Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

TUBERKULOMA INTRAKRANIAL
PEMBIMBING:
dr. Raden Ajeng Dwi Pujiastuti. M.Ked(Neu).Sp.S

OLEH :
ANITA FITRIANI SIREGAR
090100286
DEPARTEMENT NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat kasus yang
berjudul Tuberkuloma Intrakranial
Referat ini kami susun untuk memenuhi tugas Kepanitraan Klinik Ilmu
Neurologi RSUP H Adam Malik Periode 22 Juli - 22 Agustus 2014
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu,dalam pelaksanaan penulisan referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu mohon kritik dan saran, guna hasil akhir yang lebih baik
nantinya.
Akhir kata penulis penulis berharap semoga referat ini dapat berguna bagi
rekan-rekan serta semua pihak yang ingin mengetahui sedikit tentang Tuberkuloma
Intrakranial

Medan , 16 Agustus 2014

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar belakang
1.2Tujuan penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Anatomo fisiologi Otak

2.2. Definisi

2.3. Etiologi

2.4. Epidemiologi

2.5. Patogenesis

2.6. Gejala Klinis

2.7. Diagnosis

2.8. Penatalaksanaan

13

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan

14

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu masalah kesehatan, khususnya penyakit menular yang merupakan
penyakit "rakyat" dengan keadaan sosioekonomi yang kurang, terutama di negara
yang sedang berkembang antara lain adalah tuberkulosis (TB), bahkan di negara maju
pun dengan munculnya AIDS maka tuberkulosis akibat mikobakterium atipikal mulai
diperhatikan. Salah satu manifestasi infeksi tuberkulosis ekstrapulmonal yang
berbahaya adalah TB pada sistim saraf, dalam hal ini adalah tuberkuloma intrakranial
Tuberkulosis merupakan penyakit endemi di negara berkembang dan 30%
dari space occupation lesi adalah tuberkuloma. Tuberkuloma intrakranial merupakan
kejadian yang langka dan salah satu penyebab lesi massa intrakranial. Dengan
diagnosis

yang

cepat

berdasarkan

temuan

patologis

dapat

meningkatkan

prognosisnya.
Penanganan tuberkuloma tergantung pada kondisi penderita dan lokasi
tuberkuloma. Bila kondisi penderita stabil dan tidak ada massa yang menonjol, terapi
konservatif sebaiknya dilaksanakan terlebih dahulu.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami penyakit Tuberkuloma intrakranial
2. Memenuhi sebagian syarat penilaian pada stase Radiologi RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Otak


Otak manusia mempunyai berat 2% dari berat badan orang dewasa (3 pon),
menerima 20 % curah jantung dan memerlukan 20% pemakaian oksigen tubuh dan
sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling
banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari
proses metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan terhadap perubahan
oksigen dan glukosa darah, aliran darah berhenti 10 detik saja sudah dapat
menghilangkan kesadaran manusia. Berhenti dalam beberapa menit, merusak
permanen otak. Hipoglikemia yang berlangsung berkepanjangan juga merusak
jaringan otak (Prince,Wilson, 2006:1024).
Ketika lahir seorang bayi telah mempunyai 100 miliar sel otak yang aktif dan
900 miliar sel otak pendukung, setiap neuron mempunyai cabang hingg 10.000
cabang dendrit yang dapat membangun sejumlah satu kuadrilion. Koneksi,
komunikasi, perkembangan otak pada minggu-minggu pertama lahir diproduksi
250.000 neuroblast (sel saraf yang belum matang), kecerdasan mulai berkembang
dengan terjadinya koneksi antar sel otak, tempat sel saraf bertemu disebut synapse,
makin banyak percabangan yang muncul, makin berkembanglah kecerdasan anak
tersebut, dan kecerdasan ini harus dilatih dan di stimulasi.
Otak manusia adalah organ yang unik dan dasyat, tempat diaturnya
proses berfikir, berbahasa, kesadaran, emosi dan kepribadian. Secara garis besar, otak
terbagi dalam 3 bagian besar, yaitu neokortek atau kortex serebri, system limbik dan

batang otak, yang berkerja secara simbiosis. Bila neokortex berfungsi untuk berfikir,
berhitung, memori, bahasa, maka sistek limbik berfugsi dalam mengatur emosi dan
memori emosional, dan batang otak mengarur fungsi vegetasi tubuh antara lain
denyut jantung, aliran darah, kemampuan gerak atau motorik, Ketiganya bekerja
bersama saling mendukung dalam waktu yang bersamaan, tapi juga dapat bekerja
secara terpisah.
Otak manusia mengatur dan mengkoordinir gerakan, perilaku dan fungsi
tubuh, homeostasisseperti tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, keseimbangan
cairan, keseimbangan hormonal, mengatur emosi, ingatan, aktivitas motorik dan lainlain. Otak terbentuk dari dua jenis sel: yaitu glia dan neuron. Glia berfungsi untuk
menunjang dan melindungi neuron, sedangkan neuron membawa informasi dalam
bentuk pulsa listrik yang di kenal sebagai potensial aksi. Mereka berkomunikasi
dengan neuron yang lain dan keseluruh tubuh dengan mengirimkan berbagai macam
bahan kimia yang disebut neurotransmitter. Neurotransmitter ini dikirimkan pada
celah yang di kenal sebagai sinapsis. Neurotransmiter paling mempengaruhi sikap,
emosi, dan perilaku seseorang yang ada antara lain asetil kolin, dopamin, serotonin,
epinefrin, norepinefrin.

Otak dibagi kedalam lima kelompok utama yaitu :


1. Telensefalon (endbrain)

Terdiri atas: hemisfer serebri yang disusun oleh korteks serebri, system limbic,
basal ganglia dimana basal ganglia disusun oleh

nucleus kaudatum, nucleus

lentikularis, klaustrum dan amigdala.


a. Korteks serebri berperan dalam: persepsi sensorik, kontrol gerakan volunter,
bahasa, sifat pribadi, proses mental misalnya:

berpikir, mengingat,

membuat keputusan, kreativitas dan kesadaran diri.


b. Nucleus basal berperan dalam: inhibisitonus otot, koordinasi gerakan yang
lambat dan menetap, penekanan pola-pola gerakan yang tidak berguna.
2. Diensefalon (interbrain)
Terbagi menjadi epitalamus, thalamus, subtalamus dan hipotalamus.
a. thalamus berperan dalam : Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps,
kesadaran kasar terhadap sensasi, beberapa tingkat kesadaran, berperan dalam
kontrol motorik.
b. Hipotalamus berperan dalam: mengatur banyak fungsi homeostatik, misalnya
kontrol suhu, rasa haus, pengeluaran urin, dan asupan makanan. Penghubung
penting antara sistem saraf dan endokrin, sangat terlibat dalam emosi dan pola
perilaku dasar.
3. Mesensefalon (midbrain) corpora quadrigemina
Memiliki dua kolikulus yaitu kolikulus superior dan kolikulus inferior dan terdiri
dari tegmentum yang terdiri dari nucleus rubra dan substansia nigra.

4. Metensefalon (afterbrain), pons dan medulla oblongata


Memiliki peran asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer, pusat pengaturan
kardiovaskuler, respirasi dan pencernaan. Pengaturan reflek otot yang terlibat
7

dalam keseimbangan dan postur. Penerimaaan dan integrasi semua masukan sinaps
di korda spinalis, keadaan terjaga dan pengaktifan korteks serebrum.
5. Serebellum
Memiliki peran dalam menjaga keseimbangan, peningkatan tonus otot, koordinasi
dan perencanaan aktivitas otot volunter yang terlatih. Hemisfer sendiri menurut
pembagian fungsinya masih di bagi kedalam lobus-lobus yang

dibatasi oleh

gyrus dan sulkus, seperti terlihat dalam gambar dibawah ini: fungsi dari setiap
lobus ada pada tabel berikut :

Gambar 1. Gambar Otak dari Lateral

2.2 Definisi

Gambar 2. Fungsi Lobus


hemisfer

Tuberculoma intrakranial adalah suatu massa seperti tumor yang berasal dari
penyebaran secara hematogen lesi tuberkulosa pada bagian tubuh yang lain terutama
dari paru. Tuberkuloma sering multiple dan paling banyak berlokasi pada fosa
posterior pada anak dan orang dewasa tetapi dapat juga pada hemisfer serebri (Shams,
2011)
Pada CT Scan terlihat gambaran granuloma tuberkulosa merupakan low
attenuation dengan kontras yang meningkat pada kapsulnya. Biasanya dikelilingi
9

oedema dan lesi dapat multiple. Pada tuberkuloma kadang terdapat kalsifikasi.
Diagnosa preoperative biasanya diapresiasikan hanya setelah pengenalan focus
tuberkulosa pada tempat lain ditubuh.
2.3 Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman
yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 4 m dan tebal 0,3 0,6 m dan
digolongkan dalam basil tahan asam (BTA).
2.4 Epidemiologi
Pada awal abad 20, tuberculoma pada Central Nervus System (CNS)
merupakan 34 % dari semua lesi massa intrakranial diidentifikasi pada otopsi. Rasio
ini ditemukan sekitar 0,2 % di semua tumor otak yang dibiopsi antara tahun 1955 dan
1980 pada lembaga neurologis pada negara maju. Frekuensi keterlibatan CNS
berdasarkan literature berkisar dari 0,5 % sampai 5,0 %, dan banyak ditemukan pada
Negara berkembang. Manifestasi yang sering dari tuberculosis CNS adalah
tuberculosis meningitis, diikuti oleh tuberkuloma dan abses tuberculosis.
Tuberkuloma ditemukan hanya 15% sampai 30% dari kasus tuberkulosis CNS
dan kebanyakan terjadi pada hemisfer. Sejauh ini berdasarkan literatur hanya empat
kasus yang dilaporkan terjadi pada sinus kavernosus. Lokasi yang jarang lainnya
adalah pada area sellar, sudut cerebellopontin, Merckels cave, sisterna suprasellar,
region hypothalamus. Tuberkuloma yang berlokasi pada sisterna prepontin belum ada
laporan berdasarkan literatur. Walaupun tuberculoma biasanya lebih banyak pada
negara berkembang dapat juga meningkat pada negara maju dalam kaitan dengan
efek infeksi HIV dari tampakan klinis TBC (Yanardag et al, 2005).
10

Tuberkuloma central nervous system (CNS) berhubungan dengan morbiditas


dan mortlitas, meskipun terdapat metode dan deteksi serta pengobatan modern (Lee,
2002).
2.5 Patogenesis
Cara penularan TB yang paling banyak ialah melalui saluran napas, meskipun
cara lain masih mungkin. Kuman TB yang masuk alveol akan ditangkap dan dicerna
oleh makrofag. Bila kuman virulen, ia akan berbiak dalam makrofag dan merusak
makrofag. Makrofag yang rusak mengeluarkan bahan kemotaksik yang menarik
monosit (makrofag) dari peredaran darah dan membentuk tuberkel kecil. Aktivasi
makrofag yang berasal dari darah dan membentuk tuberkel ini dirangsang oleh
limfokin yang dihasilkan dari sel T limfosit. Kuman yang berada di alveol
membentuk fokus Ghon, melalui saluran getah bening kuman akan mencapai kelenjar
getah bening di hilus dan membentuk fokus lain (limfadenopati). Fokus Ghon
bersama dengan limfadenopati hilus disebut primer kompleks dan Ranke. Selanjutnya
kuman menyebar melalui saluran limfe dan pembuluh darah dan tersangkut di
berbagai organ tubuh. Jadi TB primer merupakan suatu infeksi sistemik. Pada saat
terjadinya bakteremia yang berasal dari focus infeksi, TB primer terbentuk beberapa
tuberkel kecil pada meningen atau medula spinalis. Tuberkel dapat pecah dan
memasuki cairan otak dalam ruang subarachnoid dan sistim ventrikel, menimbulkan
meningitis dengan proses patologi berupa
1) Keradangan cairan serebrospinal. meningen yang berlanjut menjadi
araknoiditis, hidrosefalus dan gangguan saraf pusat

11

2) Vaskulitis dengan berbagai kelainan serebral, antara lain infark dan edema
vasogenik.
3) Ensefalopati atau mielopati akibat proses alergi.
Gambaran klinis penderita dibagi menjadi 3 fase. Pada fase permulaan
gejalanya tidak khas, berupa malaise, apati, anoreksia, demam, nyeri kepala. Setelah
minggu kedua, fase meningitis dengan nyeri kepala, mual, muntah dan mengantuk
(drowsiness). Kelumpuhan saraf knanial dan hidrosefalus terjadi karena eksudat yang
mengalami organisasi, dan vaskulitis yang menyebabkan hemiparesis atau kejangkejang yang juga dapat disebabkan oleh proses tuberkuloma intrakranial. Pada fase ke
tiga ditandai dengan mengantuk yang progresif sampai koma dan kerusakan fokal
yang makin berat (Mulyono & santoso, 1997).
Tuberkulosis

adalah

penyakit

airbone

disebabkan

oleh

bakteri

Mycobacterium tuberculosis dua proses patogenik TB pada CNS adalah


meningoencephalitis dan formasi granuloma (tuberkel). Proses patologi dimulai
dengan formasi pada basil, berisi tuberkel kaseosa (focus kaya) dalam parenkim otak
(Lee, 2002).
Tuberkel bisa tumbuh, mendesak atau menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan
menimbulkan gejala yang tergantung pada lokasi, kecepatan tumbuh serta reaksi
radang di sekitarnya, Lesi ini bila bersifat lokal, tuberkel dapat membesar sampai ke
bentuk ukuran tuberkuloma, khususnya jika tersebut kaya focus didalamnya dan
kekuatan regangnya lebih baik daripada jaringan sekitarnya. Tuberkel juga dapat
tersebar, infiltrasi sebagai granulomata. Sebagai alternative fokus kaya tersebut dapat

12

rupture dan menyebabkan perkembangan meningioencephalitis (Mulyono & santoso


1997, Lee, 200).
2.6 Gejala Klinis
Gejala klinisnya serupa dengan tumor intrakranial, dengan adanya
peningkatan tekanan intracranial, tanda neurologic fokal, dan kejang epileptic,
symptom sistemik dari tuberculosis seperti demam, lesu dan keringat berlebihan,
terjadi kurang dari 50% dari kasus (Shams, 2011).
Pada tuberkuloma intrakranial, selain terdapat gejala kenaikan tekanan
intrakranial akibat proses desak ruang juga menimbulkan gejala meningitis, sering
disertai TB pada organ lain. Manifestasi klinis dari tuberkuloma intrakranial adalah
proses desak ruang (20% dari proses desak ruang disebabkan oleh tuberkuloma
intrakranial). Gejala yang terjadi akibat dan edema otak, dan ini merupakan indikasi
untuk pemberian kortikosteroid.
Kemoterapi anti tuberkulosis harus segera diberikan pada penderita yang
diduga TB milier tanpa harus menunggu ditemukannya kuman (BTA). Penggunaan
kortikosteroid pada TB miller dapat menyebabkan tuberkel menjadi kecil dan sangat
efektif untuk mengurangi sesak napas yang kadang-kadang dijumpai padaTB milier,
serta untuk mengontrol edema otak (Djoko Mulyono, Djoko Iman Santoso, 1997).
2.7 Diagnosis
Penemuan infeksi sistemik dan laboratorium umum yang berhubungan dengan
infeksi dapat tidak ditemukan, karena basil tuberculosis tidak selalu jelas pada CSF
dan bahkan pada massa yang diambil, maka dari itu hasil yang negative dari
pemeriksaan bekteri tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi tuberculosis.
13

Neuroradiological imaging dengan CT and MRI mempunyai sensitifitas yang


tinggi untuk tuberkuloma, tetapi spesifitas untuk diagnose defenifnya rendah
(Yanardag et al, 2005).
Pada CT Scan sesudah pemberian kontras, tuberkuloma memberi gambaran
sebagai:
1) Lesi berbentuk cincin dengan area hipodens/isodens di tengah dan dinding
yang menyerap kontras.
2) Lesi berbentuk nodul/plaque yang menyerap kontras.
Tanpa kontras, lesi pada umumnya hipodens/isodens, pada beberapa kasus
didapatkan kalsifikasi. Gambaran tuberkuloma pada CT Scan sukar
dibedakan dengan tumor, abses atau granuloma kronik (Mulyono &
Santoso, 1997).
A

Gambar 1. CT Scan Otak; Gambar A, tanpa kontras menunjukan pergeseran


dari ventrikel, Gambar B, dengan kontras tampak sebagai lesi space-occupying
lesions,dari cerebellum kiri
14

MRI mempunyai peranan penting dalam diagnose tuberkuloma intracranial.


Pada MRI, gambar T1-weighted MR dapat menunjukan area hypo- or isointensity dan
T2-weighted images dapat menunjukan hypointense, isointense atau central
hyperintense zone dikelilingi hypointense rim. Maka biasanya misdiagnosis dengan
meningioma, neurinoma, even with metastasis. Saat ini dilaporkan bahwa proton
magnetic resonance spectroscopy membedakan tuberculomas dari kelainan intra
cranial lainnya intracranial (Yanardag et al, 2005).
A

Gambar 2. Magnetic resonance imaging pada otak; (a ,b) T2-weighted images;


and (c,d) post-gadolinium T1-weighted Gambar menunjukan 3 lapis dari
tuberkuloma otak.meliputi central, isodense, caseous, necrotic core
15

Meskipun

demikian

tumor

metastase

seperti

malignant

gliomas,

meningiomas, dan neurocysticercosis dapat menunjukan gambaran yang mirip pada


CT maupun MRI (Lee, 2002).
Beberapa penulis berpendapat bahwa tuberkuloma dapat dipastikan bila pada
serial CT Scan atau serial Magnetic Resonance Imaging (MRI) lesi menghilang
sesudah mendapat terapi obat antituberkulosis (OAT). (Mulyono & Santoso, 1997).
CNS tuberculosis umumnya adalah aktivasi inisial infeksi setelah beberapa
tahun. Maka lesi yang terlihat pada radiografi dada ditujukan untuk gejala sisa
tuberculosis dan hasil serologis diperlukan pada kecurigaan tuberkuloma dalam
periode preoperative. Jika kecurigaan kuat diagnosanya adalah tuberkuloma
pengobatan dengan agen tuberculosis dapat lebih dipakai untuk intervensi
pembedahan dan regresi pada lesi diikuti secara teratur dapat mengkonfirmasi hasil
diagnosis. Tetapi dalam beberapa kasus khusus, biopsy dapat mencegah kesalahan
diagnosis pada lesi (contoh: meningioma) dan mencegah pasien dari efek berbahaya
yang tidak diperlukan dari pengobatan (misalnya radioterapi), sebagai akibat dari
lokasi yang tidak biasa dari tuberkuloma dan kemampuan untuk meniru lesi yang
sering pada CNS, menyebabkan kesalahan diagnosis preoperatif (Yanardag et al,
2005).
Diagnosis pasti tuberkuloma ditegakkan dengan operasi (Mulyono & Santoso,
1997). Pemeriksaan histologi akan mengungkapkan suatu tuberkuloma (Suslu, 2011).
2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan TB menurut WHO (1993), disesuaikan dengan kategori
penyakitnya. Untuk penderita baru TB paru dengan sputum BTA(+), TB
16

ekstrapulmonal yang berat seperti meningitis TB, disseminated tuberculosis, atau TB


paru yang luas dengan sputum BTA () dimasukkan ke dalam kategori I, dianjurkan
pemberian INH (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Streptomisin (S) atau
Etambutol (E).
Fase awal diberikan 2HRZ S(E). Obat HRZ S(E) diberikan tiap hari selama 2
bulan (8 minggu). Bila fase ini telah selesai dan hapusan sputum negatif, diteruskan
dengan fase lanjutan, tetapi bila hapusan sputum positif, terapi ditambah 2-4 minggu,
diteruskan dengan fase lanjutan.
Pada fase lanjutan diberikan 4HR atau 4H3R3. Obat HR diberikan tiap hari
atau 3 kali seminggu selama 4 bulan. Untuk penderita meningitis TB, TB milier atau
dengan kelaian neurologis HR harus diberikan setiap hari selama 6-7 bulan (total 8-9
bulan). Tuberkuloma yang kecil (<2 cm) dapat sembuh dengan terapi medisinal
dalam 10 minggu, lesi yang lebih besar memerlukan eksisi. Dengan CT Scan dapat
terdeteksi lesi kecil (2-3 mm) dan dapat diterapi medisinal sehingga mengurangi
morbiditas dan mortalitas akibat operasi (Santoso & mulyono, 1997).
Pengobatan optimal adalah excise tuberkuloma, jika tersebut merupakan
region yang dapat di akses dan kemoterapi antituberkulosa (Shams, 2011)

17

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Tuberkulosis merupakan penyakit endemi di negara berkembang dan 30%
dari space occupation lesi adalah tuberkuloma.
Tuberculoma intrakranial berasal dari penyebaran secara hematogen dari lesi
tuberkulosa pada bagian tubuh yang lain terutama dari paru.
Gejala klinisnya serupa dengan tumor intrakranial, dengan adanya
peningkatan tekanan intracranial, tanda neurologic fokal, dan kejang epileptic,
symptom sistemik dari tuberculosis seperti demam, lesuh dan keringat berlebihan,
terjadi kurang dari 50% dari kasus
Diagnosis Tuberkoloma intra cranial meliputi penemuan infeksi sistemik dan
laboratorium umum Neuroradiological imaging dengan CT and MRI (mempunyai
sensitifitas yang tinggi untuk tuberkuloma, tetapi spesifitas untuk diagnose defenifnya
rendah), radiografi dada, serologis, biopsy. Diagnosis pasti tuberkuloma ditegakkan
dengan operasi dan pemeriksaan histologi akan mengungkapkan suatu tuberkuloma.
Pengobatan optimal adalah excise tuberkuloma, jika tersebut merupakan
region yang dapat di akses dan kemoterapi antituberkulosa.

18

DAFTAR PUSTAKA

Lee WY, KY Pang, CK Wong, 2002. Case Report; Tuber Brain tuberculoma in Hong
Kong
HKMJ 2002;8:52-6
Mulyono, Djoko, Djoko Iman Santoso, 1997. Tuberkulosis Milier dengan
Tuberkuloma Intrakranial Laporan Kasus. PPDS I Ilmu Penyakit Paru,
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Umum Daerah Dr
Sutomo, Surabaya.
Shams,

Shahzad.

2011.

Intracranial

Tuberculoma.

Omar

Hospital,

Jail Road, Lahore, Pakistan. www Brain Tuberculomas.htm, diakses 28


november 2011 jam 20.00
Suslu, Hikmet Turan , Mustafa Bozbuga, Cicek Bayindir, 2010. Cerebral
Tuberculoma Mimicking High Grade Glial Tumor. JTN.: 21( 3): 427-429
Yanardag,H S Uygun, V Yumuk, M Caner, B Canbaz, 2005. Cerebral tuberculosis
mimicking intracranial tumour. Singapore Med J 2005; 46(12) : 731

19

Anda mungkin juga menyukai