Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KEJANG

DISUSUN OLEH :

Kelompok IV

1. Noviana Lestari Putri : 105111100219


2. Fatimah Ratna Ayu : 105111102119
3. Andi Reza Febrianti : 105111100719
4. Zarifadilah : 105111100919

PRODI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
TAHUN 2020/2021
BAB I

KONSEP TEORI

A. Pengertian

Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai


mengakibatkan mengakibatkan akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan
listrik serebral yang berlebihan.(betz & Sowden,2002). Kejang demam adalah terbebasnya
sekelompok neuron secara tiba-tiba yang suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau
memory yang bersifat sementara (Hudak and gallo, 1996).

Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam
sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia
di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul
mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Jadi dapat disimpulkan kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang
menyebabkan perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang
berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.

B. Anatomi Otak & Fisiologi


1. Anatomi

a. Otak

Gambar : 1

Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat
komputer dari semua alat tubuh, bagian dari syaraf sentral yang terletak di dalam
rongga tengkorak (Kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat.
Bagian-bagian otak :

1) Hipotalamus merupakan bagian ujung depan diesenfalon yang terletak di bawah


sulkus hipotalamik dan di depan nucleus interpundenkuler hipotalamus terbagi
dalam berbagai inti dan daerah inti. Terletak pada anterior dan inferior talamus
berfungsi mengontrol dan mengatur sistem syaraf autonom juga bekerja dengan
hipofisis untuk mempertahankan keeimbangan cairan, mempertahankan
pengaturan suhu tubuh melalui peningkatan vasokontriksi atau vasodilatasi dan
mempengaruhi sekresi hormonal dengan kelenjar hipofisis, juga sebagai pusat
lapar dan mengontrol berat badan, sebagai pengatur tidur, tekanan darah,
perilaku agresif dan seksual dan pusat respon emosional.
2) Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktivitas
primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima semua impuls
memori, sensasi dan nyeri melalui bagian ini.
3) Traktus Spinotalamus (serabut-serabut segera menyilang kesisi yang berlawanan
dan masuk ke medulla spinulis dan naik). Bagian ini bertugas mengirim impuls
nyeri dan temperatur ke talamus dan kortek serebri.
4) Kelenjar Hipofisis dianggap sebagai masker kelenjar karena sejumlah
hormonhormon dan fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Hipofisis merupakan
bagian otak yang tiga kali lebih sering timbul tumor pada orang dewasa.
5) Hipotesis Termostatik : mengajukan bahwa suhu tubuh diatas titik tersebut akan
menghambat nafsu makan.
6) Mekanisme Aferen : empat hipotesis utama tentang mekanisme aferen yang
terlibat dalam pengaturan masukan makanan telah diajukan, dan keempat
hipotesis itu tidak ada hubunganya satu dengan yang lain.

2. Fisiologi

Hipotalamus mempunyai fungsi sebagai pengaturan suhu tubuh dan untuk

mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh.

a. Pirogen Endogen

Demam yang ditimbulkan oleh Sitokin mungkin disebabkan oleh pelepasan


prostaglandin lokal di hipotalamus. Penyuntikan prostaglandin kedalam hipotalamus
menyebabkan demam. Selain itu efek antipiretik aspirin bekerja langsung pada
hipotalamus, dan aspirin menghambat sintesis prostaglandin.

b. Pengaturan Suhu

Dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot, asimilasi makanan, dan oleh
semua proses vital yang berperan dalam metabolisme basal. Panas dikeluarkan dari
tubuh melalui radiasi, konduksi (hantaran) dan penguapan air disaluran nafas dan
kulit. Keseimbangan pembentukan pengeluaran panas menentukan suhu tubuh,
karena kecepatan reaksi-reaksi kimia bervariasi sesuai dengan suhu dank arena
sistem enzim dalam tubuh memiliki rentang suhu normal yang sempit agar
berfungsi optimal, fungsi tubuh normal bergantung pada suhu yang relatif konstan
(Price Sylvia A : 1995)

C. Etiologi

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai patologis termasuk tumor otak , truma, bekuan
darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit dan gejala putus alcohol dan
gangguan metabolic, uremia, overhidrasi, toksik subcutan, sabagian kejang merupakan
idiopatuk ( tidak diketahui etiologinya )
1. Intrakranial

Asfiksia : Ensefalitis, hipoksia iskemik

Trauma (perdarahan) : Perdarahan sub araknoid, sub dural atau intra ventricular

Infeksi : Bakteri virus dan parasit

Kelainan bawaan : Disgenesis, korteks serebri

2. Ekstra cranial

Gangguan metabolic :Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesimia, gangguan


elektrolit

(Na dan K)

Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat

Kelainan yang diturunkan: Gangguan metabolism asam amino, ketergantungan dan


kekurangan asam amino

3. Idiopatik

Kejang neonates, fanciliel benigna, kejang hari ke 5

(Lumbang Tebing, 1997)

D. Klasifikasi Kejang

Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan
tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan
kejang mioklonik.
a. Kejang Tonik

Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah
dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal
berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau
pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai
deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi.
Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap
epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau
kernikterus
b. Kejang Klonik

Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan


fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal
berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran
dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh
kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh
ensepalopati metabolik.
c. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau
keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut
menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat
yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.
(Lumbang Tebing,
1997)

A. Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glaukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan
dengan peraataraan fungsi paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler. Jadi
sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan
air.
Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid
dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat
dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (NA+)
dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan yang disebut potensial membrane dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membrane ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase
yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya :

1. perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

2. rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik
dari
sekitarnya.

3. perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubu, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari
ion kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas
muatan listrik.
Lepas muatan ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke
membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan
terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang terjadi pada suhu 38 0C
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu
400C atau lebih.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih
sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung
singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada
kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron
otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran
darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan
timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada
daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang
spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.(FKUI, 2007).

B. Manifestasi Klinik

1. Kejang parsial ( fokal, lokal )

a. Kejang parsial sederhana :

Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :

1) Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi Tanda atau
gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
2) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan

ajtuh dari udara, parestesia.

3) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.

4) Kejang tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.

b. parsial kompleks

1) Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial


simpleks
2) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap – ngecapkan
bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan dan
gerakan tangan lainnya.
3) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku

2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )


a. Kejang absens

1) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas

2) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15


detik

3) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh

b. Kejang mioklonik

1) Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi
secara mendadak.
2) Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa
kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
3) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok

4) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.

c. Kejang tonik klonik

1) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot
ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit 2)
Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
3) Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.

4) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal

d. Kejang atonik

1) Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata


turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.
2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

C. Komplikasi

Walaupun kejang demam menyebabkan rasa cemas yang amat sangat pada orang tua,
sebagian kejang demam tidak mempengaruhi kesehatan jangka panjang, kejang demam
tidak mengakibatkan kerusakan otak, keterbelakangan mental atau kesulitan belajar /
ataupun epiksi
Epilepsy pada anak di artikan sebagai kejang berulang tanpa adanya demam kecil
kemungkinan epilepsy timbul setelah kejng demam. Sekitar 2 – 4 anak kejang demam dapat
menimbulkan epilepsy, tetapi bukan karena kejang demam itu sendiri kejang pertama
kadang di alami oleh anak dengan epilepsy pada saat mereka mengalami demam. Namun
begitu antara 95 – 98 % anak yang mengalami kejang demam tidak menimbulkan epilepsy
Komplikasi yang paloing umum dari kejang demam adalah adanya kejang demam
berulang. Sekitar 33% anaka akan mengalami kejang berulang jika ,ereka demam kembali.
Sekitar 33% anka akan mengalami kejang berulang jika mereka demam kembali resiko
terulangnya kejang demam akan lebih tinggi jika :
1. Pada kejang yang pertama, anak hanya mengalami demam yang tidak terlalu tinggi

2. Jarak waktu antara mulainya demam dengan kejang yang sempit

3. Ada faktor turunan dari ayah ibunya

Risiko yang akan dihadapi seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari

faktor:
1. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga

2. kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
demam.

3. kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Namun begitu faktor terbesar adanya kejang demam berulang ini adalah usia. Semakin
muda usia anak saat mengalami kejang demam, akan semakin besar kemungkinan
mengalami kejang berulang

D. Pemeriksaan Penunjang

1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus


dari

kejang.

2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah –
daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang
membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann
darah dalam otak

5. Uji laboratorium

a. Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler


b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit

c. Panel elektrolit

d. Skrining toksik dari serum dan urin

e. GDA

f. Kadar kalsium darah

g. Kadar natrium darah

h. Kadar magnesium darah

E. Penatalaksanaan

1. Pengobatan fase akut

Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang
mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus di perhatikan adalah
sebagai berikut

a. Anak harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan
terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.

b. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut sianak seperti sendok atau

penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan nafas.

c. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.

d. Sebagian besar kejang berlangsung singkat & dan tidak memerlukan penanganan

khusus.
e. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera di bawa ke
fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk di bawa ke
fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber
yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik di lakukan secepat mungkin
tanpa menyatakan batasan menit.

f. Setelah kejang berakhir ( jika < 10 menit ), anak perlu di bawa menemui dokter
untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kakakuan leher, muntah-muntah
yang berat,atau anak terus tampak lemas.

Jika anak di bawa kefasilitas kesehatan , penanganan yang akan di lakukan


selain point-point di atas adalah sebagai berikut :
1. Memastikan jalan nafas anak tidak tersumbat

2. Pemberian oksigen melalui face mask

3. Pemberian diazepam 0.5 mg / kg berat badan per


rectal

(melalui) atau jika terpasang selang infuse 0.2 mg / kg per infuse

4. Pengawasan tanda-tanda depresi pernafasan

Berikut ini table dosis diazepam yang di berikan :


Usia Dosis IV Dosis per rectal

(infuse) (0,2 ( 0.5 mg / kg )


mg/kg)
< 1 tahun 1-2 mg 2.5 – 5
mg
1 – 5 3 mg 7.5 Mg
tahun
5-10 5 mg 10 mg
tahun
>10 5-10 mg 10 – 15
tahun mg
Jika kejang masih berlanjut :

1. Pemberian diazepam 0.2 mg / kg per infuse diulangi. Jika belum terpasang selang
infuse 0.5 mg / kg per rectal

2. Pengawasan tanda – tanda depresi pernapasan .

3. Pemberian fenobarbital 20 – 30 mg / kg per infuse dalam 30 menit atau fenitoin 15 –


40 mg / kg per infuse dalam 30 menit .

4. Pemberian Fenitoin hendaknya di sertai dengan monitor EKG (rekam jantung)

Jika kejang masih berlajut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan
intensif dengan thiopentone, dan alat bantu pernafasan

F. Pengkajian

Pengkajian Fokus

1. Aktifitas dan istirahat


Gejala : keletihan,kelemahan umum,keterbatasan dalam
beraktivitas atau bekerja yang di timbulkan oleh diri
sendiri atau orang terdekat atau pemberi asuhan
kesehatan atau orang lain.

Tanda : perubahan tonus atau kekuatan otot, gerakan


involunter atau kontraksi otot ataupun sekelompok
otot.

2
. Sirkulasi
Gejala : Ikfal,hiperfensi,peningkatan nadi,sianosis
Postiktal
: tanda-tanda fital normal atau depresi dengan
penurunan nadi dan pernafasan.
3
Eliminasi
.
Gejala : inkontinensia episodic
Tanda : a. Iktal adalah peningkatan tekanan kandung kemih tonus

spingfer

b. postikal adalah otot relaksasi yang mengakibatkan


inkontinensia ( baik urin atau Fekal ).
4. Makanan dan Cairan

Gejala : sensivitas terhadap makanan , mual atau muntah yang

berhubungan efektifitas kejang.

Tanda : kerusakan jaringan atau gigi ( cidera selama kejang)

5. Nyeri atau kenyamanan


Gejala : sakit kepala, nyeri otot, atau punggung, nyeri abdominal
Tanda : tingkah laku yang berhati-hati, perubahan pada
tonus
otot, tingkah laku distraksi atau gelisah

. 6. Pernafasan

Gejala : iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun atau

cepat peningkatan sekresi mucus.

7. keamanan

Gejala : riwayat terjatuh atau trauma, fraktur

Tanda : trauma pada jaringan lunak atau ekimosis penurunan

kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh.

Tumbuh Kembang Anak

Perkembangan pada anak mencakup perkembangan motorik halus, perkembangan


motorik kasar, perkembangan bahasa, dan perkembangan perilaku/adaptasi sosial. a.
Perkembangan Motorik Halus
Perkembangan motorik halus pada tiap tahap perkembangan anak adalah sebagai berikut.

1) Usia 1-4 bulan

Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah dapat melakukan hal-hal
seperti memegang suatu objek, mengikuti objek dari sisi, mencoba memegang
dan memasukkan benda ke dalam mulut, memegang benda tapi terlepas,
memerhatikan tangan dan kaki, memegang benda dengan kedua tangan, serta
menahan benda di tangan walaupun hanya sebentar.
b. Perkembangan Motorik Kasar

Perkembangan motorik kasar pada tiap tahap perkembangan anak adalah sebagai
berikut :

1) Usia 1-4 bulan

Perkembangan motorik kasar pada usia ini dimulai dengan kemampuan


mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba duduk sebentar dengan ditopang,
mampu duduk dengan kepala tegak, jatuh terduduk di pangkuan ketika
disokong pada posisi berdiri, kontrol kepala sempurna, mengangkat kepala
sambil berbaring telentang, berguling dari telentang ke miring, posisi lengan
dan tungkai kurang fleksi, dan berusaha merangkak.
c. Perkembangan Bahasa

Berikut ini akan disebutkan perkembangan bahasa pada tiap tahap usia anak.

1) Usia 1-4 bulan

Perkembangan bahasa pada usia ini ditandai dengan adanya kemampuan


bersuara dan tersenyum, mengucapkan huruf hidup, berseloteh, mengucapkan
kata “ ooh/aah”, tertawa dan berteriak, mengoceh spontan, serta bereaksi
dengan mengoceh.
d. Perkembangan Perilaku /Adaptasi Sosial

Perkembangan perilaku pada tahap tumbuh kembang tiap usia adalah sebagai berikut :

1) Usia 1-4 bulan

Perkembangan adaptasi sosial pada usia ini dapat diawali dengan kemampuan
mengamati tangannya; tersenyum spontan dan membalas senyum bila diajak
tersenyum ; mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran,
dan kontak; tersenyum pada wajah manusia ; waktu tidur dalam sehari lebih
sedikit daripada waktu terjaga ; membentuk siklus tidur bangun; menangis bila
terjadi sesuatu yang aneh ; membedakan wajah-wajah yang dikenal dan tidak
dikenal ; senang menatap wajah-wajah yang dikenalnya ; serta terdiam bila ada
orang yang tak dikenal (asing). (Wong,2000).
G. Diagnosa Keperawatan

1. Risiko terjadi kerusakan sel otak b/d kejang

2. Devisit volume cairan b/d output berlebihan (dehidrasi)

3. Risiko tinggi injuri b/d kejang

H. Intervensi

1. Risiko terjadi kerusakan sel otak b/d kejang

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kerusakan sel otak, tidak
terjadi komplikasi

Kriteria Hasil : tidak ada tanda-tanda kejang, peredaran darah lancar, suplai oksigen
lancar, tidak ada tanda-tanda kejang

Intervensi :

1) Bila terjadi kejang tidurkan pasien ditempat ya rata, miringkan kepala


R/: Diharapkan sistem pernapasan tidak terjadi gangguan ataupun sumbatan
2) Pasang sudip lidah
R/: agar lidah tidak tergigit atau lidah menutup jalan napas
3) Longgarkan pakaian yang mengikat
R/: proses inspirasi atau ekspirasi dapat maksimal dan dapat memberikan rasa
nyaman pada pasien
4) Isap lendir sesuai indikasi
R/: melonggarkan pernapasan dan mencegah terjadinya aspirasi
5) Berikan oksigen
R/: diharapkan dapat memenuhi kebutuhan oksigen diseluruh jaringan
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti kejang
R/: diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan dan juga dengan memantau
efek samping secara dini jika timbul efek samping

2. Devisit volume cairan b/d output berlebihan (dehidrasi)

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan devisit volume cairan tidak terjadi

Kriteria Hasil : menunjukkan keseimbangan cairan, tanda-tanda vital dalam batas


normal

Intervensi :

1) Kaji perubahan tanda-tanda vital


R/: peningkatan suhu atau memanjangnya demam meningkatnya laju metabolisme
dan kehilangan cairan melalui evaporasi
2) Kaji turgor kelembapan membrane mukosa (bibir dan lidah)
R/: indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa
mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan
3) Pantau masukan dan haluaran
R/: memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan
pengganti
3. Risiko tinggi injuri b/d kejang
Tujuan : setelah dilakukan tndakan keperawatan risiko injuri tidak terjadi
Kriteria Hasil : faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan,
meningkatkan keamanan lingkungan
Intervensi :
1) Hindarkan anak dari benda-benda yang berbahaya
R/: tindakan ini dapat membantu menurunkan injuri
2) Gunakan alat pengaman
R/: dapat melindungi klien dari bahaya injuri
3) Bila terjadi kejang, pasang sudip lidah
R/: agar lidah tidak tergigit atau lidah menutup jalan napas
4) Kolaborasi pemberian obat anti kejang
R/: diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan dan juga dengan
memantau efek samping secara dini jika timbul efek samping
DAFTAR PUSTAKA

https://digilib.unismus.ac.id./files//disk1/110/jtpunimus-gdl-rizqianag0-5455-2-
babii.pdf
https://google.books.ac.id

Anda mungkin juga menyukai