1. PENDAHULUAN
Cedera kepala adalah trauma kepala yang menyebabkan cedera pada kulit kepala,
tulang tengkorak, maupun otak.
Tujuan utama intervensi pembedahan dini atau darurat pada trauma kepala ialah untuk
mempertahankan dan memperbaiki fungsi otak, melakukan koreksi pada fraktur yang
menekan, mengeluarkan bekuan darah, mengontrol perdarahan, mencegah atau mengurangi
tekanan intrakranial, mencegah timbulnya infeksi dan sebagainya.
Cedera kepala dan komplikasinya merupakan penyebab dari sejumlah besar kematian
akibat cedera pada anak-anak. Cedera kepala hebat juga menyebabkan kerusakan yang serius
pada otak yang sedang berkembang, sehingga mempengaruhi perkembangan fisik, kecerdasan
dan emosional anak dan menyebabkan cacat jangka panjang.
1|Page
Masalalah yang biasa dihadapi adalah jauhnya, ketersediaan fasilitas serta tingkat
kompetensi bedah syaraf setempat, serta lambatnya tindakan definitif, organisasi kegawat-
daruratan, dan profil cedera. Yang terpenting adalah pengelolaan ventilasi dan hipovilemia
yang berperan dalam menimbulkan kerusakan otak sekunder yang bisa dicegah. Transfer tidak
boleh diperlambat oleh tindakan diagnostik.
Penyebab kecacatan atau kematian yang dapat dicegah antara lain adalah
keterlambatan resusitasi atau hipoksia, hiperkarbia dan hipotensi, keterlambatan tindakan
definitif terutama terhadap hematoma intrakranial yang berkembang cepat, serta kegagalan
mencegah infeksi.
Benturan pada kepala berpotensi untuk menimbulkan gangguan pada sel-sel otak,
secara primer ataupun sekunder. Pengawasan secara dini penting untuk menilai kondisi pasien
secara lebih menyeluruh. Tujuan utama pada penderita trauma kepala adalah mencegah
kerusakan jaringan otak lebih lanjut dan mempertahankan fungsi jaringan otak yang masih
baik.
Trauma kapitis adalah bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam
menghasilkan keseimbangan aktivitas fisik, intelektual, emosi, sosial atau sebagai gangguan
traumatik yang dapat menimbulkan perubahan pada fungsi otak. (Black, 1997)
2|Page
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung
pada kepala. (Suriadi, 2003)
Cedera kepala adalah cedera yang menimbulkan kerusakan atau perlukaan pada kulit
kepala, tulang tengkorak, dan jaringan otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan.
(Lukman, 1993).
1.4. Epidemiologi
Mayoritas trauma kapitis disebabkan kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas
merupakan penyebab utama cedera yang mematikan dan penyebab utama terjadinya cedera
yang tidak fatal. Kecelakaan lalu lintas menyebabkan sekitar 45.000 kematian, 357.000 rawat
inap, dan lebih dari 4 juta kasus gawat darurat per tahun, atau rata-rata 123 kematian dan
lebih dari 100.000 cedera non fatal per hari.
Pada orang tua yang berumur 75 tahun atau memiliki resiko yang relatif tinggi untuk
mati karena kecelakaan lalu lintas (24,9% per 100.000 pada umur 75 sampai 84 tahun dan
28,8% pada umur 85 tahun atau lebih). Pada orang muda, resiko terjadinya cedera fatal dan
cedera non fatal karena kecelakaan lalu lintas lebih tinggi dibanding dengan resiko pada orang
tua. Angka kematian orang muda akibat kecelakaan lalu lintas di amerika mencapai 41% per
100.000 kasus dan di New Zealand mencapai 63% per 100.000 kasus.
Angka kejadian pada pria adalah 2 kali lebih banyak daripada pria, terutama antara
umur 15 hingga 24 tahun. Pada umur 45 tahun atau lebih, angka kejadian kecelakaan lalu lintas
yang menyebabkan rawat inap hampir sama.
Ketika kecelakaan terjadi, faktor yang menentukan tingkatan cedera antara lain
kecepatan benturan dan penggunaan alat-alat pengaman, seperti sabuk pengaman dan helm.
Ketika digunakan, sabuk pengaman dapat mengurangi resiko terjadinya cedera sedang atau
berat sebesar 50%.
I.5. Etiologi
Penyebab yang sering adalah kecelakaan lalu lintas dan terjatuh. Seiring dengan
kemajuan teknologi, frekuensi cedera kepala cenderung meningkat. Cedera kepala melibatkan
kelompok usia produktif yaitu antara 15 - 44 tahun dengan usia rata-rata 30 tahun dan lebih
didominasi oleh kaum laki-laki.
3|Page
- Tidak ada kontusio serebral
- Tidak ada hematoma
Gejala yang muncul bergantung pada jumlah dan distribusi cedera otak:
a. Penurunan kesadaran
b. Nyeri setempat
c. Sukar bangun dan bicara
d. Muntah
e. Kelemahan pada suatu sisi tubuh tiba-tiba
f. Pembengkakan pada daerah fraktur
g. Abnormalitas pupil
h. Perubahan tanda-tanda vital.
Pada klasifikasi klinis cedera kepala misalnya: cedera kepala disertai cedera pada
daerah spinal atau cedera ekstremitas, pengklasifikasian berdasarkan cedera kepala terbuka
dan tertutup, cedera kepala coup dan contra coup :
4|Page
Adalah sindrom yang melibatkan bentuk ringan dari cedera otak menyebar, terjadi
disfungsi neurologik sementara dan bersifat dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran, jika ada penurunan kesadaran mungkin hanya beberapa detik atau beberapa menit.
Setelah itu pasien mungkin mengalami disorientasi dan bingung dalam waktu relative singkat,
gejala lain : sakit kepala, tidak mampu untuk berkonsentrasi, gangguan memori sementara.
2. Anatomi calvaria
5|Page
6|Page
7|Page
8|Page
3.1. Pembahasan Trauma Kranii
9|Page
BAB III
10 | P a g e
Depressed skull fracture
11 | P a g e
Depressed Skull Fracture (CT )
12 | P a g e
Perdarahan subdural (SDH ), merupakan perdarahan dibawah lapisan duramater yang sering
terjadi pada usia remaja karena kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orangtua
biasanya disebabkan trauma akibat jatuh. Kematian karena SDH cukup tinggi , sedikitnya 50%
dari angka kejadian, sedangkan hanya 1 dar 5 orang yang berhasil sembuh dapat kembali
dalam kondisi normal sisanya bisa mengalami kelumpuhan total, sebagian atau komplikasi
lainnya.
Perdarahan Subdural bisa disebabkan karena luka terbuka atau tertutup . Trauma yang
terjadi menyebabkan robekan pada vena yang menghubungkan bagian cortex ( bridging vein )
menuju sinus dalam tulang tengkorak sehingga saat trauma darah mengisi ruangan antara
duramater dan piamater Subdural ).
Pada CT-Scan , gambaran SDH terlihat jelas dengan gambaran hyperdense dan ada
bentukan khas seperti bulan sabit ( Half Moon atau Cresentic ), gambaran ini terbentuk karena
ada falx cerebri yang menghalang sehingga darah tidak mengisi ruangan di hemisphere lain dan
hanya mengisi sesuai gyrus – gyrus pada tempat terjadinya trauma.
Klasifikasi :
I. Klinis.
a) Akut = Gejala timbul 24 jam setelah trauma
b) Sub akut = Gejala timbul dalam 1 – 10 hari pascatrauma
c) Kronis = Gejala timbul lebih dari 10 hari pasca trauma
13 | P a g e
c) Kronis = Hipodensitas ( > 3minggu tapi < 4 bulan)
Terapi = Pada SDH akut jelas dilakukan Operasi Burr Hole, sedangkan pada
SDH dengan volume kecil dan keadaan pasien yang stabil maka bias dilakukan tindakan
konservatif.
DEFINISI
14 | P a g e
berat
,
serin
gkali
diikut
i
kehil
anga
n
singk
at
pada
kesad
aran.
Subarachnoid hemorrhage adalah gangguan yang mengancam nyawa yang bisa cepat
menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis stroke yang lebih
umum diantara wanita.
PENYEBAB
dinding arteri. Aneurysma biasanya terjadi dimana cabang nadi. Aneurysma kemungkinan hadir
ketika lahir (congenital), atau mereka berkembang kemudian, setelah tahunan tekanan darah
15 | P a g e
tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan subarachnoid hemorrhage diakibatkan dari
aneurysm sejak lahir.
Agak sering terjadi, subarachnoid hemorrhage diakibatkan dari pecahnya jaringan tidak
normal antara arteri dengan pembuluh (arteriovenous malformation) di otak atau sekitarnya.
Arteriovenous malformation kemungkinan ada sejak lahir, tetapi hal ini biasanya
diidentifikasikan hanya jika gejala terjadi. Jarang, penggumpalan darah terbentuk pada klep
jantung yang terinfeksi, mengadakan perjalanan(menjadi embolus) menuju arteri yang
mensuplai otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. Arteri tersebut bisa kemudian
melemah dan pecah.
GEJALA
Sakit kapala, yang bisa tiba-tiba tidak seperti biasanya dan berat
(kadangkala disebut sakit kepala thunderclap).
Nyeri muka atau mata.
Penglihatan ganda.
Kehilangan penglihatan sekelilingnya.
Tanda bahaya bisa terjadi hitungan menit sampai mingguan sebelum pecah. Orang
harus melaporkan segala sakit kepala yang tidak biasa kepada dokter dengan segera.
DIAGNOSA
Jika orang mengalami secara tiba-tiba, sakit kepala hebat yang puncaknya dalam
hitungan detik disertai oleh berbagai gejala yang diduga stroke, mereka harus segera pergi ke
rumah sakit. Computed tomography (CT) dilakukan untuk memeriksa pendarahan. Ketukan
tulang belakang (lumbar puncture) dilakukan jika CT tidak meyakinkan atau tidak tersedia. Hal
itu bisa mendeteksi darah apa saja di dalam cairan cerebrospinal. Ketukan tulang belakang
tidak dilakukan jika dokter menduga bahwa tekanan di dalam tengkorak meningkat. Cerebral
angiography dilakukan segera mungkin untuk memastikan diagnosa dan untuk
mengidentifikasikan lokasi aneurysm atau arteriovenous malformation menyebabkan
pendarahan. Magnetic resonance angiography atau CT angiography kemungkinan digunakan
sebagai pengganti.
16 | P a g e
3.1.3. Epidural Hematoma
•» Pendahuluan
Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling sering
terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi olek tulang tengkorak yang kaku dan
keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang di sebut dura.
Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum
tabula interna..
Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk
suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari
pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan
maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inlah
yang di kenal dengan sebutan epidural hematom.
Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan biasanya
berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga
menimbulkan perdarahan. Vena epidural hematom berhubungan dengan robekan pembuluh
vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery
yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila
terjadi perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi
•» Gambaran Klinis
Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan
kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering juga
tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga.
17 | P a g e
Pasien seperti ini harus di observasi dengan teliti.
Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari cedera
kepala. Banyak gejala yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera kepala.
Gejala yang sering tampak :
• Penurunan kesadaran, bisa sampai koma
• Bingung
• Penglihatan kabur
• Susah bicara
• Nyeri kepala yang hebat
• Keluar cairan darah dari hidung atau telinga
• Nampak luka yang adalam atau goresan pada kulit kepala.
• Mual
• Pusing
• Berkeringat
• Pucat
• Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.
Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese atau
serangan epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi
cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi
tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran
menurun sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya
kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Gejala-
gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi rostrocaudal
batang otak.
Jika Epidural hematom di sertai dengan cedera otak seperti memar otak, interval bebas
tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur.
•» Gambaran Radiologi
Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih
mudah dikenali.
18 | P a g e
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural
hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang mengalami
trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus arteria
meningea media.
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedara
intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula
terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah
temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong
ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang
tinggi pada fase yang akut ( 60 – 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh
darah.
19 | P a g e
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
20 | P a g e
3.1.4. Intra Cerebral Hemorrhage
Definisi:
Adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pecahnya mikro aneurisma pada arteri-
arteri yang berada di otak. Hal ini menyebabkan terdesaknya lapisan otak oleh cairan (darah)
sehingga berakibat menurunnya fungsi dari otak tersebut.
Gambaran Radiologis:
Pada pemeriksaan CT-Scan tampak area hiperdens homogen. Bila pemeriksaan CT-Scan
dilakukan lebih dari 2 minggu sejak onset serangan, maka tampak gambaran enhancement
berbentuk cincin di daerah perifer hematom yang bisa menetap sampai 1 bulan. Sedangkan
pada stadium kronis, maka area hematom akan menjadi hipodens berbatas tegas karena
hematomnya telah diserap dan sebagian membeku pada lapisan otak.
Patofisiologi:
Pada intracerebral hematom, perdarahan terjadi di dalam lapisan otak. Perdarahan ini
lebih sering terjadi di daerah central dekat dengan ventrikel otak. Hematom dapat pula terjadi
di daerah lateral dari ventrikel otak.
Hematom yang membesar di daerah central menyebabkan tekanan pada daerah
ventrikel. Sehingga menyebabkan pergeseran garis tengah dan kompresi ventrikel baik
ventrikel kanan atau ventrikel kiri. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda
neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.
Dengan makin membesarnya hematom, maka seluruh bagian tengah otak akan
terdesak keluar, sehingga menyebabkan tekanan intrakranialnya meningkat. Tekanan
intakranial yang meningkat memiliki tanda-tanda kaku kuduk, nyeri kepala hebat, hingga
penurunan kesadaran.
Gambaran Klinis:
Pada penyakit trauma ini pasien memiliki tanda-tanda neurologis, seperti nyeri kepala
hebat, muntah, kejang-kejang, kesadaran menurun. bradikardi, dan kadang disertai perdarahan
pada retina.
Gambar:
21 | P a g e
Gambaran CT-Scan Kepala Bleeding Gambaran CT-Scan Kepala
Intracerebral Hemoragik dengan asosiasi perdarahan
pada Intraventrikuler
Dari hasil penelitian pada Diffuse Axonal Injury (DAI) berdasarkan tingkat keparahan
paling ringan sampai paling berat maka concussion adalah jenis yang ringan yang menyebabkan
DAI.
Untuk menjelaskan koma pasca traumatik yang lama yang tidak dikarenakan lesi massa
atau kerusakan iskemik.kehilangan kesadaran sejak saat cedera berlanjut diluar 6
jam.fenomena ini dipisahkan menjadi kategori ringan,sedang dan berat.DAI ringan relatif
ringan dan dibatasi pada kelompok dengan koma yang berakhir pada 6 sampai 24 jam dan
pasien mulai dapat ikut perintah setelah 24 jam.DAI sedang dibatasi pada koma yang berakhir
lebih dari 24 jam tanpa tanda-tanda batang otak yang menonjol,ini adalah bentuk DAI yang
paling sering dan merupakan 45% dari semua pasien DAI.
DAI berat biasanya terjadi pada kecelakaan kendaraan dan bentuk yang paling
mematikan.merupakan 36% dari semua pasien DAI.pasien menampakkan koma dalam dan
menetap untuk waktu yang lama.sering menunjukan decortikasi atau deserebrasi dan sering
dengan cacat berat yang menetap bila penderita tidak mati.pasien sering menunjukan disfungsi
otonom seperti hipertensi,hiperhidrosis,dan hiperpireksia dan sebelumnya tampak punya
cedera batang otak primer.
22 | P a g e
Neuropathologic temuan pada pasien dengan cedera axonal baur diberi nilai oleh
Gennarelli dan koleganya sbb:
1. Grade 1-Axonal cedera terutama dalam masalah parasagital putih dari belahan
otak
2. Grade 2-Seperti grade 1 ditambah dengan lesi pada corpus callosum.
3. Grade 3-Seperti grade 2 ditambah dengan focus lesi di cerebral peduncle.
Impul saraf meninggalkan sel saraf melalui bagian pada sel saraf itu disebut axon,pada
luka axonal yang berlangsung lama,axon pada otak rusak sehingga sel otak mati jadi terjadi
pembengkakan otak meningkatkan tekanan dalam tengkorak.lesi pada DAI biasanya dalam
white matter ,lesi ini bervariasi dari ukuran 1-1,5 mm dan didistribusikan dalam cara yang
khas,paling sering di white matter batang otak,corpus callosum,dan belahan otak
(fissura),lobus yang paling mungkin dan sering adalah lobus frontalis dan temporalis .
Penyebab DAI sering karena jatuh dan kecelakaan bermotor sehingga dapat sebabkan
“syndrom bayi terguncang” (SBS), tanda-tanda SBS tergantung derajatnya bisa berupa
gangguan penglihatan (bisa kebutaan karena pendarahan retina) ,terjadi fraktur tulang
panjang,pendarahan otak (subdural hematome) ,gangguan motorik (misalnya cerebral palsy)
dan gangguan cognitif.
23 | P a g e
3.1.6. Fraktur Basis Kranii
Suatu fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar tulang
tengkorak yang tebal. Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada duramater. Fraktur
basis kranii paling sering terjadi pada dua lokasi anatomi tertentu yaitu regio temporal dan
regio occipital condylar. Fraktur basis cranii dapat dibagi berdasarkan letak anatomis fossa-nya
menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa media, dan fraktur fossa posterior.
Fraktur basis merupakan yang paling serius dan melibatkan tulang-tulang dasar
tengkorak dengan komplikasi rhinorrhea dan otorrhea cairan serebrospinal (Cerebrospinal
Fluid). Suatu fraktur tulang tengkorak berarti patahnya tulang tengkorak dan biasanya terjadi
akibat benturan langsung. Tulang tengkorak mengalami deformitas akibat benturan terlokalisir
yang dapat merusak isi bagian dalam meski tanpa fraktur tulang tengkorak. Suatu fraktur
menunjukkan adanya sejumlah besar gaya yang terjadi pada kepala dan kemungkinan besar
menyebabkan kerusakan pada bagian dalam dari isi cranium
Fraktur tulang tengkorak dapat terjadi tanpa disertai kerusakan neurologis, dan
sebaliknya, cedera yang fatal pada membran, pembuluh-pembuluh darah, dan otak mungkin
terjadi tanpa fraktur. Otak dikelilingi oleh cairan serebrospinal, diselubungi oleh penutup
meningeal, dan terlindung di dalam tulang tengkorak. Selain itu, fascia dan otot-otot tulang
tengkorak manjadi bantalan tambahan untuk jaringan otak. Hasil uji coba telah menunjukkan
bahwa diperlukan kekuatan sepuluh kali lebih besar untuk menimbulkan fraktur pada tulang
tengkorak kadaver dengan kulit kepala utuh dibanding yang tanpa kulit kepala
Fraktur ini terjadi pada titik kontak dan dapat meluas jauh dari titik tersebut. Sebagian
besar sembuh tanpa komplikasi atau intervensi. Fraktur depresi melibatkan pergeseran tulang
tengkorak atau fragmennya ke bagian lebih dalam dan memerlukan tindakan bedah saraf
segera terutama bila bersifat terbuka dimana fraktur depresi yang terjadi melebihi ketebalan
tulang tengkorak. Fraktur basis cranii merupakan fraktur yang terjadi pada dasar tulang
24 | P a g e
tengkorak yang bisa melibatkan banyak struktur neurovaskuler pada basis cranii, tenaga
benturan yang besar, dan dapat menyebabkan kebocoran cairan serebrospinal melalui hidung
dan telinga dan menjadi indikasi untuk evaluasi segera di bidang bedah saraf.
TRAUMA FACIAL
1. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Trauma dapat terjadi oleh berbagai sebab, antara lain perbuatan manusia,
kecelakaan, serangan hewan, dan lain sebagainya. Sebagian besar trauma ini
dapat menyebabkan lesi sepeti laserasi dan fraktur, baik yang fatal maupun yang
tidak, sehingga penatalaksanaan trauma menjadi salah satu komponen yang
penting dalam penatalaksanaan medis.
Sejarah dalam penanganan fraktur merupakan ilustrasi yang baik pada sinergi
antara medis dengan perkembangan teknologi. Teknik pencitraan yang
ditemukan dan dikembangkan pada akhir abad 19 sampai abad 20 telah
menyebabkan revolusi pada diagnosis dan penanganan trauma pada pasien.
Dengan perkembangan teknik pencitraan ini, ketepatan diagnosis ditingkatkan
sehingga menyebabkan peningkatan pada penanganan operasi dan non-operasi.
Struktur facial memiliki fungsi yang penting pada hidup manusia, termasuk
respirasi, mastikasi, penglihatan, ekspresi, dan komunikasi baik verbal maupun
non-verbal. Wajah perupakan salah satu hal yang penting pada interaksi
manusia. Restorasi bentuk dan fungsi facial pada pasien dengan trauma facial
sangat penting untuk mengembalikan kehidupan normal pasien.
25 | P a g e
Penggunaan foto polos sebagai alat penunjang diagnostik pada trauma facial
masih merupakan hal yang sangat penting dalam membantu menegakkan
diagnostik pada trauma facial. Selain memiliki tingkat akurasi yang cukup tinggi
untuk menilai trauma facial, foto polos juga relatif lebih murah dibanding alat
penunjang diagnostik yang lain seperti CT scan dan MRI. Dengan pertimbangan
hal-hal tersebut, foto polos menjadi pilihan utama sebagai penunjang diagnostik
trauma facial.
1.4.EPIDEMIOLOGI
Mayoritas trauma fasial disebabkan kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu
lintas merupakan penyebab utama cedera yang mematikan dan penyebab utama
kedua terjadinya cedera yang tidak fatal. Kecelakaan lalu lintas menyebabkan
sekitar 45.000 kematian, 357.000 rawat inap, dan lebih dari 4 juta kasus gawat
darurat per tahun, atau rata-rata 123 kematian dan lebih dari 100.000 cedera non
fatal per hari.
Pada orang tua yang berumur 75 atau memiliki resiko yang relatif tinggi
untuk mati karena kecelakaan lalu lintas (24, 9 per 100.000 pada umur 75 sampai
84 dan 28, 8 pada umur 85 atau lebih). Pada orang muda, resiko terjadinya
cedera fatal dan cedera non fatal karena kecelakaan lalu lintas lebih tinggi
dibanding dengan resiko pada orang tua. Angka kematian orang muda akibat
26 | P a g e
kecelakaan lalu lintas di amerika mencapai 41 per 100.000 kasus dan di New
Zealand mencapai 63 per 100.000 kasus.
Angka kejadian pada pria adalah 2 kali lebih banyak daripada pria, terutama
antara umur 15-24 tahun. Pada umur 45 tahun atau lebih, angka kejadian
kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan rawat inap hampir sama.
1.5.ETIOLOGI
Mayoritas terjadinya trauma fasial disebabkan oleh kecelakaan lalulintas,
dengan angka kejadian sekitar 1, 14 juta per tahun di USA. Kecelakaan ini biasa
berhubungan dengan penggunaan obat-obatan atau alkohol. Pengemudi yang
mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung sedative atau alcohol pada saat
mengemudi, menyebabkan meningkatnya resiko kecelakaan.
27 | P a g e
BAB II
28 | P a g e
Gambar: otot-otot wajah, Mm. faciei; otot-otot pengunyah, Mm.masticatorii; sisi kanan
adalah lapisan otot di permukaan, sisis kiri adalah lapisan otot dalam; tampak
ventral(80%).
29 | P a g e
Gambar : Otot-otot wajah, Mm.facei; otot-otot pengunyah, Mm. mastictorii; setelah
sebagian besar lamina Superficialis dan lamina profunda (fascia temporalis) diangkat
sedangkan seluruh fascia masseterica dan fascia parotidea
30 | P a g e
2.2.OSTEUM FACIALIS
31 | P a g e
Gambar : Tengkorak, Cranium; pengambilan foto Rontgen jarak jauh; arah penyinaran
anteroposterior.
32 | P a g e
Gambar : Tengkorak, Cranium; pengambilan foto Rontgen jarak jauh; arah penyinaran dari
samping.
2.3.SINUS PARANASAL
depan lateral
33 | P a g e
Gambar : Sinus paranasales; foto Rontgen-PA(Waters);
Sinus maksilaris
Cabang dari arteri maksilaris mendarahi sinus ini. Termasuk infraorbital (yang
berjalan dengan nervus infraorbital), cabang lateral dari sphenopalatina dan palatina
mayor.
Sinus Ethmoidalis
34 | P a g e
Sinus ethmoidalis merupakan struktur berisi cairan pada bayi yang baru
dilahirkan. Selama masih janin, perkembangan sel anterior ditumbuh diikuti sel
posterior. Sel tumbuh secara berangsut-angsur sampai umur 12 tahun.
Bentuk ethmoid seperti pyramid dan dibagi menjadi multipel sel oleh sekat yang
tipis. Atap dari ethmoid dibentuk oleh berbagai struktur yang penting. 2/3 anterior
tebal dan kuat dientuk oleh os frontal dan faveola ethmoidalis. 1/3 posterior lebih
tinggi sebelah lateral dan sebelah medial agak miring ke bawah ke arah cribiform
plate. Dinding lateralnya adalah lamina paprycea orbita.
Sinus ethmoidalis mendapat aliran darah dari arteri carotis interna dan eksterna.
Arteri sphenopalatina dan arteri opthalmica juga mendarahi sinus. Pembuluh vena
mengikuti arterinya dan dapat menyebabkan infeksi intracranial.
Sinus Frontalis
Os frontal merupakan selaput (membran) pada saat kelahiran dan tulang mulai
mengeras pada umur 2 tahun. Secara radiologi membrane ini sulit terlihat. Os frontal
ini akan terus berkembang sampai usia belasan tahun.
Anatomi sinus frontalis sangat bervariasi, tetapi secara umum memiliki 2 bentuk,
yaitu seperti corong dan seperti point yang meninggi. Kedua bentuk sinus frontal
memiliki ostia yang bergantung dari rongga itu di bagian posteromedial. Sinus ini
dibentuk dari tulang diploe. Bagaimanapun, dinding posterior (memisahkan sinus
frontalis dari fossa kranium anterior) lebih tipis. Dasar sinus ini juga sebagai bagian
dari atap rongga mata.
Sinus sphenoidalis
Seperti sinus frontalis, anatomi sinus sphenoidalis juga bervariasi. Secara umum
merupakan struktur bilateral yang terletak posterosuperior dari rongga hidung.
Dinding sphenoidalis bervariasi ketebalannya. Dinding anterosuperior dan dasar sinus
paling tipis. Bagian paling tipis dari dinding anterior adalah 1 cm dari fovea
ethmoidalis. Sinus bias terletak jauh di anterior, di anterior, atau tepat di bawah sella
35 | P a g e
turcica. Kebanyakan posisi posterior dapat menempatkan sinus bersebelahan dengan
ke struktur yang penting seperti arteri carorid, nervus opricus, nervus maksilaris, sella
turcica, dan sinus cavernosus. Hati – hati ketika memperbaki septa sinus ini karena
mungkin dapat mengenai carotid atau canalis opticus yang dapat menyebabkan
kematian dan kebutaan.
Arteri ethmoid posterior mendarahi atap sinus ini. Bagian lain dari sinus
mendapat aliran darah dari arteri sphenopalatina. Aliran vena melalui vena maksilaris
ke vena jugularis dan pleksus pterygoideus.
BAB III
Fraktur pada umumnya akan disertai dislokasi fragmen tulang sesuai dengan
tonus otot yang berinsersi di tempat tersebut. Pada fraktur daerah dagu, otot akan
menarik fragmen tulang kea rah dorsokaudal, sedangkan pada fraktur bagian
lateral tulang akan tertarik ke arah kranial.
Fraktur pada bagian tulang yang menyangga gigi dapat difiksasi dengan kawat
inter-dental untuk menjamin pulihnya oklusi dengan baik. Jika tidak dapat
dilakukan pemasangan kawat, diperlukan reposisi dan fiksasi terbuka dengan
osteosintesis.
36 | P a g e
3.1.2. Fraktur Os.Nasales
37 | P a g e
Gambar : foto Rontgen os.nasal tampak lateral
Fraktur ini terjadi akibat trauma langsung pada tepi tulangnya atau pada tulang
zygomaticus. Trauma tidak langsung pada umumnya disebabkan oleh benda
38 | P a g e
bulat, misalnya bola yang menyebabkan tekanan besar di dalam orbita sehingga
timbul efek letusan di dalamnya yang berakibat tulang dasar orbita patah dan
sebagian tulang orbita masuk ke sinus maxillaries. Kejadian ini disebut juga
cedera letup atau patah tulang letup (blow-out fracture).
Gambar : blow-out fracture, tampak gambaran soft tissue(teardrop) menggantung di bagian atas kiri
sinus maksilaris
39 | P a g e
• Bila terjadi fraktur, maka organ-organ yang menonjol seperti hidung, mandibula,
zygoma akan terlebih dahulu terkena. Jika trauma sangat keras barulah dapat
mencederai os.maksilaris.
Lefort II : Fraktur 1/3 tengah yang diatasi oleh tepi atas Orbita dan tepi
Lefort III : Fraktur 1/3 atas dengan batas tepi atas Orbita yaitu bagian
Os.Frontalis.
Tipe fraktur ini mungkin kombinasi dan dapat terjadi pada satu atau dua sisi.
40 | P a g e
Gambar : Pembagian fraktur Leford I,II, dan III tampak lateral.
41 | P a g e
Gambar : foto Rontgen Leford III
1. Maloklusi
2. Facial lengthening
3. CSF rhinorrhea
4. Ekimosis periorbital
1. Inspesi
42 | P a g e
2. Palpasi
3. Diagnostic Imaging
4. Plain films
5. CT
6. Stereolithography (bila tersedia)
INSPECTION
diskontinuitas.
PALPASI
“Step” Defect
Crepitasi
Segmen tulang
Emfisema subkutan
Mobilitas
DIAGNOSTIC IMAGING
Panorex
Plain films
CT
43 | P a g e
Stereolithography
Plain foto
CT Scans
44 | P a g e
Gambar : CT Scans
3D CT
Stereolithography
45 | P a g e
Gambar : Stereolithography
Fraktur ini sering terbatas pada arkus dan pinggir orbita sehingga tidak disertai
dengan hematom orbita, tetapi terlihat sebagai pembengkakkan pipi di daerah
arkus zygomatikus. Diagnosis ditegakkan secara klinik atau dengan foto Roentgen
menurut Waters yaitu posisi temporooksipital.
Gambar : fraktur Tripod. Area berbayang menggambarkan antrum maksilaris. Pada foto
occipitomental, fraktur pada os zygoma akan tampak seperti fraktur yang melewati dinding
inferior orbita dan lateral antrum maksilaris.
46 | P a g e
Gambar : foto Rontgen os.zygomatikus(submento-vertical view)
47 | P a g e
Gambar : fluid level pada antrum maksilaris kanan. Pada trauma daerah ini biasanya mengalami
perdarahan. Pada foto ini fraktur tidak tampak.
Pemeriksaan dimulai dengan menilai visus. Kalau mata tidak dapat dibuka,
sebaiknya diberikan anestetik yang diteteskan pada mukosa kelopak mata bagian
bawah secukupnya, kalau perlu berulang kali, sampai kelopak mata dapat dibuka.
Hematom kaca mata umumnya disebabkan oleh trauma kepala yang disertai
patah tulang dasar tengkorak.Hematom ini dapat pula disebabkan oleh karena
patah tulang maksila, sedangkan hematom akibat patah ulang dasar tengkorak
baru tampak beberapa jam setelah terjadinya cedera.
48 | P a g e
Gambar : blow-out fracture, terjadi peningkatan tekanan intra okuler yang disebabkan oleh frakturnya
tulang tipis pembungkus cavum orbita. Lemak dan otot terjadi herniasi ke sinus ethmoidalis.
Gambar: blow-out fracture, jaringan lunak mata yang mengalami herniasi berbentuk teardrop
memasuki batas medial cavum orbita menuju ke sinus ethmoidalis. Ini sulit dideteksi pada foto
radiologi.
Gambar : fraktur blow-out terpisah, dapat diikuti satu ato lebih tanda-tanda
pada alis mata, 5= sinus ethmoid tampak opak karena terisi darah.
Posisi Foto :
49 | P a g e
Foto standart untuk foto facial:
VERTEX
50 | P a g e
Gambar 1
1. Waters :
Baik untuk melihat sebagian besar fraktur facialis.
Struktur-struktur yang dapat di evaluasi pada foto waters ( gambar 1 ) :
Os.Zygoma dan Arcus Zygomaticus
Dinding Orbita
Os.Nasal dan Septa Nasal
Sinus Maxilaris dan Sinus Frontalis, biasa dapat ditemukan Air Fluid Level ketika
ada cairan atau darah pada sinus.
Line A :
Telusuri Sutura Zygomaticus-Frontalis melalui superior dari tepi orbita dan
Sinus Frontalis sampai kearah sebaliknya.
Cari fraktur,pelebaran sutura Zygomaticus-Frontalis dan cairan pada Sinus
Frontalis.
Line B :
Telusuri batas superior dari Arcus Zygomaticus,melewati Os.Zygoma,teruskan
melalui batas inferior orbita mengikuti kontur dari nasal kearah sebaliknya.
Cari fraktur pada Arcus Zygomaticus (gangguan pada “ Elephant’s Trunk “),
fraktur pada dinding inferior orbita,bentukan Tear Drop pada atap dari
Os.Maxila yang menggambarkan herniasi orbita pada blow out
fraktur,depresi/asimetri pada Os.Nasal.
51 | P a g e
Line C :
Telusuri dinding inferior Arcus Zygomaticus,turun ke Antrum
Maxilaris,sepanjang dinding inferior dari Antrum Maxilaris termasuk
gigi,kearah sebaliknya.
Cari fraktur pada Zygoma dan Antrum Maxilaris,dan cari Air Fluid Level pada
Antrum Maxilaris.
2. Lateral :
Paling baik untuk melihat fraktur pada Sinus Frontalis.
Sulit untuk diinterpretasikan karena superimposisi struktur bilateral.
Cari Air Fluid Level pada Sinus Paranasalis :
Sphenoidalis
Maxilaris
Frontalis
Ethmoidalis
3. Caldwell’s View :
Paling baik untuk menggambarkan fraktur pada superior/lateral pada dinding orbita.
Cari Fraktur pada dinding orbita.
Cari Air Fluid Level pada Sinus Paranasalis :
Frontalis
Ethmoidalis
4. Submental-Vertex :
Paling baik untuk melihat fraktur Arcus Zygomaticus.
Klinis nyeri,Deformitas pada Arcus Zygomaticus.
Periksa Arcus Zygomatiscus untuk melihat fraktur dan depresi.
52 | P a g e
Gambar : SUB-MENTAL VERTEX VIEW
TRAUMA THORAX
PEMBAHASAN
I. BATASAN
Trauma thoraks merupakan suatu keadaan dimana terjadi rudapaksa pada daerah
thoraks baik oleh karena trauma benda tajam maupun trauma benda tumpul.
II. ANATOMI
53 | P a g e
a. Dari anterior
1. Os. Sternum
2. Os. Costae
3. M. Pectoralis mayor
4. M. Pectoralis minor
5. M. Obligus Externus
6. M. Serratus anterior
7. M. Intercostalis
8. M. Transversus Thoracis
b. Dari lateral
1. Os. Scapula sisi anterior
2. M. Intercostalis
c. Dari posterior
1. Os.Scapula
2. Col. Vertebralis
3. M. Trapezius
4. M. Latissimus dorsi
5. M. Rhamboideus
6. M. Intercostalis
7. M. Serratus anterior
54 | P a g e
55 | P a g e
56 | P a g e
Foto Thorax Normal, Proyeksi Lateral
III. ETIOLOGI
57 | P a g e
- Struktur tulang
- Struktur dalam, antara lain:
- Paru
- Jantung
- Pembuluh Darah
Akibat dari trauma thoraks dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga dapat
menyebabkan:
Pada rongga thorax,gerakan inspirasi terjadi karena kerja aktif dari kontraksi otot-otot
interkostalis,menyebabkan rongga thorax mengembang, dan tekanannya menyebabkan
mengalirnya udara melalui saluran nafas atas ke dalam paru.
a. Ventilasi:
58 | P a g e
Memasukkan/mengeluarkan udara melalui jalan nafas ke dalam/dari paru
dengan cara inspirasi dan ekspurasi.
b. Distribusi:
Menyebarkan/ mengalirkan udara tersebut secara merata ke seluruh sistem jalan
nafas sampai pada alveoli.
c. Difusi:
Zat asam (oksigen) dan zat asam arang (karbondioksida) bertukar melalui
membran semipermeabel pada dinding alveoli (pertukaran gas).
d. perfusi:
Daerah arteriel di kapiler-kapiler meratakan pembagian oksigen dan darah
sehingga cukup tersedia untuk digantikan isinya dengan muatan oksigen yang
cukup untuk menghidupi jaringan tubuh.
Setiap kegagalan atau hambatan dari rantai mekanisme di atas akan menimbulkan gangguan
pada fungsi pernafasan, yang berarti berakibat kurangnya oksigenasi di dalam jaringan tubuh.
V. GEJALA KLINIS
1. Sesak nafas
2. Nyeri
3. Jejas
4. Perdarahan
59 | P a g e
VI. TRAUMA THORAX DAPAT MENYEBABKAN :
A. PNEUMOTHORAX
Yaitu terdapat nya udara pada rongga intrapleura yang terjadi akibat trauma
tumpul atau tajam. Bila karena suatu trauma, dinding thorax terbuka maka,
tekanan intrapleura akan menyedot udara masuk dan baru akan collaps.
Dan selama luka dinding thorax ini terbuka, dimana udara bisa keluar masuk
disebut OPEN PNEUMOTHORAX.
Bila luka pada dinding thorax ini terbuka, sehingga udara bisa di sedot masuk tapi
keluarnya terhambat karena mekanisme luka, maka secara perlahan-lahan akan
timbul tekanan yang semakin lama semakin hebat dan menekan mediastinum ke
arah kontra lateral. Hal ini disebut TENSION PNEUMOTHORAX.
Bila yang robek hanya pleura viseralis dan menyebabkan patah tulang costa, maka
udara pernafasan akan masuk ke rongga intrapleura. Penekanan yang keras pada
dinding thorax bisa mengakibatkan perdarahan paru ada atau tanpa adanya
fraktur costa. Karena dinding thorax tertutup maka disebut CLOSED
PNEUMOTHORAX.
Gejala Klinis:
1. Sesak nafas, pernafasan asimetris
2. Nyeri dada
3. Ada jejas/ trauma
4. Emphysema cutis.
60 | P a g e
61 | P a g e
Keterangan :
1. Udara pada jaringan subcutan (emfisema subcutis) yang menyertai luka karena
peluru (panah lebar)
2. Perdarahan paru traumatik karena peluru
3. Peluru bersarang pada bagian posterior dinding thorax
62 | P a g e
63 | P a g e
Tension Pneumothorax dengan fraktur costae
Closed Pneumothorax
B. HEMATOTHORAX
Bila terdapat penumpukan darah dalam rongga thorax karena robeknya pembuluh
darah dalam cavum thorax,maka darah ini akan mengisi paru.paru akan terdesak
dan ekspansinya terhambat.
Gejala klinis:
64 | P a g e
1. Nyeri dada
2. Dispneu atau sesak nafas
3. Batuk
4. Dapat terjadi emfisema cutis
5. Pucat, anemi, syok
Hemato-Pneumothorax
C. FLAIL CHEST
65 | P a g e
Yaitu bergeraknya suatu segmen rongga dada berlawanan dengan gerakan nafas.
Gerakan paradoksal karena floating dari dinding thorax, karena segmen tersebut
tidak lagi mempunyai continuitas dengan keseluruhan dinding thorax. Hal ini
terjadi karena fraktur tulang costa multiple.
Yang lebih penting adalah jumlah cedera pada struktur di bawahnya, khususnya
paru-paru dan jantung. Insufisiensi pernapasan pada flail chest dapat
mengakibatkan contusio pulmonum dan ventilasi perfusi mismatch serta cacat
struktural sebenarnya ke dinding thorax.
Gejala klinis:
1. Gangguan pernafasan
2. Dinding thorax asimetris
3. Nyeri dada
4. Pergerakan dada terhambat pada saat bernafas.
Flail Chest
66 | P a g e
Multiple left rib fractures, pulmonary contusion, and hemothorax after a motor vehicle
accident
D. FRAKTUR COSTAE
Hilangnya kontinuitas jaringan tulang costae karena ruda paksa atau penyakit.
Bisa mengakibatkan nyeri dada akibat gerakan dari thorax.
Costae bagian atas (1-3) telah terlindungi dengan baik dan apabila terjadi fraktur
akibatnya sangat besar. Biasanya berhubungan dengan kepala, leher, spinal cord
dan paru-paru. Costae bagian tengah (5-9) merupakan fraktur yang tersering dan
selalu dihubungkan dengan pneumothorax, kontusio pulmonum atau flail chest.
Klasifikasi
Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan:
1. Fraktur simple
2. Fraktur multiple
67 | P a g e
1. Fraktur segmental
2. Fraktur simple
3. Fraktur comminutif
Menurut posisi :
1. Anterior
2. Lateral
3. Posterior.
Ada beberapa kasus timbul fraktur campuran, seperti pada kasus Flail chest,
dimana pada keadaan ini terdapat fraktur segmental, 2 costa atau lebih yang
letaknya berurutan.
Biasanya tidak perlu dibuat foto thorax bila dicurigai ada fraktur costa, kecuali
terdapat indikasi klinis akan adanya kerusakan pada paru atau pleura. Untuk
melihat fraktur costa, biasanya di perlukan foto oblik.
Gejala Klinis
1. Deformitas
2. Nyeri tekan
3. Nyeri tekan sumbu
4. Krepitasi fragmen tulang yang patah
5. Gerakan dada asimetris
68 | P a g e
Fraktur pada ujung anterior costa kiri
E. FRAKTUR STERNUM
Fraktur sternum merupakan jejas yang jarang, biasanya terjadi setelah trauma
langsung, misalnya dari kecelakaan berkendara. Ini paling sering terjadi di
dekat sambungan corpus sternum dengan manubrium, terkadang fraktur
sternum pada trauma biasanya disertai fraktur dari corpus vertebral thoracalis.
Dan ini berakibat nyeri berat dan mengganggu pernafasan.
69 | P a g e
Gejala Klinis
1. Nyeri dada
2. Dyspnea
70 | P a g e
F. TAMPONADE JANTUNG
Suatu keadaan dimana terjadi kompresi pada jantung akibat efusi cairan kedalam
pericardial atau akibat pengumpulan darah di dalam pericardial menghasilkan
pengisian ventrikel berkurang dan kemudian terjadi kompromi hemodinamik.
Temponade jantung memerlukan tindakan penyelamatan segera. Keseluruhan
risiko kematian tergantung pada kecepatan diagnosis, perawatan yang diberikan,
dan penyebab yang mendasari terjadinya temponade jantung tersebut.
Gejala Klinis
1. Trias Beck’s :
1. Hipotensi
2. Distended Vena leher
3. Suara Jantung melemah ( Muffled )
2. Dizziness ( pusing )
3. Palpitasi
71 | P a g e
4. Dingin, kulit lembab dan nadi lemah karena pasien mengalami
hipotensi
Pada pemeriksaan fisik sering tidak ditemukan kelainan. Mungkin penderita batuk
darah sesaat. Pada pemeriksaan radiologik tampak bayangan bercak di paru. Bila
penderita terus-menerus batuk darah, harus dicurigai adanya cedera pembuluh
darah besar sampau dibuktikan ada sebab lain.
Gejala klinis
1. Sesak nafas
2. Suara nafas menurun
3. Batuk darah sebentar
4. Ada trauma
73 | P a g e
Left pulmonary contusion
H. RUPTUR DIAFRAGMA
Ruptur diafragma traumatik dapat terjadi karena cedera tajam atau cedera
tumpul. Hernia karena trauma tumpul kebanyakan terjadi di baguan
tandineus kiri karena di sebelah kanan dilindungi oleh hati. Visera seperti
lambung dapat masuk ke dalam thorax segera setelah trauma, atau
berangsur-angsur dalam waktu berbulan-bulan.
74 | P a g e
Gejala klinis
Hernia karena cedera tumpul mungkin tidak menimbulkan gejala
atau tanda. Bergantung pada visera yang masuk ke dalam thorax,
dapat timbul gejala atau tanda obstruksi. Foto thorax menunjukkan
massa tanpa udara jika omentum yang masuk dan massa yang berisi
udara jika lambung atau usus yang masuk.
75 | P a g e
I. RUPTUR ESOFAGUS
Lebih sering terjadi pada trauma tajam dibanding trauma tumpul toraks, dan
lokasi ruptur oleh karena trauma tumpul, paling sering pada 1/3 bagian
bawah esofagus. Akibat ruptur esofagus akan terjadi kontaminasi rongga
mediastinum oleh cairan saluran pencernaan bagian atas sehingga terjadi
mediastinitis yang akan memperburuk keadaan penderitanya. Pada foto
toraks akan terlihat adanya pneumomediastinum dan hidrotoraks, yang
paling sering adalah hidrotoraks kiri.
76 | P a g e
Gejala Klinis
1. Nyeri dada akut
2. Keluar keringat dingin
3. Disphagia
X-Ray Film of the Chest Taken with a Portable Machine, Demonstrating Leakage of
Contrast Medium into the Mediastinum during Esophagography
77 | P a g e
Line of Esophageal Rupture (Arrow), Extending from the Open Left Main
Stem Bronchus Above to the Pull Suture.
J. RUPTUR AORTA
Ruptur aorta sering menyebabkan kematian penderitanya, dan lokasi ruptura
tersering adalah di bagian proksimal arteri subklavia kiri dekat ligamentum
arteriosum. Hanya kira-kira 15% dari penderita trauma toraks dengan ruptura
aorta ini dapat mencapai rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Kecurigaan adanya ruptur aorta dari foto toraks bila didapati:
78 | P a g e
Ruptur Aorta. Chest radiograph shows widening of the mediastinal
contour and deformity and blurred margins of the superior
mediastinum.
79 | P a g e
Ruptur Aorta. CT scan shows aortic disruption at the aortic isthmus. Increased
attenuation is present in the mediastinum; this indicates hematoma and a left
pleural effusion. The linear lucency across the aortic lumen may be an artifact.
The pseudoaneurysm is not seen on this image.
80 | P a g e
Rupture Aorta. Left anterior oblique (45°) digital subtraction angiogram shows an
anteromedial isthmus rupture. Image clearly demonstrates the linear defect of an
intimal flap, which confirms the diagnosis of an aortic rupture.
81 | P a g e
TRAUMA ABDOMEN
PENDAHULUAN
1.2. TUJUAN
Trauma tumpul abdomen dapat mencederai organ-organ intra-abdominal dan
merupakan suatu masalah serius serta memerlukan penanganan segera khususnya di
Instalasi Gawat Darurat. Faktor kecepatan dan ketepatan diagnosis memegang peranan
yang sangat penting dalam pengambilan keputusan. Keterlambatan suatu diagnosis dapat
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Tujuan dari pembuatan referat ini adalah
agar kita para tenaga medis dapat mengetahui gambaran-gambaran radiologis dari
82 | P a g e
trauma tumpul abdomen dan dapat membantu para klinisi untuk mendiagnosis cercara
tepat dan cepat guna untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang terjadi akibat
trauma tumpul abdomen.
BAB II
PEMBAHASAN
Gambar 1
Gambar 2
Keterangan :
83 | P a g e
Gambar : Organ Retroperitoneal Gambar : Organ Intraperitoneal
Pada tahun 1990, kira-kira lima juta orang diseluruh dunia meninggal akibat
trauma. Resiko kematian akibat trauma sangat bervariasi tergantung dari tempat, umur
dan jenis kelamin. Dilaporkan kurang lebih dua orang laki-laki dewasa meninggal akibat
kekerasan untuk setiap satu kasus kematian wanita dewasa. Trauma dihitung kira-kira
12,5% dari seluruh kematian pria, dibandingkan dengan kematian wanita sekitar 7,4%.
(www.emedicine.medscape.com/ Trauma)
Diperkirakan pada tahun 2020, 8,4 juta penduduk akan meninggal akibat
trauma, dan trauma akibat kecelakaan lalulintas akan menjadi penyebab kecacatan
tersering ketiga diseluruh dunia dan menjadi penyebab kedua kecacatan pada Negara
yang sedang berkembang. (www.emedicine.medscape.com/ Trauma)
84 | P a g e
jatuh ataupun kecelakaan sepeda dan sepeda motor, kecelakaan saat olahraga ataupun
adanya serangan menggunakan benda tumpul (Peitzman 2008).
85 | P a g e
klinis yang ditemukan. Pemilihan diagnosis tambahan ditentukan oleh stabilitas
hemodinamik dari pasien tersebut.(Peitzman 2008)
86 | P a g e
Cedera medula spinalis
Cedera lain yang membutuhkan general anestesi untuk penanganannya,
dan tidak mungkin dilakukan pemeriksaan ulangan.
Kurangnya kapasitas untuk mentoleransi keterlambatan diagnosa pada
trauma abdomen (missal : umur yang terlalu tua atau terlalu muda).
- Test yang digunakan untuk diagnosis tergantung dari mekanisme trauma,
yang berhubungan dengan cedera dan kestabilan hemodinamik. Ingat bahwa
perdarahan membutuhkan pemeriksaan yang lebih lanjut.(Peitzman 2008)
Foto polos, pada foto polos thoraks bisa didapatkan ruptur hemidiafragma
atau pneumoperitoneum. Foto polos abdomen jarang sekali
memperlihatkan hasil yang signifikan, kecuali ada indikasi khusus yang
tidak berhubungan dengan evaluasi trauma.
Laboratorium test, tes darah tidak dapat digunakan untuk membuktikan
adanya trauma tumpul abdomen,. Pasien-pasien dengan trauma tumpul
yang diterima segera dari tempat kejadian, hasil darahnya mungkin tidak
anemis maupun asidosis pada awalnya. Begitu juga dengan serum amilase
yang normal yang dipatkan dari pasien-pasien dengan trauma pada
pankreas ataupun trauma usus, tetapi dapat meningkat pada trauma
extra- abdominal seperti trauma kepala dan leher.
FAST didesain untuk tujuan utama, untuk mengidentifikasi adanya carian
bebaslase pada cavum abdomen. Frekuensi penggunaan FAST meningkat,
karena digunakan untuk screening pasien-pasien dengan semua trauma
tumpul dengan kecurigaan adanya trauma pada abdomen. Pertama dilihat
Morison’s pouch sehingga didapatkan gambaran ginjal dan hati, kemudian
dilanjutkan dengan potongan transversal pada pelvis. Cairan bebas akan
didapatkan gambaran anechoic (hitam) dibandingkan dengan struktur
sekitarnya. Pada penelitian didapatkan bahwa ketepatan penggunaan
FAST kurang lebih 95% akurat. FAST mungkin melewatkan cedera organ
pada trauma dengan sedikit perdarahan atau tanpa perdarahan, FAST juga
tidak bisa membedakan antara darah, succus entericus maupun ascites,
membutuhkan tenaga yang ahli untuk bisa membedakannya. FAST juga
susah untuk diinterpretasikan pada pasien dengan obesitas ataupun
87 | P a g e
extensive subcutaneous emphysema. Disamping semua kekurangannya,
FAST juga mempunyai keuntungan yaitu : cepat, non-invasive, murah dan
merupakan modalitas yang aman digunakan secara bebas.
CT scan digunakan untuk pasien-pasien dengan kestabilan hemodinamik,
dan dapat digunakan untuk mengevaluasi cedera organ padat, cairan
intra-abdomen, darah, air dan cedera organ-organ retro-peritoneal.
Penggunaan kontras intravena secara rutin digunakan, kecuali terdapat
kontra indikasi (gagal ginjal, alergi, dll). Penggunaan kontas secara oral
masih diperdebatkan karena memerlukan waktu yang lebih lama, dan
dapat menyebabkan muntah dan aspirasi. Keuntungan CT scan :
mengidentifikasi cedera secara spesifik, baik untuk trauma pada organ
berongga, dan cedera retro-peritoneal, sangat sensitif sitivedan spesifik.
Selain keuntungan diatas didapatkan pula kerugian-kerugian dari CT scan
yaitu : Merupakan peralatan yang mahal, 30-60 menit untuk satu kali
evaluasi, hanya untuk pasien-pasien yang hemodinamik stabil, tidak untuk
pasien yang sedang hamil.
Trauma tumpul sendiri dibedakan menjadi dua yaitu (Wim de jong 1997) :
88 | P a g e
Tabel 1 : Alogaritma untuk menginfestigasi trauma tumpul abdomen
89 | P a g e
mekanisme trauma sendiri merupakan kuci utama dalam menegakkan diagnosis
dengan benar. (World journal of emergency surgery)
Epidemiologi
Anatomi
90 | P a g e
Gambar : Topografi diafragma pada rongga torak dan abdomen
Mekanisme Trauma
91 | P a g e
ialah bahwa deteksi adanya cedera pada diafragma akan terhambat karena gejala
baru muncul pada saat terjadi herniasai pada diafragma. Hernia diafragmatika
akibat trauma seringkali tidak terdiagnosis dan ada pula keterlambatan antara
trauma dan diagnosis. (World journal of emergency surgery)
92 | P a g e
perubahan mediastinum, gas bebas dibawah diafragma dan subdiafragma. Dari
foto BOF bisa ditemukan gambaran obstruksi usus besar. Pada penggunaan CT-
Scan bisa ditemukan intrapelura herniasi dari usus besar dan pleura efusi yang
berlebihan. (World journal of emergency surgery)
Gambar
Gambar 1 : Gambar 2 :
Gambar 1 : Foto polos abdomen. tidak terlihatnya hemidiafragma kiri dan gas usus pada
dasar paru kiri.
Gambar 2 : CT scan dengan kontras IV dalam potongan axial, gambaran rongga toraks bagian
bawah dan abdomen bagian atas, menunjukkan gambaran herniasi usus melewati
robekan dari diafragma.
93 | P a g e
hematoma retroperitoneal dan fraktur corpus vertebra lumbalis 1 dan fraktur prosesus
transverses L1-L4.
Gambar 1 Gambar 1
Gambar 2 : CT scan potongan sagital, menggambarkan herniasi usus akibat robekan pada
hemidiafragma
Gambar 1 Gambar 2
94 | P a g e
Gambar 2 : Gambaran CT scan yang menggambarkan herniasi hati ke dalam cavum
thoraks yang diakibatkan karena trauma tumpul pada diafragma, akibat kecelakaan
kendaraan bermotor.
Trauma hati terjadi ± 5% karena bentuk dan anatomi dari hati terletak di
bawah arkus kosta. Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, rata-rata sekitar
1.500 gram atau 2,5 % berat badan pada orang dewasa normal. Hati merupaka
organ plastis lunak yang tercetak oleh struktur disekitarnya. Permukaan superior
adalah cembung dan terletak di bawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah
kiri. Bagian bawah hati adalah cekung dan merupakan atap ginjal kanan, lambung,
pancreas, dan usus. Hati memiliki 2 lobus utama, kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi
menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak
terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh
ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum falsiforme berjalan
dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen. Permukaan hati diliputi oleh
peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat
langsung diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum
95 | P a g e
membantu menyokong hati. Dibawah peritoneum terdapat jaringan penyambung
padat yang dinamakan kaspsula glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ;
kapsula ini pada hilus atau porta hepatis di permukaan inferior, melanjutkan diri ke
dalam massa hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteria
hepatica, dan saluran empedu. (Sylvia 2002)
Mekanisme Trauma
Paling banyak disebabkan oleh tabrakan kendaraan selain itu diikuti oleh
pejalan kaki, jatuh, serangan mendadak, dan tabrakan motor. (David Feliciano 2008)
Diagnosa
96 | P a g e
1. FAST merupakan pilihan terbaik untuk Trauma tumpul abdomen dan sudah
dibahas pada hemodinamik unstable pasien.
2. CT-Scan
Kontras ditingkatkan CT scan adalah prosedur non-invasive. Ini telah
menjadi modalitas radiografi standar emas dalam mengevaluasi pasien trauma tumpul
abdomen. Sekarang CT scan tersedia di pusat-pusat trauma, dan dengan munculnya
CT scan helical, waktu untuk melakukan scan menjadi jauh lebih singkat. (David
Feliciano 2008)
CT scan diindikasikan pada trauma tumpul abdomen pada pasien dengan
hemodinamik stabil dengan temuan samar-samar pada pemeriksaan fisik, cedera
neurologis atau sensorium terganggu akibat obat-obatan atau alkohol, cedera
beberapa ekstra-Abdominal, dan ketika mekanisme cedera sugestif atau pancreas
cedera duodenal. CT scan merupakan kontraindikasi pada pasien trauma tumpul
abdomen dengan indikasi yang jelas dari laparotomi dan pada pasien hemodinamik
yang tidak stabil. (David Feliciano 2008)
CT scan memiliki akurasi yang tinggi mencapai sekitar 95%. Memiliki
nilai prediktif negatif yang tinggi sangat mencapai hampir 100%. Meskipun
demikian, pasien dengan cedera abdomen diduga akan dirawat selama paling sedikit
24 jam di rumah sakit untuk observasi bahkan dengan hasil CT scan negatif. CT scan
memberikan citra rinci mengenai cedera yang ada. Mencari udara bebas intra-
peritoneal atau ruptur diafragma indikasi yang pasti untuk laparotomi. Hal ini sangat
berguna dalam menentukan tingkat keparahan cedera pada organ padat (Gambar 1)
dan membimbing manajemen non-operasi dan keputusan untuk operasi. Helical CT
dengan peningkatan kontras dapat mendeteksi ekstravasasi arteri pada pasien trauma
tumpul abdomen ( Gambar 2 ). Ini dapat digunakan untuk melokalisasi situs anatomi
cedera dan untuk memandu atau intervensi bedah angiografi. Tindak lanjut CT scan
berguna untuk membantu membuat keputusan klinis ketika mengadopsi pendekatan
konservatif. Hal ini memungkinkan penilaian yang memadai dari struktur retro-
peritoneal. Ini adalah keuntungan besar atas modalitas lainnya. Selain itu,
memungkinkan penilaian perfusi darah organ yang berbeda ( Gambar 3 ). Helical CT
scan gambar rekonstruksi sagital dan koronal berguna untuk mendeteksi ruptur
diafragma. Selain itu, tampaknya meningkatkan diagnosis cedera gastrointestinal.
97 | P a g e
I Hematoma: Subcapsular, < 10 % surface
area.
IV Laceration:Parenchymal disruption
involving 25±75 % of hepatic lobe or 1±3 or
Couinaud's seg- ments within a single lobe
VI Vascular:Hepatic avulsion
98 | P a g e
Gambar 1 Gambar : 2
Gambar 1 : CT scan abdomen dengan kontras intravena pada pejalan kaki tua yang
ditabrak oleh mobil, gambar menunjukkan beberapa laserasi limpa (panah). Pasien
hemodinamik stabil dan dirawat secara konservatif.
Gambar 2 : CT dengan kontras intravena pada sopir laki-laki tua yang berumur 30
tahun yang terlibat dalam tabrakan lalu lintas. CT telah menunjukkan blush kontras
aktif di dalam hati (panah). Ada juga cairan bebas di dekat limpa (panah)
99 | P a g e
Gambar : Gambaran Hepar Normal dan kelainannya berdasarkan USG
Free fluid
Haematom
a
Gambar 1 Gambar 2
Gambar 1 : Laserasi dan hematom hepar secara USG
100 | P a g e
Haematoma
Capsule
Haematoma
Haematoma
101 | P a g e
dan Morison's pouch (panah putih). Aperiportal dan pericaval terlihat karena perivascular
darah (panah hitam). Ada hemoperitoneum umum utama dalam ruang perisplenic dan
kantung kecil (panah putih). Tiang atas dari ginjal kanan terdevacularisasi (asterisk).
hepatectomy kiri diperlukan pada pasien ini.
102 | P a g e
kecil ini disebabkan memar kelenjar adrenal kanan (panah).
Gambar 1 Gambar 2
103 | P a g e
Gambar : anatomi dari kandung empedu
2. Patofisiologi
a. CT-Scan abdomen
104 | P a g e
Telah terbukti berguna untuk mendeteksi luka pancreaticobilliary
pada trauma tumpul abdomen.
Gambaran Radiologis :
105 | P a g e
Gambar : 1. Ruptur kandung empedu dan
hemobilia: tanda sentinel clot. CTscan
pada seorang pria 24 tahun setelah
kecelakaan lalu lintas menunjukkan
kantong empedu (runtuh) kecil.
Hyperdense, gumpalan segar (60HU)
terlihat dalam lumen kandung empedu
(panah terbuka), dan berbatasan di
empedu (panah hitam). Pembentukan bekuan juga terlihat di ruang perihepatic (panah
putih). Hemoperitoneum (45HU) terlihat di ruang perihepatic dan perisplenic (panah
putih). Parenkim hati adalah homogen karena steatosis hati. Operasi mengungkap
bahwa Ruptur kandung empedu tapi tidak ada kerusakan parenkim hati yang relevan.
Gambar 1a Gambar 1b
Gambar 1c
Gambar 1: Ruptur kandung empedu dan transeksi arteri kistik karena trauma tumpul
besar pada bocah 6 tahun setelah tabrakan kendaraan bermotor. (1a) CT kontras
ditingkatkan Axial scan menunjukkan luka hati yang luas dan perdarahan adrenal kanan.
Perhatikan koleksi bahan kontras anterior iodinasi ke vena portal (panah); temuan ini
menunjukkan perdarahan aktif karena gangguan dari arteri kistik. (1b) kontras-
enhanced CT scan aksial menunjukkan peningkatan noncontinuous dari mukosa
kandung empedu (panah). Perhatikan ekstravasasi aktif dari bahan kontras (panah). (1c)
106 | P a g e
kontras-enhanced CT scan aksial menunjukkan cairan intra-peritoneum padat (*), yang
konsisten dengan perdarahan. Ruptur kandung empedu, hemoperitoneum, dan
transeksi dari arteri kistik dikonfirmasi di laparotomi. Pasien menjalani kolesistektomi.
a. CT–scan dengan
Kontras ( ERCP = Endoscopic Retrograde
Cholangiopancreatography )
Gambar : Kebocoran saluran empedu
intra-hepatic pada seorang pria 20 tahun
setelah tabrakan sepeda motor
berkecepatan tinggi. CT kontras-
enhanced Axial scan menunjukkan
laserasi dari lobus kanan hati (panah)
yang meluas ke permukaan hati.
Gambar a Gambar b
107 | P a g e
Gambar a dan b : Gambar ERCP menunjukkan gangguan dari duktus hepatika kanan dan
ekstravasasi bahan kontras. Perhatikan penyatuan bahan kontras di sepanjang lobus
kanan hati (panah dalam b).
Haematoma Haematoma
108 | P a g e
Gambar : Hematom pada kandung empedu dilihat dengan mediasi USG
Limpa dilindungi oleh lambung, diafragma bagian kiri, ginjal kiri, dan
kelenjar adrenal, kolon, dan dinding dada. Selain itu limpa mempunyai
tambahan penyokong yaitu ligament gastrosplenic, ligamentum
splenorenal, ligament splenophrenic, ligament splenocolic. Limpa mendapat
suplai darah hanya 5% dari jumlah cardiac output yang didapat dari arteri
splenicus. Arteri splenicus bercabang menjadi arteri splenicus superior dan
inferior. Limpa memproduksi antibodi.(Peitzman 2008, David Feliciano
2008)
109 | P a g e
Gambar : anatomi dari limpa normal
110 | P a g e
2. Diagnosa
111 | P a g e
3. Terapi
a. Non-operatif
ii. Bila tidak dilakukan operasi maka harus observasi secara berkala.
Jika terjadi perdarahan maka dilakukan laparotomi.(Peitzman 2008)
3. Grade 4 dan 5 : dilakukan reseksi meliputi ligasi, reseksi pada kapsula dan
splenektomi.(Peitzman 2008)
112 | P a g e
4. Splenografi dengan tujuan memperbaiki fungsi limpa dengan cara membuang
jaringan non-vital, mengikat pembuluh darah yang terbuka, menjahit kapsul yang
robek.
5. Splenektomi dilakukan bila sangat terpaksa. Bila splenografi gagal dilakukan maka
alternatifnya adalah dengan melakukan
splenektomi.(Wim de jong 1997)
Foto polos
113 | P a g e
era grade V.
Gambar 1 Gambar 2
114 | P a g e
Gambar : Limpa, trauma. Contrast-
enhanced CT scan abdomen menunjukkan
cairan perisplenic tanpa identifikasi laserasi
pada pasien yang menderita trauma
tumpul abdomen. Sejumlah besar cairan
panggul terlihat, mendorong laparotomi di
mana sebuah laserasi kecil ditemukan, ini
tidak jelas di scan.
Gambar 1 Gambar 2 :
115 | P a g e
Gambar 1 Gambar 2
Gambar 1 Gambar 2
116 | P a g e
Gambar 2 : Limpa, trauma. Arteriogram diperoleh dengan suntikan arteri
utama lienalis setelah embolisasi koil superselective dari
pseudoaneurysms. Kekeruhan kontras Irregular masih didapatkan di
dalam area avaskular, itu mungkin mewakili daerah cedera vaskular yang
lain.
Gambar 1 Gambar 2
117 | P a g e
atau arteri sisa ekstravasasi. Pasien sembuh total.
Gambar 7 : Subcapsular hematoma dari limpa, berhasil diobati konservatif. CT scan dengan
kontras yangdisempurnakan dilakukan pada orang berumur 83 tahun setelah jatuh
menunjukkan sebuah lentICUlar berbentuk lesi massa dengan pelemahan nilai sekitar 60 HU,
menekan lienalis parenkim medial. Tidak ada cairan perisplenic yang bebas menunjukkan
bahwa kapsul lienalis masih utuh.
Gambar : 9. Limpa ruptur dengan memar parenkim, berhasil dirawat konservatif. Kontras-CT
scan diperoleh pada wanita 32 tahun setelah kecelakaan ski menunjukkan defek perfusi
besar, tidak teratur dari parenkim limpa, dan darah bebas intraperitoneal di ruang
perisplenic (panah) dan dalam ruang perihepatic. Bidang hipoperfusi seperti ini dapat terjadi
118 | P a g e
karena memar parenkim atau hipotensi dan sulit untuk membedakan dari cedera
devascularisasi karena hilar arteri yang ruptur.
Gambar :10a, . Limpa ruptur dengan devascularisasi dari limpa karena cedera arteri hilar.
Contrast-enhanced CT scan di dua level berbeda diperoleh pada seorang pria 19 tahun
setelah kecelakaan lalu lintas. Pada tingkat parenkim lienalis tidak menunjukkan peningkatan
yang menunjukkan devascularisasi kengkap pada tingkat ini. b Pada sedikit tingkat inferior
bagian anterior parenkim masih diperfusi, tapi bagian posterior devascularisasi. Perhatikan
cairan bebas di ruang perisplenic (panah) dan ruang perihepatic. Laparotomi mengungkap
adanya gangguan capsular dan cedera arteri hilar (OIS grade V).
119 | P a g e
Gambar : Limpa normal yang dilihat menggunakan USG
VU
Gambar : Laserasi limpa dilihat menggunakan USG (mata panah putih menunjukkan laserasi,
sedangkan mata panah hitam menunjukkan Hemoperitoneum didalam cavum Douglas.
120 | P a g e
trauma, dan sebanyak 10% dari pasien yang mengalami trauma abdomen.
(www.emedicine.medscape.com/ Trauma)
Anatomi
121 | P a g e
ginjal kanan yang berukuran normal, dapat diraba secara bimanual. Kedua ginjal
yang membesar atau menggeser dari tempatnya dapat diketahui dengan cara
palpasi, walaupun hal ini lebih mudah dilakukan pada sebelah kanan (Sylvia 2002)
122 | P a g e
arteri interlobaris yang berjalan diantara pyramid, selanjutnya membentuk arteri
arcuata yang melengkung melintasi basis pyramid-piramid tersebut. Arteri arkuata
kemudian membentuk arteriol-arteriol interlobularis yang tersusun parallel dalam
korteks. Arteri interlobularis ini selanjutnya membentuk arteriol aferen. Arteriol
aferen berakir pada rumbai-rumbai kapiler yang disebut glomerulus. Glomeruli
bersatu membentuk arteriol aferen yang kemudian bercabang-cabang yang
membentuk sistemportal kapiler yang mengelilingi tubulus dan kadang disebut
sebagai kapiler peritubular, darah yang mengalir melalui sistem porta ini akan
dialirkan kedalam jaringan vena, kemudian menuju vena interlobularis, vena
arcuata, vena interlobaris, dan vena renalis dan menuju vena kava inferior. (Sylvia
2002)
Patofisiologi
123 | P a g e
pada ginjal dapat terjadi karena adanya masa pada ginjal yang mengalami
perdarahan akibat kecelakaan kecil. (www.emedicine.medscape.com/ Trauma)
Grade 1
Laserasi ginjal yang kedalamanya lebih dari 1cm dan tidak diikuti dengan
cedera collecting system
Grade 4
124 | P a g e
dokter bedah. Sistem ini juga telah diadopsi oleh team trauma di seluruh
dunia.(www.emedicine.medscape.com/ Trauma)
Gambar 1 Gambar 2
Gambar 1 : gambaran grade 1 trauma tumpul pada ginjal, yaitu dengan hematome
subkapsular
Gambar 2 : gambaran grade 2 trauma tumpul pada ginjal, yaitu dengan Laserasi
superficial ginjal (panah kecil) dengan pendarahan perirenal (panah besar)
125 | P a g e
Gambar 1 Gambar 2
Gambar 1 : gambaran grade 3 trauma tumpul pada ginjal, yaitu dengan laserasi lebih
dalam tanpa ada perluasan sampai ke sistem ginjal.
Gambar 2 : gambaran grade 4 trauma tumpul pada ginjal, yaitu dengan Cedera parenkim
ginjal, laserasi lebih dalam sampai melibatkan sistem dari ginjal.
Gambar 1 : Gambar 2
126 | P a g e
Gambar 1 : gambaran grade 4 trauma tumpul pada ginjal, yaitu dengan cedera pembuluh
darah, trombosis pada bagian segmental dari arteri ginjal dengan infark ginjal.
Gambar 2 : gambaran grade 4 trauma tumpul pada ginjal, yaitu dengan cedera parenkim
ginjal, laserasi yang multiple, sehingga ginjal terlihat hancur.
Gambar 1 Gambar 2
Gambar 1 : gambaran grade 5 trauma tumpul pada ginjal, yaitu dengan cedera vaskuler :
adanya traumatic occlusion pada arteri renalis utama karena intimal injury (panah padat)
dengan trombosis arteri distal (panah berongga)
Gambar 2 : gambaran grade 5 trauma tumpul pada ginjal, yaitu dengan cedera pembuluh
darah, dan arteri ginjal yang terputus (panah padat).
Diagnosis
127 | P a g e
kontur ginjal kaliks dan ureternya.(www.emedicine.medscape.com/Trauma,
www.medstudents.com.br/cirur/cirur4.html)
128 | P a g e
Gambar : Trauma tumpul abdomen. Limpa dan ginjal
Normal dalam keadaan istirahat.
Gambar : 1 Gambar 2
Gambar 1 : Cairan bebas antara limpa dan ginjal dalam keadaan istirahat, akibat
trauma tumpul abdomen.
129 | P a g e
Haematoma
Gambar 1 : Gambar 2 :
Gambar 1 : Truma tumpul abdomen. Ginjal kanan cedera dengan darah di ruang
perirenal. Cedera diakibatkan oleh tabrakan kendaraan bermotor berkecepatan tinggi.
130 | P a g e
Gambar :CT-Scan kontras enhanced (a) rekonstruksi 3 dimensi menunjukkan fraktur
parenkim dari ginjal kiri sampai panggul disertai dengan hematom perirenal. (b)
menunjukkan ekstravasasi urine yang minimal (panah) dan ureter yang yang terpecah
menjadi dua (panah melengkung).
131 | P a g e
Gambar : kedua gambar diatas menunjukkan gambaran trauma tumpul pada
ginjal, Grade 1 dengan cedera ginjal, dan hematoma subcapsular. CT-scan
abdomen dengan kontras intravena menunjukkan kumpulan cairan seperti bulan
sabit dengan high-density di sekitar ginjal kiri. Perhatikan margin luar yang
digambarkan dengan baik.
Gambar 1 : Gambar 2 :
Gambar 1 : Trauma tumpul pada ginjal Grade 3, berupa Laserasi/ robekan pada pada
ginjal. CT-Scan kontras nonenhancing menunjukkan kerusakan yang tidak teratur pada
parenkim ginjal sebesar 1 cm dekat dengan pelvis ginjal.
Gambar 2 : Trauma tumpul pada ginjal Grade 4, menunjukkan adanya cedera ginjal, pada
anak umur 8 tahun posttrauma menunjukkan infark pada kedua ginjal terlihat gambaran
avaskular yang luas, sehingga merusak ginjal bagian bawah.
132 | P a g e
Gambar : Trauma tumpul pada ginjal. Grade 2 cedera ginjal, hematoma
subcapsular dan perinephric. CT-scan abdomen dengan kontras pada pasien
dengan hematuria setelah tabrakan kendaraan bermotor menunjukkan kumpulan
cairan yang tidak jelas dalam ruang perinephric kiri. Ada juga hematoma
subcapsular dengan kelainan dari parenkin ginjal.
Gambar : Kedua gambar diatas adalah gambar trauma tumpul pada ginjal
Grade2 dengan laserasi ginjal. CT-scan abdomen dengan kontras pada pasien
setelah tabrakan kendaraan bermotor menunjukkan cacat (dengan kedalaman
kurang dari 1 cm) superfisial pada parenkim ginjal dengan hematoma
perinephric yang luas.
Gambar 1 : Gambar 2 :
133 | P a g e
Gambar 1: trauma tumpul pada ginjal. Grade 3 laserasi ginjal. CT-scan pada perut setelah
pemberian kontras intravena menunjukkan cacat parenkim ginjal nonenhancing yang tidak
teratur dengan ekstensi yang lebih dari 1 cm dalamnya untuk mendekati pelvis ginjal.
Gambar 2: Trauma ginjal. Grade 3 laserasi ginjal. CT-scan pada perut setelah pembnerian
kontras intravena menunjukkan cacat parenkim ginjal nonenhancing yang tidak teratur
dengan ekstensi yang lebih dari 1 cm dalamnya untuk mendekati pelvis ginjal. Delayed
image ini tidak menunjukkan adanya kemih ekstravasasi.
Gambar : Kedua gambar diatas menunjukkan adanya trauma tumpul pada ginjal. Grade
4 cedera ginjal infark segmental. CT-scan dengan kotras pada perut bagian atas
menunjukkan area segmental non-enhancement di ginjal kiri atas bagian medial tanpa
laserasi ginjal terkait. Pada dua pasien yang berbeda
134 | P a g e
Gambar : Trauma tumpul pada ginjal. Grade 4-5 cedera ginjal. Laserasi meluas ke
sistem pengumpulan. CT-scan dengan kontras pada perut pasien dengan hematuria
setelah tabrakan kendaraan bermotor menunjukkan luka dalam yang meluas ke
dalam sistem pengumpulan dari ginjal kanan. Ekstensi ke dalam sistem
pengumpulan ditegaskan oleh ekstravasasi kontras urine pada delayed image
melalui ginjal dalam tahap ekskretoris.
Gambar : Trauma tumpul pada ginjal. Grade 5 cedera ginjal. Ginjal hancur. CT-scan
dengan kontras di perut pada pasien dengan hematuria dan hipotensi setelah
tabrakan kendaraan bermotor menunjukkan lintang dari ginjal kanan dengan
hematoma besar di sekeliling dan diantara 2 bagian dari ginjal. Kedua bagiannya
terperfusi karena adanya 2 arteri renalis. Delayed image menunjukkan ekstravasasi
kontras kemih.
135 | P a g e
2.2.1.6 TRAUMA TUMPUL PADA PANCREAS
tumpul pada pancreas relatif tidak umum, muncul pada 3-13% trauma
tumpul. Cedera seperti ini terutama terjadi karena kompresi pada badan dan
leher daripada pancreas ke columna vertebralis yang terjadi akibat benturan
dengan setir atau sabuk pengaman pada orang dewasa dan kemudi sepeda pada
anak-anak. Mekanisme cedera ini menyebabkan cedera berkaitan dengan
duodenum, limpa,ginjal dan tulang belakang pada lebih dari 90% kasus. Adalah
cedera-cedera terkait inilah yang bertanggung jawab atas meningkatnya tingkat
mortalitas 10-25% di cedera kombinasi, dibandingkan dengan 3-10% cedera
terisolasi.(David Feliciano 2008)
136 | P a g e
Gambar Anatomi Pankreas
TEMUAN-TEMUAN PENCITRAAN CT
137 | P a g e
termasuk transeksi dan disrupsi. Sayangnya cedera direk pada pankreas tidak
mudah terlihat dan tanda-tanda sekunder harus digunakan untuk menemukan
cedera pankreas. Ini termasuk di dalamnya adanya odema terlokalisir, hematoma
retroperitoneal, atau infiltrasi lemak, cairan di lesser sac, atau penebalan fascia
pada anterior pararenal. Melacak adanya cairan diantara splenic vein dan badan
daripada pankreas bisa dianggap sebagai tanda-tanda spesifik adanya cedera
pankreas. (David Feliciano 2008)
138 | P a g e
retrograde atau pankreatografi pre-operatif. MRCP bisa menawarkan peran
potensial di masa depan pada pasien yang stabil, walaupun pengalaman masih
sangat terbatas. Pada cedera pancreas yang parah harus diperhatikan juga
mengenai integritas limpa, mesenterika dan vena porta. (David Feliciano 2008)
Delayed Imaging
Karena cedera pankreas sangat susah dideteksi pada fase akut, bahkan
dengan teknik yang optimal sekalipun, diagnosanya berdasarkan tanda-tanda
sekunder dan akan memerlukan pencitraan ulang suplementer. Identifikasi dari
curiga adanya disrupsi ductus dan cedera terkait adalah yang terpenting, dimana
ini meningkatkan morbiditas dan mortalitas dari cedera-cedera secara signifikan.
(David Feliciano 2008)
139 | P a g e
Gambar : Gambaran pankreas normal dengan menggunakan USG
Gambar 1
Gambar 1 Gambar 2
Gambar 1 :Aksial kontras gambar CT ditingkatkan dengan cairan bebas sekitar hati
(bintang biru) dan cairan peripancreatic.
140 | P a g e
Gambar 2 :Aksial kontras yang ditingkatkan pada CT scan menunjukkan transeksi
kepala pankreas dan tubuhnya dengan ekstravasasi aktif cairan kontras (kepala
panah).
Haematoma
Laceration
Gambar 1 Gambar 2
Gambar 2 : Axial contrast enhanced CT images with free fluid surrounding the hati (blue
star) and peripancreatic fluid.
Gambar 1 Gambar 2
141 | P a g e
Gambar 1 : Companion pasien 2: kontras Axial yang ditingkatkan pada CT scan dengan
koleksi cairan terlokalisir (*) merupakan sebuah pseudokista.
142 | P a g e
Gambar : Companion pasien 4: gambar
dengan kontras axial yang ditingkatkan
menunjukkan garis linier hypoattenuasi
melalui <50% dari pankreas. Perhatikan
kedalaman laserasi <50% sesuai dengan
kemungkinan penurunan keterlibatan
saluran utama pankreas.
143 | P a g e
Gambar : Aksial-enhanced CT scan
menunjukkan kumpulan cairan signifikan
peripancreatic dan intra-abdominal.
Cairan Peripancreatic adalah temuan
pencitraan yangat sangat sensitif tapi
tidak spesifik pada trauma pankreas.
Cairan ini umumnya ditemukan antara
vena lienalis dan perbatasan inferior dari
pancrea tersebut.
144 | P a g e
Gambar 1 Gambar 2
Gambar 1 : Axial portal venous phase image menunjukkan area multipel dengan
ektravasasi kontras.
Trauma yang terjadi pada organ gaster dan usus halus lebih sering
terjadi karena trauma tajam daripada trauma tumpul. Lebih dari 80% insiden
trauma gastrointestinal terjadi karena tembakan. Walaupun trauma tumpul lebih
145 | P a g e
jarang terjadi daripada trauma tumpul, tetapi dalam penelitian didapatkan bahwa
trauma tumpul yang terjadi pada gaster dan usus halus insidennya menempati
urutan ketiga. (David Feliciano 2008)
Anatomi gaster
Secara umum gaster terletak pada kuadran kiri atas dari rongga
abdomen. Letak gaster sangat bervariasi, dan pada seseorang yang sedang berdiri
gaster dapat mencapai rongga abdomen bagian bawah terutama bila terisi
dengan makanan atau minuman. (David Feliciano 2008)
Gaster terdiri dari empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar
merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Dua lapisan peritoneum viseralis
menyatu pada kurvatura minor gaster dan duodenum dan terus memanjang ke
arah hati, membentuk omentum minus. Lipatan peritoneum yang keluar dari satu
organ menuju ke organ lain disebut sebagai ligamentum. (buku Sylvia) Gaster
difiksasi pada kurvatura minor oleh ligament hepatogastriku, bagian atas gaster
oleh ligament gastrofrenikus, dan bagian bawah difiksasi oleh retro-peritoneal dari
duodenum. kurvatura mayor dari gaster terikat secara longgar di colon
transversum oleh omentum mayor, dan menempel pada limpa oleh ligament
gastrosplenikum. (David Feliciano 2008)
Tidak seperti daerah saluran cerna yang lain, bagian muskularis gaster
terdiri dari tiga lapis dan bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian
146 | P a g e
luar, lapisan sirkuler di bagian tengah, dan lapisan oblik dibagian dalam. Susunan
serat otot ini memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang
diperlukan untuk memecah makann menjadi partikel-partikel yang kecil,
mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan gaster, dan
mendorongnya kearah duodenum. (Sylvia 2002)
Suplai darah gaster terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus
seliakus, yang mempercabangkan cabang-cabang yang mensuplai kurvatura minor
dan mayor. Dua arteri yang mempunyai arti klinis penting adalah arteri
147 | P a g e
gastroduodenalis dan arteri pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang
berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. (David Feliciano 2008, Sylvia
2002)
148 | P a g e
Masuknya kimus ke dalam usus halus diatur oleh sfingter pilorius, sedangkan
pengeluaran zat yang telah dicemarkan kedalam usus besar diatur oleh katup
ileosaekal. Katup ileosaekal juga mencegah refluks isi usus besar kedalam usus
halus. (Sylvia 2002)
Dinding usus halus terdiri dari empat lapisan dasar. Yang paling luar,
atau lapisan serosa, dibentuk oleh peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan
visceral dan parietal, dan ruang yang terletak diantara lapisan-lapisan ini
dinamakan rongga peritoneum. (Sylvia 2002)
Otot yang meliputi usus halus mempunyai dua lapisan : lapisan luar
terdiri atas serabut-serabut longitudinal yang lebih tipis, dan lapisan dalam
berupa serabut-serabut sirkuler. Penataan demikian membantu gerakan
peristaltic usus halus. Lapisan submukosa terdiri atas jaringan penyambung,
149 | P a g e
sedangkan lapisan mukosa bagian dalam tebal, banyak mengandung pembuluh
darah dan kelenjar. (Sylvia 2002)
Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat menambah
luas permukaan dan membantu fungsi absorbsi yang merupakan fungsi utamanya.
Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkuler yang
dinamakan valvula koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol kedalam lumen
sekitar 3 sampai 10 milimeter. Lipatan-lipatan ini nyata pada duodenum dan
menghilang dekat pertengahan ileum. Adanya lipatan-lipatan ini menyebabkan
gambaran usus halus yang menyerupai bulu pada radiogram. Vili merupakan
tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang berjumlah sekitar empat atau lima juta
dan terdapat disepanjang usus halus. Vili panjangnya 0,5 sampai 1,5 milimeter
dan menyebabkan gambaran mukosa menyerupai beludru. Mikrovili merupakan
tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 mikro pada permukaan luar
setiap vilus. Mikrovili terlihat dengan mikroskop elektron dan tampak sebagai
brush border pada mikroskop cahaya. Bila lapisan permukaan usus halus ini rata,
maka luas permukaannya hanya sekitar 2000 cm2. valvula konivetas, vili dan
mikrovili bersama-sama menambah luas permukaan absorbsi sampai 2 juta cm2,
yaitu meningkat seribu kali lipat. (Sylvia 2002)
150 | P a g e
Gambar Anatomi usus halus
Perforasi usus halus yang terjadi karena trauma tumpul abdomen jarang
terjadi, tetapi insidenya terus meningkat. Trauma lokal pada abdomen yang
dulunya terjadi akibat tendangan kuda sekarang telah tergantikan oleh kecelakaan
motor, dan mempunyai mekanisme penting dari trauma. mekanisme dasar
trauma pada usus termasuk(David Feliciano 2008) :
151 | P a g e
Perforasi gaster yang diakibatkan karena tauma tumpul biasanya besar
dan kontaminasi intra-peritoneal biasanya signifikan. Tanda-tanda peritoneal
biasanya jelas mengarah menuju tindakan pembedahan. Trauma yang terkait
biasanya sangat berat karena adanya ledakan pada gaster. Ruptur pada gaster
menyebabkan angka kematian yang lebih besar daripada trauma pada organ
berongga lainnya. (David Feliciano 2008)
Cedera pada usus kecil akibat trauma tumpul yang juga jarang terjadi,
frekuensinya meningkat akibat adanya kecelakaan-kecelakaan kendaraan
bermotor dengan kecepatan tinggi. (David Feliciano 2008)
Diagnosis
152 | P a g e
56 tahun yang tertabrak oleh bis. (a) gambar melintang di tingkat midAbdominal
menunjukkan peningkatan dinding usus menyebar di usus kecil dan usus besar dengan
cairan bebas intra-peritoneal (panah).
Gambar 1 Gambar 2
Gambar 2 : CT scan diperoleh dengan bahan kontras intravena tetapi oral pada laki-laki 56
tahunyang tertabrak bis. Gambar melintang di tingkat panggul menunjukkan penebalan
dan peningkatan dari dinding kolon sigmoid (panah). Temuan CT diinterpretasikan sebagai
tanda sekunder untuk hipovolemia (usus shock). Temuan di laparotomi termasuk cedera
serosal besar kolon sigmoid, yang diperlukan reseksi, dan rupturnya kandung kemih.
153 | P a g e
Awal dan tindak lanjut CT scan pada pria 44
tahun dengan perforasi ileum setelah
kecelakaan kendaraan bermotor dengan
kecepetan tinggi. (a) CT gambar Transverse
yang diperoleh pada evaluasi awal, dengan
bahan kontras intravena tetapi tidak oral,
menunjukkan penebalan dinding usus dan
peningkatan (panah) dan hematoma
mesenterika fokal (panah) dalam loop dari ileum.
154 | P a g e
pemberian bahan kontras oral. (b) Image diperoleh dengan jendela jaringan lunak
membantu untuk mengkonfirmasi penebalan dinding usus (panah) dan hematoma
mesenterika (mata panah). (c) Image diperoleh dengan jendela paru-paru menunjukkan
udara bebas (panah).
155 | P a g e
Gambar : 3. Koronal diformat ulang, gambar CT
dengan kontras ditingkatkan dari abdomen /
panggul mengungkapkan penebalan usus kecil
(panah), indurasi dan penyumbatan vaskular
(panah)
terlihat di sepanjang mesenterium yang
berdekatan dengan lemak terdampar, dan usus
melebar.
156 | P a g e
2.2.2.2. TRAUMA TUMPUL PADA COLON DAN RECTUM
A. Patofisiologi
- Colon
Pada trauma tumpul colon dapat tercederai dengan 3 cara(David Feliciano
2008):
- a.) terjadinya closed-loop dengan peningkatan akut pada tekanan
intraluminal dan blowout
- b.) adanya force yang bergerak mengakibatkan terobeknya bagian
transisi dari segmen yang immobile kebagian yang mobile (ex.
Splenic flexure, rectosigmoid junction), avulsi mesocolic biasanya
juga ada.
- c.) avulsi mesocolic murni yang mana walaupun tidak terkait
dengan perforasi colonic yang segera, bisa menimbulkan
davaskularisasi, nekrosis pada dinding dan perforasi lambat.
- Rektum (David Feliciano 2008)
B. Anatomi Colon dan Rektum
C. Diagnosis
Computed Tomography
157 | P a g e
penebalan dinding colon. Dan rangkaian mesocolic merupakan ciri
dari cedera colon. (David Feliciano 2008)
- Triple contrast CT (oral, intravenous, rectal) telah dilakukan oleh
banyak pihak sebagai metode sensitiv untuk mendeteksi cedera
intestinal, khususnya setelah cedera penetrasi. Pemberian Triple
contrast sebagai pedoman rutin dianggap tidak perlu dan
berbahaya. Telah ditemukan di banyak kasus, bahwa pemberian
kontras oral memperlambat waktu untuk CT scan tidak
meningkatkan sensitifitas mendeteksi cedera viseral yang
berongga. Kontras rectal juga sama, tidak menunjukkan kegunaan.
Sangat sulit dibayangkan bahwa udara tidak akan bocor sebelum
materi kontrasnya pada perforasi colon. Tetapi pada kasus-kasus
tertentu, kontras rektal bisa berguna dan bisa dipertimbangkan.
(David Feliciano 2008)
- Single contrast CT (hanya intravena) mengalami peningkatan
dalam penggunaannya. Sensitifitas dan spesifisitas nya lebih dari
90% dan 96%. Telah dipertentangkan bahwa hasil CT yang negatif
memungkinkan pasien untuk diperbolehkan keluar dari ruang
kegawat daruratan. Akan tetapi ketergantungan dari CT daripada
pemeriksaan klinis menjadi masalah. Positif palsu pada temuan di
CT bisa menimbulkan laparotomi nonterapeutik. Pemeriksaan
klinis harus menjadi cara utama untuk mendiagnosa dan CT scan
bisa menjadi alat bantu dan bukan metode primer untuk evaluasi.
(David Feliciano 2008)
158 | P a g e
Epidemiologi
Insiden dan kematian pada trauma vascular injuri tergantung dari setiap
variasi pasien yang mendapatkan mekanisme trauma tersebut. Pada kasus trauma
tumpul abdomen kejadian pada pembuluh darah hanya berkisar kira-kira 5%
sampai dengan 10 %. Namun cedera ini sangat mematikan dan bisa menyebabkan
resiko kematian 70%. (Sheridan 2004)
159 | P a g e
kecelakaan akan membuat trauma pada pembuluh darah aorta yang disebabkan
oleh sabuk pengaman karena dengan benturan yang keras akan menyebabkan
tubuh tertahan sehingga tulang belakang pun akan mengalami cedera juga. Pada
trauma aorta Abdominal tanda dan gejalanya tidak significant karena terjadi
sumbatan pada pembuluh darah aorta , sehingga untuk penanganan ini
dibutuhkan diagnosa yang cepat. (Sheridan 2004)
Diagnosis
Gejala
Trauma tumpul abdomen seringkali mencederai arteri dan vena
Abdominalis bagian atas dan tengah. Robekan pada pembuluh darah menyebabkan
perdarahan dan syok hipovolemik. Trombosis pembuluh darah menyebabkan
peningkatan rasa nyeri di abdomen dan panggul. (Sheridan 2004)
Tanda
Pemeriksaan fisik yang didapat tergantung pada adanya perdarahan
tidak, perdarahan yang nyata, atau trombosis pembuluh darah. Pasien dengan
adanya perdarahan dapat mengalami hipotensi, tetapi responnye terhadap resusitasi
sangat baik. Di lain pihak, pasien dengan perdarahan bebas intra-abdomen dapat
mengalami hipotensi dan abdomen yang distended.. Pada pasien dengan trombosis
pembuluh darah, rasa sakit yang dirasakan pasien bukan merupakan bagian dari
pemeriksaan. Untuk itu, dilakukan survei sekunder untuk pada pembuluh darah
dan system saraf. Denyut nadi arteri femoralis dapat menghilang pada cedera aorta,
dimana di anjurkan untuk transeksi trombosis arteri iliaka. Kelemahan ekstremitas
bawah dapat ditemukan pada pasien dengan trauma tumpul yang mengenai aorta
infrarenal, dan kelainan neurologis dapat ditemukan pada pasien-pasien dengan
perdarahan vaskuler. (Sheridan 2004)
Diagnosis
160 | P a g e
a. FAST ( Focused Abdominal Sonography for Trauma )
d. Renal arteriography
e. Intravenous Pyelogram
161 | P a g e
TRAUMA PELVIS
BAB I
PENDAHULUAN
I.2. Epidemiologi
Gangguan panggul adalah hasil dari trauma energi tinggi biasanya akibat
kecelakaan kendaraan bermotor kira-kira 70% kasus.(3) Fraktur pelvis menyebabkan
kurang dari 5% pada semua cedera rangka, tetapi cedera ini sangat penting karena
tingginya insidensi cedera jaringan lunak yang menyertainya dan resiko kehilangan
darah yang hebat, shock, sepsis serta Acute Respiratory Distress Syndrom
(ARDS). Seperti halnya cedera berat lain, cedera ini membutuhkan pendekatan
gabungan dari para ahli dari berbagai bidang.(1,5,7,8,9)
Sekitar dua pertiga fraktur pelvis terjadi dalam kecelakaan lalu lintas
termasuk pejalan kaki; lebih dari 10% pasien akan mengalami cedera viseral, dan
dalam kelompok ini angka kematian mungkin lebih dari 10%.(1,9)
162 | P a g e
I.3. Etiologi
Sepuluh persen diantaranya disertai trauma pada alat-alat dalam rongga panggul
seperti uretra, buli-buli, rektum serta pembuluh darah dengan angka mortalitas
sekitar 10%.(2,9)
163 | P a g e
BAB II
II.1. Anatomi
Tulang pelvis terdiri dari dua tulang coxae, sacrum dan coccygeus.
Berartikulasi di anterior yaitu pada simphisis pubis, di posterior pada artikulasio
sacroiliaca. Struktur mirip cekungan ini memindahkan berat dari badan ke tungkai
bawah dan memberikan perlindungan pada viscera, pembuluh darah, dan saraf di
pelvis (1)
Cincin terdiri dari dua tulang inominata cincin terdiri dari dua tulang
inominata dan sakrum, berartikulasi di depan simfisis pubis ( jembatan anterior atau
jembatan pubis ) dan dibagian posterior disendi-sendi sakro iliaka ( jembatan
posterior atau jembatan sakro iliaka ). Struktur mirip cekungan ini memindahkan
berat dari badan ke tungkai bawah dan memberikan perlindungan pada visera,
pembuluh darah dan saraf di pelvis.(1,2)
Cabang utama dari arteri iliaka komunis muncul di dalam pelvis di antara
tingkat sendi sakro iliaka dan insisura iskiadika mayor. Bersama cabang-cabang
venanya, pembuluh-pembuluh itu mudah terkena cedera bila fraktur melalui bagian
posterior cincin pelvis. Saraf pada pleksus lumbalis dan sakralis juga menghadapi
resiko cedera pelvis posteri .(1)
164 | P a g e
Kandung kemih terletak di belakang simphisis pubis. Trigonum
dipertahankan pada posisinya dengan ligamen lateralis kandung kemih, dan pada
pria dengan prostat. Prostat terletak diantara kandung kemih dan dasar pelvis.
Prostat di pertahankan di bagian lateral dengan serabut medial dari levator ani,
sedangkan di bagian anterior terikat erat pada tulang pubis oleh ligament
puboprostat. Pada wanita trigonum juga melekat pada serviks dan forniks vagina
anterior. Uretra di pertahankan oleh otot dasar pelvis serta ligamen pubourethra.
Akibatnya pada wanita uretra jauh lebih mobil dan cenderung lebih sulit terkena
cidera. (1,8)
Pada cedera pelvis yang berat uretra membranosa dapat rusak bila
prostat dipaksa kebelakang sementara uretra tetap diam. Bila ligamen puboprostat
robek, prostat dan dasar kandung dapat banyak mengalami dislokasi dari uretra
membranosa. Kolon pelvis, dengan mesenteriumnya, merupakan struktur yang
mobil sehingga tidak mudah cedera. Tetapi, rektum dan saluran anus lebih
tertambat pada struktur urogenital dan otot dasar pelvis sehingga mudah terkena
bila terjadi fraktur pelvis.(1)
165 | P a g e
166 | P a g e
II.2. Anatomi Ligamen Pelvis
167 | P a g e
168 | P a g e
II.3. Anatomi Vascular Pelvis
169 | P a g e
Pelvis wanita dewasa dengan foto AP.(16)
170 | P a g e
II.4. Patofisiologi
Pelvis berfungsi untuk mentransmisi berat badan melalui sendi sakro iliaka ke
ilium, asetabulum dan di lanjutkan ke femur. Selain itu panggul berfungsi melindungi
struktur-struktur yang berada di dalam rongga panggul.(2)
a. Fraktur avulsi
Sepotong tulang tertarik oleh kontraksi otot yang hebat. Fraktur ini biasanya
ditemukan pada olahragawan dan atlet. Muskulus Sartorius dapat menarik spina
iliaca anterior superior, rektus femoris menarik spina iliaca anterior inferior , adductor
longus menarik sepotong pubis, dan otot-otot lurik menarik bagian-bagian iskium.
Nyeri hilang biasanya dalam beberapa bulan. Avulsi pada apofisis iskium oleh otot-
otot lutut jarang mengakibatkan gejala menetap, dalam hal ini reduksi terbuka dan
fiksasi internal diindikasikan.(1,10,11)
171 | P a g e
Fraktur avulsi bilateral spina iliaka anterior inferior seperti yang terlihat pada radiograf anteroposterior panggul
dengan cincin pelvis stabil.(14)
Fraktur avulsi di pelvis (misalnya, dari aspek antero – inferior spina iliaka) tidak mempengaruhi integritas dari
cincin pelvis(14)
172 | P a g e
b. Fraktur langsung
Pukulan langsung pada pelvis, biasanya setelah jatuh dari tempat tinggi,dapat
menyebabkan fraktur iskium atau ala ossis ilii. Dalam hal ini memerlukan bed rest
total sampai nyeri mereda(1)
c. Fraktur-tekanan
Fraktur pada rami pubis cukup sering di temukan dan sering dirasakan tidak
nyeri. Pada pasien osteoporosis dan osteomalasia yang berat. Yang lebih sulit di
diagnosis adalah fraktur-tekanan disekitar sendi sacroiliaca. Ini adalah penyebab
nyeri sacroiliaca yang tak lazim pada orang tua yang menderita osteoporosis.(1)
Telah lama diperdebatkan bahwa karena kakunya pelvis, patah di suatu tempat
cincin pasti diikuti pada tempat yang lainnya, kecuali fraktur akibat pukulan langsung
atau fraktur pada anak-anak yang simfisis dan sendi sacroiliaca masih elastik. Tetapi,
patahan kedua sering tidak ditemukan, baik karena fraktur tereduksi segera atau karena
sendi sacroiliaca hanya rusak sebagian. Dalam hal ini fraktur yang kelihatan tidak
mengalami pergeseran dan cincin bersifat stabil. Fraktur atau kerusakan sendi yang
jelas bergeser, dan semua fraktur cincin ganda yang jelas, bersifat tak stabil. Perbedaan
ini lebih bernilai praktis daripada klasifikasi kedalam fraktur cincin tunggal dan ganda.(1)
173 | P a g e
Retrograde urethrogram menunjukkan uretra robek di diafragma urogenital (panah padat) dan urethral
Cystogram ruptur di extraperitoneal buli-buli. perhatikan fraktur pelvis dan kontras extravasasi di ruang
Retzius.(14)
174 | P a g e
Tekanan lateral, tekanan dari sisi ke sisi pelvis menyebabkan cincin melengkung
dan patah. Di bagian anterior rami pubis, pada satu atau kedua sisi mengalami fraktur
dan di bagian posterior terdapat strain sacroiliaca yang berat atau fraktur pada ilium,
baik pada sisi yang sama seperti fraktur rami pubis atau pada sisi yang sebaliknya pada
pelvis. Apabila terjadi pergeseran sendi sacroiliaca yang besar maka pelvis tidak
stabil.(1,9,10,17)
Pemuntiran vertical, tulang inominata pada satu sisi bergeser secara vertikal,
menyebabkan fraktur vertikal, menyebabkan fraktur rami pubis dan merusak daerah
sacroiliaca pada sisi yang sama. Ini secara khas terjadi tumpuan dengan salah satu kaki
saat terjatuh dari ketinggian. Cidera ini biasanya berat dan tidak stabil dengan robekan
jaringan lunak dan perdarahan retroperitoneal. Cedera ini sering kali terjadi jika korban
cedera terlempar, seperti saat ia terlontar dari mobil atau sepeda dan
mengalamideselerasi mendadak. Pada fraktur robek vertikal, satu hemipelvis tergeser
ke superior, jadi ia terlepas depen dan belakang dari cincin pelvis(1,9,11)
3. Fraktur Acetabulum
175 | P a g e
Tranverse dengan posterior dinding fraktur acetabular. sebuah radiografi panggul anteroposterior menunjukkan
bahwa dislokasi sentral dari hasil caput femoralis kiri di gangguan iliopectineal dan garis ilioischial. Selain itu,
dinding acetabular posterior kiri terganggu.(14)
Pukulan dari belakang atau jatuh pada tulang ekor dapat mematahkan sacrum
dan koksigis. Terjadi memar yang luas dan nyeri tekan muncul bila sacrum atau koksigis
di palpasi dari belakang atau melalui rectum. Sensasi dapat hilang pada distribusi saraf
sakralis. Sinar-X dapat memperlihatkan ; 1) fraktur yang melintang pada sacrum dapat
disertai fragmen bawah yang terdorong ke depan, 2) fraktur koksigis kadang disertai
fragmen bagian bawah yang menyudut ke depan, 3) suatu penampilan normal kalau
cidera hanya berupa strain pada sendi sacrokoksigeal.(1,11,17)
176 | P a g e
Perhatikan rotasi internal dari hemipelvis kiri dan rotasi eksternal dari hemipelvis kanan (panah panjang).
Perhatikan juga buckle fracture di sakral kiri (panah putih pendek) dan diastasis sendi sakro iliaka kanan
(panah hitam pendek) disruption sendi sakroilaka kiri pada gambaran CT Scan.(14)
177 | P a g e
BAB III
PEMBAHASAN
Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang
besar atau karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan osteoporosis atau
osteomalasia dapat terjadi fraktur stres pada ramus pubis. Oleh karena rigiditas panggul
maka keretakan pada salah satu bagian cincin akan disertai robekan pada titik lain,
kecuali pada trauma langsung. Sering titik kedua tidak terlihat dengan jelas atau mungkin
terjadi robekan sebagian atau terjadi reduksi spontan pada sendi sakro-iliaka.(2,17)
Kompresi Anteroposterior
Hal ini biasanya terjadi akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki dengan
kendaraan, ramus pubis mengalami fraktur, tulang inominata terbelah dan
mengalami rotasi eksterna disertai robekan simfisis. Keadaan ini disebut sebagai
open book injury. Bagian posterior ligamen sakro-iliaka mengalami robekan parsial
atau dapat disertai fraktur bagian belakang ilium.(2,8,9,10,17)
Kompresi Lateral
Kompresi dari samping akan menyebabkan cincin mengalami keretakan. Hal ini
terjadi apabila ada trauma samping karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari
ketinggian. Pada keadaan ini ramus pubis bagian depan pada kedua sisinya
mengalami fraktur dan bagian belakang terdapat strain dari sendi sakro-iliaka atau
fraktur ilium atau dapat pula fraktur ramus pubis pada sisi yang sama.(2,8,9,10,17)
Trauma Vertikal
Tulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara vertikal disertai
fraktur ramus pubis dan disruption sendi sakro-iliaka pada sisi yang sama. Hal ini
terjadi apabila seseorang jatuh dari ketinggian pada satu tungkai.(2,9,17)
178 | P a g e
Trauma Kombinasi
Pada trauma yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan di atas. Cedera
anterior dan posterior terjadi pada sisi pelvis yang sama, kombinasi ini disebut
“Fraktur Malgaigne”.(2,9,17)
III.2. Pembagian/klasifikasi
179 | P a g e
Klasifikasi Tile dan Pennal
180 | P a g e
Klasifikasi Young-Burgess
Klasifikasi fraktur pelvis Young-Burgess. A, kompresi anteroposterior tipe I. B, kompresi anteroposterior tipe II. C,
kompresi anteroposterior tipe III. D, kompresi lateral tipe I. E, kompresi lateral tipe II. F, kompresi lateral tipe III.
G, shear vertikal. Tanda panah pada masing-masing panel mengindikasikan arah tekanan yang menghasilkan
pola fraktur.
181 | P a g e
Cedera
kompresi anteroposterior (AP) seperti yang terlihat pada radiograf anteroposterior pelvis tipe 1.(14)
Cedera
kompresi anteroposterior seperti yang terlihat pada radiograf anteroposterior pelvis tipe 2 dan 3. (14)
182 | P a g e
Cedera kompresi anteroposterior (AP) seperti yang terlihat pada CT Scan pelvis. Lokasi dan tingkat disruption dari
sakroiliaka lebih baik dilihat dengan CT Scan daripada radiograf. Rotasi eksternal dari hemipelvis kanan merupakan
karakteristik kompresi AP. Perpindahan posterior sedikit dari sisi iliaka kanan dari sendi sakroiliaka menujukkan
gangguan ligamen (panah) ini merupakan jenis cedera kompresi AP tipe 3. (8)
Cedera
kompresi lateral seperti yang terlihat pada radiografi anteroposterior pelvis tipe I. Pasien memiliki cedera kompresi
lateral kanan.(9)
183 | P a g e
cedera kompresi lateral seperti yang terlihat pada radiograf AP dari pelvis. Perhatikan karakteristik pada Buckle
fracture kiri tulang sacrum (panah penunjuk panjang) dan adanya overlapping dari fraktur ramus pubic kiri (panah
penunjuk pendek) tipe 2..(8)
Cedera
kompresi lateral seperti yang terlihat dalam radiograf anteroposterior pelvis tipe 1. (14)
184 | P a g e
Cedera
kompresi seperti yang terlihat radiograf anteroposterior pelvis. Perhatikanlah karakteristik Buckle fracture
sakral kiri yang melengkung (panah panjang) dan overlapping minimal dari fraktur ramus pubis kiri
(panah pendek) tipe 2. (14)
Cedera
kompresi lateral tipe 3 seperti yang terlihat pada radiografi cavum pelvis, rotasi internal hemipelvis kiri lebih baik
divisualisasikan dengan menggunakan tampilan cavum pelvis. Fraktur dari sakrum (panah panjang) dan ramus pubis
kiri (panah pendek) yang ditampilkan. (14)
185 | P a g e
Cedera
vertical shear seperti yang terlihat pada radiografi outlet pelvis. Perpindahan vertikal (cranial) dari hemipelvis kiri dan
simfisis pubis lebih baik divisualisasikan dengan menggunakan tampilan outlet pelvis. selain itu, fraktur iliaka kiri lebih
mudah terlihat (panah besar).waktu dilihat diastasis sendi sakroiliaka kiri (panah kecil). (14)
Cedera LC sebagai akibat dari benturan lateral pada pelvis yang memutar pelvis
pada sisi benturan ke arah midline. Ligamentum sacrotuberale dan ligamentum
sacrospinale, serta pembuluh darah iliaca interna, memendek dan tidak terkena gaya
tarik. Disrupsi pembuluh darah besar bernama (misal, arteri iliaca interna, arteri glutea
superior) relatif luar biasa dengan cedera LC; ketika hal ini terjadi, diduga sebagai akibat
dari laserasi fragmen fraktur.(3,6,8,17)
Klasifikasi fraktur pelvis Young-Burgess dan dugaan vektor tekanan juga telah
menunjukkan berkorelasi baik dengan pola cedera organ, persyaratan resusitasi, dan
mortalitas. Secara khusus, kenaikan pada mortalitas telah terbukti sebagaimana
meningkatnya angka APC. Pola cedera yang terlihat pada fraktur APC tipe III telah
berkorelasi dengan kebutuhan cairan 24-jam terbesar. Pada sebuah seri terhadap 210
pasien berurutan dengan fraktur pelvis, Burgess dkk menemukan bahwa kebutuhan
transfusi bagi pasien dengan cedera LC rata-rata 3,6 unit PRC, dibandingkan dengan
186 | P a g e
rata-rata 14,8 unit bagi pasien dengan cedera APC. Pada seri yang sama, pasien
dengan cedera VS rata-rata 9,2 unit, dan pasien dengan cedera CM memiliki kebutuhan
transfusi rata-rata sebesar 8,5 unit. Angka mortalitas keseluruhan pada seri ini adalah
8,6%. Angka mortalitas lebih tinggi terlihat pada pola APC (20%) dan pola CM (18%)
dibandingkan pada pola LC (7%) dan pola VS (0%). Burgess dkk mencatat hilangnya
darah dari cedera pelvis yang dihasilkan dari kompresi lateral jarang terjadi, dan penulis
menghubungkan kematian pada pasien dengan cedera LC pada penyebab lainnya.
Penyebab kematian yang teridentifikasi paling umum pada pasien di seri ini dengan
fraktur LC adalah cedera kepala tertutup. Pada kontras, penyebab kematian yang
teridentifikasi pada pasien dengan cedera APC merupakan kombinasi cedera pelvis dan
viseral. Temuan ini mengindikasikan bahwa kemampuan untuk mengenali pola fraktur
pelvis dan arah tekanan cedera yang sesuai dapat membantu tim resusitasi
mengantisipasi kebutuhan transfusi cairan dan darah sebagaimana halnya membantu
untuk penilaian dan pengobatan awal langsung. Pasien dengan instabilitas posterior
lengkap dapat diantisipasi agar tidak menjadi perdarahan yang berat.(3,6,8,17)
Keadaan umum, catat secara teratur denyut nadi, tekanan darah dan respirasi,
secara cepat lakukan survei tentang kemungkinan trauma lainnya.(2,9)
Untuk itu, pelvis ditekan ke belakang dan kemudian secara hati-hati pada kedua spina
iliaka anterior superior, ke medial pada kedua trokanter mayor, ke belakang pada simfisis
pubis, dan ke medial pada kedua krista iliaka. Apabila pemeriksaan ini menyebabkan
nyeri patut dicurigai adanya patah tulang panggul dan menentukan apakah fraktur stabil
atau tidak stabil.(2)
Kemudian dicari adanya gangguan kencing seperti retensi urin atau perdarahan
melalui uretra, serta dilakukan pemeriksaan colok dubur untuk melakukan penilaian pada
sakrum, atau tulang pubis dari dalam. Perlu diketahui apakah fraktur pelvis tersebut
disertai kerusakan kontinuitas kolom penunjang berat badan, yaitu kolom dari vertebra
melalui sendi sakro-iliaka, tulang ilium, asetabulum, dan sendi panggul sampai tulang
femur. Penilaian ini penting untuk menentukan kapan penderita boleh menyangga berat
badannya.(5,9)
187 | P a g e
Perineum harus diperiksa dengan teliti kadang-kadang luka terbuka di daerah ini
berhubungan dengan fraktur panggul. Tanda-tanda gangguan saluran kencing ( darah
dilubang kemih, perineal atau hematoma skrotum dan prostat tinggi naik pada
pemeriksaan dubur ) menunjukkan kebutuhan untuk pencitraan dari uretra dan kandung
kemih. Pemeriksaan colok rektal sangat penting untuk mendeteksi perforasi dubur,
merupakan indikasi mutlak untuk pengalihan tinja. Sebuah evaluasi neurologis dari
tungkai bawah merupakan informasi yang penting, meskipun penilaian yang akurat sering
kecil pada pasien dengan cedera ganda.(3,9)
Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel yang
dapat mengenai organ-organ lain dalam panggul. Keluhan berupa gejala pembekakan,
deformitas serta perdarahan subkutan disekitar panggul. Penderita datang dalam
keadaan anemi dan syok karena perdarahan yang hebat. Terdapat gangguan fungsi
anggota gerak bawah. Lokal, inspeksi perineum untuk mengetahui adanya perdarahan,
pembengkakan dan deformitas, tentukan derajat ketidak stabilan cincin panggul dengan
palapasi pada ramus dan simfisis pubis. Fraktur tulang sakrum dapat bersifat transversal
sedangkan fraktur tulang koksigeus umumnya pada bagian distal dan mengalami angulasi
ke depan.(2,9)
Pemeriksaan radiologis
188 | P a g e
sistogram retrograd dan postvoiding, pielogram intravena, aspirasi diagnostik dengan
lavase peritoneal.(2,9)
Berikut ini adalah contoh – contoh gambaran radiologis pada pemeriksaan foto
radiologi fraktur pelvis :
Diastasis dari simfisis pubis, yang pada umumnya menunjukkan adanya cedera kompresi anteroposterior.
189 | P a g e
Cedera
Vertikal Shear seperti yang terlihat pada CT scan pelvis. Fraktur vertikal yang berorientasi pada ramus pubis superior
kanan ditunjukkan dengan perpindahan cranialis simfisis pubis dan hemipelvis kiri.
Windswept pelvis (cedera kompresi lateral) seperti yang terlihat pada CT scan panggul. Karakteristik masing-masing
elemen cedera dapat dilihat lebih baik dengan CT. Perhatikan rotasi internal hemipelvis kiri dan rotasi eksternal
190 | P a g e
hemipelvis kanan (panah panjang). Perhatikan juga buckle facture dari sacrum kiri (panah putih pendek) dan
diastasis SI Joint kanan (panah hitam pendek). SI Joint kiri juga mengalami disruption.
Cedera
kompresi lateral seperti yang terlihat pada CT scan panggul. buckle fracture (anterior crush) pada bagian kiri sacrum
lebih mudah terlihat pada CT scan daripada gambar-gambar lainnya.
Kedua gambar 3D data CT aksial menunjukkan panggul seorang wanita hamil. Janin (panah putih)
belum memasuki jalan lahir dari panggul. Perhatikan fraktur dari cincin pelvis kiri dan acetabulum kiri ditunjukkan
dengan panah kuning. Ciri – ciri ini juga dapat dilihat di permukaan gambaran 3-D yang diberikan gambar di sebelah
kanan.
191 | P a g e
Pandangan inlet pelvis dari pelvis yang menunjukkan pentingnya melihat bagian posterior foto inlet
pelvis di sepanjang perbatasan sakral. Daerah pelvis (lingkaran) diperbesar di sebelah kanan untuk menunjukkan
fraktur vertikal (panah) dari panggul yang tidak mudah dicirikan dengan menggunakan tampilan AP saja. Tampilan
inlet dan outlet untuk lebih baik dalam menggambarkan fraktur dari cincin posterior dan cidera melibatkan SI Joint
daripada tampilan AP saja.
Pertolongan Pertama
Airway, Breathing, dan Circulation merupakan manajemen yang utama.
Kirim darah untuk FBC, urea/elektrolit/kreatinin, profil koagulasi, dan rapid matched
blood.siapkan 4-6 unit darah.
2. Ekimosis pada genitalia eksterna, paha bagian medial dan area flank.
192 | P a g e
5. Step-off, instabilitas
catatan : (1) jangan mencoba untuk melakukan test goyang pelvis untuk menentukan stabilitas karena
hal ini tidak reliable, tidak diperlukan dan dapat menyebabkan perdarahan tambahan. (2) laserasi
perineum, groin atau buttock setelah trauma mengindikasikan adanya fraktur pelvic terbuka kecuali
terbukti bukan. (3) pemeriksaan neurologi harus dilakukan dimana cidera pleksus sakralis dapat terjadi.
4. Jika ada bukti cidera uretra, misalnya darah pada meatus, memar pada skrotum atau
prostat letak tinggi, hati-hati pada fraktur pelvis yang dapat tidak stabil.
Military antishock trousers (MAST) atau celana anti syok militer dapat memberikan
kompresi dan imobilisasi sementara terhadap cincin pelvis dan ekstremitas bawah melalui
tekanan berisi udara. Pada tahun 1970an dan 1980an, penggunaan MAST dianjurkan untuk
menyebabkan tamponade pelvis dan meningkatkan aliran balik vena untuk membantu
resusitasi. Namun, penggunaan MAST membatasi pemeriksaan abdomen dan mungkin
menyebabkan sindroma kompartemen ekstermitas bawah atau bertambah satu dari yang ada.
193 | P a g e
Meskipun masih berguna untuk stabilisasi pasien dengan fraktur pelvis, MAST secara luas telah
digantikan oleh penggunaan pengikat pelvis yang tersedia secara komersil.(3,9)
Kompresi melingkar mungkin siap dicapai pada keadaan pra rumah-sakit dan pada
awalnya memberikan keuntungan stabilisasi selama pengangkutan dan resusitasi. Lembaran
terlipat yang dibalutkan secara melingkar di sekeliling pelvis efektif secara biaya, non-invasif,
dan mudah untuk diterapkan. Pengikat pelvis komersial beragam telah ditemukan. Tekanan
sebesar 180 N tampaknya memberikan efektivitas maksimal. Sebuah studi melaporkan
pengikat pelvis mengurangi kebutuhan transfusi, lamanya rawatan rumah sakit, dan mortalitas
pada pasien dengan cedera APC.(3,8,11)
Ilustrasi yang mendemonstrasikan aplikasi alat kompresi melingkar pelvis (pengikat pelvis) yang
tepat, dengan gesper tambahan (tanda panah) untuk mengontrol tekanan
194 | P a g e
Rotasi eksterna ekstremitas inferior umumnya terlihat pada orang dengan fraktur pelvis
disposisi, dan gaya yang beraksi melalui sendi panggul mungkin berkontribusi pada deformitas
pelvis. Koreksi rotasi eksternal ekstremitas bawah dapat dicapai dengan membalut lutut atau
kaki bersama-sama, dan hal ini dapat memperbaiki reduksi pelvis yang dapat dicapai dengan
kompresi melingkar.(3,8,11)
Fiksasi Eksternal
Beberapa studi telah melaporkan keuntungan fiksasi eksternal pelvis emergensi pada
resusitasi pasien yang tidak stabil secara hemodinamik dengan fraktur pelvis tidak stabil. Efek
menguntungkan fiksasi eksternal pada fraktur pelvis bisa muncul dari beberapa faktor.
Imobilisasi dapat membatasi pergeseran pelvis selama pergerakan dan perpindahan pasien,
menurunkan kemungkinan disruption bekuan darah. Pada beberapa pola (misal, APC II),
reduksi volume pelvis mungkin dicapai dengan aplikasi fiksator eksternal. Studi eksperimental
telah menunjukkan bahwa reduksi cedera pelvis open book mengarah pada peningkatan
tekanan retroperitoneal, yang bisa membantu tamponade perdarahan vena. Penambahan
fraktur disposisi dapat meringankan jalur hemostasis untuk mengontrol perdarahan dari
permukaan tulang kasar.(3,8,11)
C-Clamp
Fiksasi pelvis eksternal standar tidak menyediakan stabilisasi pelvis posterior yang
adekuat. Hal ini membatasi efektivitas pada pola fraktur yang melibatkan disrupsi posterior
signifikan atau dalam kasus-kasus dimana ala ossis ilium mengalami fraktur. C-clamp yang
diaplikasikan secara posterior telah dikembangkan untuk menutupi kekurangan ini. Clamp
memberikan aplikasi gaya tekan posterior tepat melewati persendian sacroiliaca. Kehati-hatian
yag besar harus dilatih untuk mencegah cedera iatrogenik selama aplikasi; prosedur umumnya
harus dilakukan dibawah tuntunan fluoroskopi. Penerapan C-clamp pada regio trochanter femur
195 | P a g e
menawarkan sebuah alternatif bagi fiksasi eksternal anterior standar untuk fiksasi sementara
cedera APC.(3,9)
Angiografi
Angiografi dini dan embolisasi berikutnya telah diperlihatkan untuk memperbaiki hasil
akhir pasien. Agolini dkk menunjukkan bahwa embolisasi dalam 3 jam sejak kedatangan
menghasilkan angka ketahanan hidup yang lebih besar secara signifikan. Studi lain
menemukan bahwa angiografi pelvis yang dilakukan dalam 90 menit izin masuk memperbaiki
angka ketahanan hidup. Namun, penggunaan angiografi secara agresif dapat menyebabkan
196 | P a g e
komplikasi iskemik. Angiografi dan embolisasi tidak efektif untuk mengontrol perdarahan dari
cedera vena dan lokasi pada tulang, dan perdarahan vena menghadirkan sumber perdarahan
dalam jumlah lebih besar pada fraktur pelvis berkekuatan tinggi. Waktu yang digunakan pada
rangkaian angiografi pada pasien hipotensif tanpa cedera arteri mungkin tidak mendukung
ketahanan hidup.(3,9,11)
Balutan Pelvis
197 | P a g e
Ilustrasi yang mendemonstrasikan teknis pembalutan retroperitoneal. A, dibuat sebuah insisi vertikal
midline 8-cm. Kandung kemih ditarik ke satu sisi, dan tiga bagian spons tak terlipat dibungkus
kedalam pelvis (dibawah pinggir pelvis) dengan sebuah forceps. Yang pertama diletakkan secara
posterior, berbatasan dengan persendian sacroiliaca. Yang kedua ditempatkan di anterior dari spons
pertama pada titik yang sesuai dengan pertengahan pinggiran pelvis. Spons ketiga ditempatkan pada
ruang retropubis kedalam dan lateral kandung kemih. Kandung kemih kemudian ditarik kesisi lainnya,
dan proses tersebut diulangi. B, Ilustrasi yang mendemonstrasikan lokasi umum enam bagian spons
yang mengikuti balutan pelvis.
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan dianggap cukup penting sebagai usaha yang dilakukan untuk menilai
dan mengontrol lokasi perdarahan. Dua bor besar (≥16-gauge) kanula intravena harus
dibangun secara sentral atau di ekstremitas atas sepanjang penilaian awal. Larutan kristaloid ≥
2 L harus diberikan dalam 20 menit, atau lebih cepat pada pasien yang berada dalam kondisi
syok. Jika respon tekanan darah yang cukup dapat diperoleh, infus kristaloid dapat dilanjutkan
sampai darah tipe-khusus atau keseluruhan cocok bisa tersedia. Darah tipe-khusus, yang di
crossmatch untuk tipe ABO dan Rh, biasanya dapat disediakan dalam 10 menit; namun, darah
seperti itu dapat berisi inkompatibilitas dengan antibodi minor lainnya. Darah yang secara
keseluruhan memiliki tipe dan crossmatch membawa resiko lebih sedikit bagi reaksi transfusi,
namun juga butuh waktu paling banyak untuk bisa didapatkan (rata-rata 60 menit). Ketika
respon infus kristaloid hanya sementara ataupun tekanan darah gagal merespon, 2 liter
tambahan cairan kristaloid dapat diberikan, dan darah tipe-khusus atau darah donor-universal
non crossmatch (yaitu, kelompok O negatif) diberikan dengan segera. Kurangnya respon
198 | P a g e
mengindikasikan bahwa kemungkinan terjadi kehilangan darah yang sedang berlangsung, dan
angiografi dan/atau kontrol perdarahan dengan pembedahan mungkin dibutuhkan.(3)
Pasien hipotensif yang tidak merespon resusitasi cairan awal membutuhkan sejumlah
besar cairan sesudah itu, mengarah pada defisiensi jalur hemostasis. Karenanya, semua
pasien yang seperti itu harus diasumsikan membutuhkan trombosit dan fresh frozen plasma
(FFP). Umumnya, 2 atau 3 unit FFP dan 7-8 unit trombosit dibutuhkan untuk setiap 5 L
penggantian volume.(3)
Transfusi darah masif memiliki resiko potensial imunosupresi, efek-efek inflamasi, dan
koagulopati dilusi. Sepertinya, volume optimal dan kebutuhan relatif produk-produk darah untuk
resusitasi masih kontoversial. Sebagai tambahan, jumlah transfusi PRC merupakan faktor
resiko independen untuk kegagalan multi-organ paska cedera. Beberapa penulis telah
mengusulkan bahwa pasien trauma koagulopati terutama harus diresusitasi dengan
penggunaan FFP yang lebih agresif, dengan transfusi yang terdiri atas PRC, FFP dan trombosit
dalam rasio 1:1:1 untuk mencegah kemajuan koagulopati dini.(3)
Rekombinan faktor VIIa (rFVIIa) mungkin dipertimbangkan sebagai intervensi akhir jika
koagulopati dan perdarahan yang mengancam-jiwa menetap disamping pengobatan lainnya. Ini
merupakan penggunaan rFVIIa off-label. Boffard dkk melakukan sebuah studi multicenter
dimana pasien trauma berat yang menerima 6 unit PRC dalam 4 jam setelah masuk diacak
pada baik pengobatan rFVIIa atau plasebo. Pada kelompok rFVIIa, jumlah transfusi sel darah
secara signifikan berkurang (kira-kira 2,6 unit sel darah merah; P = 0,02), dan terdapat
kecenderungan ke arah reduksi mortalitas dan komplikasi.(3)
Titik akhir resusitasi ditentukan berdasarkan kombinasi data laboratorium dan tanda-
tanda fisiologis. Pembacaan tingkat hemoglobin diketahui tidak akurat selama fase akut
resusitasi. Titik akhir resusitasi yang umumnya dipertimbangkan termasuk tekanan darah
normal, menurunnya denyut jantung, urin output yang cukup (≥ 30 mL/jam), dan tekanan vena
sentral (CVP) normal. Namun, bahkan setelah normalisasi parameter-parameter ini, oksigenasi
jaringan yang tidak memadai bisa menetap. Pengukuran laboratorium tambahan yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi oksigenasi jaringan termasuk defisit basa, bikarbonat dan laktat.
199 | P a g e
Semua ini menilai glikolisis anaerobik. Istilah defisit basa dan kelebihan basa digunakan
bergantian, satu-satunya perbedaan untuk menjadi defisit basa diperlihatkan sebagai nomor
positif dan kelebihan basa diperlihatkan sebagai nomor negatif. Defisit basa normal adalah 0-3
mmol/L; angka ini secara rutin diukur melalui analisa gas darah arteri (AGDA). Defisit basa
menetap menandakan resusitasi yang tidak mencukupi.(3)
III.6 Komplikasi
Nyeri sakro-illiaka menetap cukup sering ditemukan setelah fraktur pelvis yang
tidak stabil dan kadang-kadang mengharuskan di lakukannya artrodesis pada sendi
sakro-illiaka. Cidera saraf skiatika bisanya sembuh tetapi kadang-kadang ternyata
memerlukan eksplorasi. Cidera uretra yang berat dapat mengakibatkan striktur uretra,
inkontinensia, atau impotensi. Kadang ruptur rektum atau vagina ( jarang ),
perdarahannya bisa masif. Fraktur tulang sakrum kadang-kadang sukar dilihat, terutama
bila banyak udara dan tinja dalam usus; sebaiknya dilakukan lavemen sebelum dibuat
foto.(1,4)
Fraktur asetabulum
Cidera saraf skiatika dapat terjadi pada saat fraktur atau selama operasi
berikutnya. Tidak perlu ada keraguan mengenai prognosis, kecuali kalau saraf
ditemukan tanpa cidera selama operasi. Pemantauan somato-sensorik intraoperatif
dianjurkan sebagai cara untuk mencegah kerusakan saraf yang berbahaya. Bila telah
terjadi lesi, sebaiknya menunggu selama 6 minggu untuk mengetahui apakah terdapat
tanda penyembuhan. Kalau tidak ada, saraf harus diekplorasi untuk menetapkan
diagnosis dan memastikan bahwa saraf tidak mengalami tekanan.(1.11)
200 | P a g e
Pembentukan tulang heterotropik sering ditemui setelah cedera jaringan lunak
yang hebat dan diseksi pembedahan yang luas. Pada kasus-kasus yang diduga akan
mengalami ini, indomesin profilaksis akan bermanfat.
Nekrosis afaskular pada kaput femoris dapat terjadi sekalipun panggul tidak
berdislokasi sepenuhnya. keadaannya mungkin terlewat dari diagnosis karena
penafsiran yang keliru pada gambar sinar-X setelah fraktur terimpaksi marginal pada
asetabulum.(Gruen,Mears, dan Tauxe 1988).
201 | P a g e
202 | P a g e
203 | P a g e
1 Skull fracture (continued)
● Depressed fractures are often difficult to see. Look for increased or double
density related either to bony overlap or if the fracture has being imaged
tangentially.
● Basal skull fractures are not well seen on plain radiographs. Look for fluid
level within sphenoid sinus. If suspected the patient should have a CT.
204 | P a g e
205 | P a g e
1 Extradural haematoma
H Characteristics
d ● The majority of these are arterial (middle meningeal artery) with a small
● Haematoma forms between the inner table of skull and the dura.
contusions.
Clinical features
consciousness.
206 | P a g e
● Beware as only about 30% of patients present in this way.
Radiological features
● May separate the venous sinuses/falx from the skull; this is the only type
of haemorrhage to do this.
oedema.
Management
207 | P a g e
208 | P a g e
1 Subdural haematoma
H Characteristics
n ● Occur in the subdural space, i.e. the potential space between pia arach-
Clinical features
209 | P a g e
● Classified as acute or chronic depending on time of presentation.
Radiological features
● CT shows a crescentic fluid collection between the brain and inner skull.
● In the acute phase the fluid collections appear to be of high density; in the
density.
Management
● ABCs.
evacuation.
careful observation.
210 | P a g e
211 | P a g e
212 | P a g e
1 Subarachnoid haemorrhage
H Characteristics
future bleed.
Clinical features
● Acute severe headache often described as the worst ever, although a mild
213 | P a g e
● Beware altered level of consciousness that rapidly progresses to coma.
Radiological features
● Look for acute haemorrhage (increased density) in the cortical sulci, basal
● MRI is relatively insensitive within the first 48 hours but is useful after this
Management
intubation.
● Check routine bloods and refer suspicious patients for further investiga-
lumbar puncture.
214 | P a g e
215 | P a g e
216 | P a g e
217 | P a g e
1 Cerebral contusion
H Characteristics
n ● Contusions occur at the inferior and polar surfaces of the frontal and
F temporal lobes.
Clinical features
● Focal neurological deficit can occur if contusions arise near the sensori-
218 | P a g e
motor cortex.
focal deficits.
Radiological features
traumatic period.
haemorrhage.
● True extent becomes apparent over time with progression of cell necro-
Management
219 | P a g e
● Early discussion with radiologist and neurosurgeon.
220 | P a g e
2 rosurgeon regarding intravenous (i.v.) antibiotics, steroid and mannitol use.
221 | P a g e
222 | P a g e
1 Facial fractures
H Characteristics
facial trauma.
Clinical features
Maxillary
trauma. Presents with massive soft tissue swelling, mid-face mobility and
223 | P a g e
to dural tears.
Le Fort classification
maxilla.
Le Fort III
aspects of orbits.
Malar
● Look for cheek flattening, a palpable step, infra-orbital nerve damage and
224 | P a g e
diplopia.
225 | P a g e
226 | P a g e
1 Facial fractures (continued)
e Mandibular
Radiological features
Maxillary
227 | P a g e
Helpful in planning surgery and subsequent follow-up.
● Fractures rarely occur in their pure form and are often asymmetrical.
Malar
Infra-orbital
● Facial views may show a ‘teardrop’, representing soft tissue, herniating into
● Air within the soft tissues may be seen with orbital emphysema.
Mandibular
fractures.
228 | P a g e
Management
General
● ABCs.
229 | P a g e
230 | P a g e
1 Facial fractures (continued)
d Special considerations
mandibular wiring.
231 | P a g e
232 | P a g e
TRAUMA THORAX
PEMBAHASAN
VII. BATASAN
Trauma thoraks merupakan suatu keadaan dimana terjadi rudapaksa pada daerah thoraks baik
oleh karena trauma benda tajam maupun trauma benda tumpul.
VIII. ANATOMI
a. Dari anterior
1. Os. Sternum
2. Os. Costae
3. M. Pectoralis mayor
4. M. Pectoralis minor
5. M. Obligus Externus
6. M. Serratus anterior
7. M. Intercostalis
8. M. Transversus Thoracis
b. Dari lateral
1. Os. Scapula sisi anterior
2. M. Intercostalis
233 | P a g e
c. Dari posterior
1. Os.Scapula
2. Col. Vertebralis
3. M. Trapezius
4. M. Latissimus dorsi
5. M. Rhamboideus
6. M. Intercostalis
7. M. Serratus anterior
234 | P a g e
235 | P a g e
236 | P a g e
Foto Thorax Normal, Proyeksi Lateral
IX. ETIOLOGI
237 | P a g e
- Struktur tulang
- Struktur dalam, antara lain:
- Paru
- Jantung
- Pembuluh Darah
Akibat dari trauma thoraks dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga dapat
menyebabkan:
X. FISIOLOGI PERNAFASAN
Pada rongga thorax,gerakan inspirasi terjadi karena kerja aktif dari kontraksi otot-otot
interkostalis,menyebabkan rongga thorax mengembang, dan tekanannya menyebabkan
mengalirnya udara melalui saluran nafas atas ke dalam paru.
e. Ventilasi:
238 | P a g e
Memasukkan/mengeluarkan udara melalui jalan nafas ke dalam/dari paru dengan cara
inspirasi dan ekspurasi.
f. Distribusi:
Menyebarkan/ mengalirkan udara tersebut secara merata ke seluruh sistem jalan nafas
sampai pada alveoli.
g. Difusi:
Zat asam (oksigen) dan zat asam arang (karbondioksida) bertukar melalui membran
semipermeabel pada dinding alveoli (pertukaran gas).
h. perfusi:
Daerah arteriel di kapiler-kapiler meratakan pembagian oksigen dan darah sehingga cukup
tersedia untuk digantikan isinya dengan muatan oksigen yang cukup untuk menghidupi
jaringan tubuh.
Setiap kegagalan atau hambatan dari rantai mekanisme di atas akan menimbulkan gangguan pada fungsi
pernafasan, yang berarti berakibat kurangnya oksigenasi di dalam jaringan tubuh.
239 | P a g e
XII. TRAUMA THORAX DAPAT MENYEBABKAN :
K. PNEUMOTHORAX
Yaitu terdapat nya udara pada rongga intrapleura yang terjadi akibat trauma tumpul atau
tajam. Bila karena suatu trauma, dinding thorax terbuka maka, tekanan intrapleura akan
menyedot udara masuk dan baru akan collaps.
Dan selama luka dinding thorax ini terbuka, dimana udara bisa keluar masuk disebut OPEN
PNEUMOTHORAX.
Bila luka pada dinding thorax ini terbuka, sehingga udara bisa di sedot masuk tapi
keluarnya terhambat karena mekanisme luka, maka secara perlahan-lahan akan timbul
tekanan yang semakin lama semakin hebat dan menekan mediastinum ke arah kontra
lateral. Hal ini disebut TENSION PNEUMOTHORAX.
Bila yang robek hanya pleura viseralis dan menyebabkan patah tulang costa, maka udara
pernafasan akan masuk ke rongga intrapleura. Penekanan yang keras pada dinding thorax
bisa mengakibatkan perdarahan paru ada atau tanpa adanya fraktur costa. Karena dinding
thorax tertutup maka disebut CLOSED PNEUMOTHORAX.
Gejala Klinis:
1. Sesak nafas, pernafasan asimetris
2. Nyeri dada
3. Ada jejas/ trauma
4. Emphysema cutis.
240 | P a g e
241 | P a g e
Keterangan :
4. Udara pada jaringan subcutan (emfisema subcutis) yang menyertai luka karena peluru
(panah lebar)
5. Perdarahan paru traumatik karena peluru
6. Peluru bersarang pada bagian posterior dinding thorax
242 | P a g e
243 | P a g e
Tension Pneumothorax dengan fraktur costae
Closed Pneumothorax
L. HEMATOTHORAX
Bila terdapat penumpukan darah dalam rongga thorax karena robeknya pembuluh darah
dalam cavum thorax,maka darah ini akan mengisi paru.paru akan terdesak dan
ekspansinya terhambat.
Gejala klinis:
6. Nyeri dada
244 | P a g e
7. Dispneu atau sesak nafas
8. Batuk
9. Dapat terjadi emfisema cutis
10. Pucat, anemi, syok
Hemato-Pneumothorax
M. FLAIL CHEST
245 | P a g e
Yaitu bergeraknya suatu segmen rongga dada berlawanan dengan gerakan nafas. Gerakan
paradoksal karena floating dari dinding thorax, karena segmen tersebut tidak lagi
mempunyai continuitas dengan keseluruhan dinding thorax. Hal ini terjadi karena fraktur
tulang costa multiple.
Yang lebih penting adalah jumlah cedera pada struktur di bawahnya, khususnya paru-paru
dan jantung. Insufisiensi pernapasan pada flail chest dapat mengakibatkan contusio
pulmonum dan ventilasi perfusi mismatch serta cacat struktural sebenarnya ke dinding
thorax.
Gejala klinis:
5. Gangguan pernafasan
6. Dinding thorax asimetris
7. Nyeri dada
8. Pergerakan dada terhambat pada saat bernafas.
Flail Chest
246 | P a g e
Multiple left rib fractures, pulmonary contusion, and hemothorax after a motor vehicle accident
N. FRAKTUR COSTAE
Hilangnya kontinuitas jaringan tulang costae karena ruda paksa atau penyakit. Bisa
mengakibatkan nyeri dada akibat gerakan dari thorax.
Costae bagian atas (1-3) telah terlindungi dengan baik dan apabila terjadi fraktur
akibatnya sangat besar. Biasanya berhubungan dengan kepala, leher, spinal cord dan
paru-paru. Costae bagian tengah (5-9) merupakan fraktur yang tersering dan selalu
dihubungkan dengan pneumothorax, kontusio pulmonum atau flail chest.
Klasifikasi
Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan:
3. Fraktur simple
4. Fraktur multiple
4. Fraktur segmental
5. Fraktur simple
247 | P a g e
6. Fraktur comminutif
Menurut posisi :
4. Anterior
5. Lateral
6. Posterior.
Ada beberapa kasus timbul fraktur campuran, seperti pada kasus Flail chest, dimana pada
keadaan ini terdapat fraktur segmental, 2 costa atau lebih yang letaknya berurutan.
Biasanya tidak perlu dibuat foto thorax bila dicurigai ada fraktur costa, kecuali terdapat
indikasi klinis akan adanya kerusakan pada paru atau pleura. Untuk melihat fraktur costa,
biasanya di perlukan foto oblik.
Gejala Klinis
1. Deformitas
2. Nyeri tekan
3. Nyeri tekan sumbu
4. Krepitasi fragmen tulang yang patah
5. Gerakan dada asimetris
248 | P a g e
Fraktur pada ujung anterior costa kiri
O. FRAKTUR STERNUM
Fraktur sternum merupakan jejas yang jarang, biasanya terjadi setelah trauma
langsung, misalnya dari kecelakaan berkendara. Ini paling sering terjadi di dekat
sambungan corpus sternum dengan manubrium, terkadang fraktur sternum pada
trauma biasanya disertai fraktur dari corpus vertebral thoracalis. Dan ini berakibat
nyeri berat dan mengganggu pernafasan.
249 | P a g e
Gejala Klinis
3. Nyeri dada
4. Dyspnea
250 | P a g e
P. TAMPONADE JANTUNG
Suatu keadaan dimana terjadi kompresi pada jantung akibat efusi cairan kedalam
pericardial atau akibat pengumpulan darah di dalam pericardial menghasilkan pengisian
ventrikel berkurang dan kemudian terjadi kompromi hemodinamik. Temponade jantung
memerlukan tindakan penyelamatan segera. Keseluruhan risiko kematian tergantung
pada kecepatan diagnosis, perawatan yang diberikan, dan penyebab yang mendasari
terjadinya temponade jantung tersebut.
Gejala Klinis
5. Trias Beck’s :
4. Hipotensi
5. Distended Vena leher
6. Suara Jantung melemah ( Muffled )
6. Dizziness ( pusing )
7. Palpitasi
8. Dingin, kulit lembab dan nadi lemah karena pasien mengalami
hipotensi
251 | P a g e
This anteroposterior-view chest radiograph shows a massive bottle-shaped
heart and conspicuous absence of pulmonary vascular congestion
252 | P a g e
Q. CONTUSIO PULMONUM
Suatu keadaan dimana terdapat kerusakan jaringan paru yang menyebabkan perdarahan
dari jaringan paru tersebut. Umumnya terjadi akibat trauma tumpul.
Pada pemeriksaan fisik sering tidak ditemukan kelainan. Mungkin penderita batuk darah
sesaat. Pada pemeriksaan radiologik tampak bayangan bercak di paru. Bila penderita
terus-menerus batuk darah, harus dicurigai adanya cedera pembuluh darah besar sampau
dibuktikan ada sebab lain.
Gejala klinis
5. Sesak nafas
6. Suara nafas menurun
7. Batuk darah sebentar
8. Ada trauma
253 | P a g e
Left pulmonary contusion
R. RUPTUR DIAFRAGMA
Ruptur diafragma traumatik dapat terjadi karena cedera tajam atau cedera tumpul.
Hernia karena trauma tumpul kebanyakan terjadi di baguan tandineus kiri karena di
sebelah kanan dilindungi oleh hati. Visera seperti lambung dapat masuk ke dalam
thorax segera setelah trauma, atau berangsur-angsur dalam waktu berbulan-bulan.
Pada hernia diafragma dapat terjadi penyulit berupa perdarahan atau obstruksi. Bila
hernia besar, mungkin terjadi insufisiensi kardiovaskuler yang dapat mengancam
jiwa. Komplikasi yang paling membahayakan ialah strangulasi isi hernia.
Gejala klinis
254 | P a g e
Hernia karena cedera tumpul mungkin tidak menimbulkan gejala atau tanda.
Bergantung pada visera yang masuk ke dalam thorax, dapat timbul gejala
atau tanda obstruksi. Foto thorax menunjukkan massa tanpa udara jika
omentum yang masuk dan massa yang berisi udara jika lambung atau usus
yang masuk.
255 | P a g e
S. RUPTUR ESOFAGUS
Lebih sering terjadi pada trauma tajam dibanding trauma tumpul toraks, dan lokasi
ruptur oleh karena trauma tumpul, paling sering pada 1/3 bagian bawah esofagus.
Akibat ruptur esofagus akan terjadi kontaminasi rongga mediastinum oleh cairan
saluran pencernaan bagian atas sehingga terjadi mediastinitis yang akan
memperburuk keadaan penderitanya. Pada foto toraks akan terlihat adanya
pneumomediastinum dan hidrotoraks, yang paling sering adalah hidrotoraks kiri.
Gejala Klinis
4. Nyeri dada akut
5. Keluar keringat dingin
256 | P a g e
6. Disphagia
X-Ray Film of the Chest Taken with a Portable Machine, Demonstrating Leakage of Contrast
Medium into the Mediastinum during Esophagography
Nonenhanced CT scan through the mid esophagus in a patient with esophageal perforation
after upper GI endoscopy shows leakage of oral contrast material (blue arrow) and air in the
posterior mediastinum (red arrow).
257 | P a g e
Line of Esophageal Rupture (Arrow), Extending from the Open Left Main Stem
Bronchus Above to the Pull Suture.
T. RUPTUR AORTA
Ruptur aorta sering menyebabkan kematian penderitanya, dan lokasi ruptura
tersering adalah di bagian proksimal arteri subklavia kiri dekat ligamentum
arteriosum. Hanya kira-kira 15% dari penderita trauma toraks dengan ruptura aorta
ini dapat mencapai rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. Kecurigaan adanya
ruptur aorta dari foto toraks bila didapati:
258 | P a g e
Ruptur Aorta. Chest radiograph shows widening of the mediastinal contour
and deformity and blurred margins of the superior mediastinum.
259 | P a g e
Ruptur Aorta. CT scan shows aortic disruption at the aortic isthmus. Increased
attenuation is present in the mediastinum; this indicates hematoma and a left pleural
effusion. The linear lucency across the aortic lumen may be an artifact. The
pseudoaneurysm is not seen on this image.
260 | P a g e
Rupture Aorta. Left anterior oblique (45°) digital subtraction angiogram shows an anteromedial
isthmus rupture. Image clearly demonstrates the linear defect of an intimal flap, which confirms
the diagnosis of an aortic rupture.
261 | P a g e
TRAUMA ABDOMEN
262 | P a g e