Anda di halaman 1dari 20

ABSES LEHER DALAM

DI SUSUN OLEH:
TINA SYAHFITRI 71170891431

PEMBIMBING
Dr. Linda Samosir, Sp. THT-KL

SMF ILMU KESEHATAN THT-KL


RSUD Dr. PIRNGADI
MEDAN
2018
ANATOMI FARING

Faring adalah suatu kantong


fibromuskuler yang bentuknya
seperti corong, yang besar di
bagian atas dan sempit di bagian
bawah. Kantong ini mulai dari
dasar tengkorak terus
menyambung ke esofagus setinggi
vertebra servikalis ke-6.

Ruang
Ruang Faringeal Ruang Peritonsil
Submandibula
Ruang Faringeal
Ruang retrofaring

Ruang parafaring

Ruang parafaring
Ruang retrofaring
dasar : dasar tengkorak dekat foramen
Anterior : fasia bukkofaringeal
jugularis
Posterior : divisi alar lap. profunda
Puncak: kornu mayus os hyoid.
fasia servikalis profunda.
dalam : m. Konstriktor faring superior
Lateral : selubung karotis dan
luar : m. Pterygoideus interna
daerah parafaring
posterior : kelenjar parotis.
Ruang Submandibula Ruang sublingual
lateral dan anterior : mandibula
inferior : m. Milohioid
superior : dasar mulut dan lidah
posterior : tulang hioid.

Ruang submental
anterior : fasia leher dalam
lateral : venter ant. m.
digastrikus
superior : m. Milohioid
inferior : os hyoid.

Ruang maksila
superior : m. milohioid dan m. Hipoglossus
inferior : lapisan anterior fasia leher dalam, kulit leher dan dagu
medial : m. digastrikus anterior
posterior : m. stilohioid dan m. Digastrikus posterior.
Ruang Peritonsil
Ruang peritonsil
anterior : arkus palatoglosus
posterior : arkus palatofaringeus
lateral : capsula tonsil dan m. Konstriktor
faring superior
superior : torus tubarius
inferior :sinus piriformis

FISIOLOGI FARING
Fungsi faring : respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara, dan
untuk artikulasi.
ABSES LEHER DALAM
Abses yang terbentuk di ruang potensial diantara fasia leher dalam
akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber.

ABSES PERITONSIL ABSES PARAFARING ABSES RETROFARING

ABSES SUBMANDIBULA ANGINA LUDOVICI

Kuman aerob : Stafilokokus, Streptococcus sp,


Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia,
BAKTERI
Moraxtella catarrhalis, Klebsiella sp, Neisseria sp
Kuman anaerob : Bacteroides, Prevotella, maupun
Fusobacterium.

VIRUS Eipsten-Barr, Adenovirus, Influenza A dan B, Herpes


simplex, Parainfluenza
ABSES PERITONSIL (QUINSY)
kumpulan abses/pus antara kapsul tonsil, otot konstriktor faring
superior dan otot palatofaringeus.

• infeksi dari tonsil atau dari


kelenjar mukosa Weber
• penyebaran odontogenik
• trauma mukosa lokal.

infiltrasi supurasi ke ruang potensial


peritonsil

Pembengkakan peritonsil mendorong


tonsil dan uvula ke arah kontralateral,
trismus
DIAGNOSIS

Anamnesis
Odinofagia yang hebat, otalgia ipsilateral, muntah, foetor ex ore, hipersalivasi,
hot potato voice, trismus, pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri
tekan

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


Palatum mole bengkak dan berfluktuasi.
uvula bengkak dan terdorong ke sisi
kontralateral. Tonsil bengkak, hiperemis,
banyak detritus dan terdorong ke sisi
kontralateral.
Laringoskopi
gold standar  kultur pus dari aspirasi.
TATALAKSANA

Rehidrasi, medikamentosa, insisi dan drainase

Setelah aspirasi tonsilektomi


tonsilektomi “a’chaud”
atau insisi dan Antibiotik
tonsilektomi “a’tiede”,
drainase tonsilektomi “a’froid”.

• Dehidrasi
Komplikasi • Abses pecah spontan
• penjalaran infeksi
ABSES RETROFARING

• abses retrofaring akut  bayi dan


anak (usia kurang dari 5 tahun)
• abses retrofaring kronis  dewasa

ETIOLOGI

Etiologi tuberkulosis vertebra


infeksi saluran nafas trauma dinding
cervikalis bagian atas (abses
atas belakang faring
dingin)
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

rasa nyeri dan sukar menelan, demam,


leher kaku, sesak napas , stridor,
perubahan suara
Benjolan dan hiperemis
pada dinding belakang faring

Pemeriksaan Penunjang

Pada foto rontgen  pelebaran ruang


retrofaring > 7 mm, pelebaran
retrotrakeal > 14 mm pada anak dan >
22 mm pada orang dewasa. Lordosis
vertebra servikal berkurang
Tatalaksana

Medikamentosa dan tindakan bedah : pungsi dan insisi abses melalui


laringoskopi langsung dalam posisi pasien baring Trendelenburg. Pus
yang keluar segera dihisap, agar tidak terjadi aspirasi.

Komplikasi

penjalaran ke ruang parafaring, ruang vaskuler visera, mediastinitis,


obstruksi jalan napas sampai asfiksia, bila pecah spontan dapat
menyebabkan pneumonia aspirasi dan abses paru.
ABSES PARAFARING
Ruang parafaring dapat mengalami infeksi dengan
cara:

Trauma langsung
Proses supurasi kelenjar limfa
Penjalaran infeksi dari berbagai sumber infeksi

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


trismus, indurasi di sekitar angulus
submandibula, demam tinggi dan
pembengkakan dinding lateral faring.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan kultur kuman dan test kepekaan
antibiotika
pemeriksaan radiologi : foto polos leher
AP/lateral, foto toraks, USG leher, CT-scan
leher
Tatalaksana

• Medikamentosa, insisi dan drainase.


• Evakuasi abses harus segera dilakukan bila tidak ada perbaikan dengan
antibiotika dalam 24-48 jam dengan cara eksplorasi dalam nekrosis.
Caranya melalui insisi dari luar dan intra oral.8
• Insisi intraoral dilakukan pada dinding lateral faring menembus m.
Konstriktor faring superior ke dalam ruang parafaring anterior.

Penjalaran infeksi ke intrakranial, ke selubung


Komplikasi karotis, mediastinum, kerusakan dinding
pembuluh darah
ABSES SUBMANDIBULA
suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah
submandibula, bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar
liur, atau kelenjar limfa submandibula dan ruang leher dalam lain.

Penyebaran infeksi meluas


melalui foramen apikal gigi ke
daerah sekitarnya. Infeksi dari
submandibula  meluas ke
ruang mastikor  parafaring.
 ke daerah potensial
lainnya.
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

pembengkakan di bawah dagu atau di bawah


lidah baik unilateral atau bilateral, demam, nyeri
tenggorok dan trismus, riwayat infeksi atau cabut
gigi

Pemeriksaan Penunjang

• Foto polos leher AP/lateral


• CT-Scan dengan kontras
• Magnetic resonance Imaging / MRI
• Ultrasonografi (USG)
Tatalaksana

• Medikamentosa
• pipa endotrakeal atau trakeostomi
• Evakuasi abses dalam anastesi lokal  abses yang dangkal dan
terlokalisasi. Eksplorasi dalam narkosis  letak abses dalam dan luas.
• Insisi abses submandibula untuk drainase  paling berfluktuasi atau
setinggi os hyoid.

Komplikasi

penjalaran ke ruang leher dalam lainnya, ke carotid sheath, ke tulang 


osteomielitis mandibula dan vertebra servikal, obstruksi saluran nafas atas,
mediatinitis, dehidrasi dan sepsis.
ANGINA LUDOVICI (LUDWIG’S ANGINA)

infeksi ruang submandibula berupa selulitis (peradangan jaringan


ikat) dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh ruang
submandibula, tidak membentuk abses, sehingga keras pada
perabaan submandibula

Etiologi

trauma bagian dalam mulut,


infeksi lokal pada mulut, karies
gigi, angina Vinccent, erisipelas
wajah, otitis media dan eksterna
serta ulkus pada bibir dan hidung.
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

riwayat sakit gigi atau cabut gigi, nyeri


tenggorok dan leher, pembengkakan
di daerah submandibula, hiperemis
dan keras pada perabaan. Dasar mulut
membengkak, mendorong lidah ke
atas belakang  sesak napas

Tatalaksana

• Medikamentosa
• Pemanasan baik dari luar dengan kantong hangat maupun dari dalam
dengan irigasi hangat
• Trakeostomi
• eksplorasi untuk dekompresi dan evaluasi pus, insisi dan drainase.
Insisi di garis tengah secara horizontal
setinggi os hyoid (3-4 jari di bawah
mandibula) sampai kedalaman
kelenjar submaksila. Insisi vertikal
tambahan dapat dibuat di atas os
hyoid sampai batas bawah dagu. Gigi
yang terinfeksi yang merupakan fokal
infeksi diekstraksi untuk mencegah
kekambuhan. Pasien dirawat inap
sampai infeksi reda.

Komplikasi

sumbatan jalan napas, penjalaran abses ke ruang leher dalam lain dan
mediastinum, dan sepsis.

Anda mungkin juga menyukai