Anda di halaman 1dari 9

HISTOLOGI TERKAIT ORGAN1,2

Struktur fungsional utama sistem saraf terbagi atas SSP


(Sistem Saraf Pusat) dan SST (Sistem Saraf Tepi). Unit
fungsional baik dalam SSP maupun SST adalah neuron atau sel
saraf. Beberapa komponen neuron mempunyai nama khusus,
seperti “neurolemma” untuk membran sel. Kebanyakan neuron
terdiri atas tiga bagian yakni : Badan sel, atau perikarion, yang
merupakan pusat trofik atau sintesis untuk keseluruhan neuron.
Berikut yakni dendrit, yaitu prosessus panjang yang
dikhususkan untuk menerima stimulus dari lingkungan, sel-sel
epitel sensorik, atau dari neuron lain di situs yang disebut
sinapsis. sel otot, dan sel kelenjar). Akson dapat juga menerima
informasi dari neuron lain; informasi ini terutama memodifikasi transmisi potensial aksi ke
neuron tersebut. Terkait skenario kasus yang didapatkan, pembahasan akan difokuskan pada
struktur-struktur khas sistem saraf diantaranya :

1. Histologi Cerebrum

Korteks serebri adalah bagian yang terdiri dari lapisan abu-abu otak yang memiliki
ketebalan bervariasi antara 1,5 – 4,55 mm, terbagi menjadi 6 lapis:
1) Molecular layer (zonal layer); lapisan ini sebagian besar berisi sel neuron kecil
(Cajal-Retzius cells) yang berperan dalam perkembangan kortikal pola laminar
2) External granular layer; lapisan ini berisi banyak sel neuron bergranular
(nonpyramidal cells) dan sedikit sel piramidal yang dendrit keduanya bercabang
di dalam lapisan granular eksternal dan naik ke atas ke lapisan molekuler
3) External pyramidal layer; lapisan ini mengandung banyak sel piramidal dimana
akson dari masing-masing sel akan muncul dari dasar sel dan bergerak ke bawah
menuju korteks putih, sedangkan dendritnya akan muncul dari puncak sel dan
bergerak menuju lapisan granular eksterna serta lapisan molekuler dan terbagi
menjadi cabang terminal
4) Internal granular layer; seperti lapisan granular eksternal, lapisan ini mengandung
banyak sel nonpiramidal yang akan menerima impuls aferen dari neuron thalamus
dan membentuk external band of Baillarger
5) Internal pyramidal layer; lapisan ini memiliki sel piramidal berukuran sedang dan
besar dimana sel terbesarnya disebut Betz cells, sel pada lapisan ini akan
membentuk internal band of Baillarger
6) Multiform layer; lapisan ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu, bagian dalam, bagian
bersel kecil dan bagian luar bersel besar.
Sel-sel piramidal merupakan tipe neuron “major excitatory” yang
menggunakan glutamat sebagai neurotransmitter. Glutamat adalah major
excitatory neurotransmitter dari sistem saraf pusat, yang terbukti berperan penting
di jaringan komunikasi yang kompleks, yang ditetapkan di antara semua sel-sel
yang mendiami otak, termasuk berbagai neuron, astrosit, oligodendrosit dan
mikroglia. Karena itu, gangguan homeostasis glutamat dapat mempengaruhi
semua fungsi fisiologis dan interaksi sel-sel otak, menuju berbagai kejadian
patologis yang heterogen
2. Histologi Cerebellum
Korteks serebeli, yang mengoordinasikan aktivitas otot di seluruh tubuh, memiliki
tiga lapisan lapisan molekular luar, suatu lapisan tengah yang terdiri atas neuron
berukuran besar yang disebut sel Purkinje, (Nama untuk abad ke-19 histolog
kebangsaan Jan Purkinje), dan lapisan granular internal. Badan sel Purkinje terlihat
jelas, bahkan pada sediaan yang dipulas dengan H&E dan dendritnya menjalar di
seluruh lapisan molekular sebagai jala serabut saraf yang bercabang Lapisan granular
dibentuk oleh neuron yang sangat kecil (Hanya dengan diameter 4-5 μm), yang
berhimpitan, berbeda dengan badan sel neuron di lapisan molekular yang tidak begitu
padat.
3. Histologi Sel Neuroglia
Neuroglia merupakan sel-sel selain neuron yang berada dalam sistem saraf yang tidak
berperan dalam sistem pengantaran impuls namun sebagai sawar, fagosit dan
sebagainya. Adapun diantaranya :

Sumber :
1. Mescher, A. L. (2012). Histologi Dasar Junqueira. edisi 12. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
2. V. P. Eroschenko. Atlas Histologi diFiore. Ed. 11. .Jakarta: EGC, 2010.
DERAJAT PENURUNAN KESADARAN

Derajat kesadaran, dibagi atas beberapa bagian dan dapat diperhitungkan melihat tanda
yang dialami pasien. Diantaranya :

1. Composmentis, Merupakan kondisi normal yaitu kondisi seseorang yang sadar sepenuhnya, baik
terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya dan dapat menjawab pertanyaan yang
ditanyakan pemeriksa dengan baik.
2. Apatis, Kondisi ini terjadi ketika seseorang sulit untuk berpikir jernih dan membuat keputusan.
Orang yang mengalami kondisi ini biasanya lebih sering berbicara melantur atau tidak
nyambung.  adapun kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh terhadap
lingkungannya.
3. Delirium, Delirium adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan kebingungan
akut yang disertai dengan gangguan perilaku. Kondisi ini dapat menyebabkan seseorang sulit
berpikir, tidur, hiperaktif (agitasi), hipoaktivtias (apatis), halusinasi, dan delusi. Adapun kondisi
seseorang yang mengalami kekacauan gerakan, siklus tidur bangun yang terganggu dan tampak
gaduh gelisah, kacau, disorientasi serta meronta-ronta.
4. Somnolen (Lethargy), Merupakan penurunan kesadaran yang ditandai dengan rasa kantuk parah,
lemas, lesu, dan tidak bertenaga, sehingga kesulitan untuk melakukan aktivitas. Kondisi ini
memengaruhi kemampuan berpikir dan emosi seseorang. yaitu kondisi seseorang yang
mengantuk namun masih dapat sadar bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur
kembali.
5. Stupor, yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun masih dapat dibangunkan
dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak
dapat menjawab pertanyaan dengan baik.
6. Semi-coma yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons terhadap pertanyaan,
tidak dapat dibangunkan sama sekali, respons terhadap rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi
refleks kornea dan pupil masih baik.
7. Coma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam dimana sudah tidak memberikan respon
dalam rangsangan apapun, memberikan respons terhadap pertanyaan, tidak ada gerakan, dan tidak
ada respons terhadap rangsang nyeri.
Dalam parameter pengukuran kesadaran sampai sekarang menggunakan
Glasglow Coma Scale (GCS)  yakni :

Berikut interpretasi dari GCS :


Nilai GCS 15-14 : Compos Mentis
Nilai GCS 13-12 : Apatis
Nilai GCS 11-10 : Delirium
Nilai GCS 9-7     : Somnolen
Nilai GCS 6-5     : Stupor
Nilai GCS 4        : Semi-Coma
Nilai GCS 3        : Coma

Sumber :

1. CDC. Galsgow Coma Scale. (https://www.cdc.gov/masstrauma/resources/gcs.pdf).

2. Tahir, A. M. Patofisiologi Kesadaran Menurun. UMI Medical Journal. 2018. 3(1), 80-88.

3. Tindall SC. Level of Consciousness. In: Walker HK, Hall WD, Hurst JW, editors.
Clinical Methods: The History, Physical, and Laboratory Examinations. 3rd edition.
Boston: Butterworths; 1990. Chapter 57
ENSEFALITIS

1. Definisi1

Ensefalitis adalah suatu proses inflamasi jaringan parenkim otak, dapat


menimbulkan gangguan kesadaran, tanda neurologik fokal dan kejang. Ensefalitis
dapat disebabkan berbagai mikrorganisme seperti bakteri, protozoa, parasit, jamur,
spirochaeta, dan virus.

Human herpes simplex virus encephalitis (HSVE) adafah suatu penyakit inflamasi
pada jaringan parenkim otak yang non epidemik viral yang bisa melibatkan anak dan
dewasa. Penyakit ini disebabkan virus golongan DNA, yang biasanya 70 % kasus bisa
fatal jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat.

2. Epidemiologi1,2,3

Pelaporan mengenai kasus ensefalitis secara umum lebih mudah diperoleh di


negara maju. Menurut CDC insidens ensefalitis virus di seluruh dunia berkisar antara
3,5 dan 7,4 per 100.000 pasien per tahun, dan kejadiannya lebih tinggi pada anak.
Meskipun kedua gender dapat terkena, banyak penelitian menunjukkan bahwa
penyakit ini lebih dominan pada jenis kelamin laki-laki. Data statistik menunjukkan
bahwa sebanyak 31 % dari 214 kasus ensefalitis disebabkan oleh virus herpes
simpleks.

3. Etiologi1,2,3

Klasifikasi yang diajukan oleh Robin berdasarkan etiologi virus:

1) Infeksi virus yang bersifat epidemik

a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.

b. Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis


encephalitis,Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian
spring summerencephalitis, Murray valley encephalitis.
2) Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex, Herpes
zoster,Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis
lain yangdianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas

3) Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela,


pascavaksinia, pasca mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti
infeksitraktus respiratorius yang tidak spesifik.

Meskipun di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus


ensefalitis, tetapi baru Japanese B encephalitis yang ditemukan.

1) Viral :

 Virus DNA: herpes simplex virus (HSV-1, HSV-2), virus herpes lainnya
(HHV-6, EBV,VZV, cytomegalovirus) dan adenovirus (sebagai contoh
serotipe 1,6,7,12,32)

 Virus RNA: virus influenza (serotipe A), enterovirus (serotipe 9,71), virus
polio, measles,rubella, mumps, rabies, arbovirus (contoh: Japanese B
encephalitis virus, lymphoticchoriomeningitis virus, Eastern, Western dan
Venezuelan equine encephalitis virus),
retrovirus(ColoradoickFevervirus),danretrovirus(HIV)

2) Bakterial:Mycobacterium tuberculosis, Mycoplasma pneumoniae, Listeria


monocytogenes, Borreliaburdgorferi (lyme disease), Tropheryma whippeli
(Whipple’s disease), lepstospira, brucella,legionella, Salmonella typhii
(typhoid fever), nocardia, actinomyces, Treponema pallidum(meningovascular
syphilis) dan seluruh penyebab meningitis bakterial (piogenik).

3) Rickettsia:

• Rickettsia rickettsii (Rocky Mountain Spotted Fever), Rickettsia typhii


(endemic typhus)

• Rickettsia prowazekii (epidemic typhus), Coxiella burnetii (Q


fever).
4) Fungal:

Cryptococcosis, coccidioidomycosis, histoplasmosis, North American


Blastomycosis, candidiasis

5) Parasit

Human African Trypanosomiasis, Toxoplasma gonsii, Nagleria


fowleri, Echinococcusgranulosus, schistosomiasis

Sumber :

1. Makmur, T., & Siregar, F. A. (2020). ENSEFALITIS VIRUS HERPES SIMPLEX. Ibnu


Sina: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan-Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Sumatera Utara, 19(2), 69-80.

2. Jarman P. Neurological Disease. Kumar and Clark’s Clinical Medicine. 2012; 8

3. Behrman,R., Kliegman, R., Arvin, A., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Nelson (Nelson
Textbook of Pediatrics) . 15th Edition. EGC.2007

Anda mungkin juga menyukai