Anda di halaman 1dari 23

STROKE NON HEMORAGIK

TRAUMA CAPITIS
Laporan Kasus ini dibuat untuk melengkapi persyaratan

DI SUSUN OLEH :
MEUTHIA YOLANDA JAYANTRI 71170891414
SRI RAHAYU 71170891405
AYUNDA TRESIA 1410070100018
ROSA SAPUTRI 1410070100119
RATNA SUKMAWATI 140611068

PEMBIMBING
dr. H. Mistar Ritonga, Sp. F

SMF KEDOKTERAN FORENSIK


RSUD Dr. PIRNGADI
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus ini, untuk
melengkapi persyaratan Kepanitraan Klinik Senior SMF Kedokteran Forensik
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan dengan judul “Trauma Capitis”

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada


dr. H. Mistar Ritonga, Sp. F khususnya sebagai pembimbing penulis dan semua
staff pengajar di SMF Kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan, serta teman-teman di Kepanitraan Klinik Senior.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini memiliki banyak kekurangan


baik dari kelengkapan teori maupun penuturan bahasa. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun untuk kesempurnaan
laporan kasus ini. Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3

2.1 Definisi .......................................................................................................... 3

2.2 Epidemiologi ............................................................................................... 3

2.3 Anatomi ....................................................................................................... 3

2.4 Etiologi Trauma Kepala .............................................................................. 8

2.5 Klasifikasi Trauma Kepala........................................................................... 9

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 18

3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................19

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Undang-Undang Repbulik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


tentang kesehatan pasal 117 ”Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem
jantung, sistem sirkulasi dan sistem pernapasan terbukti telah berhenti secara
permanen atau apabila kematian batang otak telah dapat dibuktikan”.1
Traumataologi adalah ilmu yag mempelajari luka dan cedera serta hubungannya
dengan kekerasan. Cedara termasuk dalam ruang lingkup pembelajaran dalam
traumatologi. Cedera kepala atau trauma kepala merupakan salah satu kasus
kematian terbanyak.2

Cedera kepala merupakan penyebab utama kecacatan dan kematian,


terutama pada dewasa muda. Di Amerika Serikat, hampir 10% kematian
disebabkan karena trauma, dan setengah dari total kematian akibat trauma
berhubungan dengan otak. Kasus cedera kepala terjadi setiap 7 detik dan kematian
akibat cedera kepala terjadi setiap 5 menit. Cedera kepala dapat terjadi pada
semua kelompok usia, namun angka kejadian tertinggi adalah pada dewasa muda
berusia 15-24 tahun. Angka kejadian pada laki-laki 3 hingga 4 kali lebih sering
dibandingkan wanita.3

Menurut World Heath Organization (WHO) tahun 2004, cedera akibat


kecelakaan lalu lintas tertinggi di jumpai di beberapa seperti Negara Amerika
Latin (41,7%), Korea Selatan (21,9%).4 Setiap tahunnya sekitar 1,2 juta orang
meninggal dengan diagnosa cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas (KLL) dan
jutaan lainnya terluka atau cacat.5 Penyebab cedera kepala di Indonesia mayoritas
karena kecelakaan lalu lintas yang dapat dilaporkan kecenderungannya dari tahun
2007 dengan 2013 hanya untuk transportasi darat, tampak ada kenaikan cukup
tinggi yaitu dari 25,9 persen menjadi 47,7 persen.3

1
Kasus terbanyak terbanyak dari kecelakaan lalu lintas saat ini adalah
kecelakaan kendaraan bermotor dengan cedera kepala dan jumlah prevalensi
hinga 50,1 %. Salah satu risiko akibat cedera kepala adalah kematian.6

Cedera kepala atau traumatic brain injury di definisikan sebagai cedera


kepala secara umum diartikan sebagai cedera yang melibatkan Scalp atau kulit
kepala, tulang tengkorak, dan tulang-tulang yang membentuk wajah atau otak.6
Berdasarkan anatomi kepala, lapisan terluar yaitu kulit kepala yang memiliki
jaringan yang lunak tetapi memiliki daya lindung yang besar. Bila terlindung tidak
terlindung oleh kulit kepala maka hanya mampu menahan pukulan sebesar 40
pound/inch tetapi bila terlindung dari kulit kepala dapat menahan pukulan 425-
900 pound/inch. Setelaha kulit kepala, juga terdpat tulang tengkorak yang
melindungi isi dalamnya yaitu otak. Bagian yang paling penting dari kesemuanya
ialah otak yang merupakan pusat dari semua bagian tubuh.7

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Trauma kapitis memiliki beberapa sinonim yaitu cedera kepala, head


injury, trauma kranio serebral dan traumatic brain injury. Definisi trauma kapitis
adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak
langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan fisik,
kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.8

2.2 Epidemiologi

Diperkirakan 1,7 juta orang di Amerika Serikat mengalami trauma kapitis


setiap tahunnya; 50.000 meninggal dunia, 235.000 dirawat di rumah sakit, dan
1.111.000, atau hampir 80% dirawat dan dirujuk ke Departemen Instalasi Gawat
Darurat.9 Menurut laporan World Health Organization (WHO), setiap tahunnya
sekitar 1,2 juta orang meninggal dengan diagnosis trauma kapitis yaitu akibat
kecelakaan lalu lintas (KLL) dan jutaan lainnya terluka atau cacat. Sebagian besar
kematian dapat dicegah. Di negara-negara dengan penghasilan rendah dan
menengah, banyak pengguna kendaraan roda dua, terutama pengguna sepeda
motor, dan lebih dari 50% terluka atau meninggal akibat KLL.10 Persentase jenis
kelamin laki-laki lebih tinggi mengalami trauma kapitis dibanding dengan
perempuan.11

2.3 Anatomi

Berdasarkan ATLS (2004), anatomi yang bersangkutan dengan trauma


kapitis antara lain12 :
1. Kulit Kepala (Scalp)
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu :
a. Skin atau kulit
b. Connective Tissue atau Jaringan Penyambung
c. Aponeurosis atau Galea aponeurotika

3
d. Loose areolar tissue atau Jaringan penunjang longgar
e. Perikranium.
Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari
perikranium dan merupakan tempat tertimbunnya darah (hematoma subgaleal).
Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan
akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangandarah, terutama
pada bayi dan anak-anak.

2. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Kalvaria
khususnya di bagian temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporal. Basis kranii berbentuk tidak rata sehinga dapat melukai bagian dasar
otak saat berger akakibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar
dibagi atas 3 fossa yaitu : fossa anterior, fossa media, dan fossa posterior. Fossa
anterior adalah tempat lobus frontalis, fossa media adalah tempat lobus
temporalis, dan fossa posterior adalah ruang bagian bawah batang otak dan
serebelum.

4
3. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapisan yaitu : Duramater, Araknoid dan Piamater.

Duramater adalah selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang
melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada
selaput araknoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang
subdural) yang terletak antara duramater dan araknoid, dimana sering dijumpai
perdarahan subdural.
Pada cedera otak, pembuluh - pembuluh vena yang berjalan pada
permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut
Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan
subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan

5
sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan
hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam
dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat
menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan dapat menyebabkan perdarahan
epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media
yang terletak pada fossa temporalis (fossa media). Dibawah duramater terdapat
lapisan kedua dari meningen, yang tipis dan tembus pandang disebut lapisan
araknoid. Lapisan ketiga adalah piamater yang melekat erat pada permukaan
korteks serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi dalam ruang sub araknoid.

4. Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum
terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri yaitu
lipatan duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer serebri
kiri terdapat pusat bicara manusia. Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara
sering disebut sebagai hemisfer dominan.

Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fiungsi motorik, dan pada
sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan
dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi
memori. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan.

6
Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan medula
oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi system aktivasi retikular
yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata
terdapat pusat kardio respiratorik, yang terus memanjang sampai medulla spinalis
dibawahnya. Lesi yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan
deficit neurologis yang berat.

Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan,


terletak dalam fossa posterior, berhubungan dengan medulla spinalis, batang otak,
dan juga kedua hemisfer serebri.

5. Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju ventrikel III kemudian melalui aqua ductus sylvii
menuju ventrikel IV. Selanjutnya CSS keluar dari system ventrikel dan masuk
kedalam ruang subaraknoid yang berada di seluruh permukaan otak dan medulla
spinalis. CSS akan direabsorbsi kedalam sirkulasi vena melalui vili araknoid.

Sirkulasi Cairan Serebrospinal

7
6. Tentorium

Tentorium serebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supra tentorial


(terdiri atas fossa kranii anterior dan fossa kranii media) dan ruang infratentorial
(berisi fossa kranii posterior).

2.4 Etiologi Trauma Kepala

Penyebab yang sering adalah kecelakaan lalu lintas dan terjatuh. Seiring
dengan kemajuan teknologi, frekuensi cedera kepala cenderung meningkat.
Cedera kepala melibatkan kelompok usia produktif yaitu antara 15-44 tahun
dengan usia rata-rata 30 tahun dan lebih didominasi kaum laki-laki. Cedera
Kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain13:

1. Benda Tajam : Trauma benda tajam dapat menyebabkan cedera


setempat.

8
2. Benda Tumpul : Trauma benda tumpul dapat menyebabkan cedera
seluruh kerusakan terjadi ketika energi/ kekuatan diteruskan kepada
otak.

Kerusakan jaringan otak karena benda tumpul tergantung pada :

 Lokasi.
 Kekuatan
 Fraktur infeksi/kompresi.
 Rotasi.
 Delarasi dan deselarasi.

2.5 Klasifikasi Trauma Kepala

Berdasarkan ATLS (2004) cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai


aspek, secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan;
mekanisme, beratnya cedera, dan morfologi.

A. Mekanisme Cedera Kepala


Berdasarkan mekanisme cedera kepala dibagi atas :
a. Cedera Kepala Tumpul
Cedera kepala tumpul, dapat terjadi :
1. Kecepatan tinggi berhubungan dengan kecelakaan mobil-motor.
2. Kecepatan rendah, biasanya disebabkan jatuh dari ketinggian atau
dipukul dengan benda tumpul.
b. Cedera Kepala Tembus
Disebabkan oleh : - Cedera Peluru
- Cedera Tusukan
Adanya penetrasi selaput dura menentukan apakah suatu cedera,termasuk
cedera tembus atau cedera tumpul.
B. Beratnya Cedera Kepala
Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara
kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi

9
beratnya penderita cedera kepala. Penilaian GCS terdiri atas 3 komponen
diantaranya respon membuka mata, respon motorik dan respon verbal.14

Berdasarkan GCS, beratnya cedera kepala dibagi atas :


a. Cedera Kepala Ringan : GCS 14-15
b. Cedera Kepala Sedang : GCS 9-13
c. Cedera Kepala Berat : GCS 3-8

C. Morfologi Cedera Kepala


Secara morfologi cedera kepala dapat dibagi atas :

a). Fraktur
Menurut American Accreditation Health Care Commission, terdapat 4 jenis
fraktur yaitu simple fracture, linear or hairline fracture, depressed fracture,
compound fracture. Pengertian dari setiap fraktur adalah sebagai berikut:

10
 Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit .

 Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa
depresi, distorsi dan ‘splintering’.

 Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke arah otak.

 Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak.


Selain retak terdapat juga hematoma subdural .

b). Luka memar (kontosio)


Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana
pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya,
kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka memar
pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak. Biasanya terjadi pada ujung
otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital. Kontusio yang besar dapat
terlihat di CT-Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging) seperti luka besar.
Pada kontusio dapat terlihat suatu daerah yang mengalami pembengkakan yang di
sebut edema. Jika pembengkakan cukup besar dapat mengubah tingkat kesadaran.

11
c). Laserasi (luka robek atau koyak)
Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau
runcing. Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh benda bermata tajam
dimana lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah apabila terjadi
kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit. Luka ini biasanya terjadi
pada kulit yang ada tulang dibawahnya pada proses penyembuhan dan biasanya
pada penyembuhan dapat menimbulkan jaringan parut.

12
d). Abrasi
Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini
bisa mengenai sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan
subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang
rusak.

e). Avulsi
Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi
sebagian masih berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit
pada kranial terlepas setelah kecederaan.

13
f). Pendarahan Intrakranial 14:

1. Perdarahan Epidural

Epidural Hematom adalah perdarahan intrakranial yang terjadi karena


fraktur tulang tengkorak dalam ruang antara tabula interna kranii dengan
duramater.Hematoma epidural merupakan gejala sisa yang serius akibat cedera
kepala dan menyebabkan angka mortalitas sekitar 50%. Hematoma epidural
paling sering terjadi di daerah perietotemporal akibat robekan arteria meningea
media.

2. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan antara dura mater dan araknoid,
yang biasanya meliputi perdarahan vena. Perdarahan subarakhnoid dapat atau
tidak muncul pada dasar otak. Pada irisan, jaringan otak yang berdekatan dengan
perdarahan akan membengkak dan edematous. Tidak ada jaringan otak pada
daerah hematom. Irisan mikroskopik menunjukkan sklerotik yang terhialinisasi
pada arteri dan arteriol. Terkadang dapat ditemukan aneurisma arteriol dan arteri
yang dilatasi. Kematian umumnya disebabkan kompresi dandistorsi otak tengah
atau perdarahan ke dalam sistem ventrikel.

14
Subdural hematom dibagi tiga, yaitu subdural hematom akut, subakut, dan
kronis. Ketiganya dibedakan berdasarkan lamanya kejadian. Subdural hematom
akut terjadi selama 48-72 jam setelah cedera, subdural hematom subakut terjadi 3-
20 hari setelah cedera, dan subdural hematom kronis terjadi dari tiga minggu
sampai beberapa bulan setelah cedera.Subdural hematom akut adalah tipe
hematom intrakranial dimana 24 %pasien mengalami koma. Jika sudah terjadi
koma maka angka kematian meningkat menjadi 60%.

Perdarahan sub akut dapat berkembang dalam beberapa hari biasanya


sekitar 2 - 14 hari sesudah trauma. Pada subdural sub akut ini didapati campuran

15
dari bekuan darah dan cairan darah. Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada
pembentukan kapsula di sekitarnya. Pada gambaran scanning tomografinya
didapatkan lesi isodens atau hipodens berbentuk cekung. Lesi isodens didapatkan
karena terjadinya lisis dari sel darah merah dan resorbsi dari hemoglobin.
Perdarahan kronik terjadi setelah 14 hari setelah trauma bahkan bisa lebih.
Perdarahan kronik subdural, gejalanya bisa muncul dalam waktu berminggu-
minggu ataupun bulan setelah trauma yang ringan atau trauma yang tidak jelas,
bahkan hanya terbentur ringan saja bisa mengakibatkan perdarahan subdural
apabila pasien juga mengalami gangguan pembekuan darah. Pada perdarahan
subdural kronik, kita harus berhati hati karena hematoma ini lama kelamaan bisa
menjadi membesar secara perlahan- lahan sehingga mengakibatkan penekanan
dan herniasi.

3. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada jaringan
otak. Di mana terjadi penumpukan darah pada sebelah otak yang sejajar dengan
hentaman, ini dikenali sebagai counter coup phenomenon.

16
Perdarahan intraserebral non traumatik umumnya disebabkan oleh
kerusakan pembuluh darah akibat hipertensi (hipertensi, eklamsia), juga
dikarenakan disfungsi autoregulasi dengan aliran darah otak yang berlebihan
(cedera reperfusi, transformasi hemoragik, paparan dingin), pecahnya aneurisma
atau malformasi arteri-vena, arteriopati, perubahan hemostasis
(trombolisis,antikoagulasi, diatesis hemoragik), nekrosis hemoragik (tumor,
infeksi), atauobstruksi aliran vena (trombosis vena serebral). Perdarahan
intraserebral secara klinis ditandai dengan onset yang mendadak dan berkembang
dengan cepat.
Walaupun kematian pada pecahnya aneurisma atau perdarahan intraserebral
dianggap wajar, namun pada beberapa keadaan tertentu dapat termasuk dalam
pembunuhan, misalnya apabila orang tersebut mengalami ruptur aneurisma ketika
terjadi kekerasan secara fisik, namun yang menentukan apakah ada aksi kriminal
di dalamnya adalah pengadilan, bukan tenaga medis yang memeriksa.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung
ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu
gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.
Cedera kepala atau traumatic brain injury diartikan sebagai cedera yang
melibatkan scalp atau kulit kepala, tulang tengkorak, dan tulang-tulang yang
membentuk wajah atau otak.

Penyebab trauma kepala terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas dan terjatuh.
Menurut patomekanisme cedera kepala dapat terbagi atas cedera primer yang
merupakan cedera kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat
berupa benturan langsung ataupun proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala.
Pada cedera primer dapat diakibatkan oleh adanya peristiwa coup dan
countrecoup. Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai
proses patologik yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer
berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron yang berkelanjutan, iskemia.
dan perubahan neurokimiawi.

Klasifikasi cedera kepala dibagi 3 berdasarkan mekanisme cedera kepala


seperti cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus, beratnya cedera kepala,
dan morfologi cedera kepala seperti fraktur, luka memar, luka robek, abrasi, dan
avulsi.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 halaman 28.


(cited 23 agustus 2016). Available from: http://
sireka.pom.go.id/requirement/UU-26-2009-kesehatan.Pdf
2. Langlois J, Rutland-brown W, Wald M. The epidemiology and Impact of
traumatic brain injury. Lippincott Williams and willkins J Head Trauma
Rehab.2006;2 (5):376
3. https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/33e8b015d3b7dcf091ec8af7
8c9a946b.pdf
4. Riyadina W, subik IP. Profil keparahan pada Korban Kecelakaan Sepeda
Motor di Intalasi GAwat darurat RSUP Fatmawati. Jakarta : UNIV-
Medicine . 2007
5. Safrizal, Syaiful H, Bachtiar H. Hubungan nilai Oxygen delivery dengan
Outcome rawatan pasien cedera kepala sedang. Japardi. 2013. Hal 1-3
6. Banga YT. Gambaran Korban Meninggal Akibat Kecelakaan Lalu Lintas
Di Manado yang masuk di bagian Forensik BLU RSUP Prof. DR. R.D.
Kanduo Manado Periode January 2008-desember 2010. Manado : FK-
UNSRAT.2011
7. Irianto K. Anatomi dan Fisiologi, Bandung; Alfabeta.2012.
8. Perdossi. 2006. Konsensus nasional penanganan trauma kapitis dan
trauma spinal. Jakarta : Perdossi.
9. Langlois J, Rutland-Brown W, Wald M.The epidemiology and impact of
traumatic brain injury. Lippincott Williams and Willkins J Head Trauma
Rehab. 2006; 2(5):376.
10. Safrizal, Syaiful H, Bachtiar H. Hubungan nilai oxygen delivery dengan
outcome rawatan pasien cedera kepala sedang. Japardi. 2013. Hal 1-3.
2013.
11. Lahdimawan I, Suhendar A, Wasilah S. Hubungan penggunaan helm
dengan beratnya cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas darat di RSUD
Ul bulan Mei-Juli 2013. Berkala Kedokteran. 2014;10:51-63.

19
12. Advanced Trauma Life Support (ATLS) For Doctors. (2004). Edisi
7.Jakarta : IKABI.
13. Amir, Amri. 2017. Trauma Mekanik.Ilmu Kedokteran Forensik. Medan hal
72-90
14. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Edisi 3. Jakarta
Media Aesculapius. FK UI hal 984.

20

Anda mungkin juga menyukai