kesulitan mengingat dan hilang ingatan
Tanda atau gejala bahwa cedera kepala yang lebih parah, memerlukan perawatan
darurat meliputi:

 Sakit kepala hebat


 Perubahan ukuran pupil
 Cairan bening atau berdarah mengalir dari hidung, mulut, atau telinga
 Kejang
 Fitur wajah terdistorsi
 Memar wajah
 Fraktur di tengkorak atau wajah
 Gangguan pendengaran, penciuman, rasa, atau penglihatan
 Ketidakmampuan untuk menggerakkan satu atau lebih anggota badan
 Sifat lekas marah
 Penurunan kesadaran
 Tingkat pernapasan rendah
 Kegelisahan, kecanggungan, atau kurangnya koordinasi
 Bicara cadel atau penglihatan kabur
 Leher kaku yang biasanya disertai muntah
 Pembengkakan di lokasi cedera
 Muntah terus -menerus
 Gejala yang memburuk secara tiba-tiba
Sulit untuk menilai seberapa serius cedera kepala hanya dengan melihatnya secara
sekilas. Apalagi sebagian cedera kepala ringan mengeluarkan banyak darah,
sementara beberapa cedera besar tidak berdarah sama sekali.
Maka dari itulah, sangat penting untuk memeriksakan kondisi cedera kepala dengan
ke dokter. Apalagi mengingat tingginya angka kematian akibat cedera kepala tidak
hanya ditentukan oleh tingkat keparahannya, tetapi juga ketepatan dan kecepatan
penanganannya. Penanganan cedera kepala secara cepat dan tepat dapat
menurunkan angka kematian dan kecacatan. Beberapa kasus cedera kepala
memerlukan tindakan operasi, bahkan untuk kondisi tertentu tindakan operasi akan
menjadi penentu yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup penderita.
D. Jenis-Jenis Cedera Kepala
1. Gegar otak (Concussion)
Gegar otak adalah kondisi cedera kepala yang terjadi ketika terjadinya benturan pada
kepala yang cukup parah sehingga membuat otak menjadi cedera. Umumnya, geger otak
disebabkan karena otak membentur dinding keras tengkorak secara tiba-tiba. Hilangnya
fungsi yang terkait dengan gegar otak sebagian besar bersifat sementara. Tetapi, gegar otak
berulang bisa memicu kerusakan permanen.
2. Fraktur Kompresi Tengkorak
Walaupun tengkorak memiliki struktur yang kuat, nyatanya tulang tengkorak bisa patah.
Kondisi ini terjadi ketika tulang tengkorak patah akibat benturan ke arah kepala.
Penyebabnya paling umum karena terbentur tanah atau aspal akibat kecelakaan kendaraan
bermotor. Fraktur kompresi tengkorak termasuk ke dalam kelompok kasus cedera kepala
ringan sedang, yang menjadi jenis kegawatdaruratan di bidang bedah saraf.
Penanganan fraktur kompresi tengkorak dengan operasi dengan tujuan sebagai berikut :

 Mencegah terjadinya atau mengurangi risiko berat infeksi otak dan risiko kondisi di
mana kuman menyerang seluruh sistem tubuh (sepsis)
 Mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya kecacatan saraf, kelumpuhan,
dan kejang pasca cedera kepala
 Memperbaiki kosmetika wajah dan kepala terutama tengkorak yg merupakan bagian
dari wajah.
 Bila fraktur kompresi disertai perdarahan otak ataupun selaput otak, tindakan
operasi juga bertujuan untuk menyelamatkan hidup pasien akibat perdarahan
tersebut
3. Perdarahan Epidural
Perdarahan epidural adalah perdarahan yang terjadi diantara bagian dalam batok kepala
dengan selaput otak. Biasanya, perdarahan epidural terjadi pada satu tempat tertentu di
otak. Kondisi ini termasuk cedera kepala fokal yang paling sering ditemukan pada
kelompok usia dewasa muda, dengan angka kejadian per tahun sebesar 2,7% dari
seluruh kasus cedera kepala. Perdarahan epidural termasuk kasus kegawatdaruratan di
bidang bedah saraf yang bila dibiarkan akan menyebabkan pergeseran otak yang akan
mengakibatkan kematian. Penanganannya dengan operasi kraniotomi yang paling
efektif dalam menyelamatkan nyawa pasien.
4. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi diantara selaput otak lapisan luar
dan selaput otak lapisan tengah. Selaput otak sendiri terbagti menjadi 3 lapisan, yaitu
lapisan luar yang dinamakan duramater, lapisan tengah yang dinamakan arachnoid, dan
lapisan dalam yang dinamakan piamater. Perdarahan subdural secara sederhana dapat
terbagi menjadi dua, yaitu:
 Perdarahan yang sifatnya akut, artinya langsung menimbulkan kegawatan yang
berpotensi pada kematian. Biasanya terjadi karena cedera yang hebat seperti
berguling-guling atau terjungkir kencang saat terjatuh, hingga benturan hebat
pada satu sisi kepala.
 Perdarahan yang kronis, tidak menimbulkan kegawatan yang berisiko kematian,
namun biasanya menyebabkan nyeri kepala hebat atau kelumpuhan anggota
gerak. Biasanya terjadi pada orang lanjut usia yang disebabkan oleh cedera
kepala ringan seperti terpeleset ataupun terjadi secara spontan karena
penggunaan obat-obat jantung dan pengencer darah.
5. Perdarahan Jaringan Otak
Seusai namanya, jenis cedera kepala ini merupakan perdarahan yang terjadi di dalam
jaringan otak. Bila perdarahannya kecil maka disebut memar otak (kontusio otak).
Perdarahan yang kecil biasanya tidak memerlukan tindakan operasi dan perdarahannya
bisa diserap secara otomatis dalam jangka waktu 7 – 14 hari oleh tubuh.

E. Diagnosis Cedera Kepala


Pemeriksaan GCS berguna untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien. Pemeriksaan ini dapat
menentukan derajat keparahan cedera kepala. Nilai GCS normal adalah 15. Semakin rendah
nilai yang didapat, maka semakin besar pula dampak cedera pada otak.Pemeriksaan saraf
Gangguan pada otak dapat berdampak pada fungsi saraf tubuh. Pada kasus cedera kepala,
evaluasi fungsi saraf dengan cara mengukur kekuatan otot, kemampuan mengontrol
pergerakan otot, serta kemampuan dalam merasakan sensasi mungkin perlu dilakukan untuk
memastikan kondisi otak.Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiologi dengan Rontgen, CT
scan, atau MRI dapat melihat kemungkinan patah tulang tengkorak, perdarahan, dan
pembengkakan otak, serta untuk memeriksa kondisi jaringan dan aliran darah di dalam otak.
Dokter juga akan meminta keluarga atau kerabat untuk memantau kondisi pasien selama
beberapa hari, misalnya dengan melihat pola makan, pola tidur, cara berbicara, dan suasana
hati pasien.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, gejala cedera kepala bisa saja baru muncul setelah
beberapa hari atau minggu. Pemantauan bertujuan untuk memastikan tidak ada gejala yang
berkembang menjadi lebih parah atau baru muncul beberapa waktu setelah kejadian.

F. Pengobatan Cedera Kepala


Pengobatan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan cedera yang dialami. Secara umum,
dokter akan membantu dengan pemberian obat-obatan, terapi, atau melakukan operasi jika
diperlukan. Penjelasannya sebagai berikut:
1. Obat-obatan
Penderita cedera kepala ringan biasanya tidak memerlukan tindakan medis khusus
karena kondisinya dapat membaik dengan beristirahat. Untuk meredakan nyeri yang
mungkin dirasakan, dokter akan menganjurkan penderita untuk
mengonsumsi paracetamol. Penderita perlu menghindari penggunaan obat
antiinfalamasi golongan NSAID, seperti ibuprofen atau aspirin, tanpa instruksi dokter.
Pasalnya, hal ini dikhawatirkan dapat meningkatkan risiko perdarahan dalam otak. Jika
cedera kepala tergolong sedang atau berat, dokter mungkin akan memberikan obat
antikejang untuk menekan risiko kejang yang biasa terjadi seminggu setelah trauma.
Dokter juga dapat memberikan obat diuretik untuk mengurangi tekanan di dalam otak
dengan mengeluarkan cairan dari jaringan otak.Pada cedera kepala yang parah hingga
menyebabkan kerusakan pembuluh darah, dokter dapat memberikan obat penenang
agar pasien bisa tertidur dalam waktu yang lama (induced coma). Hal ini dilakukan untuk
meredakan tekanan dan beban kerja otak yang tidak dapat menerima oksigen dan
nutrisi seperti biasanya. Selain itu, untuk pasien yang mengalami gangguan memori,
kognitif, atau perilaku karena kerusakan otak, dokter dapat memberikan obat
neuroprotektor, seperti citicoline. Obat ini dapat membantu meningkatkan perbaikan
fungsi otak pada pasien cedera kepala.
2. Terapi
Bagi pasien yang mengalami cedera kepala sedang hingga berat, terapi atau rehabilitasi
mungkin diperlukan untuk memperbaiki dan mengembalikan kondisi fisik dan fungsi
saraf. Serangkaian terapi yang biasa disarankan meliputi:
Fisioterapi, untuk mengembalikan fungsi saraf atau otot yang terganggu akibat
gangguan pada otak akibat cederaTerapi kognitif dan psikologis, untuk memperbaiki
gangguan perilaku, konsentrasi, daya pikir, atau emosi yang terjadi setelah cedera
kepalaTerapi okupasi, untuk membantu pasien kembali menyesuaikan diri dalam
menjalankan aktivitas sehari-hariTerapi wicara, untuk memperbaiki kemampuan
berbicara dan berkomunikasi pasienTerapi rekreasi, untuk melatih pasien menikmati
waktu senggangnya dan menjalin hubungan sosial melalui kegiatan-kegiatan yang
menyenangkan Dokter biasanya akan mengedukasi keluarga dan kerabat pasien
mengenai terapi lanjutan yang dapat dilakukan di rumah setelah pasien keluar dari
rumah sakit.
3. Operasi
Jenis dan tujuan operasi akan disesuaikan dengan keparahan kondisi dan masalah yang
terjadi akibat cedera kepala. Umumnya, operasi dilakukan jika cedera kepala telah
menyebabkan beberapa kondisi di bawah ini:
Perdarahan dalam otak yang beratPatah tulang tengkorak yang melukai otakTerdapat
benda asing di dalam otakKomplikasi Cedera Kepala
Jika tidak ditangani dengan baik, penderita cedera kepala sedang hingga berat sangat
rentan mengalami komplikasi, baik sesaat setelah trauma atau beberapa minggu
setelahnya. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah:
Penurunan kesadaranVertigoEmpty sella syndromeKejang berulang atau epilepsi setelah
traumaKerusakan saraf dan pembuluh darahStrokeInfeksi, seperti meningitis Penyakit
degenerasi otak, seperti demensia, penyakit Alzheimer, dan penyakit
ParkinsonGangguan berbahasa dan berkomunikasi (afasia)Pencegahan Cedera Kepala

G. Pencegahan cedera kepala dapat dilakukan dengan langkah-langkah


berikut:
Menggunakan alat pengaman saat berolahraga Selalu menggunakan alat keselamatan,
seperti helm atau pelindung kepala, jika bekerja di lingkungan yang berisiko
menimbulkan cedera kepalaMemasang pegangan besi di kamar mandi dan di samping
tangga untuk mengurangi risiko terpelesetMemastikan lantai selalu kering dan tidak
licinMemasang penerangan yang baik di seluruh bagian rumah Memeriksa kondisi mata
secara rutin, terutama jika mengalami gejala gangguan penglihatan, seperti buram atau
penglihatan berbayang. Anak-anak juga rentan mengalami cedera kepala saat bermain.
Berikut adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan orang tua untuk mencegahnya:
Mengunci pintu rumah saat tidak ada pengawasMemasang tralis jendela, khususnya jika
Anda tinggal di rumah tingkat Meletakkan keset kering di depan pintu kamar mandi agar
tidak terpeleset Mengawasi anak dan memastikan mereka bermain dengan aman
Konsep asuhan keperawatan menurut teori
Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan
secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah- masalah
pasien, merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya serta
mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Nasrul
Effendy dalam Andra, dkk. 2013).
Menurut Rendi dan Margareth. ( 2012 ), asuhan keperawatan pada pasien
cedera kepala meliputi:
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Berisi biodata pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal
lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku, status
perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat.
b. Identitas penanggung jawab
Berisikan biodata penangguang jawab pasien yaitu nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir,
pekerjaan, alamat
Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk memnita pertolongan
kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai
penurunan tingkat kesadaran ( Muttaqin, A. 2008 ). Biasanya klien
akan mengalami penurunan kesadaran dan adanya benturan serta
perdarahan pada bagian kepala klien yang disebabkan oleh kecelakaan
ataupun tindaka kejahatan.
d. Riwayat kesehatan
1.) Riwayat kesehatan sekarang
Berisikan data adanya penurunan kesadaran (GCS <15), letargi,
mual dan muntah, sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah,
paralysis, perdarahan, fraktur, hilang keseimbangan, sulit
menggenggam, amnesia seputar kejadian, tidak bias beristirahat,
kesulitan mendengar, mengecap dan mencium bau, sulit
mencerna/menelan makanan
2.) Riwayat kesehatan dahulu
Berisikan data pasien pernah mangalami penyakit system
persyarafan, riwayat trauma masa lalu, riwayat penyakit darah,
riwayat penyakit sistemik/pernafasan cardiovaskuler, riwayat
hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obat antikoagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan konsumsi alkohol (
Muttaqin, A. 2008 ).
3.) Riwayat kesehatan keluarga
Berisikan data ada tidaknya riwayat penyakit menular seperti
hipertensi, diabetes mellitus, dan lain sebagainya

e. Permeriksaan fisik
1.) Tingkat kesadaran
i. Kuantitatif dengan GCS (Glasgow Coma Scale)
ii. Kualitatif
(1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15 - 14.
(2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
(3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu)memberontak, berteriak-
teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11-10.
(4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun,
respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan)
tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.
(5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
(6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon
kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada
respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3 (Satyanegara. 2010).
2.) Fungsi motorik
Setiap ekstermitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut ini yang digunakan secara
internasionalBiasanya klien yang mengalami cedera kepala kekuatan ototnya berkisar
antar 0 sampai 4 tergantung tingkat keparahan cedera kepala yang dialami klien.
3.) Pemeriksaan reflek fisiologis
a.) Reflek bisep
Caranya: emeriksaan dilakukan dengan posisi pasien
duduk, dengan membiarkan lengan untuk beristirahat di
pangkuan pasien, atau membentuk sudut sedikit lebih
dari 900 di siku, minta pasien memflexikan di siku
sementara pemeriksa mengamati dan meraba fossa
antecubital, tendon akan terlihat dan terasa seperti tali
tebal, ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan
pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah
diketuk pada sendi siku, normalnya terjadi fleksi lengan
pada sendi siku.
b.) Reflek trisep
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien
duduk, secara perlahan tarik lengan keluar dari tubuh
pasien, sehingga membentuk sudut kanan di bahu atau
lengan bawah harus menjuntai ke bawah langsung di siku,
ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada
sendi siku dan sedikit pronasi, normalnya terjadi ekstensi
lengan bawah pada sendi siku.
c.) Reflek patella
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi duduk
atau berbaring terlentang, ketukan pada tendon patella,
respon: plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep
femoris.
d.) Reflek achiles
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien
duduk, kaki menggantung di tepi meja ujian atau dengan
berbaring terlentang dengan posisi kaki melintasi diatas kaki
di atas yang lain atau mengatur kaki dalam posisi tipe katak,
identifikasi tendon mintalah pasien untuk plantar flexi,
ketukan hammer pada tendon achilles. Respon: plantar
fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius (Muttaqin, A.
2010).
4.) Reflek Patologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus
tertentu.
a.) Reflek babynski
Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki
diluruskan, tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki
pasien agar kaki tetap pada tempatnya, lakukan penggoresan
telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior, respon:
posisitif apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki dan
pengembangan jari kaki lainnya.
b.) Reflek chaddok
Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus
lateralis dari posterior ke anterior, amati ada tidaknya gerakan
dorsofleksi ibu jari, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki
lainnya.
c.) Reflek oppenheim
Pengurutan dengan cepat krista anterior tibia dari proksiml ke
distal, amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki,
disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.
d.) Reflek Gordon
Menekan pada musculus gastrocnemius (otot betis), amati ada
tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya.
e.) Reflek hofmen tromen
Melakukan petikan pada kuku jari, perhatikan jari yang lain.
Normalnya jari-jari lain tidak bergerak (Muttaqin, A. 2010).
f. Aspek neurologis
1.) Kaji GCS (cedera kepala ringan 14-15, cedera kepala sedang 9-13,
cedera kepala berat 3-8).
2.) Disorientasi tempat/waktu
3.) Reflek patologis dan fisiologis
4.) Perubahan status mental
5.) Nervus Cranial XII (sensasi, pola bicara abnormal)
6.) Perubahan pupil/penglihatan kabur, diplopia, fotophobia,
kehilangan sebagian lapang pandang
7.) Perubagan tanda-tanda vital
8.) Gangguan pengecapan dan penciuman, serta pendengaran
9.) Tanda-tanda peningkatan TIK
a.) Penurunan kesadaran
b.) Gelisah letargi
c.) Sakit kepala
d.) Muntah proyektil
e.) Pupil edema
f.) Pelambatan nadi
g.) Pelebaran tekanan nadi
h.) Peningkatan tekanan darah systole
g. Aspek kardiovaskuler
1.) Peubahan tekanan darah (menurun/meningkat)
2.) Denyut nadi (bradikardi, tachi kardi, irama tidak teratur)
3.) TD naik, TIK naik
h. System pernafasan
1.) Perubahan poa nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi),
nafas berbunyi stridor, tersedak
2.) Irama, frekuensi, kedalaman, bunyi nafas
3.) Ronki, mengi positif
i. Kebutuhan dasar
1.) Eliminasi : perubahan pada BAB/BAK (inkontinensia, obstipasi,
hematuri)
2.) Nutrisi : mual, muntah, gangguan pencernaan/menelan makanan,
kaji bising usus
3.) Istirahat : kelemahan, mobilisasi, kelelahan, tidur kurang
j. Pengkajian psikologis
1.) Gangguan emosi/apatis, delirium
2.) Perubahan tingkah laku atau kepribadian
k. Pengkajian social
1.) Hubungan dengan orang terdekat
2.) Kemampuan komunikasi, afasia motorik atau sensorik, bicara
tanpa arti, disartria, anomia
l. Nyeri/kenyamanan
1.) Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi berbeda
2.) Gelisah
m. Nervus cranial
1.) N.I : penurunan daya penciuman
2.) N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan
3.) N.III, IV, VI : penurunan lapang pandang, reflek cahaya menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah,
anisokor
4.) N.V : gangguan mengunyah
5.) N.II, XII : lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada
2/3 anterior lidah
6.) N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh
7.) N.IX, X, XI : jarang ditemukan
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan diagnostic
1.) X-ray/CT scan
a.) Hematom serebral
b.) Edema serebral
c.) Perdarahan intracranial
d.) Fraktur tulang tengkorak
2.) MRI : Dengan/tanpa mempengaruhi kontras.
3.) Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral
4.) EEG : memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya
gelombang patologis.
5.) BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : menentukan fungsi
korteks dan batang otak.
6.) PET (Positron Emission Tomograpfy) : menunjukan perubahan
aktivitas metabolism pada otak

b. Pemeriksaan laboratorium
1.) AGD, PO2, PH, HCO3 : untuk mengkaji keadekuatan ventilasi
(mempertahankan AGD dalam rentang normaluntuk menjamin
aliran darah serebral adekuat) atau untuk melihat masalah
oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK.
2.) Elektrolit serum : cedera kepala dapat dihubungkan dengan
gangguan regulasi natrium, retensi Na dapat berakhir beberap hari,
diikuti dengan dieresis Na, peningkatan letargi, konfusi dan kejang
akibat ketidakseimbangan elektrolit.
3.) Hematologi : leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum.
4.) CSS : menentukan kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid
(warna, komposisi, tekana).
5.) Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mengakibatkan
penurunan kesadaran.
6.) Kadar Antikonvulsan darah : untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup efektif mengatasi kejang.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d gangguan serebrovaskular,
edema cerebri, meningkatnya aliran darah ke otak (TIK).
b. Resiko Ketidakefektifan pola nafas b/d kerusakan neurovaskuler,
obstruksi trakeobronkial, kerusakan medula oblongata.
c. Nyeri akut b/d cedera fisik, peningkatan tekanan intrakranial, danalat
traksi.
d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi cairan, trauma.
e. Gangguan persepsi sensori b/d penurunan kesadaran,
peningkatantekanan intra cranial.
f. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan
sarafmotorik.
g. Resiko infeksi b/d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.
h. Resiko kekurangan volume cairan b/d haluaran urine danelektrolit 
meningkat.
BAB III

CONTOH KASUS PADA PASIEN TRAUMA CIDERA KEPALA


Pasien Tn. M datang ke RS dengan keluhan penurunan kesadaran setelah mengalami
kecelakaan
lalu lintas sepeda motor tanggal 12 Mei 2021. Pasien bertabrakan dengan pengendara motor
lainny. Pasien mengeluh pusing, badan lemas, pasien dikatakan sempat pingsan, ada
pendarahan kepala dibagian kepala belakang. Setelah dilakukan pengkajian TD : 140/80
mmHg,N : 88 x/menit, S : 36 derajat C , RR : 25x/menit.

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA TN. M DENGAN


CEDERA KEPALA

A. PENGKAJIAN
Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pegawai swasta
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 12 Mei 2021, pukul 08.00 WIB
Alasan Masuk : Pasien mengalami penurunan kesadaran akibat kecelakaan
lalu lintas
Diagnosa Medis : CKS + SAH + Edema Serebri

SURVEY PRIMER DAN RESUSITASI


AIRWAY DAN KONTROL SERVIKAL
1. Keadaan jalan nafas
Tingkat kesadaran : Somnolen (E3V2M5)
Pernafasan : Spontan
Upaya bernafas : Ada
Benda asing di jalan nafas : Tidak ada
Bunyi nafas : Vesikuler
Hembusan nafas : Ada
BREATHING
1. Fungsi pernafasan
Jenis Pernafasan : Takipnea
Frekwensi Pernafasan : 25x/menit
Retraksi Otot bantu nafas : Ada
Kelainan dinding thoraks : Tidak ada kelainan, pergerakan dinding thorax simetris
Bunyi nafas : Vesikuler
Hembusan nafas : Dangkal
CIRCULATION
1. Keadaan sirkulasi
Tingkat kesadaran : Somnolen (E3V2M5)
Perdarahan (internal/eksternal) : Ada pada kepala bagian belakang
Kapilari Refill : < 2 detik
Tekanan darah : 140/60 mmHg
Nadi radial/carotis : 88x/menit
Akral perifer : Hangat
DISABILITY
1. Pemeriksaan Neurologis:
GCS : (E3V2M5) : 10
Reflex fisiologis : Terganggu
Reflex patologis : Tidak ada
Kekuatan otot : 3333 3333
3333 3333

PENGKAJIAN SEKUNDER / SURVEY SEKUNDER


(Dibuat bila pasien lebih dari 2 jam diobservasi di IGD)
1. RIWAYAT KESEHATAN
a. RKD (Riwayat kesehatan dahulu)
Keluarga mengatakan pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan
alergi.
b. RKS (Riwayat Kesehatan sekarang)
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan
lalu lintas sepeda motor tanggal 12 Mei 2021. Pasien dikatakan mengendarai sepeda
motor dan bertabrakan dengan pengendara motor lainnya. Setelah kejadian pasien. Saat ini
kontak tidak adekuat dan pasien sempat
mengalami pingsan, ada pendarahan dikepala bagian belakang, pasien mengalami tak sadarkan
diri.
TD : 140/80 mmHg, S : 36 derajat C , RR : 25x/menit.
Diagnosa medis saat ini CKS.
c. RKK (Riwayat kesehatan keluarga)
Keluarga pasien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit
keturunan seperti hipertensi, diabetes mellitus, dll

2. RIWAYAT DAN MEKANISME TRAUMA


Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan lalu
lintas sepeda motor tanggal 12 Mei 2021. Pasien dikatakan mengendarai sepeda motor
dan bertabrakan dengan pengendara motor lainnya. Setelah kejadian pasien mengeluh pusing,
badan lemas, Saat ini kontak tidak adekuat. Pemeriksaan TTV TD : 140/80 mmHg, S : 36 derajat
C , RR : 25x/menit. Diagnosa medis saat ini CKS.
PEMERIKSAAN FISIK (HEAD TO TOE)
a. Kepala : Cephal hematoma
Kulit kepala : Terdapat lesi, rambut berwarna hitam tampak bersih.
Mata : Bentuk mata simetris, konjungtiva anemis, sclera putih (tidak
ikterik)
Telinga : Bentuk telinga simetris, tidak terdapat tanda infeksi, tidak
menggunakan alat bantu dengar, nyeri tekan tidak ada, secret tidak ada dan lesi tidak
ada.
Hidung : Tidak tampak adanya lesi, perdarahan, sumbatan maupun
tanda gejala infeksi, tidak ada bengkak dan nyeri tekan.
Mulut dan gigi: Warna mukosa bibir pucat, tampak lembab, tidak ada lesi, jumlah gigi
lengkap, tidak terdapat perdarahan dan radang gusi.
Wajah : Wajah tampak pucat, tidak terdapat edema maupun nyeri
tekan dan terdapat luka lecet region pipi hematoma.
b. Leher : Tidak tampak adanya pembengkakan,tidak teraba pembesaran
kelenjar tyroid, tidak terdapat nyeri tekan, nadi karotis teraba.
c. Dada/ thoraks : Bentuk dada normal chest, tidak tampak adanya
pembengkakan
Paru-paru
Inspeksi : Gerak dada simetris, tampak adanya retraksi otot bantu
pernapasan
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler +/+
Jantung
Inspeksi : Gerak dada simetris
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada jantung
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara jantung S1 S2 reguler, murmur (-)
d. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada distensi abdomen
Palpasi : Tidak teraba adanya penumpukan cairan, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)
e. Pelvis
Inspeksi : Bentuk pelvis simetris
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
f. Perineum dan rektum : Tidak dikaji
g. Genitalia : Tidak dikaji
h. Ekstremitas
Status sirkulasi : CRT <2detik
Keadaan injury : Terdapat perdarahan pada kepala
i. Neurologis
Fungsi sensorik : Terganggu
Fungsi motorik : Mengalami kelemahan pada ekstremitas.

B. ANALISIS DATA
Data fokus etiologi MASALAH
DS :
-pasien mengatakan hanya
menyeringai
-pasien mengalami penurunan
kesadaran
Penurunan
DO : Penurunan Kapasitas
Kapasitas Adaptif
-wajah pasien tampak pucat dan Adaptif Intrakranial
intrakranial
gelisah
- pasien tampak lemas
-keadaan umum lemah
- RR: 25 X/menit

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH


1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial dibuktikan dengan penurunan kapasitas adaptif
intrakranial.

Anda mungkin juga menyukai