DISUSUN OLEH
2. Anatomi fisiologi
Sistem saraf terdiri dari sistem saraf pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari:
1) Cerebellum,
2) Medulla oblongata
3) Pons (batang otak)
4) Medulla spinalis (sumsum tulang belakang),
5) Sistem saraf tepi (peripheral nervous system) yang terdiri dari nervus cranialis (sa
raf-saraf kepala) dan semua cabang dari medulla spinalis,
6) Sistem saraf gaib (autonomic nervous system) yang terdiri dari sympatis (sistem s
araf simpatis) dan parasymphatis(sistem saraf parasimpatis) (Kharisma Dhevi, 20
21).
Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan dibungkus oleh selaput
otak yang disebut meningen yang berfungsi untuk melindungi struktur saraf terutama
terhadap resiko benturan atau guncangan. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu:
1) duramater,
2) arachnoid dan
3) piamater.
Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari
1) Cerebrum (otak besar)
Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan superior rongga teng
korak di mana cerebrum ini mengisi cavum cranialis anterior dan cavum cranial.
Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu : corteks cerebri dan medulla cerebri. Fun
gsi dari cerebrum ialah pusat motorik, pusat bicara, pusat sensorik, pusat pendeng
aran / auditorik, pusat penglihatan / visual, pusat pengecap dan pembau serta pusa
t pemikiran.
Sebagian kecil substansia gressia masuk ke dalam daerah substansia alba sehing
ga tidak berada di corteks cerebri lagi tapi sudah berada di dalam daerah medulla
cerebri. Pada setiap hemisfer cerebri inilah yang disebut sebagai ganglia basalis t
ermasuk padaganglia basalis ini adalah :
a) Thalamus : menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali impuls p
embau yang langsung sampai ke kortex cerebri.Fungsi thalamus terutama penting
untuk integrasi semua impuls sensorik. Thalamus juga merupakan pusat panas da
n rasa nyeri.
b) Hypothalamus : terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III. Hypothalamus
terdiri dari beberapa nukleus yang masing-masing mempunyai kegiatan fisiologi y
ang berbeda. Hypothalamus merupakan daerah penting untuk mengatur fungsi ala
t demam seperti mengatur metabolisme, alat genital, tidur dan bangun, suhu tubuh,
rasa lapar dan haus, saraf otonom dan sebagainya. Bila terjadi gangguan pada tub
uh, maka akan terjadi perubahan-perubahan. Seperti pada kasus kejang demam, h
ypothalamus berperan penting dalam proses tersebut karena fungsinya yang meng
atur keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat adanya proses- proses patologik e
kstrakranium.
c) Formation Riticularis : terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batan
g otak (superior dan pons varoli). Ia berperan untuk mempengaruhi aktifitas corte
x cerebri, di mana pada daerah formatio reticularis ini terjadi stimulasi / rangsang
an dan penekanan impuls yang akan dikirim ke cortex cerebri.
2) Serebellum
Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa cranial post
erior. Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang berfungsi sebagai pusa
t koordinasi kontraksi otot rangka. Sistem saraf tepi (nervus cranialis) adalah sara
f yang langsung keluar dari otak atau batang otak dan mensarafi organ tertentu. N
ervus cranialis ada 12 pasang :
a) N. I : Nervus Olfaktorius
b) N. II : Nervus Optikus
c) N. III : Nervus Okulamotorius
d) N. IV : Nervus Troklearis
e) N. V : Nervus Trigeminus
f) N. VI : Nervus Abducen
g) N. VII : Nervus Fasialis
h) N. VIII : Nervus Akustikus
i) N. IX : Nervus Glossofaringeus
j) N. X : Nervus Vagus
k) N. XI : Nervus Accesorius
l) N. XII : Nervus Hipoglosus
Sistem saraf otonom ini tergantung dari sistem saraf pusat dan sistem saraf otono
m dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan efferent. Menurut fungsinya sis
tem saraf otonom ada dua di mana keduanya mempunyai serat pre dan post gangli
onik. Yang termasuk dalam sistem saraf simpatis adalah :
a) Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya.
b) Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus symphatis.
c) Pleksus pre vertebral : Post ganglionik yg dicabangkan dari ganglion kolateral.
3. Patofisiologi
Penyebab banyaknya infeksi yang terjadi di ekstrakranial seperti tonsillitis, bronkitis,
ostitis media akut, dan sebagainya merupakan bakteri yang bersifat toksik. Mikroorga
nisme menghasilkan toksik yang dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui hematogen
maupun limfogen. Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamu
s dengan menaikkan suhu. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus merupakan tanda
tubuh mengalami bahaya secara sistemik. Bila pengaturan suhu di hipotalamus naik,
maka akan merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain juga, seperti kulit, ot
ot, sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot. Naiknya suhu ini akan disertai pengel
uaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin yang dapat merangsang peni
ngkatan potensial aksi pada neuron. Sehingga, kenaikan potensial aksi ini merangsang
perpindahan ion natrium dan kalium dari luar sel menuju ke dalam sel. Perpindahan i
ni dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang. Se
lain itu, serangan cepat ini juga dapat menjadikan anak mengalami respon penurunan
kesadaran, anak beresiko terkena cedera karena otot ekstremitas dan bronkus mengala
mi spasma, dan kelangsungan jalan napas terhambat karena penutupan lidah dan spas
ma bronkus (Sabella Rofifah Isroatus, 2021).
4. Etiologi
Hingga kini belum diketahui pasti penyebab kejang demam. Demam sering disebabka
n infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, dan infeksi saluran kemih
(Lestari, 2016).
Menurut faktor resiko terjadinya kejang demam diantaranya :
a. Faktor-faktor prinatal
b. Malformasi otak congenital
c. Faktor genetika
d. Demam
e. Gangguan metabolisme
f. Trauma
g. Neoplasma
h. Gangguan Sirkulasi (Putri Desi Regina, 2017).
5. Klasifikasi
Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu:
1) Kejang demam sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan berlangsun
g umum.
2) Kejang demam kompleks, yang berlangsung kurang dari 15 menit, fokal, atau mul
tiple (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam) (Wardhani AK, 2013).
Berdasarkan atas studi epidemiologi, kejang demam dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion), biasanya terdapat pada ana
k umur 6 bulan sampai 5 tahun, disertai kenaikan suhu tubuh yang mencapai ≥ 39
⁰C. Kejang bersifat umum dan tonik-klonik, umumnya berlangsung beberapa deti
k/menit dan jarang sampai 15 menit. Pada akhir kejang kemudian diakhiri dengan
suatu keadaan singkat seperti mengantuk (drowsiness), dan bangkitan kejang terja
di hanya sekali dalam 24 jam, anak tidak mempunyai kelainan neurologik pada pe
meriksaan fisis dan riwayat perkembangan normal, demam bukan disebabkan kar
ena meningitis atau penyakit lain dari otak.
b. Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile convulsion) biasanya k
ejang terjadi selama ≥ 15 menit atau kejang berulang dalam 24 jam dan terdapat k
ejang fokal atau temuan fokal dalam masa pasca bangkitan. Umur pasien, status n
eurologik dan sifat demam adalah sama dengan kejang demam sederhana.
c. Kejang demam simtomatik (symptomatic febrile seizure) biasanya sifat dan umur
demam adalah sama pada kejang demam sederhana dan sebelumnya anak mempu
nyai kelainan neurologi atau penyakit akut. Faktor resiko untuk timbulnya epileps
i merupakan gambaran kompleks waktu bangkitan. Kejang bermula pda umur < 1
2 bulan dengan kejang kompleks terutama bila kesadaran pasca iktal meragukan
maka pemeriksaan CSS sangat diperlukan untuk memastikan kemungkinan adany
a meningitis (Putri Desi Regina, 2017).
6. Manifestasi Klinik
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau to
nik klonik bilateral, setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk
sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali ta
npa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis sementara (hemiperasis
touch) atau kelumpuhan sementara yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa
hari (Kharisma Dhevi, 2021).
Tanda dan gejala dari kejang demam yaitu :
1) Kejang demam mempunyai insiden yang tinggi pada anak, yaitu 3- 4%.
2) Kejang biasanya singkat, berhenti sendiri, terjadi lebih banyak laki-laki
3) Kejang timbul dalam 24 jam setelah naiknya suhu badan akibat infeksi di luar sus
unan saraf misalnya otitis media akut, bronchitis, dan sebagainya.
4) Bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, fokal atau atonik
5) Takikardi pada bayi, frekuensi sering di atas 150-200 per menit (Jasni, 2021).
7. Komplikasi
Komplikasi kejang demam meliputi:
a. Kejang Demam Berulang, faktor risiko terjadinya kejang demam berulang adalah:
1) Riwayat keluarga dengan kejang demam (derajat pertama)
2) Durasi yang terjadi antara demam dan kejang kurang dari 1 jam
3) Usia < 18 bulan
4) Temperatur yang rendah yang membangkitkan bangkitan kejang
b. Epilepsi, faktor risiko kejang demam yang berkembang menjadi epilepsi adalah:
1) Kejang demam kompleks.
2) Riwayat keluarga dengan epilepsi
3) Durasi demam kurang dari 1 jam sebelum terjadinya bangkitan kejang.
4) Gangguan pertumbuhan neurologis (contoh: cerebral palsy, hidrosefalus).
c. Paralisis Todd, Paralisis Todd adalah hemiparesis sementara setelah terjadinya
kejang demam. Jarang terjadi dan perlu dikonsultasikan ke bagian neurologi. Epil
epsi Parsial Kompleks Dan Mesial Temporal Sclerosis (MTS). Pada pasien epilep
si parsial kompleks yang berhubungan dengan MTS ditemukan adanya riwayat ke
jang demam berkepanjangan.
d. Gangguan Tingkah Laku Dan Kognitif, meskipun gangguan kognitif, motorik dan
adaptif pada bulan pertama dan tahun pertama setelah kejang demam ditemukan ti
dak bermakna, tetapi banyak faktor independen yang berpengaruh seperti status s
osial-ekonomi yang buruk, kebiasaan menonton televisi, kurangnya asupan ASI d
an kejang demam kompleks (Kharisma Dhevi, 2021).
8. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
1) Penatalaksana Medis
Penatalaksanaan medis ada:
a) Menghentikan kejang secepat mungkin, diberikan antikonvulsan secara intrav
ena jika klien masih kejang.
b) Pemberian oksigen.
c) Penghisapan lendir kalau perlu.
d) Mencari dan mengobati penyebab pengobatan rumah profilaksis intermitten.
Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan da
n antipiretika.
2) Penatalaksanaan keperawatan
a) Semua pakaian ketat dibuka.
b) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.
c) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen.
d) Monitor suhu tubuh
Cara paling akurat adalah dengan suhu rektal.
e) Obat untuk penurun panas
Pengobatan ini dapat mengurangi ketidaknyamanan anak dan menurunkan suh
u 1 sampai 1,5 ºC.
f) Berikan Kompres Hangat,
Mengompres dilakukan dengan handuk atau washcloth.
g) Menaikkan Asupan Cairan
Anak-anak dengan demam dapat merasa tidak lapar dan sebaiknya tidak mem
aksa anak untuk makan. Akan tetapi cairan seperti susu (ASI atau susu formul
a) dan air harus tetap diberikan atau bahkan lebih.
h) Istirahatkan Anak
Demam menyebabkan anak lemah dan tidak nyaman. Orang tua sebaiknya me
ndorong anaknya untuk cukup istirahat (Irdawati, 2009).
9. Pathway
Idiopati
Proses infeksi
Merangsang hipotalamus
Kejang
DAFTAR PUSTAKA
Irdawati. (2009). Kejang demam dan penatalaksanaannya. Berita Ilmu Keperawatan, 2
No.3(September), 143–146. Retrieved from
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/2377/KEJANG DEMAM DAN
PENATALAKSANAANNYA.pdf?sequence=1
Jasni. (2021). Asuhan keperawatan pada An. K dengan diagnosa medik kejang demam sederhana
di ruang anggrek B rumah sakit umum daerah tarakan. Angewandte Chemie International
Edition, 6(11), 951–952., 2013–2015.
Kakalang, J. P., Masloman, N., & Manoppo, J. I. C. (2016). Profil kejang demam di Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. Jurnal E-Clinic (ECl) Volume 4,
Nomor 2, Juli-Desember 2016, 4(2), 1–6.
Kharisma Dhevi. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KLIEN ANAK
DENGAN RIWAYAT KEJANG DEMAM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BARU ULU
TAHUN 2021. 6.
Putri Desi Regina. (2017). ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.R DAN AN.A DENGAN
KEJANG DEMAM DI RUANG IBU DAN ANAK RUMAH SAKIT TINGKAT III Dr.
REKSODIWIRYO PADANG. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689–1699.
Sabella Rofifah Isroatus. (2021). GAMBARAN TINDAKAN KEPERAWATAN PADA
MASALAH KEPERAWATAN UTAMA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM DI
RUMAH SAKIT PERKEBUNAN WILAYAH KARESIDENAN BESUKI. Digital
Repository Universitas Jember, (September 2019), 2019–2022.
V, T. C., Purwanti, R., & Astrianingsih, M. (2019). PROGRAM STUDI AANVULEN S1
KEPERAWATAN UNIVERSITAS ‘ AISYAH YOGYAKARTA.
Wardhani AK. (2013). Fakultas Kedokteran Universitas Lampung KEJANG DEMAM
SEDERHANA PADA ANAK USIA SATU TAHUN. Kejang Demam Sederhana Pada
Anak Usia Satu Tahun, (September), 57–64.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Demografi
1) Identitas Klien
a) Nama : An A
b) Tanggal Lahir : 22-02-2018
c) Usia : 4 tahun 4 bulan
2) Identitas Penanggung Jawab
a) Nama Orang tua : Ny E
b) Tanggal lahir/ usia : 26 tahun
c) Pekerjaan : Swasta
d) Alamat : Tejosari RT 3 RW 1, Parakan, Temanggung
3) Kebiasaan Budaya ( terkait dengan masalah kesehatan): tidak ada kebiasaan y
ang berhubungan dengan kesehatan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Alergi: tidak ada riwayat alergi pada anak.
2) Riwayat penyakit sebelumnya: demam 1 hari sebelumnya
3) Trauma/ hospitalisasi: anak menangis saat di rumah sakit.
4) Riwayat pembedahan: tidak ada riwayat pembedahan.
5) Riwayat kelahiran: kelahiran normal ditolong oleh bidan.
6) Perkembangan: sesuai tumbuh kembang anak usia 4 tahun 4 bulan.
7) Riwayat kesehatan keluarga/ penyakit keturunan: nenek menderita hipertensi.
Genogram
Keterangan :
: Laki-Laki : Menikah
: Perempuan : Keturunan
: Pasien : Tinggal serumah
An. A (4 tahun 4 bulan) Kejang Demam Sederhana
e. Riwayat pengobatan
3. ELIMINATION
a. Sistem urinary
1) Pola pengeluaran urine(frekuensi,jumlah,ketidaknyamanan): saat demam
BAK sedikit ±50 cc
2) Riwayat kelainan kandung kemih: tidak ada
3) Pola urine ( jumlah, warna,kekentalan,bau): warna kekuningan jernih bau
khas urine
4) Distensi kandung kemih/retensi urine: tidak
b. Sistem gastroentestinal
1) Pola eliminasi : BAB 1 kali di rumah sakit (200cc)
2) Konstipasi dan faktor penyebab konstipasi: tidak mengalami konstipasi
c. Sistem integument
1) Kulit (integritas kulit/ hidrasi/ turgor/ warna/ suhu): akral hangat, turgo
r kulit elastis, suhu 38,6 0 C, kulit teraba panas.
4. ACTIVITY/ REST
a. Istirahat/ tidur
1) Jam tidur: selama di RS banyak tidur, siang kira-kira 3 jam untuk malam k
ira-kira 8 jam
2) Insomnia: tidak mengalami gangguan tidur
3) Pertolongan untuk merangsang tidur: digendong dan ditimang
b. Aktivitas
1. Pekerjaaan: tidak ada
2. Kebiasaan olah raga: berlarian
3. ADL
a) Makan: dibantu orang tua
b) Toileting: dengan diapers
c) Kebersihan: bagus dan terjaga kebersihannya
d) Berpakaian: rapi dilakukan orang tua
5. Resiko Jatuh / cedera
FORMAT PENGKAJIAN RESIKO JATUH PADA ANAK SKALA RISIKO JATUH HUMPTY DUMPTY
7-14 tahun 2
>14 tahun 1
JENIS KELAMIN Laki-laki 2 2
Perempuan 1
DIAGNOSIS Diagnosis neurologis 4 4
Perubahan oksigenasi( diagnosis respiratorik, dehidrasi, anemia, anoreksia, sinkop, pusing) 3
Gangguan perilaku/psikiatri 2
Diagnosis lainya 1
GANGGUAN KOGNI Tidak menyadari keterbatasan dirinya 3 3
TIF Lupa akan adanya keterbatasan 2
Orientasi terbaik terhadap diri sendiri 1
FAKTOR LINGKUN Riwayat jatuh / bayi diletakkan di tempat tidur dewasa 4
GAN Pasien menggunakan alat bantu / bayi diletakkan dalam tempat tidur bayi / perabot rumah 3
2
Pasien diletakkan di tempat tidur 2
Area di luar rumah sakit 1
RESPON TERHADAP Dalam 24 jam 3 3
OPERASI/ OBAT PE Dalam 48 jam 2
NENANG > 48 jam atau tidak menjalani pembedahan/sedasi/anestesi 1 1
PENGGUNAAN OBA Penggunaan multipel: sedatif, obat hipnosis, barbiturat, fenotiazin, antidepresan, pencahar, diuretik, narko 3 3
T se
Penggunaan salah satu obat di atas 2
JUMLAH SKOR 20
Skor assesment risiko jatuh: 20
Skor 0-6 : Resiko rendah ,Skor 7-11 : Resiko sedang , Skor ≥ 12 : Resiko tinggi
Respon Skala
Kekuatan otot tidak ada 0
Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1
Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2
Terangkat sedikit < 450 , tidak mampu melawan gravitasi 3
Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu melawan tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkoordi 4
nasi
Kekuatan otot normal 5
7. ROM: pasif/aktif: aktif
a. Cardio respons
1) Penyakit jantung: tidak ada
2) Edema ekstremitas: tidak ada
3) Tekanan darah dan nadi
a) Berbaring -
b) Duduk -
4) Tekanan vena jugularis:-
5) Pemeriksaan jantung
a) Inspeksi: dada mengembang mengempis normal
b) Palpasi: ictus cordis teraba atau tidak: teraba
c) Perkusi -
d) Auskultasi bunyi jantung regular.
b. Pulmonary respons
1) Penyakit sistem nafas: tidak ada
2) Penggunaan O2: memakai O2 1 lpm
3) Kemampuan bernafas :spontan.
4) Gangguan pernafasan(batuk, suara nafas, sputum,dll): batuk berdahak,tida
k ada suara tambahan pada sistem pernafasan.
5) Pemeriksaan paru-paru:
a) Inspeksi: dada mengembang mengempis normal
b) Palpasi: tidak teraba massa di dada klien
c) Perkusi: redup
d) Auskultasi: irama pernafasan reguler
8. PERCEPTION/ COGNITION
a. Orientasi/kognisi
1)Tingkat pendidikan: belum sekolah masih balita
2)Kurang pengetahuan: Ibu tidak mengerti tentang penyakit anaknya secara
medis, Ibu pasien tidak mengetahui bagaimana penatalaksanaan anak keja
ng demam
3)Pengetahuan tentang penyakit: pengetahuan tentang penyakit masih didom
inasi oleh orang, Ibu pasien tampak antusia saat dijelaskan tentang penyaki
t yang diderita anaknya.
4)Orientasi (waktu,tempat,orang): orientasi orang dan orientasi waktu baik,
anak dapat menyebutkan malam,siang dan pagi serta orang yang di dekat
pasien
b. Sensasi/persepsi
1) Riwayat penyakit jantung: tidak ada
2) Sakit kepala: tidak ada
3) Pengguna alat bantu: tidak ada
4) Penginderaan: Anak dapat melihat, mendengar dengan jelas benda dan
suara serta dapat membedakan rasa asin, manis, pahit, asam dan membau
harum maupun busuk
c. Communication
1) Bahasa yang digunakan: Bahasa Indonesia dan bahasa jawa
2) Kesulitan berkomunikasi: perawat agak kesulitan berkomunikasi dengan
anak karena masih takut bila bertemu dengan perawat
9. SELF PERCEPTION
Self-concept/self –esteem
a. Perasaan cemas/takut: anak menangis jika terasa sakit pada infusnya
b. Perasaan putus asa/kehilangan: tidak ada
c. Keinginan untuk mencederai:tidak ada
d. Adanya luka/cacat: tidak ada
11. SEXUALITY
Identitas seksual
a. Masalah/disfungsi seksual: mengetahui jenis kelaminnya
b. Periode menstruasi:-
c. Metode KB:-
15. COMFORT
a. Kenyamanan/nyeri
1) Provokes/ yang menimbulkan nyeri:-
2) Quality/ bagaimana kualitasnya:-
3) Regio/ diman letaknya:-
4) Scala/ berapa skalanya:-
5) Time/ waktu:-
b. Rasa tidak nyaman yang lainnya: tidak ada
c. Gejala yang menyertai: tidak ada
16. GROWTH/DEVELOPMENT
a. Pertumbuhan dan perkembangan: normal sesuai usia
b. DDST/Form lampirkan:-
c. Terapi bermain/SAB lampirkan:-
DATA LABOLATORIUM
No Tgl/ Jam Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional Ttd
. /nama
terang
1 5 Juli 2022 Hipertermia b.d proses Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi penyebab hipert 1. Mengetahui factor penc
pukul penyakit selama 3x24 jam, masalah hipertermia dapat ermia. etus hipertermia
14:00 teratasi dengan kriteri hasil 2. Monitor suhu tubuh 2. Mengetahui perkemban
1. Kejang menurun 3. Monitor luaran urin. gan suhu tubuh pasien
1. Suhu tubuh membaik 4. Monitor komplikasi akibat h 3. Mengetahui tanda-tand
2. Suhu kulit membaik ipertermia. a dehidrasi
5. Sediakan lingkungan yang d 4. Mengetahui kemungkin
ingin an terjadinya komplikas
6. Longgarkan atau lepaskan p i
akain 5. Membantu dalam penur
7. Basahi dan kipasi permukaa unan suhu tubuh.
n tubuh 6. Memberikan rasa nyam
8. Berikan cairan peroral an pada pasien.
9. Lakukam kompres 7. Membantu dalam penur
10. Anjurkan tirah baring unan suhu tubuh.
11. Kolaborasi pemberian caira 8. Rehidrasi
n dan elektrolit intravena. 9. Membantu proses penur
unan suhu
10. Memberikan rasa nyam
an pada pasien
11. Membantu proses Rehi
drasi
2 5 Juli 2022 Defesien pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji tingkat 1. Mengetahui sejauh
pukul b.d kurang informasi selama 1x24 jam, masalah defesien pengetah pengetahuandan proses mana pengetahuan yang
14:00 uan dapat teratasi dengan kriteri hasil penyakit dimiliki
Klien dapat menyampikan 2. Jelaskan tentang penyakit,
2. Memberi informasi
1. Faktor penyebab kejang tanda gejala penyakit
terkait tanda gejala
2. Tanda gejala kejang demam sederhana 3. Edukasi tanda gejala yang penyakit
3. Pengobatan kejang demam sederhana harus dilaporkan pada 3. Memberi informasi
petugas kesehatan pada keluarga sehingga
4. Edukasi pemberian dapat mengambil
pengobatan pada penyakit keputusan yan tepat
4. Memberi informasi
terkait tujuan setiap
tindakan keperawatan
maupun tindakan medis
lain
3 5 Juli 2022 Resiko jatuh b.d kejang Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji defisit kognitif dan 1. Mengetahui defisit
pukul selama 1x24 jam, masalah resiko jatuh dapa fisik pasien yang dapat kognitif atau fisik pada
14:00 t teratasi dengan kriteri hasil meningkatkan potensi jatuh pasien terhadap
dan faktor yang dapat lingkungan dan
1. Keluarga dapat menunjukan perilaku
meningkatkan potensi jatuh mengenal perilaku dan
pencegahan jatuh 2. Menyediakan pencahayaan fakto-faktor yang
2. Tidak ada kejadian jatuh memadai untuk bepotensi
3. Pemahaman pencegahan jatuh meningkatkan penglihatan menyebabkan jatuh
3. Pemasangan reel sisi yang berrpotensi
tempat tidur berdasar mengakibatkan jatuh
panjang dan tinggi yang 2. Mencegah terjadinya
sesuai kebutuhan kecelakaan dan
4. Anjurkan anggota keluarga menurunnya sensori
tentang faktor risiko yang penglihatan
berkontribusi menyebabkan 3. Pagar tempat tidur
jatuh dan bagaimana dapat memberi keamanan
menurunkan risiko dari resiki jatuh dan
5. Memberi tanda untuk dapat digunakan untuk
memperingatkan staf terhadap membantu pasien
pasien yang beresiko tinggi untuk mengubah posisi
jatuh dan kaji tiap shift 4. Agar keluarga dapat
menjaga keamanan
6. Berkolaborasi dengan anggota
pasien dan mengetahui
tim kesehatan yang lain untuk tentang faktor resiko
meminimalkan efek samping dari yang dapat
obat yang berkontribusi terhadap meningkatkan resiko
jatuh. jatuh dan hal yang
dapat dilakukan untuk
mengurangi resiko
tersebut
5. Memberi tanda untuk
memperingatkan staf
terhadap pasien
6. Memperhitungkan
pemberian
dosis/obatnyang
berkontribusi terhadap
resiko jatuh.yang
beresiko tinggi untuk
jatuh
FORMAT IMPLEMENTASI
Nama : An A
No RM : 00486650
Diagnosa Medis : KDS
Bangsal : Kamar 5B Bangsal Dahlia RSK Ngesti Waluyo Parakan
Implementasi hari I
No Tanggal Diagnosa Implementasi Respon Paraf
dan jam keperawatan
1 5 Juli Hipertermia 1. Mengidentifikasi penyebab hiperter S: Ibu klien mengatakan anaknya demam
2022 berhubungan dengan mia dan memonitor suhu tubuh dan kejang 1 kali dirumah durasi 15 menit
pukul proses penyakit O: Suhu : 38,6 0C, N : 124x/menit, RR :
14:00 28x/menit, akral panas, kulit teraba panas da
2. Memonitor luaran urin
n kemerahan
14.00 S: Ibu klien mengatakan saat demam BAK
3. Melonggarkan atau melepaskan pa klien sedikit
kaian O : Urine ±50 cc
14.10
S: -
4. Melakukan kompres pada lipatan O : Pakaian sudah dilepaskan, klien hanya
14.20 paha dan ketiak menggunakan selimut tipis
S : Ibu mengatakan paham cara memberikan
kompres hangat
5. Mengukur tanda tanda vital O : Kompres hangat diberikan dengan
menggunakan air hangat pada lipatan paha
14.50
dan ketiak
S : Ibu Klien mengatakan
6. Menganjurkan tirah baring suhu turun menjadi 37,5 0C, N :
14.50 132x/menit, RR :24x/menit
S : Ibu klien mengatakan mengerti
7. Melakukan kolaborasi pemberian c O : Klien diletakkan di tempat tidur, tampak
17.00 airan dan elektrolit intravena denga tertidur saat dilakukan kompres
n menggantikan cairan infus RL 10 S :-
TPM O: Infus RL 10 tpm terpasang, menetes
lancar
2. 5 Juli Defesiensi 1. Mengkaji tingkat pengetahuan dan S : Ibu klien mengatakan mengatakan tidak
2022 pengetahuan proses penyakit kejang demam tahu kenapa anak bisa terjadi kejang, dan
pukul berhubungan dengan sederhana bagaimana penanganannya
14:00 kurang informasi OO : Ibu klien tampak bingung belum paham
mengenai kejang demam yang dialami anak
dan telah menyepakati kontrak waktu untuk
diberikan edukasi tentang kejang demam.
14.00 2. Menjelaskan tentang penyakit,
tanda gejala penyakit kejang S : Ibu klien mengatakan memahami
demam sedeerhana penjelasan
O : Ibu klien tampak tenang dan
mendengarkan penjelasan dan sudah
mengerti terhadap penjelasan yang
diberikan, dibuktikan dengan ibu An. A
14.00 mampu mengulang penjelasan yang
3. Memberikan edukasi tanda gejala
diberikan
yang harus dilaporkan pada
S : Ibu klien mengatakan mengerti
petugas kesehatan dan pengobatan
O Ibu klien tampak memahami
pada penyakit dan cara mencegah
14.03 terjadinya kejang
4. Menganjurkan pada keluarga untu
k selalu sedia obat penurun panas, S : Ibu klien mengatakan akan melakukan
bila anak panas anjuran
O: Ibu klien tampak kooperatif
3 5 Juli Risiko jatuh 1. Mengidentifikasi faktor resiko jat S:Ibu klien mengatakan anaknya sudah
2022 berhubungan dengan uh tidak kejang lagi, tidak ada kejadian jatuh
pukul kejang O : Klien tidak kejang, skor humpty dumpty
14:00 20
2. Mengidentifikasi resiko jatuh seti S: Ibu klien mengatakan anaknya lebih tena
14.00 ap sift ng dan tidak rewel lagi.
O:Anak tidak menangis, lebih tenang dan
14.02 3. Memasang handreel tempat tidur tidak kejang lagi
dan mendekatkan bel panggilan d S : Ibu klien mengatakan mengerti cara
alam jangkauan pasien memasang handreel untuk mncegah jatuh
O: Handreel terpasang dan bel sudah berada
14.02 4. Menganjurkan memanggil perawa di dekat klien
t jika membutuhkan bantuan. S : Ibu klien mengatakan mengerti
O: beberapa kali Ibu klien memanggil
perawat dengan membunyikan bel
Implementasi hari ke 2
No Tanggal Diagnosa Implementasi Respon Paraf
dan jam keperawatan
1 6 Juli Hipertermia 1. Mengukur tanda-tanda vital S: Ibu klien mengatakan anak demam
2022 berhubungan dengan O : Suhu: 38,6 oC, Nadi: 122x/menit,
pukul proses penyakit pernafasan 32x/menit, akral teraba panas,
07:00 bibir tampak kering, kulit kemerahan, tidak
2. Mememberikan kompres pada kejang
07.05 S: Ibu klien mengatakan anak lebih nyaman
lipatan paha dan aksila
setelah dikompres, dan panasnya turun
O :Suhu anak 37,4o C Nadi: 110x/menit,
pernafasan 28x/menit,
3. Memberikan susu hangat
07.10 S : Ibu klien mengatakan An. A minum
susu, dan menghabiskannya
4. Menganjurkan tirah baring O : An. A tampak habis meminum susu satu
07.10 botol, tidak tumpah
S : Ibu klien mengatakan anaknya paling
nyaman jika posisinya telentang dan kepala
lebih tinggi
O : An. A tampak lebih nyaman dan gerak
5. Melakukan kolaborasi pemberian lebih bebas An. A tampak tertidur setelah
07.00 obat per oral sanmol sirup 1 sendo dikompres,
k takar sesuai prinsip 7B
S : Keluarga mempersilahkan untuk
dilakukan tindakan
Implementasi hari ke 3
Nama : An A
No RM : 00486650
Diagnosa Medis : KDS
Bangsal : Kamar 5B Bangsal Dahlia RSK Ngesti Waluyo Parakan
P: Hentikan intervensi
6 Juli Hipertermia S:
2022 berhubungan a. Ibu klien mengatakan anak masih panas
pukul dengan b. Ibu klien mengatakan anak lebih nyaman setelah
13:00 proses dikompres, dan panasnya turun
penyakit
O:
a. Anak tampak lebih nyaman tampak tertidur setelah
dikompres, dan panasnya sedikit berkurang saat
diraba
b. TTV awal: Suhu: 38,6 oC, Nadi: 122x/menit,
pernafasan 32x/menit, akral teraba panas, bibir
tampak kering, kulit kemerahan
TTV setelah kompres : 37,4 oC Nadi: 110x/menit,
RR : 28x/menit
P: Lanjutkan intervensi:
a. Monitor suhu tiap 2 jam
b. Kompres pada lipatan paha dan aksila
c. Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral
sesuai advis dokter dan antipiretik
7 Juli Hipertermia S:
2022 berhubungan a.Ibu mengatakan anak sudah tidak panas, tidak terjadi
pukul dengan kejang
13:00 proses O:
penyakit a.Suhu: 36,6 oC, Nadi: 118x/menit, pernafasan
26x/menit, akral tidak teraba panas, tidak kejang
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi