Anda di halaman 1dari 12

ACTINIC KERATOSIS

Oleh:

Nur Syahirah Bt Kasim (260110152016)

Ainaa’ Hazirah Bt Syamsul Anuar (260110152017)

I. Definisi

Actinic keratosis, juga dikenal sebagai solar keratosis, membesar perlahan


dari ukuran awalnya yang relatif kecil. Jika tidak ditangani, actinic keratosis bisa
menjadi prakanker yang berpotensi berkembang menjadi kanker kulit. Dia muncul
di daerah rusak karena sinar matahari. Radiasi ultraviolet (UV) kerusakan kulit.
Memerah kulit, rawa, dan menunjukkan daerah jerawatan. Bagian ini, biasanya,
warna merah muda, tapi mungkin ada abu-abu. Lesi ini lebih sering terjadi pada
pria yang lebih tua. Mungkin, hal itu berkaitan dengan profesi, terkait dengan
kontak yang terlalu lama matahari. Lesi actinic keratosis jinak (bukan kanker).
Mereka kadang-kadang dapat dikonversi ke kanker kulit sel skuamosa (Longo,
2012).

II. Epidemiologi

Insiden lesi kulit ganas dan premalignant terkait dengan paparan sinar
matahari, termasuk AK, telah meningkat dengan rata-rata 3% sampai 8% sejak
1960-an. Proporsi orang dewasa dengan setidaknya satu lesi AK lebih rendah (11%
sampai 26%) di negara-negara belahan bumi utara beriklim (misalnya, AS dan
Inggris), dan lebih tinggi (40% sampai 60%) di negara-negara lebih dekat ke
khatulistiwa (misalnya , Australia). Risiko meningkat dengan bertambahnya usia,
mulai dari prevalensi 10% pada dekade ketiga kehidupan untuk> 90% pada orang
yang lebih tua dari 80 tahun. Orang dengan penyakit genetik tertentu (misalnya,
autosomal resesif warisan tipe 1 dan tipe 2 albinisme dan xeroderma sum pigmen)
dapat mengembangkan AK pada usia lebih dini. Prevalensi pada laki-laki lebih
tinggi dari pada wanita di Amerika Serikat (26, 5% pada laki-laki dibandingkan
10,2% pada wanita), UK (15% pada laki-laki dibandingkan 6% pada wanita), dan
Australia (55% pada laki-laki dibandingkan 37% pada wanita). Orang dengan kulit
berwarna terang yang 6 kali lebih mungkin dibandingkan orang dengan jenis kulit
yang lebih gelap untuk mengembangkan AK (BMJ, 2016).

III. Gejala

Tanda-tanda dan gejala actinic keratosis meliputi kulit kering, kasar, dan
bersisik dengan diamater kurang dari 3 cm. Bagian yang terkena terasa agak
menonjol dibandingkan dengan permukaan kulit. Dalam beberapa kasus, daerah
yang terkena terasa keras seperti kutil. Daerah yang terkena berwarna pink, merah,
atau coklat. Rasa gatal atau terbakar di daerah yang terkena. Actinic keratosis
ditemukan terutama pada daerah yang terkena sinar matahari, termasuk wajah,
bibir, telinga, punggung tangan, lengan, kulit kepala, dan leher. Actinic keratosis
mungkin sembuh dengan sendirinya, tetapi biasanya kembali lagi setelah terkena
paparan sinar matahari (Berker, 2007)

IV. Faktor resiko

Meskipun setiap orang dapat mengembangkan actinic keratosis, orang


dengan karakteristik tersebut memiliki risiko lebih tinggi iaitu berusia lebih dari 40
tahun. Tinggal di daerah dengan banyak sinar matahari. Memiliki riwayat paparan
sinar matahari yang sering atau intens. Memiliki kulit pucat, rambut merah atau
pirang, dan mata biru atau berwarna terang. Kulit cenderung berbintik atau terbakar
saat terkena sinar matahari. Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah akibat
kemoterapi, leukemia kronis, AIDS, atau obat transplantasi organ (Berker, 2007).
V. Penyebab

Eksposur intens terhadap sinar UV merupakan pemicu actinic keratosis. Actinic


keratosis dimulai pada lapisan atas kulit atau epidermis. Epidermis merupakan
lapisan tipis yang menjadi pelindung bagi sel-sel kulit. Biasanya, sel-sel kulit dalam
epidermis berkembang dengan cara yang terkontrol dan teratur. Secara umum, sel-
sel baru yang sehat mendorong sel-sel yang lebih tua ke permukaan kulit, dimana
mereka mati dan akhirnya mengelupas. Ketika sel-sel kulit rusak akibat radiasi UV,
terjadi perubahan pada warna dan tekstur kulit yang menyebabkan benjolan atau
lesi. Sebagian besar kerusakan sel kulit merupakan akibat radiasi UV dari sinar
matahari dan lampu tanning bed komersial (Longgo, 2012).

VI. Patofisiologi

AK, dikenal juga sebagai keratosis solar, merupakan suatu keadaan


dermatologik yang bermanifestasi sebagai bercak lokalisata pada kulit yang
menebal, bersisik, dan disebabkan oleh kerusakan akibat terpajan radiasi sinar
matahari. Radiasi UV-B merupakan penyebab sebagian besar AK. UV-B
menyebabkan terbentuknya timidin-dimer pada DNA, yang mengakibatkan mutasi
pada keratinosit. Keadaan ini menyebabkan hilangnya diferensiasi berurutan antara
lapisan sel basal dan stratum korneum. Biasanya, proses perbaikan yang disebabkan
oleh gen p53 (terjadi selama fase G1). Sel dengan kerusakan yang berlebihan
biasanya disingkirkan melalui proses kematian terprogram p53-induced (apoptosis)
target paparan UVB -Khronic UVB yang khusus menyebabkan mutasi pada gen
p53 (terletak pada kromosom 17p132). Mutasi ini mengarah ke pengabadian dan
klonal perluasan keratinosit dengan DNA yang rusak. Pembentukan ini
menyebabksn berlakunya Actinic Keratosis (Longo, 2012).
VII. Farmakoterapi

Figure: Actinic keratoses (A) terjadi pada kulit di tangan dan (B) terjadi pada muka.
Actinic keratosis adalah lesi yang dimulai pada epidermis pada daerah yang
terpapar sinar matahari. Lesi muncul sebagai kasar, bersisik yang warnanya dari
warna kulit yang normal sampai coklat kemerahan. Saiznya biasanya sebesar 1 mm
hingga 2,5 cm, tetapi mungkin akan menjadi lebih besar. Pasien yang dijangkiti
penyakit ini mungkin akan nampak beberapa jenis lesi yang mungkin kelihatan
pada kulit yang dijangkiti ( Fu W & Cockerell CJ, 2003).

Actinic Keratosis boleh dirawat atas sebab kosmetik atau atas sebab untuk
meredakan gejal-gejala yang terjadi, yang paling umum adalah untuk mengelak dari
terjadinya karsinima sel skuamosa, yaitu bentuk umum untuk kanker kulit yang
berkembang didalah sel skuamosa. Sel ini mungkin mengancam kehidupan jika iya
menjadi agresif. Paling penting juga adalah untuk mencegah kanker dan metastasis.
Untuk mendiagnosis penyakit ini, Pasein harus terlebih dahulu diperiksa oleh
dokter kulit ( Fu W & Cockerell CJ, 2003).

Pengobatan untuk masalah ini sangat tergantung pada kondisi kulit pasien.
Pilihan rawatan untuk actinic Keratosis adalah termasuk dengan cara terapi
merosakkan (ablative) contohnya pembedahan krio, pengkuretan dengan
electrosurgery (curettage with electrosurgery) dan juga terapi photodynamic. Selain
itu iya juga boleh diubati dengan cara terapi secara topical.

a. Curettage

Beberapa kerusakan pada kulit contohnya ada jaringan abnormal yang


disebabkan masalah ini dapat dibersihkan dengan pisau bedah atau kuret tajam. Ini
adalah modalitas yang sangat efektif untuk mengobali penyakit actinic keratosis.
Jika ada kecurigaan kanker, spesimen biopsi akan dikirim untuk pemeriksaan. (Am
Fam Physician. 2007).

Cara ini mengambil jaringan untukm pemeriksaan, semasa proses ini,


anesthesia local diberi semasa proses pengobatan secara curettage ini. Pengobatan
ini berguna untuk mengobati actinic keratosis yang tebal dan lesi hyperkeratotic.
Setelah proses curettage, digunakan pula electrosurgery yang berfungsi untuk
menghancurkan jaringan abnormal yang masih tersisa. Namun mungkin akan
terjadi beberapa komplikasi, antaranya adalah terjadinya infeksi, parut pada
jaringan yang terlibat dan juga akan terjadi hipopigmentasi atau hiperpigmentasi
(Am Fam Physician. 2007).

b. Cryosurgery

Figure: menunjukkan treatment cryosurgery dengan menggunakan Nitrogen cair

Cryosurgery adalah perawatan kulit dengan menggunakan nitrogen cair


adalah modalitas yang paling umum untuk mengobati penyakit ini. Nitrogen cair
disemprotkan langsung pada lesi atau nitrogen cair ini diterapkan pada tempat trjadi
penyakit dengan menggunakan kapas, ini dapat menghilangkan sel-sel mati.
Prosedur ini sangat efektif, dengan tingkat kesembuhan yang agak tinggi sehingga
mencapai 99%, oleh itu, teknik pengobatan harus benar agar hasil yang didapatkan
adalah seperti yang diharapkan (Hocutt, 1993).

Cryosurgery mudah dilakukan dan menghasilkan hasil kosmetik yang


sangat baik, dan ditoleransi dengan baik. Namun cara ini mungkin menimbulkan
efek samping termasuk infeksi, hipopigmentasi atau hiperpigmentasi, jaringan
parut, dan rambut rontok (Hocutt, 1993).
c. Photodynamic Therapy

Figure: Menuntukkan pasien Actinic Keratosis selepas 24 jam menjalani treatment

Terapi secara ini melibatkan penerapan agen photosensitizing untuk setiap


actinic keratosis. Diikuti dengan dipancarkan pada tempat terkena penyakit dengan
paparan cahaya dengan gelombang tertentu yang sesuai. Ini akan mengakibatkan
jaringan atau sel yang rosak itu mati. Syarat untuk menggunakan treatment ini
adalah bervariasi, dengan photosensitizing agen, jumlah aplikasi, sumber cahaya,
intensitas dan juga dosis (ASFDS, 2007).

Penggunaan agen photosensitizing asam aminolevulinic (Levulan


Kerastick) diikuti dengan paparan cahaya biru telah disetujui oleh Drug
Administration (FDA) untuk pengobatan lesi nonhyperkeratotic pada wajah dan
kulit kepala. Waktu masa 14 sampai 18 jam diperlukan sebagai masa inkubasi
antara aplikasi asam aminolevulinic dan paparan cahaya. Terdapat juga cara lain
yaitu dengan menggunakan agen photosensitizing metil aminolevulinate yang
diikuti oleh paparan cahaya merah masa yang diperlukan adalah lebih singkat, yaitu
selama tiga jam (Touma, Yaar.., 2004).

Terapi photodynamic ditoleransi dengan baik, memiliki hasil kosmetik yang


sangat baik, dan telah melaporkan tingkat kesembuhan antara 69 dan 93 percent.
Akan tetapi, rawatan ini juga akan menimbulkan efek samping termasuk eritema
awal, busung, sensasi terbakar, rasa sakit; dan pengerasan kulit diikuti dengan
terjadinya hipopigmentasi atau hiperpigmentasi, dan juga ulserasi. (Szeimies..,
2002).

Terapi secara Topikal

Beberapa terapi topical yang tersedia untuk pengobatan actinic keratosis,


termasuk berbagai formulasi fluorouracil, imiquimod 5% krim (Aldara), dan
diklofenak 3% gel (Solaraze). Actinic keratosis di wajah memberi respon tercepat
(lebih cepat daripada mereka pada kulit kepala), sedangkan lesi di lengan biasanya
mengambil waktu terpanjang untuk respond dengan treatment secara topical ini.
Perlu diingat bahwa untuk pengobatan topikal, actinic keratosis mungkin dapat
terulang kembali pada area yang dahulunya sudah diinfeksi (Tutrone., 2003)

a. 5-fluorouracil krim (5-FU)

Pengobatan cara ini membunuh sel abnormal actinic keratosis yang


membiak secara cepat. Cara ini diketahui dapat menghambat kerja enzim
thymidylate synthetase dan mengakibatkan sel mati. Fluorouracil topikal adalah
pengobatan untuk actinic keratosis dan merupakan standar pada perawatan topikal
lainnya. Krim Fluorouracil tersedia dalam 5% (Efudex), 1% (Fluoroplex), dan 0,5%
(Carac) formulasi. Krim Fluorouracil 5% diberikan dua kali sehari selama dua
sampai empat minggu. Aplikasi ini dikaitkan dengan iritasi lokal yang akan terjadi
seperti kekeringan, eritema, erosi, nyeri, atau edema. Iritasi wajah dan cacat terkait
dengan Krimfluorouracil 5% membuatkan terapi ini tidak diinginkan bagi pasien.
Krim ini selektif menghilangkan sel yang terkena actinic keratosis, dan
pertumbuhan kulit normal akan kembali terjadi. Selama perawatan, mungkin juga
akan terjadi kemerahan dan kekakuan sementara. Lebih buruk reaksi, semakin baik
hasil akhirnya (Pearlman, 1991)

Studi melaporkan efektivitas sama antara formulasi fluorouracil, meskipun


0,5% krim, yang menggunakan sistem pengiriman mikrospora, menyebabkan
effects yang kurang parah. Fluorouracil 0,5% krim dapat digunakan sebagai terapi
neoadjuvant sebelum cryosurgery. Penggunaan satu minggu dari fluorouracil 0,5%
telah terbukti dapat mengurangi jumlah lesi sebelum cryosurgery (Pearlman, 1991).

b. Chemical peeling

Berbagai asam dapat merusak lapisan permukaan kulit yang rusak. Di


tempat itu apabia dilakukan treatment ini akan tumbuh kembali kulit yang sehat
yang normal. Sebagai contoh, kulit wajah yang rosak dilakukan treatmen dengan
menggunakan solusi Jessner (yaitu, resorsinol, asam laktat, dan asam salisilat dalam
etanol) dan trikloroasetat acid 35% (Tri-Chlor) sebanding dengan fluorouracil
dalam mengurangi keratosis actinic. Pasien mungkin lebih suka treatmen dengan
cara ini berbanding dengan fluorouracil karena dari kenyamanan dari aplikasi
tunggalnya (Lawrence, 1995).

c. Imiquimod

Krim ini. Hal ini diterapkan untuk daerah yang rusak dan menciptakan
respon imun lokal. Krim Imiquimod 5% juga disetujui untuk pengobatan actinic
keratosis. Imiquimod diterapkan sekali sehari, dua atau tiga hari seminggu, selama
16 minggu. Beberapa ujian yang dikontrol menunjukkan bahwa imiquimod 5%
krim menghasilkan respon lengkap dalam 45-57% pasien dan respon parsial (yaitu,
pengurangan 75 persen di actinic keratosis) di 59-72 % pasien. Suatu penelitian
menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan imiquimod, 20 % dari peserta
mengembangkan lesi baru dan tidak pula terjadinya karsinoma sel skuamosa setelah
24 bulan masa tindakkan susulan. (Stockfleth., 2004).

Reaksi lokal (misalnya, eritema, scabbing atau pengerasan kulit, erosi atau
ulserasi) umum akan terjadi dengan menggunakan terapi imiquimod topikal.
imiquimod topikal juga telah dilaporkan untuk menghasilkan efek samping
sistemik, termasuk kelelahan, gejala seperti flu, dan angioedema(Stockfleth., 2004).

d. Diklofenak gel

Hal ini digunakan secara topikal. Dikatagori sebagai obat dalam golongan
nonsteroid anti-inflamasi. Perawatan yang di lakukan adalah sebanyak dua kali
sehari selama 90 hari, dengan tindak lanjut 30 hari setelah akhir pengobatan. Efek
buruk yang terkait dengan diklofenak 3% di Hyaluronan 2,5% gel termasuk
pruritus, kulit kering, reaksi aplikasi situs, ruam, dan eritema (Wolf.,2001)

VIII. Pencegahan

Untuk mengurangi risiko pengembangan actinic keratosis, perlu:

 Hindari paparan sinar matahari;

 Kenakan pakaian lengan panjang, celana panjang atau rok panjang, hiasan
kepala, ketika itu cerah, terutama di tengah hari;

 Gunakan tabir surya dengan SPF minimal 15. Penggunaan tabir surya
mengurangi tingkat terjadinya actinic keratosis di 50%.

IX. Daftar Pustaka

Am Fam Physician. 2007. Treatment Options for Actinic Keratoses Tersedia online
di http://www.aafp.org/afp/2007/0901/p667.html#afp20070901p667-b19
[diakses pada 17 maret 2017]

BMJ. 2017. Epidemology. Tersedia online di http://bestpractice.bmj.com/best-


practice/monograph/616/basics/epidemiology.html [diakses pada
18 maret 2017]
Berker, J.M. McGregor, Hughes B.R. 2007. British Association of Dermatologists
Therapy Guidelines and Audit Subcommittee. Tersedia online di
http://www.bad.org.uk/librarymedia%5Cdocuments%5CActinic_keratoses_
guidelines_2007.pdf [Diakses pada 20 Maret 2017]

Fu W, Cockerell CJ. 2003. The actinic (solar) keratosis: a 21st-century


perspective. Arch Dermatol.

Hocutt JE Jr. 1993. Skin cryosurgery for the family physician. Am Fam Physician.

American Society for Dermatologic Surgery. 2007. Topical photodynamic therapy


(PDT). Tersedia online di http://www.asds-
net.org/Media/PositionStatements/technology-photodynamictherapy.html [
diakses pada 17 Maret 2017].

Touma D, Yaar M, Whitehead S, Konnikov N, Gilchrest BA. 2004. A trial of short


incubation, broad-area photodynamic therapy for facial actinic keratoses
and diffuse photodamage. Arch Dermatol.

Szeimies RM, Karrer S, Radakovic-Fijan S, Tanew A, Calzavara-Pinton PG, Zane


C, et al. 2002. Photodynamic therapy using topical methyl 5-
aminolevulinate compared with cryotherapy for actinic keratosis: a
prospective, randomized study. J Am Acad Dermatol.

Pearlman DL. 1991. Weekly pulse dosing: effective and comfortable topical 5-
fluorouracil treatment of multiple facial actinic keratoses. J Am Acad
Dermatol.

Tutrone WD, Saini R, Caglar S, Weinberg JM, Crespo J. 2003. Topical therapy for
actinic keratoses, II: diclofenac, colchicine, and retinoids. Cutis.

Lawrence N, Cox SE, Cockerell CJ, Freeman RG, Cruz PD Jr. 1995. A comparison
of the efficacy and safety of Jessner's solution and 35% trichloroacetic acid
vs 5% fluorouracil in the treatment of widespread facial actinic
keratoses. Arch Dermatol.
Longo D.L, Kaspar D.L, Fauci A.S, Hauser S.L, Jameson J.L, Lozcalzo J. 2012
.Harrison’s Principles of Internal Medicine 18th edition volume 1

Stockfleth E, Christophers E, Benninghoff B, Sterry W. 2004. Low incidence of


new actinic keratoses after topical 5% imiquimod cream treatment: a
long-term follow-up study. Arch Dermatol.

Wolf JE Jr, Talyor JR, Tschen E, Kang S. 2001. Topical 3.0% diclofenac in 2.5%
hyaluronan gel in the treatment of actinic keratoses. Int J Dermatol.

Anda mungkin juga menyukai