Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai

mengakibatkan akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral

yang berlebihan.(betz & Sowden,2002)

Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang suatu

kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memory yang bersifat sementara (Hudak and gallo,

1996)

Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di

atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga

disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5

tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak

pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).

Jadi dapat disimpulkan kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan

perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga

mengakibatkan renjatan berupa kejang.

B. Anatomi Otak & Fisiologi

1. Anatomi
a. Otak

Gambar : 1

Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat

komputer dari semua alat tubuh, bagian dari syaraf sentral yang terletak di dalam

rongga tengkorak (Kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat.

Bagian-bagian otak :

1) Hipotalamus merupakan bagian ujung depan diesenfalon yang terletak di bawah

sulkus hipotalamik dan di depan nucleus interpundenkuler hipotalamus terbagi

dalam berbagai inti dan daerah inti. Terletak pada anterior dan inferior talamus

berfungsi mengontrol dan mengatur sistem syaraf autonom juga bekerja dengan

hipofisis untuk mempertahankan keeimbangan cairan, mempertahankan pengaturan

suhu tubuh melalui peningkatan vasokontriksi atau vasodilatasi dan mempengaruhi

sekresi hormonal dengan kelenjar hipofisis, juga sebagai pusat lapar dan mengontrol

berat badan, sebagai pengatur tidur, tekanan darah, perilaku agresif dan seksual dan

pusat respon emosional.


2) Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktivitas primernya

sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima semua impuls memori, sensasi

dan nyeri melalui bagian ini.

3) Traktus Spinotalamus (serabut-serabut segera menyilang kesisi yang berlawanan

dan masuk ke medulla spinulis dan naik). Bagian ini bertugas mengirim impuls

nyeri dan temperatur ke talamus dan kortek serebri.

4) Kelenjar Hipofisis dianggap sebagai masker kelenjar karena sejumlah

hormonhormon dan fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Hipofisis merupakan bagian

otak yang tiga kali lebih sering timbul tumor pada orang dewasa.

5) Hipotesis Termostatik : mengajukan bahwa suhu tubuh diatas titik tersebut akan

menghambat nafsu makan.

6) Mekanisme Aferen : empat hipotesis utama tentang mekanisme aferen yang terlibat

dalam pengaturan masukan makanan telah diajukan, dan keempat hipotesis itu tidak

ada hubunganya satu dengan yang lain.

2. Fisiologi

Hipotalamus mempunyai fungsi sebagai pengaturan suhu tubuh dan untuk

mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh.

a. Pirogen Endogen

Demam yang ditimbulkan oleh Sitokin mungkin disebabkan oleh pelepasan

prostaglandin lokal di hipotalamus. Penyuntikan prostaglandin kedalam hipotalamus

menyebabkan demam. Selain itu efek antipiretik aspirin bekerja langsung pada

hipotalamus, dan aspirin menghambat sintesis prostaglandin.


b. Pengaturan Suhu

Dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot, asimilasi makanan, dan oleh

semua proses vital yang berperan dalam metabolisme basal. Panas dikeluarkan dari

tubuh melalui radiasi, konduksi (hantaran) dan penguapan air disaluran nafas dan kulit.

Keseimbangan pembentukan pengeluaran panas menentukan suhu tubuh, karena

kecepatan reaksi-reaksi kimia bervariasi sesuai dengan suhu dank arena sistem enzim

dalam tubuh memiliki rentang suhu normal yang sempit agar berfungsi optimal, fungsi

tubuh normal bergantung pada suhu yang relatif konstan (Price Sylvia A : 1995)

C. Etiologi

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai patologis termasuk tumor otak , truma, bekuan

darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit dan gejala putus alcohol dan

gangguan metabolic, uremia, overhidrasi, toksik subcutan, sabagian kejang merupakan

idiopatuk ( tidak diketahui etiologinya )

1. Intrakranial

Asfiksia : Ensefalitis, hipoksia iskemik

Trauma (perdarahan) : Perdarahan sub araknoid, sub dural atau intra ventricular

Infeksi : Bakteri virus dan parasit

Kelainan bawaan : Disgenesis, korteks serebri

2. Ekstra cranial

Gangguan metabolic :Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesimia, gangguan elektrolit

(Na dan K)

Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat

Kelainan yang diturunkan: Gangguan metabolism asam amino, ketergantungan dan


kekurangan asam amino

3. Idiopatik

Kejang neonates, fanciliel benigna, kejang hari ke 5

(Lumbang Tebing, 1997)

D. Klasifikasi Kejang

Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai

dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang

mioklonik.

a. Kejang Tonik

Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah

dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat.

Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan

tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi

tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang

menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh

rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus

b. Kejang Klonik

Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal

dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3

detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak

diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat

trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.

c. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau

keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai

reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan

hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.(Lumbang Tebing,

1997)

A. Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi

yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah

glaukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan peraataraan

fungsi paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak

adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.

Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan

permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui

dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (NA+) dan

elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi

dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena

perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan yang

disebut potensial membrane dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial

membrane ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada

permukaan sel.

Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya :

1. perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

2. rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya.

3. perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 0C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal

10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun

sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubu, dibandingkan dengan orang dewasa yang

hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari

membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion

Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.

Lepas muatan ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke

membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah

kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi

rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada

anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang terjadi pada suhu 38 0C sedangkan pada anak

dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 0C atau lebih.

Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering

terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu

diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung

singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada

kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea,

meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi

hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob, hipotensi

arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan

meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat


Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron

otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah

yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema

otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus

temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang”

di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang

berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.

(FKUI, 2007).

B. Manifestasi Klinik

1. Kejang parsial ( fokal, lokal )

a. Kejang parsial sederhana :

Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :

1) Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi Tanda atau gejala

otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.

2) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan

ajtuh dari udara, parestesia.

3) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.

4) Kejang tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.

b. parsial kompleks

1) Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial

simpleks
2) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap – ngecapkan

bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan dan

gerakan tangan lainnya.

3) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku

2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )

a. Kejang absens

1) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas

2) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik

3) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh

b. Kejang mioklonik

1) Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara

mendadak.

2) Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan

keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.

3) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok

4) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.

c. Kejang tonik klonik

1) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot

ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit 2) Dapat

disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih

3) Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.


4) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal

d. Kejang atonik

1) Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun,

kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.

2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

C. Komplikasi

Walaupun kejang demam menyebabkan rasa cemas yang amat sangat pada orang tua,

sebagian kejang demam tidak mempengaruhi kesehatan jangka panjang, kejang demam tidak

mengakibatkan kerusakan otak, keterbelakangan mental atau kesulitan belajar / ataupun epiksi

Epilepsy pada anak di artikan sebagai kejang berulang tanpa adanya demam kecil

kemungkinan epilepsy timbul setelah kejng demam. Sekitar 2 – 4 anak kejang demam dapat

menimbulkan epilepsy, tetapi bukan karena kejang demam itu sendiri kejang pertama kadang di

alami oleh anak dengan epilepsy pada saat mereka mengalami demam. Namun begitu antara 95

– 98 % anak yang mengalami kejang demam tidak menimbulkan epilepsy Komplikasi yang

paloing umum dari kejang demam adalah adanya kejang demam berulang. Sekitar 33% anaka

akan mengalami kejang berulang jika ,ereka demam kembali. Sekitar 33% anka akan

mengalami kejang berulang jika mereka demam kembali resiko terulangnya kejang demam

akan lebih tinggi jika :

1. Pada kejang yang pertama, anak hanya mengalami demam yang tidak terlalu tinggi

2. Jarak waktu antara mulainya demam dengan kejang yang sempit


3. Ada faktor turunan dari ayah ibunya

Risiko yang akan dihadapi seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari

faktor:

1. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga

2. kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang

demam.

3. kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Namun begitu faktor terbesar adanya kejang demam berulang ini adalah usia. Semakin

muda usia anak saat mengalami kejang demam, akan semakin besar kemungkinan mengalami

kejang berulang

D. Pemeriksaan Penunjang

1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari

kejang.

2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk

mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan

lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah

otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT

4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang

membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah

dalam otak
5. Uji laboratorium

a. Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler

b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit

c. Panel elektrolit

d. Skrining toksik dari serum dan urin

e. GDA

f. Kadar kalsium darah

g. Kadar natrium darah

h. Kadar magnesium darah

E. Penatalaksanaan

1. Pengobatan fase akut

Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang

mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus di perhatikan adalah

sebagai berikut

a. Anak harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan

terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.

b. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut sianak seperti sendok atau

penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan nafas.

c. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.

d. Sebagian besar kejang berlangsung singkat & dan tidak memerlukan penanganan

khusus.
e. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera di bawa ke fasilitas

kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk di bawa ke fasilitas

kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang

menyatakan bahwa penanganan lebih baik di lakukan secepat mungkin tanpa

menyatakan batasan menit.

f. Setelah kejang berakhir ( jika < 10 menit ), anak perlu di bawa menemui dokter

untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kakakuan leher, muntah-muntah

yang berat,atau anak terus tampak lemas.

Jika anak di bawa kefasilitas kesehatan , penanganan yang akan di lakukan

selain point-point di atas adalah sebagai berikut :

1. Memastikan jalan nafas anak tidak tersumbat

2. Pemberian oksigen melalui face mask

3. Pemberian diazepam 0.5 mg / kg berat badan per


rectal

(melalui) atau jika terpasang selang infuse 0.2 mg / kg per infuse

4. Pengawasan tanda-tanda depresi pernafasan

Berikut ini table dosis diazepam yang di berikan :


Usia Dosis IV Dosis per rectal

(infuse) (0,2 ( 0.5 mg / kg )


mg/kg)

< 1 tahun 1-2 mg 2.5 – 5 mg

1 – 5 tahun 3 mg 7.5 Mg
5-10 tahun 5 mg 10 mg

>10 tahun 5-10 mg 10 – 15 mg

Jika kejang masih berlanjut :

1. Pemberian diazepam 0.2 mg / kg per infuse diulangi. Jika belum terpasang selang infuse

0.5 mg / kg per rectal

2. Pengawasan tanda – tanda depresi pernapasan .

3. Pemberian fenobarbital 20 – 30 mg / kg per infuse dalam 30 menit atau fenitoin 15 – 40

mg / kg per infuse dalam 30 menit .

4. Pemberian Fenitoin hendaknya di sertai dengan monitor EKG (rekam jantung)

Jika kejang masih berlajut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif

dengan thiopentone, dan alat bantu pernafasan

F. Pengkajian

Pengkajian Fokus

1. Aktifitas dan istirahat


Gejala : keletihan,kelemahan umum,keterbatasan dalam
beraktivitas atau bekerja yang di timbulkan oleh diri
sendiri atau orang terdekat atau pemberi asuhan
kesehatan atau orang lain.

Tanda : perubahan tonus atau kekuatan otot, gerakan involunter


atau kontraksi otot ataupun sekelompok otot.

2. Sirkulasi
Gejala : Ikfal,hiperfensi,peningkatan nadi,sianosis
Postiktal
: tanda-tanda fital normal atau depresi dengan penurunan
nadi dan pernafasan.

3. Eliminasi

Gejala : inkontinensia episodic


Tanda : a. Iktal adalah peningkatan tekanan kandung kemih tonus

spingfer

b. postikal adalah otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia

( baik urin atau Fekal ).

4. Makanan dan Cairan

Gejala : sensivitas terhadap makanan , mual atau muntah yang

berhubungan efektifitas kejang.

Tanda : kerusakan jaringan atau gigi ( cidera selama kejang)

5. Nyeri atau kenyamanan


Gejala : sakit kepala, nyeri otot, atau punggung, nyeri abdominal

Tanda : tingkah laku yang berhati-hati, perubahan pada tonus

otot, tingkah laku distraksi atau gelisah

. 6. Pernafasan

Gejala : iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun atau

cepat peningkatan sekresi mucus.

7. keamanan

Gejala : riwayat terjatuh atau trauma, fraktur

Tanda : trauma pada jaringan lunak atau ekimosis penurunan

kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh.

Tumbuh Kembang Anak

Perkembangan pada anak mencakup perkembangan motorik halus, perkembangan motorik


kasar, perkembangan bahasa, dan perkembangan perilaku/adaptasi sosial. a. Perkembangan
Motorik Halus
Perkembangan motorik halus pada tiap tahap perkembangan anak adalah sebagai berikut.

1) Usia 1-4 bulan


Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah dapat melakukan hal-hal seperti
memegang suatu objek, mengikuti objek dari sisi, mencoba memegang dan
memasukkan benda ke dalam mulut, memegang benda tapi terlepas, memerhatikan
tangan dan kaki, memegang benda dengan kedua tangan, serta menahan benda di
tangan walaupun hanya sebentar.
b. Perkembangan Motorik Kasar
Perkembangan motorik kasar pada tiap tahap perkembangan anak adalah sebagai berikut :
1) Usia 1-4 bulan
Perkembangan motorik kasar pada usia ini dimulai dengan kemampuan
mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba duduk sebentar dengan ditopang,
mampu duduk dengan kepala tegak, jatuh terduduk di pangkuan ketika disokong
pada posisi berdiri, kontrol kepala sempurna, mengangkat kepala sambil berbaring
telentang, berguling dari telentang ke miring, posisi lengan dan tungkai kurang
fleksi, dan berusaha merangkak.
c. Perkembangan Bahasa
Berikut ini akan disebutkan perkembangan bahasa pada tiap tahap usia anak.
1) Usia 1-4 bulan
Perkembangan bahasa pada usia ini ditandai dengan adanya kemampuan bersuara
dan tersenyum, mengucapkan huruf hidup, berseloteh, mengucapkan kata “
ooh/aah”, tertawa dan berteriak, mengoceh spontan, serta bereaksi dengan
mengoceh.
d. Perkembangan Perilaku /Adaptasi Sosial
Perkembangan perilaku pada tahap tumbuh kembang tiap usia adalah sebagai berikut :

1) Usia 1-4 bulan


Perkembangan adaptasi sosial pada usia ini dapat diawali dengan kemampuan
mengamati tangannya; tersenyum spontan dan membalas senyum bila diajak
tersenyum ; mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, dan
kontak; tersenyum pada wajah manusia ; waktu tidur dalam sehari lebih sedikit
daripada waktu terjaga ; membentuk siklus tidur bangun; menangis bila terjadi
sesuatu yang aneh ; membedakan wajah-wajah yang dikenal dan tidak dikenal ;
senang menatap wajah-wajah yang dikenalnya ; serta terdiam bila ada orang yang
tak dikenal (asing). (Wong,2000).
G. Pathways Keperawatan

Exogenous Pyrogene

Sel host inflamasi

Pusat termoregulator

Meningkatkan thermostat

Perubahan fisiologi & tingkah laku

Anorexia proses peradangan suhu

Resiko kekurangan Demam/hipertermi


nutrisi Evaporasi(keringat
)

Gangguanpemenuhancairan

MengubahMenguba Dehidrasi
h

keseimbangankesei
mbangan
membrane selmembrane sel neuronneuron

Defisit volume
Melepaskan muatanMelepaskan cairan
H. Diagnosa listrikyangbesar
muatanlistrik Keperawatan
yangbesar
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Resiko cidera 1. Kejang Resiko Terjadi Hipertermi
kerusakan sel otak berhubungan
cemas
dengan proses peradangan

2. Devisit volume cairan berhubungan dengan output


berlebihan Kurang pengetahuan ( dehidrasi)

3. Risiko terjadi kerusakn sel otak berhubungan dengn kejang

4. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kejang


5. Risiko kurang nutrisi berhubungan dengan anoreksia

6. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi

I. Fokus Intervensi dan Rasional

1. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan

Tujuan : Yang diharapkan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan

hipertermi tidak terjadi

Kriteria Hasil: suhu tubuh normal ( 360c – 370c), klien bebas dari demam(

Efendi,1995)

Interverensi Rasional

a. Beri kompres hangat a. Dapat membantu


mengurangi demam

b. Beri dan anjurkan klien b. Semakin banyak minum akan dapat


banyak minum antu menurunkan demam
e
c. anjurkan klien istirahat dengan tirah c. Istirahat yang baik akan
dapat sedikit membantu
penyembuhan
2. Devisit
d. Anjurkan klien untuk memakai pakaian d. Pakaian yang tipis akan memudahkan
tipis dan menyerap keringat sirkulasi dalam dan luar tubuh volume
cairan

e. Ciptakan suasana yang nyaman(atur e. Suhu ruangan harus diubah untuk


ventilasi) mempertahankan suhu
mendekati normal

berhubungan
f.Awasisuhutubuh dengan output
f. berlebihan
Suhu tubuh( dehidrasi
38,9oc )-41,1oc
menunjukkan proses penyakit
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan devisit voleme cairan tidak terjadi
infeksiusakut,padademamdapat
Kriteria Hasil : menunjukkan keseimbangan cairan, tanda-tanda vital dalam batas normal
membantudalamdiagnosis
g.Kolaborasi Interverensi
pemberian obat anti Rasionaluntuk
g. Digunakan mengurangi
a. kaji perubahan tanda-tanda demam
mikroba,antipiretikdanpemberian a. peningkatan
dengan suhu
aksi atau memanjangnya demam meningkatnya
sentralnya
vital laju metabolic dan kehilangan cairan melalui evaporasi
cairanperenteral pada hipotalamus, meskipun
demam mungkin dapat berguna
dalam membatasi pertumbuhan
organisme dan meningkatkan
autodestruksidarisel –selyang
terinfeksi.
b. kaji turgor kelembapan akan I b. Indikator langsung keadekuatan voleme
cairan ,meskipun membran mukosa mulut mungkin kering
membrane mukosa
karena napas mulut dan oksigen tambahan.
( bibir dan lidah )
n,

c. catat laporan mual c. adanya gejala ini menurunkan masukan oral


atau muntah

d. pantau masukan dan haluaran d. memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan
kebutuhan pengganti

e. tekankan cairan sedikitnya e. pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko


dehidrasi
2500 ml/hari atau sesuai
kondisi individual
3.Risiko terjadi kerusakan sel otak berhubungan dengan kejng ( Ngastiyah, 1997, hal:236) Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kerusakan sel otak, tidak

terjadi komplikasi

Kriteria hasil: Tidak ada tanda-tanda kejang, peredaran darah lancar, suplai oksigen lancar,

tidak ada tanda-tanda apnue

Intervensi Rasional
a. Bila terjadi kejang, tidurkan pasien a. Diharapkan sistem pernpasan tidak
ditempat yang rata, miringkan kepala terjadi gangguan ataupun sumbatan

b. Pasang sudip lidah b. Agar lidah tidak tergigit atau lidah


menutup jalan napas

c. Longgarkan pakaian yang mengikat c. Proses inspirasi dan ekspirasi dapat


maksimal dan dapat memberikan
rasa nyaman pada pasien

d. Isap lendir sesuai indikasi d. Melonggarkan pernapasan dan


mencegah terjadinya aspirasi
e. Berikan oksigen e. Diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan oksigen diseluruh
jaringan
f. Kolaborasi dengan dokter untuk f. Diharapkan dapat mempercepat proses
pemberian obat anti kejang penyembuhan dan juga dengan
memantau efek samping secara dini
jika timbul efek samping

4.Risiko injuri berhubungan dengan kejang (suriadi,2001,hal:52)

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan risiko injuri tidak terjadi

Kriteria hasil: Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan

keamanan lingkungan
Intervensi Rasional
a. Hindarkan anak dari benda-benda yang a. Tindakan ini dapat membantu
membahayakan menurunkan injuri

b. Gunakan alat pengaman b.dapat melindungi klien dari bahaya


injuri

c. Bila terjadi kejang, pasang sudip c Agar lidah tidak tergigit atau lidah
menutup jalan napas.
lidah
d. Kolaborasi pemberian obat d. Diharapkan dapat mempercepat
anti kejang proses penyembuhan dan juga
dengan memantau efek samping
secara dini jika timbul efek samping

5. Risiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia

( carpenito, 1999, hal:259)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan risiko kekurangan nutrisi tidak

terjadi

Kriteria hasil : menunjukkan peningkatan nafsu makan, mempertahankan atau

meningkatkan berat badan


Intervensi Rasional
a. Identifikasi faktor penyebab mual atau a. Pilihan intervensi tergantung pada
muntah penyebab masalah
b. Auskultasi bunyi usus. Observasi atau b. Bunyi usus mungkin menurun atau
palpasi distensi abdomen tidak ada bila proses infeksi berat
atau memanjang. Distensi abdomen
terjadi sebagai akibaat menelan
udara

c. Pertahankan atau tingkatkan oral c. Kondisi mulut yang baik dapat


higien meningkatkan nafsu makan
d. Berikan porsi kecil tapi sering d. tindakan ini dapat meningkatkan
masukan meskipun nafsu makan
mungkin lambat untuk kembali

e. Ukur berat badan dasar e. adanya kondisi kronis . rendahnya


tahanan terhadap infeksi

6. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi (Doenges,1999)

Tujuan : Setelah dilakukan keperawatan, pengetahuan keluarga meningkat.

Kriteria hasil : - Keluarga mengerti proses penyakit kejang demam

- Keluarga kooperatif

- Keluarga berperan serta dalam proses perawatan klien


Intervensi Rasional

a. Kaji tingkat pendidikan a. Mempengaruhi proses terhadap penerimaan


materi pengetahuan
klien/keluarga
b. Kaji tingkat b. Menentukan pilihan intervensi yang tepat dalam
pengetahuan penyampaian
keluarga/klien
c. Lakukan pendidikan c. Memberikan informasi yang adekuat,
kesehatan tentang kejang meningkatkan peran serta keluarga dalam
demam pada keluarga klien perawatan klien

d. Beri kesempatan keluarga d. Mengetahui sejauh mana intervensi berhasil


untuk bertanya dilakukan

e. Libatkan keluarga dalam e. Masalah kesehatan kesehatan pada anak


setiap tindakan pada klien melibatkan peranan orangtua mempersiapkan
perawatan klien ketika dirumah

Anda mungkin juga menyukai