Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu masalah kesehatan, khususnya penyakit menular yang

merupakan penyakit "rakyat" dengan keadaan sosioekonomi yang kurang,

terutama di negara yang sedang berkembang antara lain adalah tuberkulosis (TB).

Salah satu manifestasi infeksi tuberkulosis ekstrapulmonal yang berbahaya adalah

TB pada sistim saraf, dalam hal ini adalah tuberkuloma intracranial. Tuberkuloma

intrakranial merupakan kejadian yang langka dan salah satu penyebab lesi massa

intrakranial. 2,3

Diperkirakan 9,6 juta kasus tuberkulosis terjadi di seluruh dunia sepanjang

tahun 2014, dengan angka kematian mencapai 1,5 juta jiwa. Indonesia merupakan

negara dengan jumlah kasus tuberkulosis tertinggi kedua setelah India dengan

jumlah kasus 10% dari total kasus di seluruh dunia. 4

Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan angka insidensi

tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 395 kasus per 100.000 jiwa.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 10% kasus merupakan infeksi oportunistik dari

infeksi HIV. Tingkat kematian akibat penyakit ini sekitar 40 dari 100.000 jiwa. 4

1.2 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui dan memahami penyakit Tuberkuloma intrakranial
2. Memenuhi sebagian syarat penilaian pada stase Neurologi RSUD Jayapura

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Otak

Otak manusia mempunyai berat 2% dari berat badan orang dewasa (3

pon), menerima 20 % curah jantung dan memerlukan 20% pemakaian oksigen

tubuh dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan

yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama

berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan

terhadap perubahan oksigen dan glukosa darah, aliran darah berhenti 10 detik saja

sudah dapat menghilangkan kesadaran manusia. Berhenti dalam beberapa menit,

merusak permanen otak. Hipoglikemia yang berlangsung berkepanjangan juga

merusak jaringan otak 1.

Ketika lahir seorang bayi telah mempunyai 100 miliar sel otak yang aktif

dan 900 miliar sel otak pendukung, setiap neuron mempunyai cabang hinggá

10.000 cabang dendrit yang dapat membangun sejumlah satu kuadrilion. Koneksi,

komunikasi, perkembangan otak pada minggu-minggu pertama lahir diproduksi

250.000 neuroblast (sel saraf yang belum matang), kecerdasan mulai berkembang

dengan terjadinya koneksi antar sel otak, tempat sel saraf bertemu disebut

synapse, makin banyak percabangan yang muncul, makin berkembanglah

kecerdasan anak tersebut, dan kecerdasan ini harus dilatih dan di stimulasi.1

Otak manusia adalah organ yang unik dan dasyat, tempat diaturnya

proses berfikir, berbahasa, kesadaran, emosi dan kepribadian. Secara garis besar,

otak terbagi dalam 3 bagian besar, yaitu neokortek atau kortex serebri, system

limbik dan batang otak, yang berkerja secara simbiosis. Bila neokortex berfungsi

2
untuk berfikir, berhitung, memori, bahasa, maka sistek limbik berfugsi dalam

mengatur emosi dan memori emosional, dan batang otak mengarur fungsi vegetasi

tubuh antara lain denyut jantung, aliran darah, kemampuan gerak atau motorik,

Ketiganya bekerja bersama saling mendukung dalam waktu yang bersamaan, tapi

juga dapat bekerja secara terpisah.1

Otak manusia mengatur dan mengkoordinir gerakan, perilaku dan fungsi

tubuh, homeostasis seperti tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh,

keseimbangan cairan, keseimbangan hormonal, mengatur emosi, ingatan, aktivitas

motorik dan lain-lain. Otak terbentuk dari dua jenis sel: yaitu glia dan neuron.

Glia berfungsi untuk menunjang dan melindungi neuron, sedangkan neuron

membawa informasi dalam bentuk pulsa listrik yang di kenal sebagai potensial

aksi. Mereka berkomunikasi dengan neuron yang lain dan keseluruh tubuh dengan

mengirimkan berbagai macam bahan kimia yang disebut neurotransmitter.

Neurotransmitter ini dikirimkan pada celah yang di kenal sebagai sinapsis.

Neurotransmiter paling mempengaruhi sikap, emosi, dan perilaku seseorang yang

ada antara lain asetil kolin, dopamin, serotonin, epinefrin, norepinefrin.1

Otak dibagi kedalam lima kelompok utama yaitu :

1. Telensefalon (endbrain)

Terdiri atas: hemisfer serebri yang disusun oleh korteks serebri, system limbic,

basal ganglia dimana basal ganglia disusun oleh nucleus kaudatum, nucleus

lentikularis, klaustrum dan amigdala.

a. Korteks serebri berperan dalam: persepsi sensorik, kontrol gerakan

volunter, bahasa, sifat pribadi, proses mental misalnya: berpikir,

mengingat, membuat keputusan, kreativitas dan kesadaran diri.

3
b. Nucleus basal berperan dalam: inhibisitonus otot, koordinasi gerakan

yang lambat dan menetap, penekanan pola-pola gerakan yang tidak

berguna.

2. Diensefalon (interbrain)

Terbagi menjadi epitalamus, thalamus, subtalamus dan hipotalamus.

a. thalamus berperan dalam : Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps,

kesadaran kasar terhadap sensasi, beberapa tingkat kesadaran, berperan

dalam kontrol motorik.


b. Hipotalamus berperan dalam: mengatur banyak fungsi homeostatik,

misalnya kontrol suhu, rasa haus, pengeluaran urin, dan asupan

makanan. Penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin,

sangat terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar.

3. Mesensefalon (midbrain) corpora quadrigemina

Memiliki dua kolikulus yaitu kolikulus superior dan kolikulus inferior dan

terdiri dari tegmentum yang terdiri dari nucleus rubra dan substansia nigra.

4. Metensefalon (afterbrain), pons dan medulla oblongata

Memiliki peran asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer, pusat pengaturan

kardiovaskuler, respirasi dan pencernaan. Pengaturan reflek otot yang terlibat

dalam keseimbangan dan postur. Penerimaaan dan integrasi semua masukan

sinaps di korda spinalis, keadaan terjaga dan pengaktifan korteks serebrum.


5. Serebellum
Memiliki peran dalam menjaga keseimbangan, peningkatan tonus otot,

koordinasi dan perencanaan aktivitas otot volunter yang terlatih. Hemisfer

sendiri menurut pembagian fungsinya masih di bagi kedalam lobus-lobus yang

dibatasi oleh gyrus dan sulkus, seperti terlihat dalam gambar dibawah ini :

4
Gambar 1. Gambar Otak dari Lateral

Gambar 2. Fungsi Lobus


hemisfer
2.2 Definisi

Tuberculoma intrakranial adalah suatu massa seperti tumor yang berasal

dari penyebaran secara hematogen lesi tuberkulosa pada bagian tubuh yang lain

terutama dari paru. Tuberkuloma sering multiple dan paling banyak berlokasi

pada daerah supratentorial dan infratentorial. Pada daerah supratentorial tempat

yang paling sering adalah lobus frontal dan diikuti oleh lobus parietalis. 5

2.3 Etiologi

5
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman

yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal 0,3 – 0,6 µm

dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA).1

2.4 Epidemiologi

Diperkirakan 9,6 juta kasus tuberkulosis terjadi di seluruh dunia sepanjang

tahun 2014, dengan angka kematian mencapai 1,5 juta jiwa. Indonesia merupakan

negara dengan jumlah kasus tuberkulosis tertinggi kedua setelah India dengan

jumlah kasus 10% dari total kasus di seluruh dunia. 4

Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan angka

insidensi tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 395 kasus per

100.000 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 10% kasus merupakan infeksi

oportunistik dari infeksi HIV. Tingkat kematian akibat penyakit ini sekitar 40 dari

100.000 jiwa. 4

Insiden puncak adalah dekade ke-5 dan diikuti oleh dekade ke-3 dengan

dominasi pria dan rasio pria terhadap wanita adalah 3:2.5

2.5 Patogenesis

Cara penularan TB yang paling banyak ialah melalui saluran napas,

meskipun cara lain masih mungkin. Kuman TB yang masuk alveoli akan

ditangkap dan dicerna oleh makrofag. Bila kuman virulen, ia akan berbiak dalam

makrofag dan merusak makrofag. Makrofag yang rusak mengeluarkan bahan

kemotaksik yang menarik monosit (makrofag) dari peredaran darah dan

membentuk tuberkel kecil. Aktivasi makrofag yang berasal dari darah dan

membentuk tuberkel ini dirangsang oleh limfokin yang dihasilkan dari sel T

limfosit. Kuman yang berada di alveol membentuk fokus Ghon, melalui saluran

6
getah bening kuman akan mencapai kelenjar getah bening di hilus dan membentuk

fokus lain (limfadenopati). Fokus Ghon bersama dengan limfadenopati hilus

disebut primer kompleks dan Ranke. Selanjutnya kuman menyebar melalui

saluran limfe dan pembuluh darah dan tersangkut di berbagai organ tubuh. Jadi

TB primer merupakan suatu infeksi sistemik. Pada saat terjadinya bakteremia

yang berasal dari focus infeksi, TB primer terbentuk beberapa tuberkel kecil pada

meningen atau medula spinalis. Tuberkel dapat pecah dan memasuki cairan otak

dalam ruang subarachnoid dan sistim ventrikel, menimbulkan meningitis dengan

proses patologi berupa :

1) Keradangan cairan serebrospinal. meningen yang berlanjut menjadi

araknoiditis, hidrosefalus dan gangguan saraf pusat

2) Vaskulitis dengan berbagai kelainan serebral, antara lain infark dan

edema vasogenik.

3) Ensefalopati atau mielopati akibat proses alergi.

Gambaran klinis penderita dibagi menjadi 3 fase. Pada fase permulaan

gejalanya tidak khas, berupa malaise, apati, anoreksia, demam, nyeri kepala.

Setelah minggu kedua, fase meningitis dengan nyeri kepala, mual, muntah dan

mengantuk (drowsiness). Kelumpuhan saraf knanial dan hidrosefalus terjadi

karena eksudat yang mengalami organisasi, dan vaskulitis yang menyebabkan

hemiparesis atau kejang-kejang yang juga dapat disebabkan oleh proses

tuberkuloma intrakranial. Pada fase ke tiga ditandai dengan mengantuk yang

progresif sampai koma dan kerusakan fokal yang makin berat 1

7
Tuberculoma berkolerasi langsung dengan prevalensi infeksi TB secara

umum. Proses patologi dimulai dengan formasi pada basil, berisi tuberkel

kaseosa (focus kaya) dalam parenkim otak. 6

Tuberkel bisa tumbuh, mendesak atau menginfiltrasi jaringan sekitarnya

dan menimbulkan gejala yang tergantung pada lokasi, kecepatan tumbuh serta

reaksi radang di sekitarnya, Lesi ini bila bersifat lokal, tuberkel dapat membesar

sampai ke bentuk ukuran tuberkuloma, khususnya jika focus kaya didalamnya dan

kekuatan regangnya lebih baik daripada jaringan sekitarnya. 6

2.6 Gejala Klinis

Gejala klinisnya serupa dengan tumor intrakranial, dengan adanya

peningkatan tekanan intracranial sehingga gejala yang muncul adalah sakit kepala,

gangguan penglihatan, hilangnya kesadaran, kejang dan muntah. 5

2.7 Diagnosis

Penemuan infeksi sistemik dan laboratorium umum yang berhubungan

dengan infeksi dapat tidak ditemukan maka neuroradiological imaging dengan CT

and MRI mempunyai sensitifitas yang tinggi untuk tuberkuloma, tetapi spesifitas

untuk diagnose defenifnya rendah. 5

Pada CT Scan sesudah pemberian kontras, tuberkuloma memberi gambaran

sebagai:

1) Lesi berbentuk cincin dengan area hipodens/isodens di tengah dan

dinding yang menyerap kontras.

2) Lesi berbentuk nodul/plaque yang menyerap kontras.

8
Tanpa kontras, lesi pada umumnya hipodens/isodens, pada beberapa

kasus didapatkan kalsifikasi. Gambaran tuberkuloma pada CT Scan

sukar dibedakan dengan tumor, abses atau granuloma kronik.6

MRI lebih baik daripada CT-Scan dalam hal delinease anatomi tapi hasil

temuan pada MRI tidak selalu spesifik untuk tuberculoma dan seringkali sulit

untuk membedakan antara tuberculoma dengan massa lainnya.7,8

Pada MRI, gambar tuberculoma non caseating adalah hyperintense pada

T2-weighted tetapi muncul juga hypointense pada gambar T1-weighted.

Tuberculoma yang bersifat caseable dilihat sebagai iso – to hypointense pada

kedua gambar T1 dan T2 dengan iso – to hyperintense pada gambar T2 weighted.

Pada gambar kontras terlihat lesi yang menyerupai cincin. Diameter lesi ini

meningkat biasanya berkisar dari 1-5 cm. jenis-jenis peningkatan bervariasi dan

mungkin menunjukkan cincin lengkap, cincin terbuka, pola lobular atau mungkin

pola yang tidak teratur dan terkadang lesi target ditemukan. 7,8

Jika kecurigaan kuat diagnosanya adalah tuberkuloma pengobatan dengan

agen tuberculosis dapat lebih dipakai untuk intervensi pembedahan dan regresi

pada lesi diikuti secara teratur dapat mengkonfirmasi hasil diagnosis. 2,8

Diagnosis pasti tuberkuloma ditegakkan dengan operasi dan pemeriksaan

histologi yang akan dapat mengungkapkan suatu tuberkuloma. 5

2.8 Penatalaksanaan

Pengobatan TB Tuberkulosis paru dan ekstraparu ditatalaksana dengan

regimen antituberkulosis yang sama, yaitu rifampisin, isoniazid, pirazinamid,

9
etambutol selama 2 bulan fase intensif dan rifampisin, isoniazid selama 4

bulan fase lanjutan (2RHZE/4RH). umumnya diperpanjang hingga 7 atau 10

bulan. Penambahan streptomisin merupakan tatalaksana tepat karena

tuberkulosis dengan kondisi berat atau mengancam nyawa sehingga dapat

diberikan streptomisin. 4

Pada dewasa, dosis obat harian OAT adalah isoniazid 5 (4-6) mg/kgBB,

maksimum 300 mg/hari; rifampisin 10 (8–12) mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari;

pirazinamid 25 (20–30) mg/kgBB, maksimum 2.000 mg/hari; etambutol 15 (15–

20) mg/kgBB, maksimum 1.600 mg/hari; streptomisin 12-18 mg/kgBB. Dosis

kortikosteroid antara lain deksametason 0,4 mg/kgBB atau prednison 2

mg/kgBB.4

BAB III

PENUTUP

10
3.1. Kesimpulan

Tuberkulosis merupakan penyakit endemi di negara berkembang terutama

dengan keadaan sosioekonomi yang kurang.

Indonesia merupakan Negara dengan jumlah kasus tuberculosis tertinggi

kedua setelah India dari jumlah total kasus di seluruh dunia.

Tuberculoma intracranial adalah suatu massa seperti tumor yang berasal

dari penyebaran secara hematogen dari lesi tuberkulosa pada bagian tubuh yang

lain terutama dari paru.

Gejala klinisnya serupa dengan tumor intrakranial, dengan adanya

peningkatan tekanan intracranial yaitu sakit kepala, gangguan penglihatan,

muntah, hilangnya kesadaran dan kejang.

Diagnosis Tuberkoloma intra cranial meliputi penemuan infeksi sistemik

dan laboratorium umum Neuroradiological imaging dengan CT and MRI

(mempunyai sensitifitas yang tinggi untuk tuberkuloma, tetapi spesifitas untuk

diagnose defenifnya rendah), radiografi dada, serologis, biopsy. Diagnosis pasti

tuberkuloma ditegakkan dengan operasi dan pemeriksaan histologi akan

mengungkapkan suatu tuberkuloma.

Pengobatan optimal adalah excise tuberkuloma (Kraniotomy) dengan

kemungkinan prognosis buruk. Namun, untuk dapat mempertahankan fungsi

kehidupan pasien bisa diterapi dengan regimen antituberculosis dan

kortikosteroid.

DAFTAR PUSTAKA

Price, S. A. & Wilson L. M. 2010. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses

Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.

11
Namani, et al. 2017. Tuberculous meningoenchephalitis Associated with brain

tuberculomas during pregnancy : a case report. Biomed Central, Journal of Medical Case

Reports (2017) 11:175 DOI 10.1186/s13256-017-1347-7

Mayasari, et al. 2015. Multiple intracranial tuberculomas: diagnosis dificultiesin

a clinical case. America: Elsevier

Giok, et al. 2016. Prompt treatment of tuberculosis meningitis. Medula : Unila.

Volume 6 no 1. Lampung, Indonesia

Verma, et al, 2016. Imaging of intracranial space occupying lesion : a

prospective study in a tertiary care centre in northern india. e-ISSN: 2279-0853, p-ISSN:

2279-0861.Volume 15, Issue 5 Ver. IX (May. 2016), PP 34-41 www.iosrjournals.org

Shah, et al, 2016. Tuberculomas of the brain with and without associated

meningitis : a cohort of 28 cases treated with anti-tuberculosis drugs at a tertiary care

centre. Volume 3 issue 12. www.ijcmr.com

Monteiro, et al, 2013. Cerebral tuberculoma – a clinical challenge. America,

Elsevier : journal homepage: www.elsevier.com/locate/rmcr

Das, et al, 2018. Tuberculoma of the brain – a diagnostic dilemma : magnetic

resonance spectroscopy a new ray of hope. Departments of Pulmonary Medicine and

Radiodiagnosis, College of Medicine and Sagar Dutta Medical College and Hospital,

Kamarhati, Kolkata, 2Department of Anatomy, North Bengal Medical College and

Hospital, Sushrutanagar, Siliguri, Darjeeling, West Bengal, India. [Downloaded free

from http://www.jacpjournal.org on Monday, July 23, 2018, IP:

125.167.157.42]

12

Anda mungkin juga menyukai