Disusun Oleh:
Pembimbing :
MEDAN
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Nilai :
Dokter pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan paper ini, untuk melengkapi
persyaratan Kepanitraan Klinik Senior SMF NEUROLOGI Rumah Sakit Umum
Dr. Pirngadi Medan dengan judul “Migrain”.
Tugas ini bertujuan agar saya selaku penulis dapat memahami lebih dalam
mengenal teori-teori yang diberikan Kepanitraan Klinik Senior di SMF
NEUROLOGI di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan dan melihat
penerapannya secara langsung di lapangan. Pada kesempatan ini saya
mengucapkan banyak terimakasih kepada semua staff pengajar di SMF
NEUROLOGI Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, serta teman-teman di
Kepanitraan Klinik Senior.
Penulis menyadari bahwa paper ini masih banyak terdapat kekurangan
baik mengenai isi, susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak yang membaca makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN…………………...………………………………….i
3.1. Kesimpulan......................................................................................... 31
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sakit kepala merupakan gejala yang paling sering di keluhkan oleh seorang pasien saat
berkunjung ke seorang dokter. Namun karena sering di dengar dan biasanya di kemukakan
secara samar-samar, maka keluhan ini justru termasuk keluhan atau gejala yang pada umumnya
masih dianggap ringan dan tidak di tanggapi secara tepat.(1,2,3)
Sakit kepala sendiri bisa di sebabkan oleh karena faktor fisik dan psikis. Untuk sakit
kepala yang di sebabkan oleh faktor fisik memang mudah untuk di diagnosa karena pada pasien
akan di temukan gejala fisik lain yang menyertai sakit kepala, namun tidak begitu halnya bila
sakit kepala di sebabkan oleh faktor psikis untuk itu di perlukan waktu yang lebih lama untuk
mencai tahu penyebabnya.
Migrain merupakan salah satu penyakit tertua yang telah di deskripsikan oleh Galen pada
tahun 200 M, dalam bukunya di gambarkan nyeri kepala yang disebut hernicrania, dari istilah
tersebut muncul istilah migrain yang digunakan samapai saat ini.
Migrain kadang kala agak sulit di bedakan dengan sakit kepala jenis lain. Migrain adalh
sakit kepala yang sering kita jumpai di masyarakat. Migrain merupakan salah satu sakit kepala
dengan gejala yang cukup berat dan berulang. Selain sakit kepala yang khas pada satu sisi kepala
( beberapa kasus bisa menyerang kedua sisi kepala ), bersamaan dengan itu pasien juga
merasakan gejala lain seperti gangguan pada penglihatan dan mual-mual. Sebelum pasien
merasakan sakit kepala migrain, terlebih dahulu mereka akan merasakan semacam aura ( gejala
peringatan akan timbulnya migrain ) seperti kepala terasa berdenyut-denyut. (1,2,3)
Page 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Secara umum migrain merupakan nyeri kepala berulang yang idiopatik, dengan serangan
nyeri yang berlangsung 4-72 jam, biasanya sesisi, sifatnya berdenyut, intensitas nyeri sedang-
berat , di perhebat oleh aktivitas fisik rutin, dapat disertai nausea, photofobia dan fonofobia.
Migrain termasuk salah satu jenis nyeri kepala primer. (1,2,3)
Menurut Blau, Migren di definisikan sebagai nyeri kepala yang berulang-ulang dan
berlangsung 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri kepalanya harus berhubungan
dengan gangguan visual atau gastrointestinal atau kedua-duanya
Migrain bukan penyakit yang boleh dianggap enteng. Penyakit ini menyerang saraf
dikepala yang menyebabkan sakit kepala yang parah sehingga dapat membuat orang menjadi
lemah.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Menurut Nurpin Pain Report sebanyak 73% nyeri pada kepala adalah tipe nyeri yang
paling sering dialami. Hasil penelitian yang di lakukan oleh Lipton, steward dan korff (1997),
migrain mengenai hampir 30 juta oarng di amerika serikat. Setelah itu The American Migrain
Study II dengan melakukan survey terhadap 20.000 rumah tangga. Studi replikasi yang baru ini
memperlihatkan bahwa selama dekade terakhir, prevalensi dan distribusi migrain tetap stabil.
Prevalensi Migrain adalah :
A. Prevalensi
Prevalensi migren diperkirakan antara 3% - 35% dalam satu negara.
B. Umur dan Jenis Kelamin
Migren banyak menyerang pada usia muda (produktif), beberapa peneliti melaporkan
terjadi peningkatan prevalensi migren dari masa kanak sampai umur dekade ke 4 atau
ke 5, setelah itu terjadi penurunan prevalensi sesuai peningkatan umur. Berdasarkan
jenis kelamin migren lebih sering menyerang wanita daripada laki – laki.
Page 5
Stewart dkk melaporkan adanya korelasi kuatantara prevalensi migren dan usia. Pada
laki – laki dan wanita prevalensi paling tinggi didapatkan pada usia 25 – 55 tahundan
mencapai puncak pada usia pertengahan. Henry menyatakan prevalensitertinggi usia
30 -39 tahun. Pada usia kurang dari 12 tahun prevalensi lebih banyak pada anak laki –
laki, prevalensi mulai mengignkat dan mencapai uncak pada usia 43 tahun.
C. Umur awitan penyakit
905 serangan migren pertama kali terjadi pada usia di bawah 40 tahun, sangat jarang
terjadi di atas usia 60 tahun.Umur awitan pada pria jarang lebih dari 30 tahun sedang
pada wanita jarang lebih dari 40 tahun.
D. Faktor familial dan herediter
Laurence (1987) : resiko seorang anak menderita migren sebesar 70% bila kedua
orang tuanya menderita migren, bila salah satu orang tua menderita migren maka
resikonya 45% dan bila keluarga dekat maka resiko mendapat migren 30%.
Page 6
setelah stress hilang atau rileks baru timbul nyeri kepala. Hal ini disebabkan terjadinya
vasodilatasi setelah vasokonstriksi akibat stress.
- Trauma
Benturan kepala dapat menimbulkan gejala migren klasik pada anak – anak. Trauma
ringan kepala dan kerusakan pembuluh darah karena laserasi kulit kepala atau oleh
trauma tumpul diduga menyebabkan kerusakan pleksus simpatikus periartrial,
mengakibatkan terganggunya ikatan noradrenalin pada lapisan adventisian arteri dan
berakibat meningkatkan kepekaan nyeri terhadap keadaan dilatasi.
2.4 PATOFISOLOGI
Dulu migran oleh Wolff di sangka sebagai kelainan pembuluh darah (teori vaskular)(2).
Teori Wolff : migren disebut sebagai nyeri kepala vaskular, diamana gangguan primer
pada pembuluh darah terjadi vasospasme yang bersifat lokal dan reaksi hiperemik
sehingga pembuluh – pembuluh darah di otak dan kepala mengalami vasokonstriksi pada
fase awal dan kemudian vasodilatasi.
Siklus ini dimulai dengan peningkatan kadar norepinefrin dalam plasma, sehingga
menyebabkan platelet beragregasi dalam pembuluh darah otak. Platelet ini melepaskan
serotonin yang dapat menyebabkan konstriksi arteri maupun dilatasi kapiler. Arteri –
arteri tersebut pertama –tama pada satu sisi kepala berkonstriksi menyebabkan iskemia
sehingga menimbulkan gejala aura berupa gangguan visual, rasa tebal atau kelemahan
pada satu sisi tubuh. Platelet yang beragregasi ini juga melepas neurokinin – neurokinin
yang mensensitisir reseptor nyeri di dinding pembuluh darah ekstrakranial. Hal ini
menerangkan mengapa skalp dan leher sering menjadi nyeri selama dan setelah serangan
migren.
Page 7
Gambar : Teori Vaskuler Pada Patofisiologi Migren
1. Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas (cortical spreading
depression theory dari Leao)
Teori depresi yang meluas leao (1944), dapat menerangkan timbulnya aura
pada migrain klasik. Leao pertama melakukan percobaan pada kelinci. Ia menemukan
bahwa depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap semacam rangsang lokal
pada jaringan korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah gelombang yang
menjalar akibat penekanan aktivitas sel neuron otak spontan. Perjalanan dan
meluasnya gelombang sama dengan yang terjadi waktu kita melempar batu ke dalam
air. Kecepatan perjalanannya di perkirakan 2-5 mm/menit dan di dahului oleh fase
rangsangan sel neuron otak yang berlangsung cepat. Jadi sama dengan perjalanan
aura pada migren klasik, perubahan dalam aliran korteks otak pada serangan migren
Page 8
klasik menyebar dalam cara dan kecepatan yang sebanding dengan serangan CSD
sebagai mekanismenya. Hipotesis saat ini serangan migren klasik dicetuskan oleh
CSD yang berasal dari bagian posterior otak. CSD maju ke depan dengan kecepatan
2-3 mm/detik, menyebabkan aura dan penurunan aliran darah korteks otak dalam
jangka waktu panjang.
Percobaan ini di tunjang oleh penemuan Oleson, larsen dan Lauritzen (1981).
Dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita migren
klasik. Pada waktu serangan migren klasik, mereka menemukan penurunan aliran
darah pada bagian belakang otak yang meluas ke depan dengan kecepatan yang sama
seperti pada depresi yang meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa penurunan
aliran darah otak regional yang meluas kedepan adalah akibat dari depresi yang
meluas.
Terdapat persamaan antara percobaan bianatang leao dan migren klinikal,
akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tidak ada fase vase
vasodilatasi pada pengamatan pada manusia, dan aliran darah yang berkurang
berlangsung terus setelah gajala aura. Meskipun demikian, eksperimen perubahan
aliran darah memberikan kesan bahwa manifestasi migren terletak primer di otak dan
kelainan vaskular adalah sekunder.
Page 9
Keterangan gambar :
1. Permulaan serangan migren klasik, CSD muncul pada kutub oksipital menyebar ke
anterior pada sebelah lateral, mesial, ventral dari sesisi otak. Pada CSD
ketidakseimbangan ion dan metabolik sepintas akan menyebabkan gangguan fungsi sel
saraf, perubahan aliran darah dan gejala fokal.
2. Setalah CSD, aliran darah kortikal berkurang 20 – 30% selama 2-6 jam.
3. Aliran darah yang tak terlibat CSD tetap normal.
4. Regio aliran darah yang berkurang akan meluas, seperti pada CSD yang bergerak ke arah
lebih anterior.
5. Gejala pada ekstremitas tampak bila CSD sampai pada kortek sensori-motorik primer.
6. CSD berhenti setelah mencapai sulkus sentralis, tetapi pada kebanyakan pasien tidak
mencapai sulkus sentralis. CSD juga meluas ke arah ventral mencapai serabut yang
sensitif terhadap nyeri dan akan menyebabkan nyeri kepala.
7. CSD berhenti, pengurangan aliran darah kortikal masih tetap berlangsung. Pada saat ini
nyeri kepala, tetapi tanpa defisit fokal.
Menurut Grafstein pada depresi kortikal yang menjalar terdapat peningkatan aktifitas neuron
yang menyebabkan perubahan cairan ekstraseluler (konsentrasi ion K++ bertambah, pH
turun) keadaan ini akan mengaktifasi serabut nyeri dan proses ini mereda kembali karena
saluran Na ++ inaktif. Neuron – neuron di sekitarnya akan mengalami proses yang sama dan
deprei menjalar sesuai difusi K++. Disamping itu Ca++ akan masuk ke sel yang berperanan
besar pada pada pelepasan neurotransmiter, sehingga proses ini sangat sensitif terhadap zat
yang memblokir Ca++.
Page 10
serotonin (5hydroxytryptamine) pada ujung-ujung saraf perivaskular menyebabkan
rasa nyeri dan pelebaran pembuluh darah sesisi.
Seperti di ketahui, waktu serangan migren, kadar serotonin dalam plasma
meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan penyempitan
pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan bahwa serotonin
bekerja melalui sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan rasa nyeri kepala dan
pelabaran pembuluh darah. Obat-obat anti serotonin misalnya cyproheptadine
(Periactin®) dan Pizotefin (Sandomigran® ,Mosegor®) bekerja pada sistem ini untuk
mencegah migren.
Page 11
Salah satu teori lagi mengenai migren adalah teori unifikasi yang di ajukan oleh Lance
(1993), yang melibatkan dua sistem sekaligus; sistem saraf pusat dan pembuluh darah perifer.
Teori Lance-Fozard-Pearce, yang menyatakan(2, 4, 5) :
1. Pada nukleus batang otak terjadi fluktuasi karena reaksi berbagai faktor di
lingkungan, antara lain : lelah, rasa lapar, perubahan hormon.
2. Perubahan aktifitas neuron yang mengandung 5T dan noradrenalin
menyebabkan perubahan dalam aliran darah vasa intra dan ektrakranial.
3. Pelepasan 5HT dalam dinding vasa intrakranial merangsang terjadinya reaksi
inflamasi steril pada migren.
4. Aktifasi nosiseptor pada terminalneuron atau akhiran saraf aferen N. V oleh
pro inflamatory mediator menyebabkan nyeri.
5. Rasa nyeri akan diproses dan diterima neuron batang otak, talamus, korteks
serebri.
Teori Kaskade Migren(5)
Serangan migren timbul dari interaksi antara faktor pencetus intrinsik atau lingkungan
dengan sistem saraf yang rentan. Penelitian klinik menyatakan bahwa serangan migren
melibatkan 9 tahapan, beberapa tahapan terjadi berurutan sedangkan yang lain terjadi secara
bersamaan. Kemungkinan pada beberapa pasien didaptkan variasi pada tahap awal dan variasi
dari satu seranganke serangan lainnya pada pasien yang sama. Tahapan ini meliputi :
1. Fase awal
Lokasi dan sifat fase awal dari neurokimiawi migren belum diketahui, meskipun gejala
prodormal (euphoria, depresi) dan gejala vegetatif (mengidam makanan, retensi cairan)
yang timbul beberapa jam sebelum serangan menunjukkan lokasinya pada aerah
Page 12
2. Kejadian kortikal
Terjadi pada migren aura, yang menonjol adalah gejala neurologik yan menunjukkan
lokalisasi di korteks serebri. Gejala klinik yan bersifat menyebar lambat dan penurunan
aliran darah otak dijumpai selama migren aura dimana perhatian difokuskan pada
“spreading depression” Penting peranan ion H dan K, faktor metabolik seperti adam
arakhidonat yang dilepaskan oleh SD, dapat mengaktivasi neuron perivaskuler nosiseptif.
migren dengan aura, serangan dapat disebabkan bahan kimia eksogen(misal makanan
yang mengaktifkan serabut nosiseptif pada pembuluh darah). Pada penderita migren
sphenopalatina pada tikus menyebabkan peningkatan ekstravasasi dura. Hal serupa dapat
Serabut nodideptif pada vasa meningeal berasal dari sel pada ganglion trigeminal
Page 13
Dari terminal saraf sensorik dilepaskan mediator pada proses inflamasi neurogenik,
yaitu : SP, NKA, CGRP. Kadar CGRP pada vena jugularis meningkat selama serangan
migren. Akibat pelepasan neuropeptid, timbul respon yaitu : kebocoran plasma dan
protein plasma dari pembuluh darah kecil ke jaringan sekitar, vasodilatasi, aktivasi mast
sel, respon neurogenik inflamasi/N I : respon ini bersifat maldaptid, bila terjadi pada
Pada TNC sinap serabut afferen primer dan sinyal nosiseptif dimodulasi oleh
interneuron dan sistem inhibisi desenden. Aktivasi dalam TNC dapat diperiksa secara
tak langsung dengan tekhnik imunohistokimia saat aktivasi neuron sekunder dalam TNC
melepaskan gen efos. Pelepasan efos merupakan tanda khas aktivasi neuron fungsional.
Dari TNC, proyeksi neuron sekunder ke nukleus pontin parabrakhial dan serebelum dan
juga thalamus ventrobasal, posterior dan medial. Dari rostral batang otak informasi nyeri
ditransmisikan ke area otak lain seperti area limbik yang berperan pada emosi dan
respon vegetatif.
Page 14
9. Nyeri sampai di kortek somatosensori dan frontal
Proyeksi berasal dari talamus ventrobasal dan naik ke kortek omatosensori untuk
Eadie dan Tyrer mengungkapkan adanya zat – zaat vasoaktif kimiawi yang mempunyai
5HT telah lama dikenal sebagai mediator pada sindrom migren karena kerjanya pada
a. Efek vaskuler 5 HT
5 HT dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah arteri dan vena besar dan
vasodilatasi arteriol dan kapiler. Pembuluh darah otak mengandung reseptor 5 HT1, arteri
temporalis mengandung 5 HT 2, arteri meningea media memiliki dua reseptor dan pada
Page 15
penelitian Friberg paling peka terhadap vasokonstriksi oleh agonis 5 HT, seperti
sumatriptan sehingga dapat mengurangi nyeri kepala yang timbul karena vasodilatasi
b. Kerja 5 HT
Sistem saraf pusat banyak mengandung reseptor 5 HT, yang secara luas didistribusikan
ke seluruh tubuh dan berpern luas di sentral dan perifer. Terdapat 3 jalur hubungan antara
5 HT dan migren : proyeksi pada korteks serebri, hubungan refleknya dengan jalur
dalam sel (amitriptilin) memperkuat argumen bahwa 5 HT berperan penting pada migren.
Pada keadaan hipoksia akan terjadi perubahan dari sel neuron dimana membran
lebih permiabel terhadap kalsium (Ca influx meningkat sehingga terjadi overload). Pada
Page 16
serotonin akan dikeluarkan dalam urine sebagai 5 HIAA, sehingga kadar
Peranan Trombosit(5) :
amine yang vasoaktif seperti serotonin, sehingga terjadi perubahan viskositas darah. Hal
ini dapt menimbulkan iskemik serebral, kemudian disusul gejala prodormal dari migren.
Pada awal serangan migren kenaikan tajamkadar serotonin dalam darah. Neuron - neuron
yang mengandung serotonin terdapat pada raphenukleus batang otak dan mempunyai
Pada saat ini pendukung teori diatas menyatakan bahwa migren merupakan akibat
interaksi kompleks antara saraf dan pembuluh darah di kepala. Disfungsi sentral mulai
dalam susunan saraf pusat mungkin pada hipotalamus. Rangsang akibat stress atau
kelelahan dapat memprovokasi pusat – pusat di batang otak yang melepas muatan listrik
dan neurotransmiter secara abnormal dengan akibat dilatasi pembuluh darah kranial. Hal
ini merangsang saraf – saraf sensoris sistem trigeminus sehingga terjadi pelepasan zat –
zat nyeri dan inflamasi berakibat rasa nyeri dan lebih banyak neurotransmiter yang
dilepaskan sehingga timbul circulus vitiosus yang klinis bermanifestasi sebagai serangan
migren.
Page 17
Konsep saat ini adanya suatu ambang migren ditentukan oleh faktor – faktor :
Defisiensi magnesium(5)
membuat otak rentan terhadap depresi yan menjalar dan meningkatkan aliran pada
Pada penderita migren dengan aura mempunyai kadar glutamat pada platelet yang
tinggi. Ferari (1990) mengukur kadar plasma, didaptkan kadar yang meningkat
diantara serangan dan makin tinggi saat serangan. Jika kadarnya meningkat dalam
Napi dan Savoldi (1985) : supresi sekresi prolaktin oleh bahan dopaminergik
berkurang pada penderita migren wanita. Awaki dan Vardi : prolaktin disekresi
penderita migren aura yang dilakikna tes levodopa. Dari data menunjukkan pada
Page 18
Reaktivitas vaskuler(5)
terhadap tekanan lebih besar terhadap tekanan lebih lebih besar pada sisi yang
2.5 KLASIFIKASI(2,4,6)
Page 19
Mual atau muntah
Fotofobia atau fonofobia
Grup A Grup B
1. Nyeri kepala unilateral 1. Terdapat nausea atau vomit
2. Nyeri kepala berdenyut 2. Terdapat fotofobia/fonofobia
3. Nyeri sedang atau berat dan dapat
menghambat/ mambatasi kegiatan
4. Nyeri diperberat oleh aktivitas fisik rutin,
seperti membungkuk atau naik tangga
Page 21
Serangan yang terjadi sama persis dengan serangan sebelumnya, akan tetapi
defisit neurologis tidak sembuh sempurna dalam 7 hari dan atau pada
pemeriksaan neuroimaging di dapatkan infrak iskemik di daerah yang sesuai.
Penyebab infark yang lain disingkirkan dengan pemeriksaan yang memadai.
Aura merupakan gejala fokal neurologi yang komplek dan dapat timbul sebelum, pada
saat atau setelah serangan nyeri kepala. (2,4,6)
Serangan migren ada empat fase, antara lain :
1. Fase Prodrome : 1-24 jam, sebelum timbul nyeri kepala, tidak selalu timbul, biasanya
sulit dibedakan menjadi iritabel, hiperaktif atau depresi.
2. Fase aura : berlangsung 0-60 menit, dapat menjelang nyeri kepala atau dengan nyeri
kepala .
3. Fase sefalgia : berlangsung 4-72 jam, biasnya 60% unilateral, dan dapat pindah kesisi
lainnya. Nyeri kepala Bilateral tidak dapat menyingkirkan diagnosa migren
4. Fase postdrome : pasca gejala nyeri kepala, berlangsung beberapa jam sampai beberapa
hari.
Migrain dapat di diagnosis banding dengan penyakit cephalgia lainnya, baik nyeri kepala
primer ataupun nyeri kepala sekunder.
1. Tension type headache
2. Cluster headache
3. Tumor Intracranial
4. Infeksi Intracranial
Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas mengurangi faktor resiko, terapi
farmaka dengan memakai obat dan terapi nonfarmaka. Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok
yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif (terapi pencegahan), walau pada terapi
nonfarmaka juga dapat bertujuan untuk abortif dan pencegahan. Terapi abortif merupakan
Page 22
pengobatan pada saat serangan akut yang bertujuan untuk meredakan serangan nyeri dan
disabilitas pada saat itu dan menghentikan progresivitas. Pada terapi preventif atau profilaksis
migrain terutama bertujuan untuk mengurangi frekwensi, durasi dan beratnya nyeri kepala.
Kadar estrogen yang berfluktuasi atau dapat dilakukan dengan menghentikan pil
KB atau obat-obat pengganti estrogen
Diet
Diet dilakukan selama 1 bulan. Apabila setelah 1 bulan gejala tidak membaik,
berarti modifikasi diet tidak bermanfaat. Apabila makanan menjadi pencetus
gejala, maka jenis makanan tersebut harus diidentifikasi dengan cara
menambahkan satu jenis makanan sampai gejala muncul. Sebaiknya dibuat diari
makanan selama mengidentifikasi makanan apa yang menjadi pencetus migrain,
karena beberapa jenis makanan dapat langsung menimbulkan gejala (anggur
merah, MSG), sementara makanan lain baru menimbulkan gejala setelah 1 hari
(coklat, keju).
Page 23
2. Terapi farmaka migrain
1. Terapi Abortif
Pada terapi abortif dapat diberikan analgesia nonspesifik yaitu analgesia yang
dapat diberikan pada kasus nyeri lain selain nyeri kepala, dan atau analgesia spesifik yang
hanya bekerja sebagai analgesia nyeri kepala. Secara umum dapat dikatakan bahwa terapi
memakai analgesia nonspesifik masih dapat menolong pada migrain dengan intensitas
nyeri ringan sampai sedang. Pada kasus sedang sampai berat atau berespons buruk
dengan OAINS pemberian analgesia spesifik lebih bermanfaat.
a. Diklofenak.
b. Ketorolak.
c. Ketoprofen.
d. Indometasin.
e. Ibuprofen.
f. Naproksen.
Page 24
g. Golongan fenamat.
Ketorolak IM membantu pasien dengan mual atau muntah yang berat. Kombinasi
antara asetaminofen dengan aspirin atau OAINS serta penambahan kafein dikatakan
dapat menambah efek analgetik, dan dengan dosis masing-masing obat yang lebih rendah
diharapkan akan mengurangi efek samping obat. Mekanisme kerja OAINS pada
umumnya terutama menghambat enzim siklooksigenase sehingga sintesa prostaglandin
dihambat.
Pasien diminta meminum obatnya begitu serangan migrain terasa. Dosis obat
harus adekuat baik secara obat tunggal atau kombinasi. Apabila satu OAINS tidak efektif
dapat dicoba OAINS yang lain. Efek samping pemberian OAINS perlu dipahami untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Pada wanita hamil hindari pemberian OAINS
setelah minggu ke 32 kehamilan. Pada migrain anak dapat diberikan asetaminofen atau
ibuprofen.
Analgesik spesifik dapat diberikan pada migrain dengan nyeri sedang sampai
berat. Pertimbangan harga kadang menjadi penghambat dipakainya analgesia spesifik ini,
walaupun golongan ini merupakan pilihan sebagai antimigren. Ergot lebih murah
dibanding golongan triptan tetapi efek sampingnya lebih besar. Penyebab lain yang
menjadi penghambat adalah preparat ini di Indonesia hanya tersedia dalam bentuk oral
dan dari golongan triptan hanya ada sumatriptan. Ergotamin dan DHE diberikan pada
migrain sedang sampai berat apabila analgesia nonspesifik kurang terlihat hasilnya atau
memberi efek samping. Dosis dan cara pemberian ergotamin dan DHE harus
Page 25
diperhatikan. Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi
ergotamin selain sebagai analgesik pula. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak
terkendali, penyakit serebrovaskuler, kardiovaskuler dan penyakit pembuluh perifer (hati-
hati pada pasien > 40 tahun) serta gagal ginjal, gagal hati dan sepsis. Efek samping yang
mungkin timbul antara lain mual, dizziness, parestesia, kramp abdominal. Ergotamin
biasanya diberikan pada episode serangan tunggal. Dosis dibatasi tidak melebihi 10
mg/minggu.
Sumatriptan 6 mg SC
Rizatriptan 10 mg oral
Eletriptan 80 mg oral
Zolmitriptan 5 mg oral
Eletriptan 40 mg oral
Sumatriptan 20 mg intranasal
Sumatriptan 100mg oral
Rizatriptan 2,5 mg oral
Zolmitriptan 2,5 mg oral
Page 26
Sumatriptan 50 mg oral
Naratriptan 2,5 mg oral
Eletriptan 20 mg oral
2. Terapi preventif
Terapi preventif harus selalu diminum tanpa melihat adanya serangan atau tidak.
Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka pendek (subakut) atau
jangka panjang (kronis). Terapi episodik diberikan apabila faktor pencetus nyeri kepala
dikenal dengan baik sehingga dapat diberikan analgesia sebelumnya. Terapi preventif
jangka pendek berguna apabila pasien akan terkena faktor risiko yang telah dikenal dalam
jangka waktu tertentu seperti pada migrain menstrual. Terapi preventif kronis akan
diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergantung respons pasien. Biasanya
diambil patokan minimal dua sampai tiga bulan.
Indikasi:
Page 27
yang lain. oleh karena itu, bila tidak ada kontraindikasi, verapamil lebih sering digunakan
pada awal terapi karena efek sampingnya paling minimal dibandingkan yang lain.
Apabila dizziness tidak dapat dikontrol dengan satu obat, gunakan jenis obat yang lain.
Bila dizziness sudah terkontrol, obat diberikan terus menerus selama minimal 1 tahun
(kecuali methysergide yang memerlukan interval bebas obat selama 3-4 minggu pada
bulan ke-6 terapi). Obat dapat diberikan ulang pada tahun berikutnya apabila dizziness
muncul lagi setelah terapi dihentikan.
3. Terapi nonfarmaka
Page 28
memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan dikompres dingin.
Menghindari faktor pencetus mungkin merupakan terapi pencegahan yang murah.
Page 29
2.8 PROGNOSA
Prognosis migren dapat sembuh sempurna dengan menghindari faktor pencetus
dan meminum obat yang teratur. Tetapi berdasarkan penelitian dalam beberapa tahun
terakhir risiko untuk menderita stroke pada pasien riwayat migren meningkat. Sekitar
19% dari seluruh kasus stroke terjadi pada orang dengan riwayat migraine.11
2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi Migren adalah rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh
penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.
Status Migren, yaitu nyeri kepala yang lebih dari 72 jam walaupun telah diobati
sebagaimana mestinya. Dan meminum obat analgetik yang berlebihan.11
Page 30
BAB III
KESIMPULAN
1. Migren merupakan nyeri kepala primer dengan serangan nyeri kepala berulang, dengan
karakteristik lokasi unilateral, berdenyut dan frekuensi, lama serta hebatnya rasa nyeri yang
beraneka ragam dan diperberat dengan aktifitas.
2. Klasifikasi migrain menurut International Headache Society (HIS):
Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi
preventif (terapi pencegahan). Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren,
terapi nonfarmaka tidak bisa dilupakan. Bahkan pada kehamilan terapi nonfarmaka
diutamakan.
Page 31
4. Penatalaksanaan migren diawali dengan diagnostik yang akurat dan dalam pemberian terapi
farmaka perlu dikenal dan dipahami obat yang dapat diberikan pada migren dan kapan serta
lama pemberiannya.
Page 32
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof.DR. Mahar Marjono & Prof .DR. Priguna Shidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar,
Edisi 12. Dian Rakyat
2. Sylvia.A.Price & Lorraine M. Wilson.Patofisiologi , edisi 6 jilid 2 EGC
3. Perhimpunan dokter spesialis Saraf indonesia. 2006, Buku Pedoman Standar Pelayanan
medik (SPM) & Standar Operasional (SPO)
4. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajahmada University Press.
Yogyakarta.
5. Chawla, Jasvinder. Migraine Headache. Available at :
http://www.emedicine.medscape.com . Accessed on Nov 28th 2018.
6. Dahlem M., Podoll K. 2007. Migraine Headache. http://www.migraine-
aura.com/content/e27892/index_en.html\
7. Purnomo H. 2006. Migrainous Vertigo. Dalam Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah
Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Airlangga University Press.
Surabaya.
8. Benson AG, Robbins W. 2006. Migraine Associated Vertigo.
http.www.emedicine.com/ent/topic727.htm
9. Zuraini, Yuneldi anwar, Hasan Sjahrir. 2005. Karakteristik Nyeri Kepala Migren dan
Tension Type Headeche Di Kotamadya Medan, Neurona, Vol 22 No. 2
10. Wibowo S., Gofir A. 2001. Farmakologi dalam Neurologi. Salemba Medika. Jakarta.
11. Bahan Ajar IV Migren. https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-
content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-4-_-Migren.pdf. Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin. Akses 28 November 2018
Page 33