Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan yang utama di negara-

negara berkembang, termasuk Indonesia.1 Disamping faktor sosial ekonomi, iklim

tropis banyak berpengaruh terhadap mudah berkembangnya kuman-kuman di alam

bebas, yang sewaktu waktu dapat mengancam manusia.2

Diantara penyakit infeksi yang amat berbahaya adalah infeksi susunan saraf

pusat termasuk meningitis dan ensefalitis. Sampai saat ini, infeksi susunan saraf pusat

masih merupakan masalah penting bagi kesehatan masyarakat, Meskipun dengan

penemuan antibiotika dan kemoterapeutik, mortalitas dari meningitis telah banyak

menurun, namun masih sering dijumpai penderita yang meninggal dan banyak

penderita yang menjadi cacat akibat keterlambatan dalam diagnosa dan pemberian

terapi yang tidak memadai. Oleh karena itu setiap dokter wajib mengetahui sedini

mungkin gejala-gejala dan tanda-tanda meningitis serta penatalaksanaannya.2

Insiden meningitis dianggap lebih tinggi di negara berkembang dikarenakan

kurangnya akses masyarakat terhadap sarana pencegahan seperti vaksinansi. 3

Berdasarkan data yang telah dilaporkan, angka kejadiannya 10 kali lipat lebih tinggi

daripada di negara-negara maju.3 Kejadian meningitis pada pria maupaun wanita

adalah sama. Anak-anak umur 6 bulan hingga 1 tahun merupakan resiko terbesar.

75% kejadian meningitis pada umur dibawah 15 tahun.4

Angka kematian yang disebabkan oleh penyakit meningitis ini bervariasi,

tergantung pada agen penyebabnya.3 Diantara penyebab umum meningitis bakteri

1
akut, angka kematian tertinggi didapatkan pada meningitis oleh Pneumococcus.3

Tingkat kematian yang dilaporkan untuk tiap organisme tertentu adalah 19-26%

untuk meningitis yang disebabkan oleh infeksi S.pneumoniae, 3-6% untuk menigitis

H.influenzae, 3-13% untuk meningitis N.meningitidis, dan 15-29% untuk

L.monocytogenes meningitis.3

Terdapat beberapa penyebab meningitis, baik infeksi dan non-infeksi.

Penyebab noninfeksius umum termasuk obat-obatan (misalnya, obat anti inflamasi

dan antibiotik), diabetes, AIDS dan kanker. Sedangkan penyebab infeksi adalah

infeksi bakteri, virus, parasit dan jamur.5

Artikel ini akan lebih fokus terhadap meningitis yang disebabkan oleh infeksi

bakteri. Meningitis bakteri pada umumnya lebih berbahaya daripada meningitis virus,

penyakit ini dapat menyerang dengan kecepatan yang luar biasa dan dan dapat

mengancam jiwa seseorang dalam beberapa jam, atau menyebabkan kecacatan

permanen seperti kerusakan otak, kehilangan pendengaran, kebutaan.3,6

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Meninges

Encephalon dan medulla spinalis dibungkus oleh 3 selaput/membran,

yaitu berturut-turut dari superficial ke profundus, duramater, arachnoidea

mater, pia mater.7 Dua lapisan yang terakhir mempunyai nama lain yaitu

leptomeninges, sedang nama lain duramater adalah pachymeningen. 7 Untuk

membedakan apakah selaput tersebut dimiliki oleh encephalon atau medulla

spinalis, maka ditambahkan kata encephali dibelakang kata mater untuk

pembungkus encephalon dan kata spinalis untuk medulla spinalis. 7

2.1.1 Duramater encephali

Terdiri atas 2 lapisan, yaitu stratum endosteale (periosteale) dan

stratum meningeale, yang letaknya lebih profundus dari lapisan pertama.

Kedua lapisan ini melekat sangat erat satu dengan lainnya, kecuali pada

tempat tertentu dimana keduanya terpisah untuk membentuk sinus

duramatris.7

Startum endosteale merupakan periosteum yang melapisi permukaan

internal cranium. Di foramen occipitale magnum, lapisan ini tidak

melanjutkan diri ke inferior sebagai dura mater spinalis. Di sekeliling tepi

semua foramina pada cranium lapisan ini melanjutkan diri sebagai periosteum

3
di sisi external cranium, pada sutura, stratum endosteale melanjutkan diri

sebagai ligament suturale. Lapisan ini melekat erat pada tulang-tulang basis

cranii. 7

Stratum meningeale merupakan duramater encephali yang sebenarnya.

Lapisan ini berupa membran padat dan fibrous kuat yang menyelimuti

encephalon, serta di foramen occipital magnum akan melanjutkan diri ke

inferior sebagai duramater spinalis. Duramater spinalis akan melapisi nervi

craniales pada saat nervi craniales tersebut melewati foramina pada cranium.

Di luar cranium, lapisan ini akan menyatu dengan epineurium dari nervi

cranialis. 7

Stratum meningeale ke arah profundus membentuk semacam septa,

yang membagi cavum cranii menjadi ruang-ruang yang saling berhubungan

dengan bebas dan ditempati oleh bagian-bagian encephalon. Fungsi septa ini

adalah untuk membatasi perpindahan tempat bagian-bagian encephalon ketika

terjadi perlambatan atau percepatan saat kepala bergerak. Ada 4 buah septa

yang terbentuk, yaitu falx cerebri, tentorium cerebelli, falx cerebella dan

diaphragm sellae. 7

Falx cerebri merupakan lipatan stratum meningeale duramater

encephali berbentuk mirip bulan sabit, yang terletak di bidang median diantara

kedua hemisphere cerebri. Struktur ini terletak di superior dari dan mengikuti

lengkungan corpus callosum. 7

4
Tentorium cerebella merupakan lipatan stratum meningeale duramater

encephali yang seolah-seolah menyangga lobus occipitalis dan membentuk

atap cerebellum. 7

Falx cerebelli, yang berbentuk mirip bulan sabit kecil terletak di

inferior tentorium cerebeli. 7

Diaphragm sellae berbentuk mirip bulatan kecil dan letaknya di bidang

horizontal, serta merupakan atap sellae tursica. Di pusatnya terdapat lubang

kecil yang dilalui oleh tangkai hypophysis cerebri (hypophyseal stalk). Di

inferior diaphragma sellae terdapat hypophysis cerebri. Chiasma opticum

sebagian atau seluruhnya terdapat di superior dari diaphrama sellae. 7

Sinus duramatris terletak diantara kedua lapisan duramater encephali.

Fungsi utamanya merupakan muara darah vena dari encephalon melalui vv.

Cerebri dan liquor cerebrospinalis dari spatium subarachnoidea melalui villi

subarachnoidea. 7

2.1.2 Arachnoidea mater encephali

Arachnoidea mater encephali merupakan membran lembut dan tidak

permeabel yang terletak diantara piamater encephali di profundus dengan

duramater encephali di superficialnya. Lapisan ini dipisahkan dari duramater

encephali oleh spatium subdurale, yang merupakan ruang potensial berisi

cairan amat sedikit dan dipisahkan dari piamater encephali oleh spatium

subarachnoidea, yang berisi liquor cerebrospinalis. Permukaan lapisan ini

diliputi oleh sel-sel mesotel. 7

5
2.1.3 Piamater encephali

Lapisan ini berupa membran vaskuler yang dilapisi oleh sel mesotel

pipih. Piamater encephali menyeliputi encephalon, melapisi gyri dan

mengikuti lekukan sulci. Lapisan ini meluas ke luar sampai menyelimuti nn.

Cranialis dan menyatu dengan perineurium saraf-saraf tersebut. Aa. Cerebri

masuk ke jaringan encephalon bersama dengan lapisan piamater encephali ini.

Piamater encephali membentuk tela choroidea di atap ventriculi III et IV dan

menyatu dengan ependyma untuk membentuk plexus choroideus di ventriculi

lateralis, III et IV. 7

Gambar 2.1 Anatomi Meningen

6
2.2 Definisi Meningitis Bakterial

Meningitis merupakan reaksi keradangan yang mengenai salah satu

atau beberapa lapisan selaput otak yang melapisi otak dan medula spinalis, 2

sedangkan meningitis bakteri adalah keradangan selaput otak yang disebabkan

oleh infeksi bakteri.3

2.3 Klasifikasi Meningitis Bakterial1

Berdasarkan lapisan selaput otak yang mengalami radang, maka

meningitis dibagi menjadi :

1. Pakimeningitis : yang mengalami radang adalah duramater.


2. Leptomeningitis : yang mengalami radang adalah arakhnoid dan

piamater.

2.4 Etiologi 1,4,9,10

Berdasarkan usia penderita, maka penyebab meningitis bakterial

dibagi menjadi :

Tabel 2.1 Penyebab meningitis bakterial berdasrkan usia penderita

Usia Kuman penyebab


Neonatus Escherichia coli, Streptococcus, S.aureus, Diplococcus pneumonia
Bayi dan H.influenza, N. meningitidis, D.pneumoniae, E.coli,
anak Streptococcus
H.influenza, N. meningitidis, D.pneumoniae, E.coli, Streptococcus,
Dewasa S.aureus

2.5 Faktor resiko3,4,8

7
1. Usia : Meningitis terjadi pada orang-orang dalam semua kelompok umur,

tetapi individu yang sangat muda (bayi dan anak-anak) serta individu

lanjut usia (>60 tahun) lebih rentan terhadap infeksi. Pengenalan terhadap

vaksin HIB (haemophilus influenza B) juga mengubah median umur

pasien, dari 15 bulan pada tahun 1986 menjadi usia 25 tahun pada tahun

1995.

2. Infeksi : Infeksi saluran nafas atas (infeksi nasofaring, infeksi laring),

infeksi paru, infeksi telinga tengah, infeksi sinus paranasalis, infeksi

mastoid.

3. Trauma : Trauma kepala.

4. Imunitas yang menurun : terdapat penyakit tertentu (Acquired Immuno

Deficiency Syndrome), obat- obatan immunosupresan dan prosedur bedah

yang mungkin melemahkan sistem kekebalan tubuh sehingga

memudahkan terjadinya meningitis.

5. Pengaturan masyarakat : Penyakit infeksi cenderung menyebar dengan

cepat dimanapun kelompok orang yang lebih besar berkumpul bersama.

Akibatnya, mahasiswa yang tinggal di asrama, personil militer, dan anak-

anak yang tinggal di fasilitas penitipan anak cenderung berada pada resiko

yang lebih tinggi

2.6 Epidemiologi

8
Insiden meningitis dianggap lebih tinggi di negara berkembang

dikarenakan kurangnya akses masyarakat terhadap sarana pencegahan seperti

vaksinansi.3 Berdasarkan data yang telah dilaporkan, angka kejadiannya 10

kali lipat lebih tinggi daripada di negara-negara maju.3 Kejadian meningitis

pada pria maupaun wanita adalah sama. Anak-anak umur 6 bulan hingga 1

tahun merupakan resiko terbesar. 75% kejadian meningitis pada umur

dibawah 15 tahun.4

Angka kematian yang disebabkan oleh penyakit meningitis ini

bervariasi, tergantung pada agen penyebabnya.3 Diantara penyebab umum

meningitis bakteri akut, angka kematian tertinggi didapatkan pada meningitis

oleh Pneumococcus.3 Tingkat kematian yang dilaporkan untuk tiap organisme

tertentu adalah 19-26% untuk meningitis yang disebabkan oleh infeksi

S.pneumoniae, 3-6% untuk menigitis H.influenzae, 3-13% untuk meningitis

N.meningitidis, dan 15-29% untuk L.monocytogenes meningitis.3

2.7 Patogenesis

Kuman-kuman masuk ke dalam susunan saraf secara hematogen ke

pleksus koroideus, parenkim, meningen atau langsung menyebar dari kelainan

di nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia), jantung

(endokarditis), defek anatomi kranium setelah trauma kepala atau dari telinga

tengah dan sinus paranasal.1,4,9,10 Infeksi traktus respiratorius dan korda

umbilikalis merupakan sumber infeksi tersering pada neonatus.4 Kolonisasi di

traktus respiratorius diikuti dengan invasi dan bakteriemia biasanya terjadi

pada anak-anak.4 Invasi kuman-kuman (meningococcus, pneumococcus,

9
haemophilus influenza, streptococcus) ke dalam ruang subaraknoid

menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, cairan serebrospinal (CSS)

dan sistem ventrikulus.1,9 Apabila organisme dapat menembus blood brain

barrier, mereka akan menyebabkan keluarnya sel-sel PMN menuju ke CSS,

sehingga CSS akan menjadi tampak keruh.4 Kapsul bakteri polisakarida,

lipopolisakarida dan membran protein berperan dalam invasi dan virulensi

bakteri.9

Bakteri melepaskan endotoksin yang menstimulasi keluarnya sitokin

inflamasi seperti interleukin 1, interleukin 6 dan tumor nekrosis faktor dari

makrofag yang menyebabkan perubahan permebilitas blood-brain barrier,

edema serebral vasogenik, perubahan pada aliran darah otak dan mungkin

secara langsung bersifat toksik terhadap sel neuron.4,9

Inflamasi melebar ke lapisan korteks yang menyebabkan edema

vasogenik.4 Selain itu inflamasi vena serebri menyebabkan thromboplebitis

kortikal yang akan menyebabkan edema, venous thrombosis dan infark. 1,4

Edema sitotoksik merupakan akibat dari bengkaknya elemen seluler dari

parenkim otak yang disebabkan oleh pelepasan faktor toksin dari neutrofil

atau bakteri dan hormon antidiuretik yang mengakibatkan peningkatan


4
permeabilitas air. Edema interstisial merupakan akibat dari terganggunya

absorpsi CSS melalui granulationes arachnoides menyebabkan peningkatan

resistensi aliran CSS. 4 Tiga jenis edema tersebut berperan pada edema yang

terjadi pada meningitis. 4

10
Respon inflamasi akut dapat diikuti dengan penebalan dan fibrosis dan

adhesi antara meningen dengan otak sehingga menggangu aliran dan absorpsi

CSS, sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikans, peningkatan TIK

(tekanan intra kranial), dan herniasi.1,4,9,10 Trombosis serta organisasi eksudat

perineural yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan nervus cranialis

Nn.III, IV, VII dan VIII.

2.8 Gejala dan Tanda

Gejala dan tanda meningitis bervariasi menurut usia.4

2.8.1 Neonatus

Pada neonatus, gejala dan tanda meningitis bakterial akut tidak bisa

dibedakan dengan sepsis atau penyakit serius lainnya.4 Neonatus

menunjukkan perubahan kontrol suhu, bradikardia, distres respirasi, sianosis,

tidak nafsu makan, ikterus, dan diare. Kejang terjadi pada 40% neonatus.

Penonjolan fontanela dan meningismus terjadi pada 20% kasus.4

2.8.2 Bayi

Bayi dengan meningitis bakterial akut akan muncul dengan demam

pada siang dan malam, sulit diberi makan, muntah, letargi, tidak ada respon

motorik ketika diberi stimulasi, baik visual, auditori, taktil maupun kaku

kuduk.4

2.8.3 Anak-anak

Onset demam yang cepat, sakit kepala, munta, kaku kuduk, dan

perubahan progresif status mental, dari iritabiliti dan bingung ke arah stupor.

Infark serebri dengan hemiparese dan kejang dapat muncul atau kejang dapat

11
mencul akibat dari hiponatremia yang berhubungan dengan SIADH

(Syndrome of Inappropriate Secretion of ADH). 4

2.8.4 Dewasa

Gejala meningitis antara lain sakit kepala, demam, kaku kuduk diikuti

dengan mual,muntah, kesadaran menurun, fotofobia, kejang, kesulitan

bernafas, hemiparese atau defisit fokal saraf kranialis.7,4,9,10

Tanda-tanda iritasi meningeal didapatkan pada 80% kasus, kadang-

kadang tidak ditemukan pada pasien yang sangat muda, sangat tua, dan pasien

tidak sadar.9 Pada pasien coma, semua tanda-tanda menghilang karena sudah

tidak ada respon terdapat rangsangan nyeri. 9 Tanda-tanda iritasi meningeal

antara lain, Kernig sign, dan Brudzinski sign.1,4,9,10

Kejang fokal atau general dapat disebabkan oleh efek mikrovaskuler

yang difus dari inflamasi meningeal, abses atau subdural empyema, atau

toksin yang dilepaskan secara sistemik dari organisme seperti Shigella.10

Cranial nerve palsy juga dapat ditemukan. Inflamasi dapat

mengganggu saraf-saraf yang melewati meningen.10 Abducens palsy dapat

terjadi sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.7,9 Occulomotorius

palsy dengan disfungsi pupil atau otot ekstraokular dapat mengindikasikan

herniasi transtentorial.10 Saraf kranial VIII dapat rusak oleh karena infeksi

telinga dalam atau buntunya arteri auditorius internus, dengan onset tuli

permanen yang mendadak.10

12
2.9 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

1. Lumbal Pungsi
Diagnosa pasti adalah dengan pemeriksaan CSS melalui pungsi

lumbal.1,4,9,10 Jumlah CSS yang diambil secukupnya untuk pemeriksaan. 1

Indikasi lumbal pungsi4, antara lain:


1. Konfirmasi diagnosis.
2. Identifikasi organisme.
3. Tes sensitivitas antibiotik.

Kontraindikasi lumbal pungsi4, antara lain:

1. Peningkatan tekanan intrakranial karena adanya massa.


2. Penyakit kardiorespirasi.
3. Lesi pada tempat penusukan pungsi lumbal.
4. Gangguan koagulasi darah.

Komplikasi lumbal pungsi4, antara lain:

1. Sakit kepala post pungsi lumbal : dikarenakan kebocoran CSS

yang berlanjut melewati lubang pungsi pada dura. Ini

menyebabkan punurunan tekanan intra kranial dan traksi pada dura

intraserebral. Penyebab lainnya yaitu karena penurunan produksi

CSS dan penurunan tekanan CSS.


2. Gangguan labirin : keluhan vertigo dengan perubahan posisi

sering diikuti dengan sakit kepala dan diterapi dengan istirahat,

sedasi, dan masukan cairan yang adekuat.


3. Gangguan motorik okular : diplopia disebabkan oleh penurunan

batang otak setelah CSS diambil sehingga terjadi traksi nervus

kranialis III atau VI.


4. Sakit punggung post pungsi lumbal : biasanya dikarenakan

karena ada multipel pungsi yang tidak sukses dalam mencoba

menusukkan jarum pada ruang subarakhnoid.

13
5. Hematoma intrakranial subdura : sering terjadi pada pasien

dengan atrofi otak yang mempunyai tekanan pada vena perforata

yang menyilang pada ruang subdural.


6. Infeksi : termasuk meningitis atau empyema subdural,

kemungkinan disebabkan oleh teknik pungsi lumbal yang kurang

steril. Streptococcus alpha hemolyticus merupakan patogen mayor

meningitis iatrogenik setelah pungsi lumbal.


7. Herniasi unkus : dikarenakan perubahan tekanan intra kranial

yang berubah secara mendadak. Lumbal pungsi sebaiknya jangan

dilakukan apabila ada tanda-tanda lesi massa intrakranial.


8. Traumatic tap : karena laserasi pembuluh darah pada plexus

venosus di kanalis spinalis.


Indeks Normal CSS4, antara lain :
Makros : jernih, tak berwarna, tak menggumpal pada tabung
Tekanan awal : 70-200 mmH2O
Sel : 0-5/mm3 (mononuklear)
Na+ : 142-150mEq/L ; K+ : 2.2-3.3 mEq/L ; Cl : 120-130 mEq/L
CO2 : 25 mEq/L ; pH : 7.35-7.40
Glukosa : 45-80mg/100 dL
Protein : 5-15 mg/dL (ventrikular) ; 10-25 mg/dL (cisternal) ; 15-

45 mg/dL (lumbar)
Gamma globulin : 5-12% dari total protein
Transaminase (GOT) : 7-49 U; LDH : 15-71 U ; CPK : 0-3 IU
BUN : 5-25 mg/dL ; bilrubin : 0
Asam amino : 30% dari level darah
Asam laktat :0.8-.8 mmol/L
Pada 85% orang dewasa dengan meningitis umumnya tekanan

CSS meningkat dan rata-rata 200-500 mmH 2O.1,4,0,10 CSS tampak kabur,

keruh atau purulen, dan organisme ditemukan pada hapusan langsung

pada 40% kasus.1,4,9 Pada meningitis bakterial stadium akut terdapat

leukosit polimorfonuklear.1,4,9 Jumlah sel berkisar antara 1.000-

14
10.000/mm3 dan pada kasus tertentu bisa mencapai 100.000/mm3, dapat

disertai dengan sedikit eristrosit.9 Bila jumlah sel di atas 50.000.mm3,

maka kemungkinan adalah abses otak yang pecah dan masuk ke dalam

ventrikulus.1,9,10
Kadar protein meningkat, umumnya bervariasi antara 100-2000

mg/dL, meskipun lebih dari 45 mg/dL sudah abnormal.1,4,9,10 Kadar

klorida umumnya dibawah 700 mg%.1 Kadar glukosa sangat turun, bisa

lebih rendah dari 40 mg/dL, kurang dari 50% kadar gula darah yang

diambil pada saat yang sama dengan pengambilan CSS. 1,4,9,10


Kultur (dalam waktu 48 jam) dan pengecatan gram (Grams Stain)

CSS sangatlah penting.1,4,9,10 Pengecatan Gram CSS dapat

mengidentifikasi organisme penyebab pada 80% kasus.7 Kultur CSS,

menunjukan positif pada 80% kasus, menyediakan diagnosa pasti dan

sensitivitas antibotik.9 Kultur darah, sputum, atau cairan dari lokasi

sumber potensial infeksi meningitis seperti nasofarimg, telinga, dan luka,

dapat membantu diagnosa, terutama pada infeksi Haemophilus influenza

atau Streptococcus pneumoniae.4,10 Kultur darah sebaiknya dilakukan

sebelum pemberian antibiotik.4 Hal ini sangatlah penting, terutama bila

lumbal pungsi tidak dilakukan, sedangkan kultur darah akan

menunjukkan hasil positif 90% pada anak-anak dengan H.Influenza,

meningitis tipe B dan 80% pada anak-anak dengan meningitis yang

disebabkan oleh Streptococus pneumoniae.4


Kadang-kadang pada pungsi lumbal pertama tak didapatkan

kelainan apapun. Keadaan demikian ini dapat dijumpai pada penderita

15
yang sebelumnya telah mendapatkan pengobatan antibiotik, tetapib pada

pembiakan ditemukan bakteri.1 Bila terdapat tanda-tanda peningkatan

tekanan intrakranial (koma, kekakuan serebrasi, reaksi cahaya negatif),

dapat dilakukan pungsi melalui sisterna magna.1 Cara ini untuk

menghindarkan terjadinya dekompresi di bawah foramen magnum dan

herniasi tonsilar cerebellum. 1


2. Foto polos tengkorak
Pemeriksaan ini dapat menentukan fraktur tulang tengkorak dan infeksi

sinus-sinus paranasales. Sebagai penyebab atau faktor resiko

meningitis.1,4,9,10
3. Foto dada

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan adanya pneumonia, abses

paru, proses spesifik dan massa tumor.1,9

4. CT SCAN dan MRI


Dengan pemeriksaan ini dapat diketahui adanya abses serebri, subdural

empyema, infark serebri, edema otak, ventrikulitis, hidrosefalus dan

massa tumor.1,4,9,10 Pemeriksaan ini sebaiknya ditunda hingga lumbal

pungsi dilaksanakan.10 Faktor resiko dari meningitis rekuren yaitu apabila

tampak gambaran fraktur kranium atau mastoiditis.10 Efusi subdural dapat

sembuh spontan pada Haemophilus influenza meningitis.10


5. ELIZA (Enzyme-linked Immunosorbant Assay)
ELIZA sangat berguna untuk menentukan spesies bakteri dan serotipe

dari kapsul bakteri. 4


6. Hasil Pemeriksaan Lain

Tes tuberkulin dilakukan untuk menentukan adanya proses spesifik,

seperti infeksi tuberkulosis.1 Pemeriksaan darah tepi untuk menghitung

16
leukosit dan gambaran hitung jenis sel.1 Pemeriksaan elektrolit perlu

dilakukan pada meningitis bakterial karena dapat terjadi dehidrasi dan

hiponatremi terutama dalam 48-72 jam pertama.1 Polimerase Chain

Reaction digunakan untuk mendiagnosa meningitis bakterial seperti

H.influenza, N. meningitidis, L. monocytogenes meningitis.9 C-reactive

protein muncul pada CSS dan meningitis bakteri akut dan meningitis

tuberkulosa tetapi absen pada meningitis viral.4 Peningkatan CSS lactate

acid dehydrogenase isoenzymes 4&5, dan peningkatan glutamic-

oxaloacetic transaminase pada meningitis bakterial.4

2.10 Diagnosis Banding

Tanda-tanda iritasi meningeal juga didapatkan pada perdarahan

subaraknoid, tetapi membedakannya mudah karena pada pungsi lumbal

perdarahan subarakhnoid akan didapatkan darah. Pada meningitis viral yang

masih awal dapat memberikan gambaran pleocytosis PMN dan gejala yang

mirip meningitis bakterial, tetapi apabila pungsi lumbal diulangi setelah 6-12

jam, limfositik menjadi predominan pada meningitis viral, dan glukosa CSF

normal.9

Tabel 2.2 Karakteristik Cairan Serebro Spinalis4


Kondisi Sel Protein Glukosa Ciri lain
Infeksi Sel darah putih 100250 mg 2050 mg%; Tampak organisme
3
Bakterial >50/mm , sering % biasanya lebih pada pengecatan
meningkat rendah dari Gram; tekanan
setengah meningkat
kadar gula
darah

17
Kondisi Sel Protein Glukosa Ciri lain
Infeksi viral, Sel darah putih 50200 mg Normal atau Dibutuhkan teknik
fungal, 10100/mm3 % sedikit kultur; tekanan
spirochetal menurun normal atau sedikit
mningkat
Infeksi Sel darah putih 1001,000 <50, menurun Teknik kultur dan
Tuberkulosa >25/mm3 mg% PCR mungkin
dibutuhkan untuk
mendeteksi organism
Subarachnoid Sel darah merah 60150 mg Normal tekanan sangat
hemorrhage >500/mm3; Sel % meningkat
darah putih
sedikit meningkat
Cerebral RBC 50 50150 mg Normal Tekanan dapat naik
hemorrhage, 200/mm3; lebih %
trauma tinggi lagi apabila
terjadi ruptur
pembuluh darah
ventricular
Ischemic Sel darah putih Normal Normal Tekanan normal jika
Stroke normal atau tidak terjadi edema
sedikit cerebri
Multiple Sel darah putih Normal atau Normal Peningkatan fraksi
sclerosis normal atau sedikit IgG dan oligoclonal
sedikit meningkat bands
Kanker WBC 10 Selalu Normal atau Sel neoplastik pada
meningeal 100/mm3 meningkat menurun CSS; Peningkatan
protein markers
(e.g., 2-
microglobulin)

2.11 Tatalaksana

Meningitis bakterial merupakan suatu kedaruratan medis. Langkah-

langkah terapi awal diarahkan untuk mempertahankan tekanan darah dan

mengobati syok septik (mengganti volume yang hilang dan terapi pressor).11

18
Secara garis besar, tatalaksana untuk meningitis bakterial terbagi

menjadi 2, yaitu: 1) pengobatan umum dan 2) pengobatan spesifik. 11

1) Pengobatan umum mencakup:

1. Tirah baring total


2. Mencegah terjadinya dekubitus
3. 5B
a. Breathing (pernafasan): harus bebas untuk mempertahankan

sirkulasi oksigen ke otak.


b. Blood (tekanan darah): tekanan darah, komposisi dran,

elektrolit darah harus dipertahankan semaksimal mungkin.


c. Brain (otak): tatalaksana apabila terjadi peningkatan TIK

mencakup elevasi kepala pasien 30 sampai 45 derajat,

pemberian manitol dan kortikosteroid.


d. Bowel (saluran cerna): kalori dipertahankan sesuai dengan

keadaan penderita.
e. Bladder: produksi urine harus diperhatikan dan hindari

terjadinya infeksi kandung kemih.

2) Pengobatan spesifik

Pengobatan dengan antimikrobial empiris harus segera dimulai sambil

menunggu hasil pengecatan gram pada CSF dan kultur, kemudian setelah

diketahui hasil temuannya, terapi antimikrobial dapat diubah sesuai dengan

hasil temuan laboratorium.11 Pemilihan antibiotik hendaknya didasarkan pada

sifat bakterisidal terhadap suspek organisme dan bisa masuk ke dalam CSF

dalam jumlah efektif.11 Daftar obat yang direkomendasikan untuk terapi

empiris pada meningitis berdasarkan van de Beek dan Tunkel dapat dilihat

pada tabel 2.3 di bawah ini.11

19
Tabel 2.3 Terapi Empiris untuk Meningitis Bakterial
Umur Pasien Terapi Antimicrobial a

04 minggu Cefotaxime ditambah ampicillin


412 minggu Third-generation cephalosporin ditambah ampicillin
(plus dexamethasone)
3 bulan18 tahun Third-generation cephalosporin ditambah vancomycin (
ampicillin)
1850 tahun Third-generation cephalosporin ditambah vancomycin
(( ampicillin)
>50 tahun Third-generation cephalosporin ditambah vancomycin
plus ampicillin
Immunocompromised state Vancomycin ditambah ampicillin dan ceftazidime
Basilar skull fracture Third-generation cephalosporin ditambah vancomycin
Trauma kepala; Vancomycin ditambah ceftazidime
neurosurgery
CSF shunt Vancomycin ditambah ceftazidime

Daftar obat yang diberikan untuk terapi spesifik dapat dilihat pada tabel 2.4 dibawah ini. 11

Tabel 2.4 Terapi Antimikrobial Spesifik untuk Meningitis Bakterial


Microorganism Standard Therapy Alternative Therapies
Haemophilus influenzae
Beta-lactamasenegative Ampicillin Third-generation
cephalosporina;
chloramphenicol
Beta-lactamasepositive Third-generation Chloramphenicol;
cephalosporina cefepime

Neisseria meningitidis Penicillin G atau third- Chloramphenicol


a
generation cephalosporin
Streptococcus pneumoniae

20
Microorganism Standard Therapy Alternative Therapies
Penicillin MIC <0.1 g/mL Penicillin G atau Third-generation
(sensitive) ampicillin cephalosporina;
chloramphenicol;
vancomycin plus
rifampin
Third-generation Vancomycin;
Penicillin MIC 0.11.0 cephalosporina meropenem
g/mL (intermediate sensitivity)
Penicillin MIC 2.0 g/mL Vancomycin plus third- Meropenem
(highly resistant) generation cephalosporin
Enterobacteriaceae Third-generation Meropenem;
cephalosporina fluoroquinolone;
trimethoprim-
sulfamethoxazole, or
cefepime
Pseudomonas aeruginosa Ceftazidime or cefepime Meropenem;
fluoroquinolone;
piperacillin
Listeria monocytogenes Ampicillin atau penicillin Trimethoprim-
G sulfamethoxazole
Streptococcus agalactiae Ampicillin atau penicillin Third-generation
G cephalosporina;
vancomycin
Staphylococcus aureus
Methicillin-sensitive Nafcillin plus third- Vancomycin
generation cephalosporin
Methicillin-resistant Vancomycin plus third- Linezolid, quinupristin-
generation cephalosporin dalfopristin, tigecycline
Staphylococcus epidermidis Vancomycin Linezolid, tigecycline

a
Cefotaxime or ceftriaxone.

Dosis antibiotika untuk Meningitis Bakterial dapat dilihat pada table 2.4 dibawah ini.11

Tabel 2.5 Dosis Rekomendasi Obat Antimikrobial Untuk Bakterial Meningitis Untuk
Dewasa Dengan Fungsi Hepar Dan Ginjal Normal
Antimicrobial Dosis Total Dosis Total Interval Pemberian (jam)
Agent Sehari untuk Sehari untuk

21
Antimicrobial Dosis Total Dosis Total Interval Pemberian (jam)
Agent Sehari untuk Sehari untuk
Anak Dewasa
Ampicillin 300 mg/kg/hr 16 g/hr 4
Nafcillin 300 mg/kg/hr 12 g/hr 4
Piperacillin 300 mg/kg/hr 18 g/hr 4

Cefotaxime 200 mg/kg/hr 12 g/hr 4


Ceftazidime 100 mg/kg/hr 6 g/hr 4
Vancomycin 50 mg/kg/hr 2 g/hr 6
Chlormphenicol 100 mg/kg/hr 3-9 g/hr 6
Tobramycin atau
Gentamicin 6 mg/kg/hr 6 mg/kg/hr 5
Amikacin 15 mg/kg/hr 15 mg/kg/hr 8
Bactrim 10 mg/kg/hr 10 mg/kg/hr 8
(trimethoprim) (trimetrhoprim)

Durasi terapi berdasarkan IDSA 2004, namun durasi ini hendaknya diubah

berdasarkan respon klinis tiap individu pasien12

N meningitidis - 7 hari

H influenzae - 7 hari

S pneumoniae - 10-14 hari

S agalactiae - 14-21 hari

Aerobic gram-negative bacilli - 21 hari

L monocytogenes - 21 hari atau lebih lama lagi

Indikasi untuk pengulangan pungsi lumbal yaitu kurangnya perbaikan klinis

atau meningitis yang disebabkan oleh S. Pneumoniae yang bersifat resisten atau oleh

gram negatif enterik basil.12 Pemeriksaan ulang terhadap LCS untuk kultur kuman

22
dilakukan dalam 48-72 jam setelah terapi inisial untuk memantau respon terhadap

terapi.12

2.12 Komplikasi2,4,9

Komplikasi dalam kasus meningitis bakterial dapat dibagi menjadi 2,

yaitu komplikasi non neurologis dan komplikasi neurologis:

a. Komplikasi non neurologis: terjadi sebagai akibat adanya bakteriemia,

dapat berupa miokarditis, arthritis septic, pneumonia, dan endokarditis

terutama pada infeksi pneumokokus.


b. Komplikasi neurologis:
- Edema otak, yang dapat menimbulkan peningkatan TIK, sehingga

dapat menimbulkan defisit neurologis, penurunan kesadaran, pupil

yang tidak merespon.


- Efusi subdural, merupakan penimbunan cairan subdural terutama pada

anak-anak dan bayi. Hal ini dapat menimbulkan kompresi sehingga

mengakibatkan pergeseran atau pendesakan substansi otak.


- Kejang-kejang, 30-50% dari kasus dapat timbul kejang umum maupun

kejang fokal. Bila ada peningkatan kejang pada fase akut akan

memperjelek prognosis.
- Hidrosefalus, diakibatkan oleh adesi antara otak dengan meningen

yang memblokade aliran CSS atau granulationes arachnoideus yang

disumbat oleh eksudat. Hidrosefalus dapat membaik bila infeksi dapat

dikontrol. Hidrosefalus lebih sering terjadi pada anak daripada dewasa.


- Paralisis nervus kranialis: sering paralisis N. VI unilateral, N.III, dan

N.VII unilateral/bilateral.

2.13 Prevensi 1,4,13,14

23
Meningitis yang disebabkan oleh meningokokus dan haemofilus

influenza tipe B biasa menular pada anak dan orang dewasa yang

berhubungan erat dengan penderita, yaitu yang tinggal dan makan dalam 1

gedung yang sama. Jenis pencegahan yang dapat diberikan antara lain:

1. Penderita diisolasi.
2. Vaksinasi (direkomendasikan untuk anggota militer, pelajar, turis yang

akan bepergian ke daerah epidemik). Advisory Committee on

Immunization Practices (ACIP) merekomendasikan vaksinasi rutin dari

semua orang berusia 11-18 tahun dengan 1 dosis vaksin konjugat

meningokokus. Pneumococcal conjugate vaccine, atau PCV13 ) efektif

pada bayi untuk mencegah infeksi pneumokokus dan secara rutin

dianjurkan untuk semua anak berusia kurang dari 2 tahun .

Remaja berusia 11-18 tahun direkomendasikan menerima vaksin N.

meningitidis. Sedangkan orang dewasa yang berusia lebih dari 65 tahun,

orang yang memiliki gangguan sistem imun atau orang berusia 19-64

tahun yang merokok atau memiliki asma hendaknya divaksinasi dengan

pneumococcal polysaccharide vaccine (PPSV). Vaksin untuk

meningococcal direko.
3. Obat-obatan kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis perlu diberikan kepada semua individu yang tinggal

serumah dan petugas kesehatan yang kontak dengan penderita.

Untuk meningokokus:

Rifampisin : Dosis 3 bulan -1 tahun : 5mg/kgBB

24
1-12 tahun : 10 mg/kgBB

>12 tahun : 600 mg

Obat diminum 2 kali sehari selama 2 hari berturut-turut.

Sulfadiazin : Dosis bayi 3 bulan 1 tahun : 250 mg

1-12 tahun : 500 mg

>12 tahun : 1 gram

Obat diminum 2 kali sehari selama 2 hari berturut-turut.

Untuk H. influenza:

Rifampisin : Dosis 20 mg/kgBB/ hari diberikan sebagai dosis tunggal

selama 4 hari berturut-turut pada anak yang serumah yang

berumur kurang dari 4 tahun. Orang dewasa tidak perlu

pencegahan.

2.14 Prognosa

Prognosa untuk meningitis bakterial tergantung dari beberapa faktor,

antara lain: 2

1. Diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat dengan antibiotika

yang memadai.

25
2. Jenis bakteri yang ditemukan dalam cairan serebrospinal, misalnya

pneumococcus mempunyai mortalitas 17% sampai dengan lebih dari 60%.


3. Keadaan saat masuk rumah sakit, misalkan koma, maka prognosa jelek.
4. Umur kurang dari 1 tahun atau lebih dari 60 tahun, maka prognosa lebih

jelek.
5. Penyulit mastoiditis, pneumonia, kejang kejang, maka prognosa jelek.
6. tanda peningkatan tekanan intrakranial.

Penurunan konsentrasi glukosa pada CSFsebesar [<2.2 mmol/L (<40

mg/dL)] dan peningkatan konsentrasi protein pada CSF sebesar [>3 g/L (>300

mg/dL)] menjadi faktor prediksi terhadap peningkatan mortalitas dan hasil

yang buruk pada beberapa kasus.15 Sequelae sedang sampai parah terjadi pada

25% penderita, walaupun jumlah insidensinya bergantung pada organisme

yang menginfeksi.15 Sequelae umum yang sering terjadi meliputi penurunan

fungsi intelektual, gangguan memori, kejang, gangguan pendengaran dan

pusing, dan gangguan gaya berjalan.15

DAFTAR PUSTAKA

1. Yoes, R. 2007. Meningitis Purulenta, in Harsono(ed): Kapita Selekta Neurologi

2nd ed. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.pp:169-181.


2. Baoezir,F. 1993. Meningitis, In Serial Neurologi. Surabaya: Lab/UPF ilmu

Penyakit Syaraf FK UNAIR/RSUD Dr. soetomo Surabaya. p: 1-17.

26
3. Razonable RR, Keating MR . Meningitis [internet]. 2010 [updated 2010 Jun 9;

cited 2011 Feb 3]. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/232915-overview
4. Gilroy J. 2000. Basic Neurology Third Edition. USA: McGraw-Hill

Companies,Inc.p:429-444.
5. World Helath Organization (WHO). Meningitis [Internet]. [updated 2011; cited

2011 Feb 3]. Available from:

http://www.who.int/topics/meningitis/en/
6. Spencer Dayman Meningitis UK. Bakterial Meningitis [internet]. 2009 [updated

2009 ; cited 2011 Feb 3]. Available from:

http://www.meningitisuk.org/meningitis/disease/types/bacterial-

meningitis.htm
7. Moore KL, Agur AMR. 2007. Essetial Clinical Anatomy Third Edition.

Lippincott Williams and Wilkins. p: 499-507.


8. Center of Disease Control and Prevention (CDC). Risk Factor of Meningitis.

[Internet]. [updated 2009 June 24; Cited 2011 Feb 3]. Available

from : http://www.cdc.gov/meningitis/about/risk-faktors.html
9. Simon RP, Greenberg DA, Aminoff MJ. 2009. Clinical Neurology. 7th Edition,

USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.


10. Sydor AM, Liebowitz HF, Linskey P.2007. Current Diagnosis and treatment in

Neurology. USA: McGraw-Hill Companies,Inc.p: 403-408.


11. Ropper AH, Samuels MA. 2009. Adams & Victors Principles of Neurology. 9th

Edition, USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.p: 592-601.


12. Muller ML. Meningitis, Bacterial: Treatment & Medication [internet]. 2010

[updated 2010 apr 26; cited 2011 Feb 10]. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/961497-treatment

27
13. University of Maryland Medical Center (UMMC). Meningitis [internet]. 2011

[updated 2011 ; cited 2011 Feb 10]. Available from:

http://www.umm.edu/altmed/articles/meningitis-000106.htm
14. Center of Disease Control and Prevention (CDC). Meningitis Questions &

Answers [internet]. 2010 [updated 2010 feb 23; cited 2011 Feb 10].

Available from: http://www.cdc.gov/meningitis/about/faq.html


15. Harrison T. R. .2005. Harrisons Principle of Interna Medicine. 16th Edition. USA

: The Mc Graw-Hill Companies, Inc.

28

Anda mungkin juga menyukai