Anda di halaman 1dari 21

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi

1. Anatomi

1) Sel Saraf (Neuron)

Merupakan sel tubuh yang berfungsi mencetuskan dan menghantarkan


impuls listrik. Neuron merupakan unit dasar dan fungsional sistem saraf
yang mempunyai sifat exitability, artinya siap memberi respon apabila
terstimulasi. Salah satu sel saraf mempunyai badan sel (sama) yang
mempunyai satu atau lebih tonjolan(dendrit). Tonjolan-tonjolan ini keluar
dari sitoplasma sel saraf. Satu atau dua ekspansi yang sangat panjang disebut
akson. Serat saraf adalah akson dari satu neuron.

2) Sistem Saraf Pusat (Central Neuron Sistem)

Sistem saraf pusat (central neuron sistem) terdiri atas otak dan medulla
spinalis. Dibungkus oleh selaput meningen yang berfungsi untuk melindungi
CNS. Meningen terdiri atas 3 (tiga) lapis yaitu terdapat rongga-rongga
(space) yaitu :

a. Rongga epidural (epidural space). Berada diantara tulang tengkorak dan


durameter. Rongga ini berisi pembulu darah dan jaringan lemak yang
berfungsi sebagai bantalan.
b. Rongga subdural (subdural space). Berada diantara diameter dan
arachnoid yang berisi cairan serosa.

c. Rongga sub arachnoid (subarachnoid space). Terdapat diantara arachnoid


dan plameter, berisi cairan serebrospinalis.

Secara fisiologis sistem saraf pusat ini berfungsi untuk interprestasi,


intekrasi, koordinasi dan inisiasi berbagai impuls saraf. Otak terdiri dari otak
besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum) dan batang otak (brainstem).

a) Cerebrum (otak besar)


Terdiri dari dua belahan yang disebut Hemipherium cerebri dan keduanya
dipisahkan oleh fissure longitudinalis cerebri menjadi hemisfer kanan dan kiri.
Hemisfer cerebri dibagi menjadi lobus – lobus yang diberi nama sesuai
dengan tulang diatasnya, yaitu :

 Lobus frontalis
 Lobus parietalis

 Lobus occipitalis

 Lobus temporalis

b) Batang otak (brainstem)

Terdiri atas diencephalons, mid brain, pond, medulla oblongata merupakan


tempat berbagai macam pusat vital seperti pernapasan pusat vasemotor, pusat
pengaturan kegiatan jantung, pusat muntah, bersin dan batuk.

c) Cerebellum (otak kecil)

Terletak dibagian belakang kranium menempati fosa cerebri posterior


dibawah lapisan cluaramer. Tentrium cerbelli, dibagian depannya terdapat
batang otak. Berat cerebellum sekitar 150 gram atau ±8% dari berat batang
otak seluruhnya. Cerebellum dapat dibagi menjadi hemisfer cerebella kanan
dan kiri yang dipisahkan oleh vesmis. Fungsi cerebellium pada umumnya
adalah mengkoordinasi gerakan-gerakan otot sehingga gerakan dapat
terlaksana dengan sempurna.

d) Pembuluh darah

Otak merupakan organ tubuh yang bekerja terus-menerus tentu membutuhkan


suplai darah yang cukup terdiri secara kontinu agar fungsi otak berlangsung
dengan baik. Jaringan otak mendapat suplai darah dari dua arteri besar yaitu
arteri carotis intra kanan dan kiri dan arteri vertebralis kanan dan kiri.

e) Cairan Otak (cerebro spinalis fluid)

Di dalam jaringan otak terdapat 4 buah rongga yang saling berhubungan yang
disebut ventrikulus yang berisi cairan otak. Cairan otak terdapat dalam
spantum subaracnoidal dan ventrikulus. Cairan otak diproduksi oleh flexus
choroideus ventrikulus lateralis kanan kemudian masuk ke dalam ventrikulus
lateralis, dari ventrikulus lateralis kanan dan kiri terdapat lubang yang disebut
foramen luscka dan bagian tengah terdapat lubang yang disebut foramen
megendie. Fungsi cairan otak adalah sebagai bantalan otak agar terhindar dari
benturan atau terutama kepala,mempertahankan tekanan cairan normal otak
yaitu 10-20 mmHg serta memperlancar metabolisme dan sirkulasi darah di
otak.

2. Fisiologi

Sistem persyarafan terdiri dari sel-sel saraf (neuron) yang tersusun


membentuk sistem saraf pusat perifer. Sistem saraf pusat (SSP) terdiri atas
otak dan medulla spinalis sedangkan sistem saraf tepi (perifer) merupakan
susunan saraf diluar ssp yang membawa pesan ke dan dari sistem saraf pusat.
Stimulasi (rangsangan) yang diterima oleh tubuh baik yang bersumber dari
lingkungan internal maupun eksternal menyebabkan berbagai perubahan dan
menuntut tubuh untuk mampu mengadaptasinya sehingga tubuh tetap
seimbang, upaya tubuh dalam mengadaptasi berlangsung melalui kegiatan
sistem saraf disebut sebagai kegiatan refleks. Bila tubuh tidak mampu
mengadaptasinya maka akan terjadi kondisi yang tidak seimbang atau sakit.
Stimulasi diterima oleh reseptor ( penerima rangsang) sistem saraf yang
selanjutnya akan dihantarkan oleh sistem saraf tepi ke sistem saraf pusat. Di
sistem saraf pusat impuls diolah untuk kemudian meneruskan jawaban
(respon) kembali melalui sistem saraf tepi menuju efektor yang berfungsi
pencetus jawaban akhir. Jawaban yang terjadi dapat berupa jawaban yang
dipengaruhi oleh kemauan (volunter) dan jawaban yang tidak dipengaruhi
oleh kemauan (involunter).
Jawaban yang volunter melibatkan sistem saraf somatik sedangkan
involunter melibatkan sistem saraf otonom yang berfungsi sebagai efektor dari
sistem saraf somatic adalah otot polos, otot jantung dan kelenjar sebasea.
Secara garis besar sistem saraf mempunyai 4 (empat) fungsi tentang :
1) Menerima informasi (rangsangan) dari dalam maupun dari luar tubuh
melalui saraf sensori (afferent sensory pathway).
2) Mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dari sistem
saraf pusat.
3) Mengelolah informasi yang diterima baik ditingkat medulla spinalis
maupun diotak untuk selanjutnya menentukan jawaban (respon).

4) Menghantarkan jawaban secara cepat melalui saraf motorik (effereny


motorik pathway) ke organ-organ tubuh sebagai control atau
modifikasi dari tindakan.

B. Definisi Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan


suhu 38oC. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi
pada usia 3 bulan-5 tahun.

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan


suhu tubuh (suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses
intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi
anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA
NIC-NOC, 2013).

Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi


bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan
neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang
sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan
biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada
anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi
setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008).

C. Epidemiologi

Epidemiologi kejang demam di Indonesia belum diketahui secara pasti.


Namun, di dunia diperkirakan kejang demam terjadi lebih sering pada anak
usia 6 bulan – 5 tahun.

Global Kejang demam terjadi pada 2 – 5% anak usia 6 bulan – 5 tahun pada
negara maju. 70 – 75% dari kejang demam adalah kejang demam sederhana.

D. Etiologi

1. Faktor-faktor prenatal
2. Malformasi otak congenital

3. Faktor genetika

4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)

5. Demam

6. Gangguan metabolisme

7. Trauma

8. Neoplasma, toksin

9. Gangguan sirkulasi

10. Penyakit degeneratif susunan saraf.

11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.

E. Manifestasi Klinis
Ada 2 bentuk kejang demam yaitu:

1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala


klinis sebagai berikut :

a.Kejang berlangsung singkat, < 15 menit

b. Kejang umum tonik dan atau klonik

c.Umumnya berhenti sendiri

d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala


klinis sebagai berikut :

a. Kejang lama > 15 menit

b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial

c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

F. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +)
dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali
ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi
dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan
sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat
20%. Pada anak usia 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang
demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya
aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
G. Pathway
Rangsang mekanik dan
Infeksi bakteri, virus dan parasit
biokimia

Reaksi inflamasi Perubahan konsentrasi


ion di ruang
ekstraseluler
Proses demam
Keseimbangan potensial
membrane ATPASE
Suhu tubuh meningkat

Hipetermia Difusi Na+ dan K+

Resiko kejang Kejang


berulang

Kurang informasi
pengobatan
perawatan: kondisi,
lebih dari 15 menit
prognosis

perubahan suplay
Kurang kemampuan
Darah ke otak
pengetahuan indentifikasi
masalah (-)
resiko kerusakan sel
Neuron otak

Lingkuangan
yang
Gangguan di rasakan
Perfusi
tidak nyaman
jaringan cerebral

Lemas
Risiko jatuh
H. Klasifikasi

A. Kejang demam sederhana

1) Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi


2) Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun
3) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan - 6
tahun
4) Lamanya kejang berlangsung < 20 menit
5) Kejang tidak bersifat tonik klonik
6) Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
7) Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau
abnormalitas perkembangan
8) Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat
9) Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha,
2014)
B. Kejang demam kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan
otomatik; mengecap-ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang
berulang-ulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa
otomatisme tatapan terpaku.

I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kejang demam :

a. Retardasi Mental

b. Kerusakan jaringan otak

c. Epilepsi terjadi akibat adanya kerusakan pada daerah lobus temporalis


yang berlangsung lama dan dapat menjadi matang.

d. Hemiparese, biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama


(berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum
maupun kejang fokal.

e. Retardasi Mental, terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami


gangguan perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang
lebih rendah. Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang
tanpa demam, kemungkinan retardasi mental adalah 5 kali lebih besar.

f. Terulangnya Kejang, kemungkinan terjadinya ulangan kejang pada 6


bulan pertama dari serangan pertama.

g. Kematian, dengan penanganan kejang yang tepat dan cepat, prognosa


biasanya baik, tidak sampai terjadi kematian.

J. Pemeriksaan Penunjang/diagnostik
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik.
EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan
terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari.
Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang
demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan
dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi
yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus
dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan
dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <
200 mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi, pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan
adanya lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB
masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus
untuk transiluminasi kepala.
K. Penaktalaksanaan Medis
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam
yang diberikan melalui interavena atau indra vectal.
Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama
setelah 20 menit.
Turunkan panas
Anti piretik : parasetamol /salisilat (10 mg/kg/dosis).
Kompres air PAM / Os
b. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama, walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi
lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya
bila aga gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.
c. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat
demam dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari.
Untuk profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral dengan
dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.
d. Penanganan sportif
1) Bebaskan jalan napas
2) Beri zat asam
3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri
diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai
demam.

b. Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikasi


Dapat digunakan
Penobarbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
Diazepam : (indikasi khusus)
BAB II
KONSEP TUMBUH KEMBANG

A. KONSEP PERTUMBUHAN
1. Pengertian Pertumbuhan

Pertumbuhan (growth) merupakan peningkatan jumlah dan besar sel


diseluruh bagian tubuh selama sel-sel tersebut membelah diri dan menyintesis
protein-protein baru. Menghasilkan penambahan jumlah berat secara keseluruhan
atau sebagian.

Pertumbuhan merupakan suatu proses perubahan fisik (anatomis) yang

ditandai dengan bertambahnya ukuran berbagai organ tubuh, karena adanya

pertambahan dan pembesaran sel-sel. Pertumbuhan dapat diketahui dengan

mengukur berat badan, panjang badan/tinggi badan, linngkar kepala dan lingkar

lengan atas.

1. Pertumbuhan Anak Prasekolah

Pertumbuhan masa prasekolah pada anak yaitu pada pertumbuhan

fisik, khususnya berat badan mengalami kenaikan rata-rata

pertahunnya adalah 2 kg, kelihatan kurus, akan tetapi aktivitas

motoriknya tinggi, dimana sistem tubuh sudah mencapai kematangan,

seperti berjalan, melompat, dan lain-lain. Sedangkan pada

pertumbuhan tinggi badan anak kenaikannya rata-rata akan mencapai

6,75-7,5 cm setiap tahunnya.

2. Prinsip Pertumbuhan

Perkembangan dan pertumbuhan mengikuti prinsip cephalocaudal dan

proximodistal. Prinsip cephalocaudal merupakan rangkaian dimana

pertumbuhan yang tercepat selalu terjadi diatas, yaitu di kepala.

Pertumbuhan fisik dan ukuran secara bertahap bekerja dari atas

kebawah, perkembangan sensorik dan motorik juga berkembang


menurut prinsip ini, contohnya bayi biasanya menggunakan tubuh

bagian atas sebelum mereka menggunakan tubuh bagian bawahnya.

Prinsip proximodistal (dari dalam keluar) yaitu pertumbuhan dan

perkembangan bergerak dari tubuh bagian dalam ke luar. Anak-anak

belajar mengembangkan kemampuan tangan dan kaki bagian atas

(yang lebih dekat dengan bagian tengah tubuh) abru kemudian bagian

yang lebih jauh, dilanjutkan dengan kemampuan menggunakan telapak

tangan dan kaki dan akhirnya jari-jari tangan dan kaki

3. Aspek – aspek Pertumbuhan

Untuk menilai pertumbuhan anak dilakukan pengukuran antropometri,

pengukuran antropometri meliputi pengukuran berat badan, tinggi

badan (panjang badan), lingkar kepala. Pengukuran berat badan

digunakan untuk menilai hasil peningkatan atau penurunan semua

jaringan yang ada pada tubuh, pengukuran tinggi badan digunakan

untuk menilai status perbaikan gizi disamping faktor genetic

sedangkan pengukuran lingkar kepala dimaksudkan untuk menilai

pertumbuhan otak. Pertumbuhan otak kecil (mikrosefali) menunjukkan

adanya reterdasi mental, apabila otaknya besar (volume kepala

meningkat) terjadi akibat penyumbatan cairan serebrospinal

B. KONSEP PERKEMBANGAN
1. Pengertian Perkembangan
perkembangan adalah bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh
yang lebih kompleks, bersifat kualitatif yang pengukurannya lebih sulit dari
pertumbuhan.

Menjelaskan perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh


yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan
bahasa serta sosialisasi dan kemandirian.
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh
yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan
bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian.

2. Aspek Perkembangan Anak


a. Aspek Kognitif
Proses dimana individu dapat meningkatkan kemampuan dalam menggunakan
pengetahuannya. Kognisi adalah fungsi mental yang meliputi persepsi, pikiran,
simbol, penalaran, dan pemecahan masalah.

b. Aspek Fisik/Motorik
Perkembangan pengendalian gerakan melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf
dan otot terkoordinasi.

Terdiri atas keterampilan motorik kasar dan keterampilan motorik halus.

c. Aspek Bahasa
Terdiri dari dua aspek kemampuan, yaitu kemampuan ekspresif (untuk
menghasilkan suara, isyarat/gestur, atau bentuk tertulis) dan kemampuan reseptif
(untuk memproses dan memahami pesan, baik tertulis, lisan, maupun gestur).

d. Aspek Sosio-Emosional
Perkembangan sosial anak menurut Erikson:

1) Basic Trust vs Mistrust (percaya vs curiga), usia 0-2 tahun


2) Autonomy vs Shame & Doubt (mandiri vs ragu), usia 2-3 tahun
3) Initiative vs Guilt (berinisiatif vs bersalah), usia 4-5 tahun
4) Industry vs inferiority (percaya diri vs rasa rendah diri), usia 6 tahun –
pubertas.
3. Prinsip Perkembangan Anak
Perkembangan dan pertumbuhan mengikuti prinsip cephalocaudal dan

proximodistal. Prinsip cephalocaudal merupakan rangkaian dimana

pertumbuhan yang tercepat selalu terjadi diatas, yaitu di kepala. Pertumbuhan

fisik dan ukuran secara bertahap bekerja dari atas kebawah, perkembangan

sensorik dan motorik juga berkembang menurut prinsip ini, contohnya bayi

biasanya menggunakan tubuh bagian atas sebelum mereka menggunakan tubuh

bagian bawahnya.
Prinsip proximodistal (dari dalam keluar) yaitu pertumbuhan dan

perkembangan bergerak dari tubuh bagian dalam ke luar. Anak-anak belajar

mengembangkan kemampuan tangan dan kaki bagian atas (yang lebih dekat

dengan bagian tengah tubuh) abru kemudian bagian yang lebih jauh,

dilanjutkan dengan kemampuan menggunakan telapak tangan dan kaki dan

akhirnya jari-jari tangan dan kaki.


BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian Keperawatan

1. Data Subjektif

a. Biodata/Identitas

Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.Biodata orang tua perlu
dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.

b. Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :

- Apakah betul ada kejang ?

Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan


kejang si anak

- Apakah disertai demam ?

Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka


diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya
bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam.

- Lama serangan

Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung


lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon
terhadap prognosa dan pengobatan.

- Pola serangan

Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan


apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?

- Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti


epilepsi mioklonik ?

- Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran
seperti epilepsi akinetik ?
- Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan
naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?

- Frekuensi serangan

- Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi


untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin
kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan
kejang sering timbul.

- Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang
dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan
lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang
perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun,
ada paralise, menangis dan sebagainya ?

c. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai

Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita
epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita


pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk
pertama kali ? Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA
dan lain-lain.

e. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi
atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu
hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan
ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan ( forcep/vakum ),
perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah
bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.

f. Riwayat Imunisasi

Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah
mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan
kejang.

g. Riwayat Perkembangan

Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :

- Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan


kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.

- Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk


mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang
cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.

- Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

- Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah


dan berbicara spontan.

h. Riwayat kesehatan keluarga.

Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang demam


mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit
syaraf atau lainnya ? Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti
ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya
kejang demam.

i. Riwayat sosial

Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah
yanh mengasuh anak ? Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman
sebayanya ?

j. Anamnesa

a. Aktivitas atau Istirahat

- Keletihan, kelemahan umum

- Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain

b. Sirkulasi

Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis


Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan
pernafasan

c. Intergritas Ego

Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau
penanganan

Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya Perubahan
dalam berhubungan

d. Eliminasi

1) Inkontinensia epirodik

2) Makanan atau cairan

3) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan dengan


aktivitas kejang

e. Neurosensori

1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat trauma
kepala, anoreksia, dan infeksi serebal

2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)

3) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis

f. Kenyamanan

1) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)

2) Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal

g. Pernafasan

1) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat peningkatan


sekresi mulus

2) Fase posektal : Apnea

h. Keamanan

1) Riwayat terjatuh
2) Adanya alergi

i. Interaksi Sosial

Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan sosialnya

1. Pemeriksaan Fisik

a. Aktivitas

1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot

2) Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot

b. Integritas Ego

1) Pelebaran rentang respon emosional

c. Eleminasi

Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter

Posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia

d. Makanan atau cairan

1) Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang)

2) Hyperplasia ginginal

e. Neurosensori (karakteristik kejang)

1) Fase prodomal : Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon efektifitas
yang tidak menentu yang mengarah pada fase area.

2) Kejang umum

Tonik – klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag peningkatan


keadaan, pupil dilatasi, inkontineusia urine

3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah kalau
mental dan anesia

4) Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau makanan

5) Kejang parsial
Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir 15 menit
tdak ada penurunan kesadaran gerakan ersifat konvulsif

f. Kenyamanan

Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati

Perubahan pada tonus otot

Tingkah laku distraksi atau gelisah

g. Keamanan

Trauma pada jaringan lunak

Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh

Anda mungkin juga menyukai