Anda di halaman 1dari 32

Asuhan 

 Keperawatan  Gawat Darurat Anak

Dengan Kejang Demam di Ruangan  IRD

RSUD Dr. M. Haulussy Ambon

I.            Landasan  Teori  Kejang Demam

A.    Pengertian

Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang


mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang
bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).

Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala
dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).

Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada
anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan
hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price,
Latraine M. Wikson, 1995).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan


kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia
anak dibawah lima tahun.
Kejang Demam Adalah Serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu
tubuh (Rektal diatas 38ºC)

B.     Etiologi

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak,
trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan
gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik
subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui
etiologinya).

a.       Intrakranial

Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik

Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventricular

Infeksi : Bakteri, virus, parasit

Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith –


Lemli – Opitz

b.      Ekstra cranial

Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan


elektrolit (Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.

Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan


dan kekurangan produksi kernikterus.

c.       Idiopatik

Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)

Kondisi yang  dapat menyebabkan kejang demam antara lain :

Infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis,otitis media


akut,bronkitis

C.    Manifestasi klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar
susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan
kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat
dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.

Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin


timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak
menderita epilepsy.
untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2
golongan yaitu :

a.       Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)

b.      Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever

Manifestasi klinik yang muncul pada penderita kejang demam:

1.      Suhu tubuh anak (suhu rektal )lebih dari 38ºC

2.      Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik,tonik,klonik,fokal atau akinek.Beberapa


detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun tetapi
beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan
persyarapan

3.      Saat kejang tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan,cahaya


(penurunan kesadaran)

Selain itu pedomanmendiagnosa kejang demam menurut Living Stone juga dapat
dijadikan pedoman untuk menentukan manifestasi klinik kejang demam.Ada tujuh
kriteria antara lain:

a.       Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun

b.      Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 Menit

c.       Kejang bersifat umum ( tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot rahang )
d.      Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam

e.       Pemeriksaan sistem persyarapan sebelum dan setelah kejang tidak ada kelainan

f.       Pemeriksaan Elektro Enchephalogrhrapy dalam kurun waktu 1 minggu atau lebih


setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan

g.      Frekwensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4X

D.    Patofisiologi

Infeksi yang terjadi pada jaringan diluar kranial seperti tonsilitis,otitis media
akut,bronchitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik
yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapt menyebar keseluruh tubuh melalui
hematogen maupun limfogen.

Penyebaran toksik keseluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan


menaikan pengaturan suhu dihipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya
sistemik. Naiknya pengaturan suhu dihipotalamus akan merangsang kenaikan suhu
dibagian tubuh yang lain seperti otot,kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi
otot.

Naiknya suhu dihipotalamus,otot,kulit dan jaringan tubuh yang lainakan disertai


pengeluaran mediator kimia seperti Epinefrin dan Prostaglandin.Pengeluaran
mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron.
Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion Natrium,ion Kalium
dengan cepat dari luar sel menuju kedalam sel.Peristiwa ini yang diduga
dapat  menaikan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang.
Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan
respon kesadaran,otot ekstrimitas maupun bronkus juga mengalami spasme
sehigga anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan  jalan napas oleh
penutupan lidah dan spasme. 

E.     Klasifikasi kejang

Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan


tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik
dan kejang mioklonik.

a.       Kejang Tonik

Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah
dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi
prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu
ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang
menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan
bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di
bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat
karena infeksi selaput otak atau kernikterus

b.      Kejang Klonik

Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal
dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal
berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan
kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat
disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup
bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
c.       Kejang Mioklonik

Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau
keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut
menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf
pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak
spesifik.

F.     Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan


meningitis, terutama pada pasien Kejang demam yang pertama. Pada bayi-bayi
kecil  seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga fungsi lumbal harus dilakukan
pada bayi berumur kurang dari 18 bulan.

Elektroensephalografi (EEG) ternyata kurang mempunyai nilai prognostik.EEG


abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya efilefsi
atau kejang demam berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak
dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana.Pemeriksaan labolaturim rutin
tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.

G.    Diagnosa Banding

Adapun diagnosis banding kejang pada anak adalah gemetar, apnea dan
mioklonus nokturnal benigna.

1.      Gemetar
Gemetar merupakan bentuk klinis kejang pada anak tetapi sering
membingungkan terutama bagi yang belum berpengalaman. Keadaan ini dapat
terlihat pada anak normal dalam keadaan lapar seperti hipoglikemia, hipokapnia
dengan hiperiritabilitas neuromuskular, bayi dengan ensepalopati hipoksik iskemi
dan BBLR. Gemetar adalah gerakan tremor cepat dengan irama dan amplitudo
teratur dan sama, kadang-kadang bentuk gerakannya menyerupai klonik .

2.      Apnea

Pada BBLR biasanya pernafasan tidak teratur, diselingi dengan henti napas 3-6
detik dan sering diikuti hiper sekresi selama 10 – 15 detik. Berhentinya pernafasan
tidak disertai dengan perubahan denyut jantung, tekanan darah, suhu badan,
warna kulit. Bentuk pernafasan ini disebut pernafasan di batang otak. Serangan
apnea selama 10 – 15 detik terdapat pada hampir semua bagi prematur, kadang-
kadang pada bayi cukup bulan.

Serangan apnea tiba-tiba yang disertai kesadaran menurun pada BBLR perlu di
curigai adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan batang otak. Pada
keadaan ini USG perlu segera dilakukan. Serangan Apnea yang termasuk gejala
kejang adalah apabila disertai dengan bentuk serangan kejang yang lain dan tidak
disertai bradikardia.

3.      Mioklonus Nokturnal Benigna

Gerakan terkejut tiba-tiba anggota gerak dapat terjadi pada semua orang waktu
tidur. Biasanya timbul pada waktu permulaan tidur berupa pergerakan fleksi pada
jari persendian tangan dan siku yang berulang. Apabila serangan tersebut
berlangsung lama dapat dapat disalahartikan sebagai bentuk kejang klonik fokal
atau mioklonik.

Mioklonik nokturnal benigna ini dapat dibedakan dengan kejang dan gemetar
karena timbulnya selalu waktu tidur tidak dapat di stimulasi dan pemeriksaan EEG
normal. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan
Penyebab Lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan,khususnya
meningitis.Adanya sumber infeksi seperti OMA tidak menyingkirkan meningitis dan
jika pasien tidak mendapat antibiotik maka perlu pertimbangan fungsi lumbal.

H.    Penatalaksanaan

Ada 3 hal pentingyang perlu dikerjakan yaitu ;

1.      Pengobatan Fase Akut

Seringkali kejang berhenti sendiri.Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk


mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigenisasi
terjamin.Perhatikan keadaan vital kesadaran,tekanan darah ,suhu, pernapasan dan
fungsi jantung suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan
pemberian antiperitik

Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah Diazepam yang diberikan
intravena atau intrarektal. Dosis Diazepam IV 0,3-0,5mg/kg BB/kali dengan
kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg.

Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis,hentikan penyuntikan tunggu


sebentar,dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut.Bila Diazepam IV tidak
tersedia atau pemberianya sulit gunakan diazepam intrarectal5mg(BB < 10kg) atau
10mg ( BB > 10kg) Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5menit
kemudian.bila tidak berhenti juga berikan Fenitoin dengan dosis awal 10-20mg/kg
BB secara IV perlahan –lahan 1 mg/kg BB/menit. Setelah pemberian Fenitoin,harus
dilakukan pembilasan dengan NaCL  fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan
dapat menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam,dilanjutkan dengan Fenobarbital
diberikan langsung setelah kejang berhenti.Dosis awal untuk bayi 1bulan-
1tahun50mg dan 1tahun keatas 75mg secara IM.Empat jam kemudian berikan
Fenobarbital dosis rumat.

2.      Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk kemungkinan meningitis,


terutama pada pasien kejang demam yang pertama walupun demikian kebanyakan
dokter melakukan fungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai
meningitis misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung
lama.

3.      Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Ada 2 cara profilaksis Yaitu:

a.       Profilaksis intermiten saat demam

b.      Profilaksis terus-menerus Dengan Antikonvultan setiap hari 

 
 

II.            Landasan Teori  Keperawatan Kejang Demam


1.     Pengkajian

Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi
kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai
karakteristik yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti
pergerakan bola mata , kontraksi otot lateral harus didokumentasikan termasuk
waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.

Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi faktor


pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan kerusakan
yang ditimbulkan oleh kejang.

a.       Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan otot.


Gerakan involunter

b.      Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan
penurunan nadi dan pernafasan

c.       Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan


dan atau penanganan, peka rangsangan

d.      Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus


spinkter

e.       Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang


berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi

f.       Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi serebra

g.      Riwayat jatuh / trauma


 

2.      Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

a.       Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan


koordinasi otot.

b.      Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan


neoromuskular

c.       Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh

d.      Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan

e.       Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi

3.      INTERVENSI

Diagnosa 1

Resiko terjadinya trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan


koordinasi otot.

Tujuan
Cidera / trauma tidak terjadi

Kriteria hasil

Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan


keamanan lingkungan

Intervensi

a.       Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang.

b.      Observasi keadaan umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang.

c.       Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi.

d.      Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang.

e.       Lindungi klien dari trauma atau kejang.

f.       Berikan kenyamanan bagi klien.

g.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti compulsan

Diagnosa 2
Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan
neuromuscular

Tujuan

Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi

Kriteria hasil

Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada,
RR dalam batas normal

Intervensi

a.       Observasi tanda-tanda vital,

b.      Atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler.

c.       Lakukan penghisapan lendir,

d.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy

Diagnosa 3
Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh (hipertermi)

Tujuan

Aktivitas kejang tidak berulang

Kriteria hasil

Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal

Intervensi

a.       Kaji factor pencetus kejang.

b.      Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.

c.       Ukur tanda-tanda vital.

d.      Lindungi anak dari trauma.

e.       Berikan kompres dingin pada daerah dahi dan ketiak.

Diagnosa 4
Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan

Tujuan

Kerusakan mobilisasi fisik teratasi

Kriteria hasil

Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi

Intervensi

a.       Kaji tingkat mobilisasi klien.

b.      Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien.

c.       Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan.

d.      Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien.

e.       Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.

Diagnosa 5

Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi


Tujuan

Pengetahuan keluarga meningkat

Kriteria hasil

Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak
bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.

Intervensi

a.       Kaji tingkat pendidikan keluarga klien.

b.      Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien.

c.       Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes.

d.      Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti.

e.       Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.

4.      EVALUASI

a.       Cidera / trauma tidak terjadi


b.      Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi

c.       Aktivitas kejang tidak berulang

d.      Kerusakan mobilisasi fisik teratasi

            e. Pengetahuan keluarga meningkat

penyimpangan KDM KEJANG DEMAM


Resume Asuhan  Keperawatan  Gawat Darurat Anak

Dengan Kejang Demam di Ruangan  IRD

RSUD Dr. M. Haulussy Ambon

A.    Identitas Pasien

Nama                                 : a/ C H

Umur                                 : 3,5 tahun


Jenis kelamin                     : Laki-laki

Pekerjaan                           : -

Alamat                              : Galala (Lampu Lima)

No. Medrik                       : 09 20 73

Diagnosa medis                 : Kejang Demam

B.     Data Pengkajian

1.      Keluhan utama masuk RS       : Orang tua mengatakan anaknya Panas tinggi

2.      Riwayat keluhan utama          : Orang tua mengatakan anaknya tiba-tiba panas tinggi dan beberapa
saat kemudian anaknya kejang lalu orang tua memutuskan untuk membawanya ke RS.

3.      Keluhan yang menyertai         : Orang tua mengatakan anaknya kejang 1 kali di rumah selama ± 5
menit, pada saat kejang mulut dan rahang tertutup rapat dan kedua kaki ditekuk, menggigil saat di
rumah.

4.      Pemeriksaan fisik

a.       Airway                              : Tidak ada kelainan


b.      Brithing                             : Tidak ada kelainan

c.       Circulation                                    : Nadi cepat, tidak ada sianosis

d.      Disability                           : Compos mentis

e.       Exprosure                          : Tidak ada kelainan

f.       Full vital sign

1)      TD                               : -

2)      Suhu                            : 38,7 0C

3)      Nadi                            : 120 x/m

4)      Pernapasan                  : 24 x/m

g.      Give comfort                     :

h.      Head to toe assesment

1)      Konjungtiva                : Merah muda, tidak ada kelainan


2)      Kuku                           : Merah muda, tidak ada kelainan

3)      Kulit                            : Merah muda, tidak ada kelainan

4)      KU                              : Lemah

i.        Inspection                         : Tidak trauma tulang belakang

b.      Therapy

a.       IVFD Dextrosa 18 tts/m

b.      Cefotaxime 3 x 500 mg/IV

c.       Stesolit k/p

C.    Klasifikasi Data

1.      Data Subjektif

Orang tua mengatakan :


a.       Anaknya panas tinggi

b.      Anaknya kejang 1 kali di rumah selama ± 5 menit

c.       Pada saat kejang mulut dan rahang tertutup rapat dan kedua kaki ditekuk

d.      Anaknya menggigil saat di rumah.

2.      Data Objektif

a.       Tanda-tanda Vital

1)      Suhu                : 38,7 0C

2)      Nadi                : 120 x/m

3)      Pernapasan      : 24 x/m

b.      Kulit teraba panas

c.       Anak tampak gelisah

d.      KU lemah

 
 

D.    Analisa data

Data Etiologi Masalah


1.      Data Subjektif Peningkatan suhu Resiko kejang
tubuh (hipertermi) berulang
Orang tua mengatakan :
   
a.       Anaknya panas tinggi
   
b.      Anaknya kejang 1 kali di rumah selama ± 5 menit
   
c.       Pada saat kejang mulut dan rahang tertutup
rapat dan kedua kaki ditekuk    

d.      Anaknya menggigil saat di rumah.    

Data Objektif  

a.       Tanda-tanda Vital

Suhu                : 38,7 0C

Nadi                : 120 x/m


Pernapasan      : 24 x/m

b.      Kulit teraba panas

c.       KU lemah

E.     Diagnosa keperawatan

1.      Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh (hipertermi) yang ditandai dengan :

Data Subjektif

Orang tua mengatakan :

a.       Anaknya panas tinggi

b.      Anaknya kejang 1 kali di rumah selama ± 5 menit

c.       Pada saat kejang mulut dan rahang tertutup rapat dan kedua kaki ditekuk

d.      Anaknya menggigil saat di rumah.

 
 

Data Objektif

a.       Tanda-tanda Vital

Suhu                      : 38,7 0C

Nadi                      : 120 x/m

Pernapasan            : 24 x/m

b.      Kulit teraba panas

c.       KU lemah

F.     Prinsip Tindakan dan Rasional


1.      Mengukur tanda-tanda vital

Hasil    :

ü  Suhu                      : 38,7 0C

ü  Nadi                      : 114 x/m

ü  Pernapasan            : 28 x/m

Rasional

ü  Sebagai indikator untuk melanjutkan intervensi selanjutnya

2.      Pemasang infus dextrosa 18 tts/m

Rasional

ü  Cairan yang dibutuhkan untuk mencegah dehidrasi


 

3.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy cefotaxime 500 mg atau 2,5 cc secara IV

Rasional

ü  Sebagai obat antibiotik

4.      Memberi kompres dingin pda daerah dahi

Rasional

ü  Pada saat dikompres panas tubuh akan berpindah ke media yang digunakan untuk mengompres
karena suhu tubuh relatif lebih tinggi serta terjadi vasodilatasi pembuluh darah sehingga terjadi
penguapan dari panas tubuh dan terjadi penurunan suhu tubuh

 
 

G.    Tujuan Tindakan

1.      Aktifitas kejang tidak berulang

2.      Suhu tubuh menurun sampai normal

H.    Hasil yang Diharapkan

1.      Kejang dapat dikontrol

2.      Suhu tubuh kembali normal


 

I.       Evaluasi Diri

1.      Perawat dapat melakukan tindakan

2.      Perawat dapat melakukan tindakan secara baik dan benar

3.      Perawat dalam melakukan tindakan dengan menggunakan prinsip 7 benar

Anda mungkin juga menyukai