Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis
progresif, merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia Alzheimer. Penyakit
ini ditandai dengan adanya kelainan dari segi fungsi motorik dan non-motorik dalam
berbagai derajat (kronik progresif movement disorder).(1,2) Secara neuropatologi penyakit
parkinson ditandai oleh berkurangnya neuromelanin yang mengandung neuron
dopaminergik di substansia nigra pars kompakta, dengan terdapatnya eosinofil,
intracytoplasmik, inklusi protein, yang disebut sebagai Lewy bodies. Sel-sel yang
masih ada akan tampak menciut dan bervakuola.(2)
Pada tahun 1817, James Parkinson untuk pertama kalinya mendeskripsikan
gejala gejala klinik dari suatu sindrom yang ditulis dalam buku An essay on the
shaking palsy, yang kemudian dinamai sesuai dengan namanya sendiri. James
Parkinson sendiri menggunakan istilah paralisis agitans, yang kemudian dijuluki
sebagai maladie de Parkinson atau Parkinsons Disease (PD) oleh Charcot pada
abad ke 19.(1)
Penyakit parkinson tersebar luas diseluruh dunia, dapat mengenai seluruh ras,
baik pria maupun wanita dalam perbandingan yang hampir sama, dan kecenderungan
penyakit pada pria. Prevalensi meningkat secara tajam pada kisaran usia 65 hingga 90
tahun; kurang lebih 0,3% dari seluruh populasi dan 3% manusia dengan usia diatas 65
tahun terkena penyakit parkinson. 5-10% pasien, memiliki gejala pada usia kurang dari
40 tahun (varietas ini diklasifikasikan sebagai young-onset Parkinsons disease atau
penyakit parkinson yang terjadi pada usia muda). Insidensi terendah terdapat pada
populasi Asia dan kulit hitam Afrika. Sedangkan insidensi tertinggi didapatkan pada
kaum kulit putih; meskipun demikian prevalensi terdapatnya Lewy bodies dalam
jaringan otak ras Nigeria, tampak sama dengan populasi ras kulit putih Amerika. Pola ini
memberikan kecenderungan bahwa perkembangan Parkinsons disease adalah global
dan menyeluruh, namun faktor lingkungan memiliki peranan penting dalam
menimbulkan penyakit ini.(3)
1

Hingga saat ini diagnosis dari penyakit parkinson didasarkan pada kriteria klinik,
karena belum adanya test definitif dalam menegakkan diagnosis penyakit parkinson.
Resting tremor, bradikinesia, rigidity, dan postural instability secara umum merupakan
tanda-tanda pokok dari parkinson dan merupakan suatu disfungsi motorik.(1,2) Adanya
tanda tanda spesifik tersebut diatas merupakan hal yang dapat membedakan Penyakit
parkinson dengan parkinsonian disorder (parkinsonism).(1)
Kriteria klinik lain pada penyakit parkinson termasuk gejala motorik sekunder;
seperti hypomimia, disartria, disfagia, sialorhoea, mikrografia, shuffling gait, festination,
freezing, distonia, glabela reflek. Gejala non-motorik; disfungsi otonom, defisit kognitif
dan neurobehavioral, gangguan tidur, abnormalitas dari fungsi sensorik seperti anosmia,
parestesia dan nyeri.(1,2)
Pengertian secara cermat, tepat dan luas dalam terhadap manifestasi klinis
penyakit parkinson merupakan hal yang mendasar dalam menegakkan diagnosis. Mutasi
genetik atau variannya, abnormalitas dalam neuroimaging dan tes lainnya merupakan
biomarker potensial dalam mengembangkan diagnosis dan mengidentifikasi resiko yang
dialami pasien.(1)
Medikasi yang ada saat ini, hanya mengobati gejala yang timbul dan gagal untuk
menghentikan kematian sel-sel neuron dopaminergik. Halangan terbesar dalam
pengembangan terapi neuroprotektif adalah keterbatasan dalam memahami proses
penyakit yang berperan dalam kematian neuron dopaminergik. Sementara etiologi dari
kematian neuron dopaminergik masih sukar untuk dipahami. Kombinasi dari kerentanan
genetik dan faktor lingkungan, tampaknya memiliki peranan yang penting.(2)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit Parkinson (paralysis agitans) atau sindrom Parkinson (Parkinsonismus)
merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat
penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus
palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency).
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat
dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron
dopaminergik pas substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi
intraplasma

yang

terdiri

dari

protein

yang

disebut

dengan

Lewy

Bodies.

Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk lokus
ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor
nukelus dari saraf kranial, sistem saraf otonom.
2.2 Etiologi
Etiologi Parkinson primer belum diketahui, masih belum diketahui. Terdapat
beberapa dugaan, di antaranya ialah : infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum
diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat
toksik yang belum diketahui, terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra.
Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki
(involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang
tidak disadarinya. Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar. Beberapa hal
yang diduga bisa menyebabkan parkinson adalah sebagai berikut.
1. Usia : Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari
10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial
yang mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra, pada
penyakit parkinson.
3

2. Geografi: Di Libya 31 dari 100.000 orang, di Buinos aires 657 per 100.000 orang.
Faktor resiko yang mempengaruhi perbedaan angka secara geografis ini termasuk
adanya perbedaaan genetik, kekebalan terhadap penyakit dan paparan terhadap
faktor lingkungan.
3. Periode: Fluktuasi jumlah penderita penyakit parkinson tiap periode mungkin
berhubungan dengan hasil pemaparan lingkungan yang episodik, misalnya proses
infeksi, industrialisasi ataupn gaya hidup. Data dari Mayo Klinik di Minessota, tidak
terjadi perubahan besar pada angka morbiditas antara tahun 1935 sampai tahun
1990. Hal ini mungkin karena faktor lingkungan secara relatif kurang berpengaruh
terhadap timbulnya penyakit parkinson.
4. Genetik: Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada
penyakit parkinson. Yaitu mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan panjang
kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan. Pada
pasien dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point pada
gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi
mitokondria. Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga meningakatkan
faktor resiko menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70
tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika
disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonisme tampak pada usia relatif muda.
Kasus-kasus genetika di USA sangat sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada
100 penderita yang diperiksa. Di Eropa pun demikian. Penelitian di Jerman
menemukan hasil nol pada 70 penderita. Contoh klasik dari penyebab genetika
ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit itu terjadi pada
usia 46 tahun.
5. Faktor Lingkungan
a.Xenobiotik
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menmbulkan kerusakan
mitokondria.
b.Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
c.Infeksi

Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi


penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan
menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
d.Diet
Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu
mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya, kopi
merupakan neuroprotektif.
e.Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski peranannya
masih belum jelas benar.
f.Stress dan depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik. Depresi
dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stress dan depresi
terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.
2.3 Patofisiologi
Dasar patologinya mencakup lesi di ganglia basalis (kaudatus, putamen, palidum,
nukleus subtalamus) dan batang otak (substansia nigra, nukleus rubra, lokus seruleus).
Secara sederhana, penyakit atau kelainan sistem motorik dapat dibagi sebagai
berikut :
1. Piramidal: kelumpuhan disertai reflek tendon yang meningkat dan reflek
superfisial yang abnormal
2. Ekstrapiramidal: didomonasi oleh adanya gerakan-gerakan involunter
3. Serebelar : ataksia alaupun sensasi propioseptif normal sering disertai nistagmus
4. Neuromuskuler: kelumpuhan sering disertai atrofi otot dan reflek tendon yang
menurun.

Gambar 1. Diagnostik topik Penyakit Parkinson

Sindroma parkinson tipikal ditandai dengan hilangnya sel dopaminergik di


substansia nigra dan ditemukannya aktivitas spontan yang abnormal (gerakan involunter
abnormal) serta respon abnormal sensorimotor dari neuron di basal ganglia. Hal ini
terbukti dari percobaan pada binatang primata. Dasar dari penelitian tersebut
dihubungkan oleh adanya defisiensi dopamine yang menyebabkan peningkatan aktivitas
inhibisi terhadap -aminobutyric acid (GABA)-penggunaannya (GABAergic) di nucleus
basal ganglia, segment dalam globus pallidus, dan pars retikulata substansia nigra.
Peningkatan aksi dari 2 struktur terakhir di atas setidaknya dapat dibangkitkan melalui 2
mekanisme; pengurangan inhibisi GABAergik secara langsung berasal dari striatum
(nucleus caudatus dan putamen) dan eksitasi yang berlebihan melalui mekanisme tidak
langsung, yang terdiri dari 2 hubungan neuron penghambat, pertama dari striatum ke
segmen externa globus pallidus dan kedua berasal dari segmen nucleus subtalamicus.
Nucleus subtalamicus membangkitkan segment internal globus pallidus dan pars
retikulata substansia nigra melalui neurotransmitter glutamate.(3)
Di striatum, output dari neuron GABAergik bekerja secara langsung pada
segmen internal globus pallidus dan pars retikulata substansia nigra yang didominasi
oleh reseptor dopamine D1. Sedangkan reseptor D2 dopamin lebih dominan pada output
neuron GABAergik di segmen external globus pallidus. Dopamine memiliki efek yang
berbeda terhadap reseptor-reseptor ini dan oleh karena itu, pada perangsangan neuron di
daerah striatal, akan membangkitkan reseptor D1 (sumber dari jalur langsung
striatopallidal) dan menginhibisi neuron dengan reseptor D2 (sumber dari jalur tidak
langsung striatopallidal). Dalam keadaan normal (non-defisiensi dopamine) terdapat
keseimbangan aktivitas antara jalur langsung dan jalur tidak langsung pada internal
segmen globus pallidus dan pars retikulata substansia nigra. Sedangkan pada defisiensi
dopamine (misalnya pada keracunan MPTP dan penyakit Parkinson) menyebabkan
overaktifitas dalam jalur tidak langsung, dikarenakan peningkatan glutamatergik ke
6

dalam segmen internal globus pallidus dan pars retikulata substansia nigra serta
mengurangi aktivitas inhibisi terhadap jalur langsung GABAergik, bahkan lebih jauh
lagi, dapat meniadakan aktivitas inhibisi pada internal segmen globus pallidus dan pars
retikulata substansia nigra. Karena struktur ini menggunakan neurotransmitter GABA
sebagai inhibitor, maka kelebihan output dari basal ganglia akan menimbulkan
peningkatan inhibisi, lalu bahkan dapat mematikan nucleus dari thalamus dan batang
otak yang menerima aliran tersebut.(3)
Inhibisi yang berlebihan di thalamus menimbulkan supresi terhadap system
motorik kortikal, yang memungkinkan terjadinya akinesia, rigiditas dan tremor,
sedangkan inhibisi terhadap proyeksi desendens area lokomotor batang otak dapat
menyebabkan abnormallitas gaya berjalan dan postur tubuh. Study menggunakan
positron-emission tomografi menunjukkan kebalikan dari akinesia dengan obat-obatan
dopaminergik yang dihubungkan dengan peningkatan abnormal aktifitas dari area
korteks motorik dan premotorik. Studi ini menunjukkan bahwa dopamine dapat
mengurangi kelebihan aliran inhibisi dari nucleus basal ganglia. Tentu saja, terdapat
pengurangan gejala dengan pemberian reseptor dopamin agonis apomorphine (D1 dan
D2) dalam dosis terapi Parkinson pada primata yang diberi MPTP dan pasien penyakit
Parkinson.(3)

2.4 Manifestasi Klinis


Meskipun gejala yang disampaikan di bawah ini bukan hanya milik penderita
parkinson, umumnya penderita parkinson mengalami hal itu.

1.Gejala Motorik
a.Tremor/bergetar
Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan dianggap
sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri khas dari
penyakit parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang beristirahat. Namun,
7

jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu
yang disebut resting tremor, yang hilang juga sewaktu tidur.
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangis,
kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam atau memulung-mulung (pil
rolling). Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksiekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah
terjulur-tertarik. Tremor ini menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi
terangsang (resting/ alternating tremor).
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada
kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung
uang). Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita
bisa bergoyang-goyang jika tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya,
jika disadari, tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada
satu sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.
b.Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang tremor
tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada
pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi
sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di tangan maupun
di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher. Akibat kekakuan itu, gerakannya
menjadi tidak halus lagi seperti break-dance. Gerakan yang kaku membuat
penderita akan berjalan dengan postur yang membungkuk. Untuk mempertahankan
pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-pendek.
Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan, hal
ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda
bergigi (cogwheel phenomenon).
c.Akinesia/Bradikinesia

Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda
akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam
pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin
mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran
masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit
itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara
menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.
Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif,
misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil
suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia
mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang
berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya
gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.
d.Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah,
sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk
mulai melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit. Penderita menjadi
lambat berpikir dan depresi. Bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresi muka
serta mimik muka. Disamping itu, kulit muka seperti berminyak dan ludah suka
keluar dari mulut karena berkurangnya gerak menelan ludah.
e.Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal
ini merupakan gejala dini.
f.Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a
petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan,
punggung melengkung bila berjalan.

g.Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring,
sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume
suara halus (suara bisikan) yang lambat.
h.Dimensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan defisit
kognitif.
i.Gangguan tingkah laku
Lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada orang lain), mudah takut,
sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat
(bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi
waktu yang cukup.
j.Gejala Lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal
hidungnya (tanda Myerson positif)
2.Gejala non motorik
a.Disfungsi otonom
-Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
-Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
-Pengeluaran urin yang banyak
-Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat
seksual, perilaku, orgasme.
b.Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c.Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d.Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e.Gangguan sensasi,
10

- kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan


warna,
- penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension
orthostatic, suatu kegagalan sistem saraf otonom untuk melakukan
penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan
- berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia atau
anosmia),

Gambar 2. Gejala-gejala Parkinson


2.5 Diagnosis
Diagnosis

berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan

fisik

dan

pemeriksaan

penunjang. Beberapa gejala klinik seperti tremor, gaya berjalan yang abnormal (seperti,
freezing), instabilitas postural, gejala-gejala piramidal lain yang responsif dengan
pemberian levodopa, dapat digunakan sebagai pembeda penyakit Parkinson dengan
gangguan parkinsonian lainnya. Meskipun adanya perbedaan kepadatan reseptor
dopamine postsinaptik pada pasien dengan penyakit Parkinson atau gangguan atypical
Parkinsonian lainnya telah dikemukakan sebagai penjelasan terhadap lemahnya respon
terhadap pengobatan dengan levodopa, hal ini bukan merupakan satu-satunya
penjelasan. Baru-baru ini positron emission tomografi menunjukkan adanya preservasi

11

relatif reseptor dopamine pada PSP, yang diduga memiliki peranan terhadap penurunan
respon terapi dengan levodopa. Lebih jauh lagi, pasien dengan MSA pada awalnya
memiliki respon yang sempurna, namun kemudian terjadi orofacial diskinesia dan
hilangnya kemanjuran antiparkinsonian terkait dengan pemberian levodopa. Meskipun
adanya perbaikan dengan levodopa diduga kuat sebagai penyakit Parkinson, namun
tidak berarti hal ini dapat sepenuhnya membedakan penyakit Parkinson dari penyakit
parkinsonian lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 77% pasien yang memiliki
respon sempurna terhadap terapi dengan levodopa, secara patologik merupakan pasien
dengan penyakit Parkinson. Injeksi subkutan apomorfin telah digunakan untuk
membedakan penyakit Parkinson dengan gangguan parkinsonian lainnya; namun
bagaimanapun test ini tidaklah lebih unggul dibandingkan uji levodopa dan memiliki
kontribusi yang kecil dalam evaluasi diagnostik.
Tehnik neuroimaging juga dapat berguna dalam mendiagnosis penyakit
Parkinson. Seperti MRI, [18F]-fluorodopa positron emission tomografi, [11C]-eaclopride
imaging of dopamine D2 receptors dan single photon emission computed tomografi dari
striatal dopamine re-uptake. Adapun pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan
adalah EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif) dan CT Scan kepala (biasanya
terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar, hidrosefalua eks vakuo).Satu penelitian
mengungkapkan bahwa sonografi parenkim otak mungkin memiliki spesifikasi yang
tinggi dalam membedakan penyakit Parkinson dengan atypical parkinsonism; walau
bagaimanapun, hyperechogenicity yang abnormal dapat ditemukan tidak hanya pada
penyakit Parkinson, melainkan juga pada tremor essential.

Kriteria Diagnostik oleh UK Parkinsons Disease Society Brain Bank(1)


Step 1

12

Bradikinesia
Setidaknya 1 dari criteria di bawah ini :
Rigiditas
Resting tremor 4-6 Hz
Instabilitas postural yang tidak disebabkan oleh gangguan primer visual,
vestibular, cerebellar ataupun gangguan proprioseptif
Step 2
Singkirkan penyebab lain Parkinsonism
Step 3
Setidaknya tiga dari faktor pendukung di bawah ini :
Onset unilateral
Resting tremor
Kerusakan progresif
Asimetris primer persisten sejak onset
Respon sempurna (70-100%) dengan levodopa
Chorea (diskinesia) berat diakibatkan penggunaan levodopa
Respons terhadap levodopa dalam 5 tahun atau lebih
Terdapat gejala klinis selama 10 tahun atau lebih

13

Kriteria Diagnostik Berdasar National Institute of Neurological Disorders and


Stroke (NINDS) (1)
Group A (Gejala khas penyakit Parkinson)
Resting tremor
Bradikinesia
Rigiditas
Onset asimetris
Group B (Kriteria diagnosis alternative)
Manifestasi klinis yang tidak biasa di awal penyakit
Instabilitas postural dalam 3 tahun pertama setelah timbulnya gejala
Freezing fenomena dalam 3 tahun pertama
Halusinasi yang tidak terkait dengan pengobatan dalam 3 tahun pertama
Demensia yang mendahului gejala motorik atau terdapat pada tahun pertama
Supranuclear gaze palsy
Disautomonia simptomatik yang tidak terkait medikasi
Adanya kondisi yang dapat menimbulkan gejala parkinsonism (lesi otak fokal
atau penggunaan obat-obatab neuroleptika dalam 6 bulan terakhir)
Kriteria possible penyakit Parkinson (6,7)

14

Setidaknya 2 dari 4 kriteria grup A dijumpai


Tidak terdapat salah satu criteria dalam grup B
Respons terhadap levodopa ataupun dopamine agonis yang sangat lamban
Kriteria probable penyakit Parkinson
Ditemukan setidaknya 3 dari 4 kriteria grup A
Tidak terdapat salah satu criteria dalam grup B
Respons terhadap levodopa ataupun dopamine agonis yang lamban
Kriteria definitive penyakit Parkinson
Seluruh kriteria yang menunjang Parkinson telah dijumpai
Konfirmasi histopatologi saat dilakukannya otopsi
2.6 Klasifikasi
Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi harus
diusahakan menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang etiologi, prognosis
dan penatalaksanaannya.
1. Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum
jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.
2. Parkinsonismus sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis
meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced, misalnya golongan fenotiazin,
reserpin, tetrabenazin dan lain-lain, misalnya perdarahan serebral petekial pasca
trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri,
hipoparatiroid dan kalsifikasi.
3. Sindrom paraparkinson (Parkinson plus)

15

Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit
keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit Wilson (degenerasi hepatolentikularis),

hidrosefalus

normotensif,

sindrom

Shy-drager,

degenerasi

striatonigral, atropi palidal (parkinsonismus juvenilis).


Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit
dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu : (8,9)
Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat
gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat
tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat
(teman)
Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara
berjalan terganggu
Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat
berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak
tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat
berkurang dibandingkan stadium sebelumnya
Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu
berdiri dan berjalan walaupun dibantu.
2.7 Penatalaksanaan
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan
secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk
menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang
timbul.
Pengobatan penyakit parkinson bersifat individual dan simtomatik, obat-obatan
yang biasa diberikan adalah untuk pengobatan penyakit atau menggantikan atau meniru
dopamin yang akan memperbaiki tremor, rigiditas, dan slowness.
Perawatan pada penderita penyakit parkinson bertujuan untuk memperlambat
dan menghambat perkembangan dari penyakit itu. Perawatan ini dapat dilakukan dengan

16

pemberian obat dan terapi fisik seperti terapi berjalan, terapi suara/berbicara dan pasien
diharapkan tetap melakukan kegiatan sehari-hari.
1. Terapi Obat-obatan
Beberapa obat yang diberikan pada penderita penyakit parkinson:
a.Antikolinergik
Benzotropine

(Cogentin),

trihexyphenidyl

(Artane).

Berguna

untuk

mengendalikan gejala dari penyakit parkinson. Untuk mengaluskan pergerakan.


b.Carbidopa/levodopa
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di dalam
otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi dopamine
pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopa
dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron
dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang tempat, mengakibatkan efek
samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan
L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor,
membantu

mencegah

metabolisme

L-Dopa

sebelum

mencapai

neuron

dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan.
Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara
normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya &
mengurangi efek sampingnya.
Sejak diperkenalkan akhir tahun 1960an, levodopa dianggap merupakan obat
yang paling banyak dipakai sampai saat ini. Levodopa dianggap merupakan tulang
punggung pengobatan penyakit parkinson. Berkat levodopa, seorang penderita
parkinson dapat kembali beraktivitas secara normal.
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai
memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu,
sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa
efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya. Levodopa

17

melintasi sawar-darah-otak dan memasuki susunan saraf pusat dan mengalami


perubahan ensimatik menjadi dopamin. Dopamin menghambat aktifitas neuron di
ganglia basal.
Efek samping levodopa dapat berupa:
a. Neusea, muntah, distress abdominal
b. Hipotensi postural
c. Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia
lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine pada system
d.

konduksi jantung. Ini bias diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol.
Diskinesia, diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak,
leher atau muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik
terhadap terapi levodopa. Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off yang
sangat mengganggu karena penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak

menjadi terhenti, membeku, sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.


e. Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum
darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada terapi
levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia yaitu
gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon
penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang.
Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan
ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-obat yang memiliki
mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT inhibitor atau MAO-B
inhibitor. Jika kombinasi obat-obatan tersebut juga tidak membantu disini
dipertimbangkan pengobatan operasi. Operasi bukan merupakan pengobatan standar
untuk penyakit parkinson juga bukan sebagai terapi pengganti terhadap obat-obatan
yang diminum.
c.COMT inhibitors
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Untuk mengontrol fluktuasi motor
pada pasien yang menggunakan obat levodopa. Tolcapone adalah penghambat

18

enzim COMT, memperpanjang efek L-Dopa. Tapi karena efek samping yang
berlebihan seperti liver toksik, maka jarang digunakan. Jenis yang sama,
entacapone, tidak menimbulkan penurunan fungsi liver.
d.Agonis dopamin
Agonis dopamin seperti bromokriptin (Parlodel), pergolid (Permax), pramipexol
(Mirapex), ropinirol, kabergolin, apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif
untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor
dopamin, akan tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara
progresif yang selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson.
Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami
serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi.
Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan setiap hari
dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik.
e.MAO-B inhibitors
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada
penyakit Parkinson karena neuotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan
mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya
sindrom Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat ditangguhkan selama
beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari penyakit parkinson.
Yaitu untuk mengaluskan pergerakan.
Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi
monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine yang
dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-amphetamin
and L-methamphetamin. Efek sampingnya adalah insomnia. Kombinasi dengan Ldopa dapat meningkatkan angka kematian, yang sampai saat ini tidak bisa
diterangkan secara jelas. Efek lain dari kombinasi ini adalah stomatitis.
f.Amantadine (Symmetrel)
19

Berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan, gemetaran.


g.Inhibitor dopa dekarboksilasi dan levodopa
Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin di luar otak, maka
levodopa dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa dekarboksilase. Untuk
maksud ini dapat digunakan karbidopa atau benserazide (madopar). Dopamin dan
karbidopa tidak dapat menembus sawar-otak-darah. Dengan demikian lebih banyak
levodopa yang dapat menembus sawar-otak-darah, untuk kemudian dikonversi
menjadi dopamine di otak. Efek sampingnya umunya hampir sama dengan efek
samping yang ditimbulkan oleh levodopa.
2. Deep Brain Stimulation (DBS)
Pada tahun 1987, diperkenalkan pengobatan dengan cara memasukkan elektroda
yang memancarkan impuls listrik frekuensi tinggi terus-menerus ke dalam otak. Terapi
ini disebut deep brain stimulation (DBS). DBS adalah tindakan minimal invasif yang
dioperasikan melalui panduan komputer dengan tingkat kerusakan minimal untuk
mencangkokkan alat medis yang disebut neurostimulator untuk menghasilkan stimulasi
elektrik pada wilayah target di dalam otak yang terlibat dalam pengendalian gerakan.
Terapi ini memberikan stimulasi elektrik rendah pada thalamus. Stimulasi ini
digerakkan oleh alat medis implant yang menekan tremor. Terapi ini memberikan
kemungkinan penekanan pada semua gejala dan efek samping, dokter menargetkan
wilayah subthalamic nucleus (STN) dan globus pallidus (GP) sebagai wilayah stimulasi
elektris. Pilihan wilayah target tergantung pada penilaian klinis.
DBS kini menawarkan harapan baru bagi hidup yang lebih baik dengan
kemajuan pembedahan terkini kepada para pasien dengan penyakit parkinson. DBS
direkomendasikan bagi pasien dengan penyakit parkinson tahap lanjut (stadium 3 atau 4)
yang masih memberikan respon terhadap levodopa.
Pengendalian parkinson dengan terapi DBS menunjukkan keberhasilan 90%.
Berdasarkan penelitian, sebanyak 8 atau 9 dari 10 orang yang menggunakan terapi DBS
mencapai peningkatan kemampuan untuk melakukan akltivitas normal sehari-hari.

20

Selain terapi obat yang diberikan, pemberian makanan harus benar-benar


diperhatikan, karena kekakuan otot bisa menyebabkan penderita mengalami kesulitan
untuk menelan sehingga bisa terjadi kekurangan gizi (malnutrisi) pada penderita.
Makanan berserat akan membantu mengurangi ganguan pencernaan yang disebabkan
kurangnya aktivitas, cairan dan beberapa obat.
3. Terapi Fisik
Sebagian terbesar penderita Parkinson akan merasa efek baik dari terapi fisik.
Pasien akan termotifasi sehingga terapi ini bisa dilakukan di rumah, dengan diberikan
petunjuk atau latihan contoh diklinik terapi fisik. Program terapi fisik pada penyakit
Parkinson merupakan program jangka panjang dan jenis terapi disesuaikan dengan
perkembangan atau perburukan penyakit, misalnya perubahan pada rigiditas, tremor dan
hambatan lainnya.
Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi, ataupun tari dapat bermanfaat
dalam menjaga dan meningkatkan mobilitas, fleksibilitas, keseimbangan, dan range of
motion. Latihan dasar selalu dianjurkan, seperti membawa tas, memakai dasi,
mengunyah keras, dan memindahkan makanan di dalam mulut.
4. Terapi Suara
Perawatan yang paling besar untuk kekacauan suara yang diakibatkan oleh
penyakit Parkinson adalah dengan Lee Silverman Voice Treatment (LSVT). LSVT fokus
untuk meningkatkan volume suara. Suatu studi menemukan bahwa alat elektronik yang
menyediakan umpan balik indera pendengar atau frequency auditory feedback (FAF)
untuk meningkatkan kejernihan suara.
5. Terapi gen
Pada saat sekarang ini, penyelidikan telah dilakukan hingga tahap terapi gen
yang melibatkan penggunaan virus yang tidak berbahaya yang dikirim ke bagian otak
yang disebut subthalamic nucleus (STN). Gen yang digunakan memerintahkan untuk
mempoduksi sebuah enzim yang disebut glutamic acid decarboxylase (GAD) yang
21

mempercepat produksi neurotransmitter (GABA). GABA bertindak sebagai penghambat


langsung sel yang terlalu aktif di STN.
Terapi lain yang sedang dikembangkan adalah GDNF. Infus GDNF (glial-derived
neurotrophic factor) pada ganglia basal dengan menggunakan implant kathether melalui
operasi. Dengan berbagai reaksi biokimia, GDNF akan merangsang pembentukan Ldopa.
6. Pencangkokan syaraf
Cangkok sel stem secara genetik untuk memproduksi dopamine atau sel stem
yang berubah menjadi sel memproduksi dopamine telah mulai dilakukan. Percobaan
pertama yang dilakukan adalah randomized double-blind sham-placebo dengan
pencangkokan dopaminergik yang gagal menunjukkan peningkatan mutu hidup untuk
pasien di bawah umur.
7. Operasi
Operasi untuk penderita Parkinson jarang dilakukan sejak ditemukannya
levodopa. Operasi dilakukan pada pasien dengan Parkinson yang sudah parah di mana
terapi dengan obat tidak mencukupi. Operasi dilakukan thalatotomi dan stimulasi
thalamik.

8. Terapi neuroprotektif
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang
diinduksi

progresifitas

penyakit.

Yang

sedang

dikembangkan

sebagai

agen

neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids,


bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun yang sering
digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors (selegiline and rasagiline),
dopamine agonis, dan complek I mitochondrial fortifier coenzyme Q10.
9. Nutrisi

22

Beberapa nutrient telah diuji dalam studi klinik klinik untuk kemudian
digunakan secara luas untuk mengobati pasien Parkinson. Sebagai contoh, L- Tyrosin
yang merupakan suatu perkusor L-dopa mennjukkan efektifitas sekitar 70 % dalam
mengurangi gejala penyakit ini. Zat besi (Fe), suatu kofaktor penting dalam biosintesis
L-dopa mengurangi 10%- 60% gejala pada penelitian terhadap 110 pasien.
THFA, NADH, dan piridoxin yang merupakan koenzim dan perkusor koenzim
dalam biosintesis dopamine menunjukkan efektifitas yang lebih rendah dibanding LTyrosin dan zat besi. Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi secara teori dapat
mengurangi kerusakan sel yang terjadi pada pasien Parkinson. Kedua vitamin tersebut
diperlukan dalam aktifitas enzim superoxide dismutase dan katalase untuk menetralkan
anion superoxide yang dapat merusak sel.
Belum lama ini, Koenzim Q10 juga telah digunakan dengan cara kerja yang
mirip dengan vitamin A dan E. MitoQ adalah suatu zat sintesis baru yang memiliki
struktur dan fungsi mirip dengan koenzim Q10.
10. Botox
Baru-baru ini, injeksi Botox sedang diteliti sebagai salah satu pengobatan nonFDA di masa mendatang.

2.8 Prognosis
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson,
sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena
parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat
menyebabkan kematian.

23

Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan


pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala
terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah.4
PD sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan
dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien PD pada umumnya lebih rendah
dibandingkan yang tidak menderita PD. Pada tahap akhir, PD dapat menyebabkan
komplikasi seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang dapat menyebabkan
kematian.
Progresifitas gejala pada PD dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. Namun
demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk
memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan treatment
yang tepat, kebanyakn pasien PD dapat hidup produktif beberapa tahun setelah
diagnosis.

24

BAB III
LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis kelamin
Bangsa
Suku
Agama
Alamat
Pekerjaan
No. RM

:
:
:
:
:
:
:
:
:

WM
60 tahun
Laki-Laki
Indonesia
Bali
Hindu
Penyaringan, Jembrana
Pensiunan penjaga sekolah
025926

II. AUTOANAMNESIS
Penyakit Sekarang
Keluhan utama : kaki dan tangan bergetar
Keluhan yang berhubungan dengan keluhan utama: langkah kecil-kecil, bagian rahang
terasa kaku.
Perjalanan penyakit :
Pasein datang dengan keluhan kaki dan tangan pasien sering bergetar tanpa
disadari sejak sekitar lima setengah tahun yang lalu (tahun 2007). Keluhan ini timbul
perlahan-lahan hingga akhirnya pasien menyadarinya. Getaran dirasakan pada kedua
tangan dan kaki, terutama pada ujung-ujung jari tangan pasien. Getaran ini awalnya
dirasakan lebih keras pada tangan kiri, namun secara perlahan-lahan tangan dan kaki
pasien di kedua sisi juga mengalami getaran tersebut. Getaran dirasakan seperti getaran
kasar yang terjadi hilang timbul sepanjang hari. Getaran dikatakan terjadi saat pasien
duduk diam dan menghilang jika menggunakan tangannya untuk beraktivitas. Getaran
pada kaki juga menghilang saat pasien berjalan. Keluhan ini dikatakan membaik setelah
pasien meminum obat, dan bertambah buruk jika pasien kecapaian.
Selain tangan dan kaki yang bergetar, pasien juga mengeluhkan kaku pada
lehernya. Leher pasien dikatakan terkadang bergerak sendiri ke arah kiri. Keluhan ini

25

baru dirasakan sekitar tahun 2008 dan makin lama makin terasa. Keluhan ini hilang
timbul dan berhenti jika pasien memiringkan badannya saat tidur ke arah kiri.
Pasien juga mengeluhkan langkah kaki saat berjalan menjadi kecil kecil, pasien
juga merasa dirinya menjadi lambat dalam melakukan aktivitas, hal ini mulai dirasakan
sejak tahun 2007 hampir bersamaan dengan tangan dan kakinya yang bergetar sendiri.
Pasien juga mengeluh jika menulis lama, maka tulisannya akan berubah menjadi makin
lama makin tidak beraturan dan jelek. Belakangan ini pasien mengeluhkan rahangnya
kaku, sehingga pasien kesulitan dalam mengunyah dan menggerakkan rahang bawahnya.
Keluhan ini muncul

tiba-tiba tanpa pasien sadari. Semua keluhan ini dikatakan

membaik setelah pasien rajin berobat di Poli Saraf RSU Negara.


Keluhan kaku pada sendi, baik sendi siku maupun lutut disangkal oleh pasien.
Keluhan kesulitan mempertahankan postur tubuh saat duduk maupun berdiri juga
disangkal oleh pasien.
Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Pasien dikatakan tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelum tahun
2007. Riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung serta penyakit
kronis lainnya disangkal oleh pasien.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Dikatakan tidak ada anggota keluarga lainnya yang mengalami hal dan keluhan
serupa seperti pasien. Penyakit hipertensi, diabetes mellitus, serta penyakit kronis
lainnya dalam keluarga disangkal oleh pasien.
Riwayat Pribadi / Sosial
Lahir : normal
Mulai bicara : lupa
Gagap : tidak ada
Mulai jalan : lupa
Mulai membaca : lupa
Jalan waktu tidur : tidak ada
Ngompol : ada
Pendidikan : tamat SMP

Kanan / kidal : kanan


Makanan : nasi
Minuman keras : tidak
Merokok : tidak
Kawin : iya
Anak : punya

26

STATUS PRESENT
Berat : 58 kg
Tinggi : 165 cm
Tekanan darah : 100 mmhg / 60 mmhg
Nadi : 72 x / menit
Respirasi : 20 x/menit
Kepala : Mata : anemis -/-, ikterus -/-, reflex pupil +/+ isokor
THT : Tonsil T1/T1, faring hiperemis ()
Mulut : lidah tremor (), atrofi (), bibir sianosis ()
Leher : Arteri karotis komunis kanan : bruit ()
Arteri karotis komunis kiri : bruit ()
Thoraks :
Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung atas : MCL S ICS II
batas jantung kanan : PSL D ICS V
batas jantung kiri : MCL S ICS V
Auskultasi : S1 S2 tunggal regular murmur ()
Paru :
Inspeksi : simetris
Palpasi : vocal fremitus kanan kiri normal
Perkusi : sonor / sonor
Auskultasi : vesikuler +/+, Rhonchi -/-, Wheezing -/Abdomen :
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : hepar / lien tidak teraba
Perkusi : timpani pada semua region
Genitalia : tidak dievaluasi
Ekstrimitas : hangat pada keempat ekstrimitas, oedem ()
Kulit : kesan normal
STATUS NEUROLOGIS
A. KESAN UMUM
Kesadaran
: compos mentis (GCS : E4V5M6)
Kecerdasan
: belum dapat dievaluasi
Kelainan jiwa
: tidak ada
Kaku dekortikasi : tidak ada
Kaku deserebrasi : tidak ada
Refleks leher tonik : tidak ada
Pergerakan mata boneka : tidak dapat dievaluasi
Deviation conjugee : tidak ada
Krisis oculogirik : tidak ada
Opistotonus : tidak ada

27

KRANIUM
Bentuk : bulat
Fontanel : tertutup
Perkusi : dullness
Transiluminasi : tidak dikerjakan

simetris : simetris
Kedudukan : simetris
Palpasi : fraktur tidak ada
Auskultasi : bruit (-)

PEMERIKSAAN KHUSUS
1. RANGSANGAN SELAPUT OTAK
Kaku kuduk : Tanda kernig : -/Tanda leher brudzinki I : Tanda tungkai kontralateral brudzinski : -/2. SARAF OTAK
Kanan
Nervus I
Subjektif :
Objektif :
Nervus II
Visus :
Kampus :
Hemianopsia :
Melihat warna :
Skotom :
Fundus :

kesan normal
normal
> 6 / 60
normal
normal
normal
tidak ada
tidak dikerjakan

Kiri
kesan normal
normal
> 6 / 60
normal
normal
normal
tidak ada
tidak dikerjakan

Nervus III,IV,VI
Kedudukan bola mata : ditengah
Pergerakan bola mata : baik ke segala arah
Nistagmus :
Celah mata :
normal
Ptosis :
tidak ada
Pupil :
Bentuk :
bulat regular
Ukuran :
3 mm
Refleks Pupil :
Reaksi cahaya langsung : +
Reaksi cahaya konsensuil : +
Reaksi pupil akomodatif : +
Reaksi pupil Marcus-Gunn : Tes Wartenberg :
normal

ditengah
baik ke segala arah
normal
tidak ada
bulat regular
3 mm
+
+
+
normal

28

Nervus V
Motorik : normal
Sensibilitas : normal
Refleks kornea :
Langsung :
Konsensuil :
Refleks kornea mandibular :
Refleks bersin :
Refleks nasal Becterew :
Refleks maseter : Trismus: Refleks menetek : Reflex nsnout : Nyeri tekan : infraorbital
Supraorbital
Mentalis

+
+
+
+

+
+
+
+

Nervus VII
Otot wajah dalam istirahat : lipatan dahi simetris kanan dan kiri, sudut mata simetris,
nasolabial kiri lebih mendatar, sudut sejajar.
Mengerutkan dahi : normal
Menutup mata : normal
Meringis : normal
Bersiul : normal
Gerakan involunter : Tic : tidak ada; Spasmus : tidak ada
Indera pengecap
Asam : kesan normal
Asin : kesan normal
Pahit : kesan normal
Manis : kesan normal
Sekresi air mata : tidak dikerjakan
Hiperakusis : Tanda Chvostek : Refleks glabela : Nervus VIII
Mendengarkan suara bisik / gesekan jari tangan : kanan kiri normal
Tes garpu tala
Rinne : tidak dikerjakan

29

Schwabah : tidak dikerjakan


Weber :tidak dikerjakan
Bing : tidak dikerjakan
Tinitus : tidak ada
Keseimbangan : tidak dikerjakan
Vertigo : tidak dikerjakan
Nervus IX, X, XI, XII
Langit-langit lunak : arkus faring simetris
Menelan : normal
Disartri : tidak ada
Disfoni : tidak ada
Lidah : tremor : tidak ada; atropi : tidak ada; fasikulasi : tidak ada
ujung lidah dalam istirahat : deviasi ke kanan
ujung lidah sewaktu dijulurkan keluar : deviasi ke kiri
Refleks muntah : +
Mengangkat bahu : simetris
Fungsi m. sterno-kleido-mastoideus : normal
Inervasi simpatetik : normal
Inervasi parasimpatetik : normal
3. ANGGOTA ATAS
Kanan
Simetris :
Tenaga :
M. deltoid ( abduksi lengan atas)
5
M. biseps ( fleksi lengan atas )
5
M. triseps ( ekstensi lengan atas )
5
Fleksi pergelangan tangan
5
Ekstensi pergelangan tangan
5
Membuka jari jari tangan
5
Menutup jari jari tangan
5
Tonus :
normotoni
Tropik :
eutrofik
Refleks
Biseps :
++
Triseps :
++
Radius :
++
Ulna :
++
Leri :
+
Pronasi-abduksi lengan :
+

Kiri
simetris
5
5
5
5
5
5
5
normotoni
eutrofik
++
++
++
++
+
+
30

Mayer :
+
Hoffman Tromner :
Memegang :
Palmomental :
Sensibilitas
Perasa raba : normal
Perasa nyeri : normal
Perasa suhu : normal
Perasa propioseptif : normal
Perasa vibrasi : normal
Stereognosis : normal
Barognosis : normal
Diskriminasi dua titik : normal
Grafestesia : normal
Topognosis : normal
Parestesia : normal
Koordinasi :
Tes telunjuk telunjuk : normal
Tes telunjuk hidung : normal
Tes hidung telunjuk hidung : normal
Tes pronasi supinasi : normal
Tes tepuk lutut : belum dapat dievaluasi
Dismetri : normal
Fenomena lajak : tidak ada
Vegetatif
Vasomotorik : normal
Sudomotorik : normal
Pilo arektor : normal
Gerakan involunter :
Tremor : Resting tremor (+) pada kedua tangan
Khorea : tidak ada
Atetosis : tidak ada
Balismus : tidak ada
Mioklonus : tidak ada
Distonia : tidak ada
Spasmus : tidak ada
Tanda trousseau : Tes phalen : tidak ada
Nyeri tekan pada saraf : tidak ada

+
-

4. BADAN
Keadaan kolumna vertebralis
Kelainan local : tidak ada
Nyeri tekan / ketok local : tidak ada
Gerakan fleksi : normal
31

Ekstensi : normal
Deviasi lateral : normal
Rotasi : normal
Kanan
otot otot :
normal
Reflex kulit dinding perut atas :
+
Reflex kulit dinding perut bawah :
+
Reflex anal : tidak dikerjakan
Reflek kremaster : tidak dikerjakan
Sensibilitas :
Perasa raba : normal
Perasa nyeri : normal
Perasa suhu : normal
Koordinasi :
Asinergia serebeler : belum dapat dievaluasi
Vegetative
Kandung kencing : normal
Rectum : normal
Genitalia : normal
Gerakan involunter : gerakan leher kearah kiri

kiri Keadaan
normal
+
+

5.ANGGOTA BAWAH
Kanan
Simetris :
Tenaga :
Fleksi panggul :
Ekstensi panggul :
Fleksi lutut :
Ekstensi lutut :
Plantar-fleksi kaki :
Dorso-fleksi kaki :
Gerakan jari jari kaki :
Tonus :
Trofik :
Refleks
Lutut ( KPR ) :
Achilles ( APR ) :
Supinasi-fleksi kaki :
Plantar :
Babinski :
Oppenheim :
Chadock :
Schaefer :
Stransky :
Gonda :

kiri
simetris

5
5
5
5
5
5
5
normotoni
eutrofik
++
++
+
+
-

5
5
5
5
5
5
5
hipotoni
eutrofik
++
++
+
+
32

Bing :
Mendel Bechterew :
Rossolimo :
Klonus :
Paha :
Kaki :

Sensibilitas
Perasa raba : normal
Perasa nyeri : normal
Perasa suhu : normal
Perasa propioseptif : normal
Perasa vibrasi : normal
Diskriminasi dua titik : normal
Grafestesia : normal
Topognosis : normal
Parestesia : normal
Koordinasi :
Tes tumit-lutut-ibu jari kaki : normal
Tes ibu jari kaki-telunjuk : normal
Berjalan menuruti garis lurus : normal
Berjalan memutar : normal
Berjalan maju mundur : normal
Lari ditempat : lambat
Langkah / gaya jalan : langkah kecil dan kaku
Vegetatif
Vasomotorik : normal
Sudomotorik : normal
Pilo-arektor : normal
Gerakan involunter
Tremor : Resting tremor pada kedua kaki
Khorea : tidak ada
Atetosis : tidak ada
Balismus :tidak ada
Mioklonus :tidak ada
Distonia : tidak ada
Spasmus : tidak ada
Tes Romberg : belum dapat dikerjakan
Nyeri tekan saraf : tidak ada
6.FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : tidak ada
Afasia sensorik : tidak ada
Afasia amnestik : tidak ada
Afasia konduksi : tidak ada
33

Afasia global : tidak ada


Agrafia : tidak ada
Aleksia : tidak ada
Apraksia : tidak ada
Agnosia : tidak ada
Akalkulia : tidak ada
7. PEMERIKSAAN LAIN
Tanda Myerson
Tanda Lhermitte
Tanda Naffziger
Tanda Dejerine
Tanda Tinel
Tanda Lasague
Tanda OConnel

: Tidak dilakukan
: Negatif
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan

8. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tidak dilakukan
9. PUNGSI LUMBAL
Ttidak dilakukan
10. PEMERIKSAAN NEUROVASCULAR
Tidak dilakuan
11. PEMERIKSAAN NEUROIMAGING
CT-Scan, EEG dan PET Scan tidak dilakukan
12. PEMERIKSAAN ELEKTRODIAGNOSTIK
EKG tidak dilakukan
RESUME
Pasien W M, Laki-laki, 60 tahun , Bali Indonesia, pensiunan penjaga sekolah
datang dengan keluhan kaki dan tangan pasien sering bergetar tanpa disadari sejak
sekitar lima setengah tahun yang lalu yang timbul perlahan-lahan, awalnya dirasakan di
tangan kiri pasien namun kemudian kedua tangan dan kaki pasien juga bergetar seperti
getaran kasar yang terjadi hilang timbul sepanjang hari. Getaran dikatakan terjadi saat
pasien duduk diam dan menghilang jika menggunakan tangannya untuk beraktivitas.
Keluhan ini dikatakan membaik setelah pasien meminum obat, dan bertambah buruk
jika pasien kecapaian.

34

Pasien juga mengeluhkan kaku pada lehernya. Leher pasien dikatakan terkadang
bergerak sendiri ke arah kiri. Pasien juga mengeluhkan langkah kaki saat berjalan
menjadi kecil kecil, serta dirinya menjadi lambat dalam melakukan aktivitas,jika
menulis lama, maka tulisannya pasien dikatakan makin lama makin tidak beraturan dan
jelek. Keluhan kaku pada sendi dan kesulitan mempertahankan postur tubuh disangkal
oleh pasien.
Riwayat penyakit dan keluarga disangkal oleh pasien. Status present pasien
dalam batas normal. Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien kompos
mentis, terdapat resting tremor pada kedua tangan dan kaki pasien, terdapat gerakan
involunter berupa gerakan leher ke arah kiri. Langkah /gaya jalan pasien kecil-kecil dan
kaku. Tenaga, tonus, tropik dan reflek masih dalam batas normal.
DIAGNOSIS TOPIK
Substansia Nigra
DIAGNOSIS BANDING :
- Tremor esensial
- Sindroma Parkinson oleh karena berbagai etiologi
- Sindroma Parkinson oleh karena penyebab degenerative lainnya.
DIAGNOSIS MUNGKIN
Penyakit Parkinson
PENATALAKSANAAN :
Terapi Nonfarmakologis :
- Fisioterapi
- KIE pasien dan keluarga mengenai kondisi, usulan pemeriksaan, diagnosis,
prognosis, penatalaksanaan berikutnya.
Terapi Farmakologis :
- Levarson tablet 3 x 1
- Artane tablet 3 x 1
- Sifrol tablet 1 x 1

PROGNOSIS
35

Ad vitam

: dubius ad bonam

Ad fungsional : dubius ad malam

36

DAFTAR PUSTAKA
1. Jankovic J. Parkinsons disease: clinical featutes and diagnosis. J Neurol Neurosurg
Psychiatry 2008; 79:368-376.
2. Thomas B, Beal Flint M. Parkinsons disease. Human Molecular Genetics, 2007, Vol.
16, Review Issue 2.
3. Siderowf A, Stern M. Update on Parkinson Disease. Annals of Internal Medicine,
2003;vol. 138: 651-9
4. Lang AE, Lozano AM. Parkinson Disease. The New England Journal of Medicine, 2000.
Vol.339:1130-43
5. Nutt John G, Wooten G. Frederick. Diagnosis and Initial Management of Parkinsons
Disease. The New England Journal of Medicine, 2005;353:1021-7.
6. Fahn S and Ford B. Medical Treatment of Parkinsons Disease and its Complications in
Neurological Therapeutics Principles and Practice vol 2 part 2. Martin Dunitz.
United Kingdom. 2003. p 2447-2482
7. Marsh Laura. Neuropsychiatric aspects of Parkinsons Disease. Psychosomatics 41:1,
January February 2000.
8. Kelompok Studi Gangguan Gerak PERDOSSI: Konsensus Tatalaksanan Penyakit
Parkinson . Edisi Revisi , 2003
9. Joesoef AA. Patofisiologi dan managemen penyakit parkinson. Dalam: Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan V. FK. Unair , 2001 : 27 53

37

Anda mungkin juga menyukai