Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Trauma kepala atau cedera kepala merupakan kasus yang sangat sering terjadi dalam
kehidupan kita sehari-hari. Cedera kepala bisa terjadi pada semua orang tanpa kecuali, misalnya
terjatuh dari tempat tidur, terpeleset, terjatuh dari pohon maupun tepukul oleh temannya ketika
bertengkar. Cedera kepala yang sering terjadi pada orang dewasa karena kecelakaan lalu lintas.
Terjatuh dari sepeda motor, tabrakan, kepala terbentur bagian dari mobil karena mobil yang dinaiki
menabarak atau terjungkal dan lain sebagainya
 Karena seringnya terjadi trauma kepala pada orang yang mengendarai sepeda motor ketika
kecelakaan, maka akhirnya diwajibkan siapa saja yang mengendarai sepeda untuk menggunakan
helm sebagai pelindung kepala. Namun masih banyak yang menggunakan helm hanya sekedar
sebagai syarat untuk mentaati peraturan lalu lintas yaitu dengan memakai helm yang kurang
memenuhi syarat maupun tali helm yang tidak terikat ketika dipakai sehingga ketika terjadi
kecelakaan lalu lintas masih terjadi cedera kepala yang berat.

Pada umumnya kematian pada trauma kepala terjadi setelah segera setelah injury dimana
terjadi trauma langsung pada kepala, atau perdarahan yang hebat dan syok. Kematian yang terjadi
dalam beberapa jam setelah trauma disebabkan oleh  kondisi klien yang memburuk secara progresif 
akibat  perdarahan internal. Pencatatan segera tentang status neurologis dan intervensi surgical
merupakan tindakan kritis guna pencegahan kematian pada phase ini. Kematian yang terjadi 3
minggu atau lebih setelah injury disebabkan oleh berbagai kegagalan sistem tubuh.

Faktor-faktor  yang diperkirakan memberikan prognosa yang jelek adalah adanya intracranial


hematoma, peningkatan usia klien, abnormal respon motorik, menghilangnya gerakan bola mata
dan refleks pupil terhadap cahaya, hipotensi yang terjadi secara awal, hipoksemia dan hiperkapnea,
peningkatan ICP.

Diperkirakan terdapat 3 juta  orang di AS mengalami trauma kepala pada setiap tahun. 
Angka kematian di AS akibat trauma kepala sebanyak 19.3/100.000 orang. Pada umumnya trauma
kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau terjatuh.

1.2    Maksud dan Tujuan Penulisan


·         Sebagai bagian dari perkuliahan kegawat daruratan dan untuk memenuhi  penugasaan yang
diberikan kepada mahasiswa.
·         Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk menjelaskan secara terperinci mengenai ASKEP trauma
kepala

·         Makalah ini juga dibuat dengan tujuan untuk membantu mahasiswa untuk mengetahui secara
dalam mengenai trauma kepala

·         Makalah ini juga menjelaskan tentang berbagai aspek mengenai trauma kepala yang meliputi
patologi serta asuhan keperawatannya

·         Makalah ini juga membantu mahasiswa untuk membuat suatu asuhan keperawatan yang baik dan
benar.
1.3     Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan serta mengetahui ruang lingkup dalam karya tulis ini, maka
karya tulis ini di bagi menjadi bab-bab dengan rincian sebagai berikut:
BAB I      :  PENDAHULUAN

                    Merupakan pendahuluan dengan uraian mengenai maksud dan tujuan penulisan, latar belakang,
sistematika penulisan.

BAB II     :  ISI

                    Pada bab ini berisi tentang patologi dan ASKEP lengkap yang berhubungan dengan  trauma
kepala  penjelasan secara rinci.

BAB III   :  PENUTUP

                    Dalam bab ini berisikan kesimpulan seluruh pembahasan mengenai trauma kepala dan saran kepada
pembaca.

BAB II

Tinjauan Teori

2.1    Definisi

Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera
kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit  neurologik dan
merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).

Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak akibat  atau
pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan peningkatan tekanan
inbakranial, berdasarkan standar asuhan keperawatan penyakit bedah ( bidang keperawatan Bp.
RSUD Djojonegoro Temanggung, 2005), cidera kepala sendiri didefinisikan dengan suatu gangguan
traumatic dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai pendarahan interslities dalam rubstansi
otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.

Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak
(Muttaqin, 2008).

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak,
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi
dan Rita juliani, 2001).

2.2    Etiologi

Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari Cedera Kepala adalah :

a.       Kecelakaan lalu lintas.

b.      Terjatuh
c.       Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.

d.      Olah raga

e.       Benturan langsung pada kepala.

f.       Kecelakaan industri.

2.3    Klasifikasi CEDERA KEPALA

Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka  dapat kita lihat sebagai berikut:

1.      Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15 , dpt terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30
menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak ,
kontusio atau temotom (sekitar 55% ).

2.      Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau amnesia antara 30
menit -24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).

3.      Cedera kepala berat ( CKB )  jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga meliputi contusio
cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau edema selain itu ada istilah-istilah lain untuk jenis
cedera kepala sebagai berikut :

-          Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak tulang  tengkorak.

-          Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan disertai edema cerebra.

2.4    Glasgow Coma Seale (GCS)

Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada tingkat responsif


pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat mengevaluasi status neurologik
pasien yang mengalami cedera kepala. Evaluasi ini hanya terbatas pada mengevaluasi motorik
pasien, verbal dan respon membuka mata.

Skala GCS :      Membuka mata :      Spontan                                         4

                                                           Dengan perintah                            3

                                                            Dengan Nyeri                               2

                                                            Tidak berespon                             1

                          Motorik :                  Dengan Perintah                          6

                                                            Melokalisasi nyeri                        5

                                                            Menarik area yang nyeri               4

                                                           Fleksi abnormal                             3

                                                           Ekstensi                                         2

                                                           Tidak berespon                              1

                          Verbal :                    Berorientasi                                  5
                                                           Bicara membingungkan                4

                                                           Kata-kata tidak tepat                    3

                                                           Suara tidak dapat dimengerti        2

                                                           Tidak ada respons                         1

2.5    Anatomi Kepala

1.      Kulit kepala

Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek, pembuluh- pembuluh ini
sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Terdapat
vena emiseria dan diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai dalam
tengkorak(intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi, atau avulasi.

2.      Tulang kepala

Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak). Fraktur tengkorak
adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Fraktur calvarea dapat
berbentuk garis (liners) yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan kedalam) atau impresi.
Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak rusak).

Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar (tabula
eksterna) dan dinding dalam (labula interna) yang mengandung alur-alur artesia meningia anterior,
indra dan prosterion. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat menyebabkan tertimbunya darah
dalam ruang epidural.

3.      Lapisan Pelindung otak / Meninges

Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter areknol dan diameter.

-     Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak elastis menempel ketat pada
bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak dapat diperbaiki dengan sempurna. Fungsi
durameter :

1.   Melindungi otak.

2    Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan lapisan endotekal saja tanpa jaringan
vaskuler ).

3.   Membentuk periosteum tabula interna.

-     Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak menempel pada dura. Diantara
durameter dan arachnoid terdaptr ruang subdural yang merupakan ruangan potensial. Pendarahan
sundural dapat menyebar dengan bebas. Dan hanya terbatas untuk seluas valks serebri dan
tentorium. Vena-vena otak yang melewati subdural mempunyai sedikit jaringan penyokong sehingga
mudah cedera dan  robek pada trauma kepala.
-     Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah halus, masuk kedalam
semua sulkus dan membungkus semua girus, kedua lapisan yang lain hanya menjembatani sulkus.
Pada beberapa fisura dan sulkus di sisi medial homisfer otak. Prametar membentuk sawan antar
ventrikel dan sulkus atau vernia. Sawar ini merupakan struktur penyokong dari pleksus foroideus
pada setiap ventrikel.

      Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid, ruang ini melebar dan mendalam
pada tempat tertentu. Dan memungkinkan sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada kedalam system
vena.

4.      Otak.

Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak yang dijumpai pada trauma
kepala dapat terjadi melalui 2 campuran : 1. Efek langsung trauma pada fungsi otak, 2. Efek-efek
lanjutan dari sel-sel otakyang bereaksi terhadap trauma.

Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar (fraktur cranium
terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar dari hidung / telinga), merupakan keadaan
yang berbahaya karena dapat menimbulkan peradangan otak.

  Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dank arena tengkorak merupakan
ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan menimbulkan peninggian tekanan dalam rongga
tengkorak (peninggian tekanan tekanan intra cranial).

5.      Tekanan Intra Kranial (TIK).

  Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah
intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu. Keadaan normal dari
TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar ± 15 mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi jaringan
otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan pada 3 komponen ini
selalu berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa Monro – Kellie menyatakan : Karena
keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah 1 dari
komponen ini menyebabkan perubnahan pada volume darah cerebral tanpa adanya perubahan, TIK
akan naik.

Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang ptak (Herniasi batang
otak) yang berakibat kematian.

2.6    Jenis-Jenis Cedera Kepala

1.      Fraktur tengkorak

Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu menghilangkan tenaga
benturan kepala sehingga sedikit kekauatan yang ditransmisikan ke dalam jaringan otak. 2 bentuk
fraktur ini : fraktur garis (linier) yang umum terjadi disebabkan oleh pemberian kekuatan yang
amat  berlebih terhadap luas area tengkorak tersebut dan fraktur tengkorak seperti batang tulang
frontal atau temporil. Masalah ini bisa menjadi cukup serius karena les dapat keluar melalui fraktur
ini.

2.      Cedera otak dan gegar otak


Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna . Otak tidak dapat
menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan
glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel selebral membutuhkan suplay darah terus
menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak belakang dapat pulih dan sel-sel mati dapat
diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja  dan keruskan neuron
tidak dapat mengalami regenerasi.

Gegar otak ini merupakan sinfrom yang melibatkan bentuk cedera otak tengah yang
menyebar ganguan neuntosis sementara dan dapat pulih tanpa ada kehilangan kesadaran pasien
mungkin mengalami disenenbisi ringan,pusing ganguan memori sementara ,kurang konsentrasi
,amnesia rehogate,dan pasien sembuh cepat.

Cedera otak serius dapat terjadi yang menyebabkan kontusio, laserasi dan hemoragi.

3.      Komosio serebral

Adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan struktur. Komosio umumnya
meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama beberap detik sampai
beberapa menit,getaran otak sedikit saja hanya akan menimbulkan amnesia atau disonentasi.

4.      Kontusio cerebral

Merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan
adanya daerah hemorasi pada subtansi otak. Dapat menimbulkan edema cerebral 2-3 hari post
truma.Akibatnya dapat menimbulkan peningkatan TIK dan meningkatkan mortabilitas (45%).

5.      Hematuma cerebral ( Hematuma ekstradural atau nemorogi )

Setelah cedera kepala,darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara


tengkorak dura,keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur hilang tengkorak yang menyebabkan
arteri meningeal tengah putus atau rusak (laserasi),dimana arteri ini benda diantara dura dan
tengkorak daerah infestor menuju bagian tipis tulang temporal.Hemorogi karena arteri ini dapat
menyebabkan penekanan pada otak.

6.      Hemotoma subdural

Adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak.Paling sering  disebabkan oleh
truma tetapi dapat juga terjadi kecenderungan pendarahan dengan serius dan aneusrisma.Itemorogi
subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang
menjembatani ruang subdural. Dapat terjadi akut, subakut atau kronik.

-          hemotoma subdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio atau
lasersi.

-          Hemotoma subdural subakut adalah sekuela kontusion sedikit berat dan dicurigai pada pasien yang
gagal untuk meningkatkan kesadaran setelah truma kepala.

-          Hemotuma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor, terjadi pada lansia.

7.      Hemotuma subaradinoid
Pendarahan yang terjadi pada ruang amchnoid yakni antara lapisan amchnoid dengan
diameter. Seringkali terjadi karena adanya vena yang ada di daerah tersebut terluka. Sering kali
bersifat kronik.

8.      Hemorasi infracerebral.

Adalah pendarahan ke dalam subtansi otak, pengumpulan daerah 25ml atau lebih pada
parenkim otak. Penyebabanya seringkali karena adanya infrasi fraktur, gerakan akselarasi dan
deseterasi yang tiba-tiba.

2.7    Manifestasi Klinis.

1.    Nyeri yang menetap atau setempat.

2.    Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.

3.    Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah
konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea serebro spiral ( cairan cerebros piral keluar
dari telinga  ), minorea serebrospiral (les keluar dari hidung).

4.    Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.

5.    Penurunan kesadaran.

6.    Pusing / berkunang-kunang.

7.    Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler

8.    Peningkatan TIK

9.    Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremitas

10.Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan

2.8    Patofisiologi

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar
metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan
glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat,
hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal
ini akan menyebabkan asidosis metabolik.

Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan
otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel
adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan
simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua:

1.      Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acclerasi-decelerasi otak) yang


menyebabkan gangguan pada jaringan.

Pada cedera primer dapat terjadi:

§  Gegar kepala ringan

§  Memar otak

§  Laserasi

2.      Cedera kepala sekunder

Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti:

§  Hipotensi sistemik

§  Hipoksia

§  Hiperkapnea

§  Udema otak

§  Komplikai pernapasan

§  Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

PAhtway

Cidera kepala                                                              TIK  - oedem

                                                                                            - hematom
                                              Respon biologi              Hypoxemia

                                                                                   

                                                                                    Kelainan metabolisme

Cidera otak primer                          Cidera otak sekunder

Kontusio

Laserasi                                           Kerus
akan Sel  otak 

Gangguan autoregulasi                    rangsangan simpatis             Stress

Aliran darah keotak ¯                      tahanan vaskuler                   katekolamin

                                                        Sistemik & TD                sekresi asam lambung

O2 ¯ à ggan metabolisme             ¯ tek. Pemb.darah                   Mual, muntah

                                                        Pulmonal

Asam laktat                                   tek. Hidrostatik               Asupan nutrisi kurang

Oedem otak                                    kebocoran cairan kapiler

Ggan perfusi jaringan                      oedema paru à cardiac out put ¯


Cerebral

Difusi O2 terhambat             Ggan perfusi jaringan

Gangguan pola napas à hipoksemia, hiperkapnea

Mekanisme Cedera Kepala

Menurut tarwoto (2007) mekanisme cedera memegang peranan yang sangat sadar dalam
berat ringannya dari trauma kepala. Mekanisme cedera kepala dapat dibagi menjadi :

a.       Cedera Percepatan (akselerasi) yaitu jika benda yang bergerak membentur kepala yang diam,
misalnya pada orang-orang diam kemudian terpukul atau terlempar batu.

b.      Cedera Perlambatan (Deselerasi) yaitu jika kepala bergerak membentur benda yang diam, misalnya
pada saat kepala terbentur.

c.       Deformitas adalah perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi akibat trauma,
misalnya ada fraktur kepala, kompresi, ketegangan atau pemotongan pada jaringan otak.

a.      Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada pasien cedera kepala menurut Eka J. Wahjoepramono (2005 :
90) antara lain :

b.      Cedera Otak Sekunder akibat hipoksia dan hipotensi

Hipoksia dapat terjadi akibat adanya trauma di daerah dada yang terjadinya bersamaan
dengan cedera kepala. Adanya obstruksi saluran nafas, atelektasis, aspirasi, pneumotoraks, atau
gangguan gerak pernafasan dapat berdampak pasien mengalami kesulitan bernafas dan pada
akhirnya mengalami hipoksia.

c.       Edema Serebral

Edema adalah tertimbunnya cairan yang berlebihan di dalam jaringan. Edema serebral akan
menyebabkan bertambah besarnya massa jaringan otak di dalam rongga tulang tengkorak yang
merupakan ruang tertutup. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial yang selanjutnya juga berakibat penurunan perfusi jaringan otak.

d.      Peningkatan Tekanan Intra Kranial

Tekanan intrakranial dapat meningkat karena beberapa sebab, yaitu pada perdarahan
selaput otak (misalnya hematoma epidural dan subdural). Pada perdarahan dalam jaringan otak
(misalnya laserasi dan hematoma serebri), dan dapat pula akibat terjadinya kelainan parenkim otak
yaitu berupa edema serebri.

e.       Herniasi Jaringan Otak


Adanya penambahan volume dalam ruang tengkorak (misalnya karena adanya hematoma)
akan menyebabkan semakin meningkatnya tekanan intrakranial. Sampai batas tertentu kenaikan ini
akan dapat ditoleransi. Namun bila tekanan semakin tinggi akhirnya tidak dapat diltoleransi lagi dan
terjadilah komplikasi berupa pergeseran dari struktur otak tertentu kearah celah-celah yang ada.

f.       Infeksi

Cedera kepala yang disertai dengan robeknya lapisan kulit akan memiliki resiko terjadinya
infeksi, sebagaimana pelukaan di daerah tubuh lainnya. Infeksi yang terjadi dapat menyebabkan
terjadinya Meningitis, Ensefalitis, Empyema subdural, Osteomilietis tulang tengkorak, bahkan abses
otak.

g.      Hidrisefalus

Hidrosefalus merupakan salah satu komplikasi cedera kepala yang cukup sering terjadi,
khususnya bila cedera kepala cukup berat.

Penatalaksanaan

 Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat luka mudah
dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan miminimalkan
masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.

Anda mungkin juga menyukai