Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

1.1 Pengertian
Definisi kejang demam adalah kejadian kejang pada bayi dan anak,
biasanya terjadi antara usia 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan
demam tanpa adanya bukti-bukti infeksiatau sebab yang jelas di intrakranial.
Kejang Demam adalah suatu kejang yang terjadipada usia antara 6 bulan
hingga 5 tahun yang berkaitan dengan demam namun tanpaadanya tanda-tanda
infeksi intracranial atau penyebab yang jelas. Kejang demam adalah kejang
yang terjadi pada saat seorang bayin atau anak mengalami demam
tanpainfeksi sistem saraf pusat (Rasyid et al.,2019).
Kejang demam adalah perubahan aktivitas motorik atau behavior dalam
waktuterbatas akibat dari adanya aktifitas listrik abnormal di otakyang terjadi
karena kenaikansuhu tubuh >390 C. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi
setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa
adanya kelainan syaraf. Kejang demam dapat berlangsung lama dan atau
parsial (Kaya et. al., 2021).

1.2 Etiologi
Penyebab kejang demam Menurut Maiti & Bidinger (2018), yaitu:
a. Faktor Genetika
Faktor keturunan dari salah satu penyebab terjadinya kejang demam, 25-
50% anak yang mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga
yang pernah mengalami kejang demam.
b. Penyakit infeksi
1) Bakteri: penyakit pada traktus respiratorius, pharyngitis, tonsillitis,
otitis media.
2) Virus: varicella (cacar), morbili (campak), dengue (virus penyebab
demam berdarah)
c. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit
dengan demam tinggi, demam pada anak paling sering disebabkan oleh:
1) ISPA
2) Otitis media
3) Pneumonia
4) Gastroenteritis
5) ISK
d. Gangguan metabolism
Gangguan metabolisme seperti uremia, hipoglikemia, kadar gula darah
kurang dari 30% mg pada neonates cukup bulan dan kurang dari 20% mg
pada bayidengan beratbadan lahir rendah atau hiperglikemia
e. Trauma
Kejang berkembang pada minggu pertama setelah kejadian cedera kepala
f. Neoplasma, toksin
Neoplasma dapat menyebabkan kejang pada usia berapapun, namun
mereka merupakan penyebab yang sangat penting dari kejang pada usia
pertengahan dan kemudian ketika insiden penyakit neoplastik meningkat.
g. Gangguan sirkulasi
h. Penyakit degenerative susunan saraf.

1.3 Klasifikasi
Menurut (Hardika & Mahailni, 2019) kejang demam dibagi 3 jenis, yaitu:
a. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion), biasanya terdapat
pada anakumur 6 bulan sampai 5 tahun, disertai kenaikan suhu tubuh yang
mencapai ≥ 39⁰ C. Kejang bersifat umum dan tonik-klonik, umumnya
berlangsung beberapa detik/menit dan jarang sampai 15 menit. Pada akhir
kejang kemudian di akhiri dengan suatu keadaan singkat seperti
mengantuk, dan bangkitan kejang terjadi hanya sekali dalam 24 jam, anak
tidak mempunyai kelainan neurologik pada pemeriksaan fisik dan riwayat
perkembangan normal, demam bukan disebabkan karena meningitis atau
penyakit lain dari otak.
b. Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile
convulsion) biasanya kejang terjadi selama ≥ 15 menit atau kejang
berulang dalam 24 jam dan terdapat kejang fokal atau temuan fokal dalam
masa pasca bangkitan. Umur pasien, status neurologik dan sifat demam
adalah sama dengan kejang demam sederhana.
c. Kejang demam simtomatik (symptomatic febrile seizure) biasanya sifat
dan umur demam adalah sama pada kejang demam sederhana dan
sebelumnya anak mempunyaikelainan neurologi atau penyakit akut.
Faktor resiko untuk timbulnya epilepsi merupakan gambaran kompleks
waktu bangkitan. Kejang bermula pada umur < 12 bulan dengan kejang
kompleks terutama bila kesadaran pasca iktal meragukan maka
pemeriksaan CSS sangat diperlukan untuk memastikan kemungkinan
adanya meningitis.
1.4 Patofisiologi
1.5 Pathway/WOC
1.6 Menifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada pasien dengan kejang demam
adalah sebagaiberikut (Nishiyama et al., 2021):
a. Demam tinggi >39 C
b. Bola mata naik ke atas
c. Gigi terkatup
d. Tubuh, termasuk tangan dan kaki menjadi kaku, kepala terkulai
kebelakang, disusul gerakan kejut yang kuat
e. Gerakan mulut dan lidah yang tidak terkontrol
f. Lidah dapat seketika tergigit
g. Lidah berbalik arah lalu menyumbat saluran pernapasan
h. Saat periode kejang, terjadi kehilangan kesadaran.

1.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan
penyakit kejang demam adalah sebagai berikut (Kaya et al., 2021):
a. Laboratorium darah
Pemeriksaan laboratorium darah berupa darah lengkap, kultur darah,
glukosa darah, elektrolit, magnesium, kalsium dan fosfor dilakukan untuk
mencari etiologi kejang demam.
b. Urinalisis
Urinalisis direkomendasikan untuk pasien-pasien yang tidak ditemukan
fokus infeksinya
c. Fungsi lumbal
Fungsi lumbal direkomendasikan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis
d. Radiologi
Neuroimaging dipertimbangkan jika terdapat gejala klinis gangguan
neurologis
e. Elektroensefalografi (EEG)
Elektroensefalografi (EEG) direkomendasikan untuk menyingkirkan
kemungkinan epilepsi.
1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan saat terjadi kejang demam menurut Maiti &
Bidinger (2018), adalah:
a. Saat terjadi serangan mendadak yang harus diperhatikan pertama kali
adalah ABC (Airway, Breathing, Circulation)
b. Setelah ABC aman, Baringkan pasien ditempat yang rata untuk
mencegahterjadinya perpindahan posisi tubuh kearah danger
c. Kepala dimiringkan dan pasang sundip lidah yang sudah di bungkus kasa
d. Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien yang bisa menyebabkan
bahaya
e. Lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan
f. Bila suhu tinggi berikan kompres hangat
g. Setelah pasien sadar dan terbangun berikan minum air hangat
h. Jangan diberikan selimut tebal karena uap panas akan sulit dilepaskan.
1.9 Komplikasi
Menurut Wulandari & Erawati (2016), komplikasi pada kejang demam
adalah sebagai berikut:
a. Kelainan anatomis di otak
Kejang yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan di otak yang
lebih banyak terjadi pada anak berumur 4 bulan-5 tahun.
b. Epilepsi
Serangan kejang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian
hari, sehingga terjadi serangan epilepsi spontan
c. Kemungkinan mengalami kematian
d. Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena disertai demam.
e. Serangan kejang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian
hari, sehingga terjadi serangan epilepsi spontan.
1.10 Proses Keperawatan
1.10.1 Pengkajian
a. Riwayat kesehatan a.
1) Keluhan utama: biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh
>38,0⁰ C, pasien mengalami kejang dan bahkan pada pasien
dengan kejang demam kompleks biasanya mengalami penurunan
kesadaran.
2) Riwayat penyakit sekarang: biasanya orang tua klien mengatakan
badan anaknya terasa panas, nafsu makan anaknya berkurang, lama
terjadinya kejang biasanya tergantung pada jenis kejang demam
yang dialami anak.
3) Riwayat kesehatan: Riwayat perkembangan anak: biasanya pada
pasien dengan kejang demam kompleks mengalami gangguan
keterlambatan perkembangan dan intelegensi pada anak serta
mengalami kelemahan pada anggota gerak.
4) Riwayat imunisasi: Biasanya anak dengan riwayat imunisasi tidak
lengkap rentan tertular penyakit infeksi atau virus seperti virus
influenza. Riwayat nutrisi saat sakit, biasanya anak mengalami
penurunan nafsu makan karena mual dan muntahnya.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada anak yang mengalami kejang demam di perlukan
pemeriksaan fisik untuk mengetahui apakah ada kelainan yang
terjadi pada anak meliputi:
1) Keadaan umum biasnaya anak rewel dan kesadaran compos
mentis, dan terjadi gejala mengantuk sesaat setelah kebangkitan
2) Tanda-tanda vital: Suhu: biasanya >38,0 C, Respirasi: pada usia <
12 bulan: biasanya > 49 X/menit Pada usia 12 bulan - 40 X/menit,
Nadi: biasanya >100 X/menit
3) Berat badan pada anak dengan kejang demam tidak terjadi
penurunan berat badanyang berarti, namun bisanya terjadi
kekurangan cairan.
4) Kepala Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan yang
tampak.
5) Mata Biasanya simetris kiri-kanan, skelera tidak ikhterik,
konjungtiva anemis
6) Mulut dan lidah Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil
hiperemis, lidah tampak kotor
7) Telinga Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar
dengan katusmata, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran
yang bersifat sementara, nyeritekan mastoid.
8) Hidung Biasanya penciuman baik, terdapat pernafasan
cuping hidung, bentuksimetris, mukosa hidung berwarna merah
muda, terdapat otot bantu pernafasanketika kejang terjadi
9) Leher Biasanya terjadi pembesaran kelenjar getah bening
10) Dada meliputi Thoraks: Inspeksi, biasanya gerakan dada
simetris, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan, Palpasi,
biasanya vremitus kiri kanan sama,Auskultasi, biasanya ditemukan
bunyi napas tambahan seperti ronchi
11) Jantung Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan
denyut jantung
12) Ictuscordis tidak terlihat P: Ictus cordis di ICS V teraba P: batas
kiri jantung: ICS II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang
jantung), ICS V kiri agak ke mideal lineamidclavicularis kiri. Batas
bawah kanan jantung disekitar ruang ICS III-IV kanan, dilinea
parasternalis kanan, batas atasnya di ruang ICS II kanan
lineaparasternalis kanan. A: BJ II lebih lemah dari BJ I
13) Abdomen biasanya lemas, datar, kembung, dan bising usus diatas
normal
14) Ekstermitas: Atas: biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT
> 2 detik, akral dingin. Bawah: biasanya tonus otot mengalami
kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin
15) Penilaian kekuatan otot: Penilaian Kekuatan Otot Respon Skala:
Kekuatan otot tidak ada: 0, Tidak dapat digerakkan, tonus otot
ada: 1, Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit: 2, Terangkat
sedikit < 45, tidak mampu melawan gravitasi: 3, Bisa terangkat,
bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu melawan tahanan
pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi: 4, Kekuatan otot normal: 5
1.10.2 Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan Proses Penyakit (reaksi inflamasi)
b. Resiko Cedera berhubungan dengan Kegagalan Mekanisme
Pertahanan Tubuh
c. Pola napas tidak efektif berhungan dengan kerusakan inervasi
diafragma
1.11 Perencanaan terapi komplementer yang bisa diintegrasikan
Terapi komplrmrnter yang bisa di intergrasikan pada pasien kejang demam
yaitu terapi Akupuntur, contoh titik pada titik meridian sebagai berikut:
a. GV 20/BAI HUI
LETAK: 5 cun dari garis batas
CARA PENJARUMAN: Mendatar 0,5 – 0,8 cun bisa moxa.
FUNGSI: Mempunyai efek mengembalikan kesadaran meningkatkan
fungsi ota, menenangkan pikiran, mengembalikan Yang Qi, mengusir
angin.
INDKASI: Nyeri kepala, vertigo, hipertensi, hipotensi, prolapsus recti,
hidung tersumbat, tinitus, tachircardia, koma, histeri, epilepsi,
prolapsus uteri yang lepas.
KEISTIMEWAAN: Titik pertemuan meridian Du dengan meridian
Kandung kemih dan meridian Limpa.
b. GV 23 SHUI GOU / REN ZHONG
LETAK: Tepat di atas pertengahan philtrum.
CARA PENJARUMAN : Miring sedalam 0,2 – 0, 5 cun bisa moxa.
FUNGSI: Mempunyai efek mengembalikan kesadaran, menenangkan
pikiran, mengembalikan Yang Qi untuk keadaan darurat.
INDKASI: Syncope, epilepsi, shock, nyeri muka, parelyse facial,
stroke, pinggang terkilir, kejang pada facial.
KEISTIMEWAAN: Titik pertemuan meridian Du dengan meridian
Yang Ming tangan dan Ki Yang Ming tangan dankaki.

c. LI 4/HE GU
LETAK: Pada punggung tangan, di antara metacarpal I dan II,
pertengahan sisi radial dari os metacarpal II.
CARA PENJARUMAN : Tegak lurus sedalam 0,5 – 0,8 cun.
FUNGSI: Mengusir faktor pathogen angin, membersihkan Qi paru dari
serangan pathogen, memperlancar Qi usus lambung.
INDIKASI: Sakit kepala, sakit gigi, pharyngitis, tonsilitis, rhinitis,
sinusitis, tendonitis, tuli, penyakit mata, kesulitan dalam persalinan,
dismonorhoe, goiter, nyeri dan paralisis.
KEISTIMEWAAN: Titik Yuan meridian usus besar.
d. LI 11/QU CHI
LETAK: Siku flexi, pada sisi lateral lipat siku, pada lekukan ujung
kerutan lipat siku.
CARA PENJARUMAN: Tegak lurus sedalam 0,8 – 1,5 cun bisa
moxa.
FUNGSI: Mengusir pathogen angin lembab, menghalau pathogen
panas, memperlancar peredaran darah, melemaskan sendi
INDIKASI: Sakit tenggorokan, nyeri siku dan lengan atas, paralisis
lengan, demam, hipertensi, neuro dermatitis, pluritus, dan kelainan
kulit, stroke, urtikaria.
KEISTIMEWAAN: Titik He meridian usus besar. Titik tonifikasi.
e. LR 3/TAI CHONG
LETAK: Proximal pertemuan tulang-tulang metatarsal I dan II.
CARA PENJARUMAN: Tegak lurus sedalam 0,5 – 0,8 cun bisa
moxa.
INDKASI: Metrohargia, hernia, enuresis, retensi urine, prolapsus uteri,
nyeri tenggorokan, nyeri kepala, vertigo, hipertensi, nyeri iga,
insomnia, epilepsi, gangguan mental, nyeri lutut dan betis, glucoma.
KEISTIMEWAAN: Titik Yuan dan titik Shu meridian Jue Yin kaki
hati.
f. KI 3/TAIXI
LETAK: Dalam depresi antara keunggulan medial malleolus dan
tendon tumit
CARA PENJARUMAN: Tusukkan miring ke arah sisi anterior
malleolus lateral 0,5-1 cun
INDIKASI: Tekanan darah tinggi, pusing, insomnia, sakit kepala, sakit
gigi, sakit tenggorokan, impotensi, menstruasi tidak teratur.
g. ST – 44 / NEI TING
LETAK: Pada daerah tipis antara jari kaki ke II dan III.
CARA PENJARUMAN: Tegak lurus sedalam 0,3 – 0,5 cun bisa
moxa.
FUNGSI: Menenagnkan lambung, memadamkan api lambung,
membersihkan tenggorokan, menghilangkan nyeri.
INDIKASI: Sakit gigi, tonsilitis, tic douloureux, epistaxis, gangguan
usus, demam dan sakit kepala.
KEISTIMEWAAN: Titik Ying meridian lambung.
DAFTAR PUSTAKA

Hardika, M. S. P. and Mahailni, D. S. (2019) “ Faktor - Faktor Yang


Berhubungan
Dengan Kejadian Kejang Demam Berulang Pada Anak Di RSUP Sanglah
Denpasar”, EJournal Stikes Nani Hasnuddin, 8(4), pp. 1–9.

Kaya, M. A., Erin, N., Bozkurt, O., Erkek, N., Duman, O., & Haspolat, S.
(2021).
Changes of HMGB-1 and sTLR4 levels in cerebrospinal fluid of patient
swith febrile seizures. Epilepsy Research, 169, 1-5.
https://doi.org/10.1016/j.eplepsyres.2020.106516

Maiti, & Bidinger. (2018). Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689–1699

Nishiyama, M., Ishida, Y., Tomioka, S., Hongo, H., Toyoshima, D., &
Maruyama,
A. (2021). Prediction of AESD and neurological sequelae in febrile status
epilepticus. Brain and Development.
https://doi.org/10.1016/j.braindev.2021.01.004

Rasyid Z, Astuti DK, Purba CVG. Determinan Kejadian Kejang Demam


pada
Balita di Rumah Sakit Ibu dan Anak Budhi Mulia Pekanbaru. J Epidemiol
Kesehatan Indonesia. 2019 Jun;3(1):1–6.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia:
Definisidan Indikator Diagnostik. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI

LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHHAN OKSIGENASI

1.1 Definisi
Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen lebih dari 21%
pada tekanan 1 atmosfer sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam
tubuh. Oksigenasi adalah sebuah proses dalam pemenuhan kebutuhan O2
dan pembuangan CO2. Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari
kondisi sistem pernapasan secara fungsional. Bila ada gangguan pada salah
satu organ sistem respirasi, maka kebutuhan oksigen akan mengalami
gangguan. Apabila lebih dari 4 menit seseorang tidak mendapatkan oksigen,
maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan
kemungkinan berujung fatal seperti meninggal (Kusnanto, 2016).
Kebutuhan oksigenasi merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme tubuh dalam
mempertahankan kelangsungan hidup dan berbagai aktivitas sel tubuh
dalam mempertahankan kelangsungan hidup dan berbagai aktivitas sel
tubuh dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan oksigenasi dipengaruhi oleh
berapa faktor seperti fisiologis, perkembangan, perilaku, dan lingkungan
(Ernawati, 2012).

1.2 Etiologi
Menurut Ambarwati (2014), terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kebutuhan oksigen, seperti faktor fisiologis, status
kesehatan, faktor perkembangan, faktor perilaku, dan lingkungan.
a. Faktor fisiologis
Gangguan pada fungsi fisiologis akan berpengaruh pada kebutuhan
oksigen seseorang. Kondisi ini dapat mempengaruhi fungsi
pernapasannya diantaranya adalah:
1) Penurunan kapasitas angkut oksigen seperti pada pasien anemia atau
pada saat terpapar zat beracun
2) Penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi
3) Hipovolemia
4) Peningkatan laju metabolik
5) Kondisi lain yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti
kehamilan, obesitas dan penyakit kronis
b. Status kesehatan
Pada individu yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan kadar
oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi,
pada individu yang sedang mengalami sakit tertentu, proses oksigenasi
dapat terhambat sehingga mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen
tubuh seperti gangguan pada sistem pernapasan, kardiovaskuler dan
penyakit kronis.
c. Faktor perkembangan
Tingkat perkembangan juga termasuk salah satu faktor penting yang
mempengaruhi sistem pernapasan individu. Berikut faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi individu berdasarkan tingkat perkembangan:
1) Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan
2) Bayi dan toddler: adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut
3) Anak usia sekolah dan remaja: risiko infeksi saluran pernapasan dan
merokok
4) Dewasa muda dan paruh baya: diet yang tidak sehat, kurang
aktivitas, dan stres yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-
paru
5) Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan
kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas menurun, dan ekspansi paru
menurun
d. Faktor perilaku
Perilaku keseharian individu tentunya juga dapat mempengaruhi fungsi
pernapasan. Status nutrisi, gaya hidup, kebiasaan olahraga, kondisi
emosional dan penggunaan zat-zat tertentu secara sedikit banyaknya
akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.
e. Lingkungan
Kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen.
Kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi pemenuhan oksigenasi
yaitu:
1) Suhu lingkungan
2) Ketinggian
3) Tempat kerja (polusi)

1.3 Klasifikasi
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi didalam tubuh terdiri atas 3
tahapan yaitu ventilasi, difusi, dan transportasi.
a. Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dan atmosfer
dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1) Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin
tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah. Demikian pula
sebaliknya.
2) Adanya kemampuan thorak dan paru pada alveoli dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang kempis.
3) Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang
terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi
oleh system saraf otonom. Terjadinya rangsangan simpatis dapat
menyebabkan relaksasi sehingga dapat terjadi vasodilatasi,
kemudian kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan kontriksi
sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi atau proses
penyempitan.
4) Adanya reflek batuk dan muntah
Adanya peran mucus silliasis sebagai penangkal benda asing yang
mengandung interferon dan dapat mengikat virus.
b. Difusi
Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kamler
paru dan CO2, di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor:

1) Luasnya permukaan paru


2) Tebalnya membrane respirasi atau permeabilitas yang terjadi antara
epitel alveoli dan intertisial. Keduanya ini dapat mempengaruhi
proses difusi apabila terjadi proses penebalan.
3) Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 hal ini dapat terjadi sebagai
mana O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2
dari rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena
pulmonalis (masuk dalam darah secara berdifusi) dan PaCO. Dalam
arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli.
4) Afinitas gas
Merupakan kemampuan untuk menembus dan saling mengikat hb.
c. Transportasi Gas
Merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan
tubuh CO2, jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi akan
berikatan dengan hb membentuk oksihemoglobin (97%) dan larut dalam
plasma (3%) sedangkan CO2 akan berikatan dengan hb membentuk
karbominohemiglobin (30%) dan larut dalam plasma (50%) dan
sebagian menjadi HCO3 berada pada darah (65%). Transportasi gas
dapat dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya:
1) Kardiak output merupakan jumlah darah yang dipompa oleh darah.
2) Kondisi pembuluh darah, latihan dan lain-lain secara langsung
berpengaruh terhadap transport oksigen.

1.4 Patofisiologi dan WOC


1.5 Pathway
1.6 Manifestasi Klinis
Menurut Nanda (2018), tanda dan gejala pada masalah kenutuhan
oksigenasi yaitu:
a. Bunyi nafas tambahan (ronchi, wheezing, stridor)
b. Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan
c. Batuk tidak ada atau tidak efektif
d. Sianosis
e. Kesulitan untuk bersuara
f. Penurunan bunyi nafas
g. Ortopnea
h. Sputum
1.7 Proses Keperawatan
1.7.1 Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi: nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit, no register,
dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Pada masalah oksigenasi biasanya pasien merasakan sesak napas,
batuk berdahak, batuk berdarah, nyeri dada.
c. Data riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
2) Riwayat penyakit dahulu
3) Riwayat penyakit keluarga
4) Riwayat alergi (makanan/obat/lainnya).
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada masalah kebutuhan oksigenasi meliputi 4
teknik, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.
1) Inspeksi
Pada saat inspeksi perawat meng penampilan umum, postur tubuh,
kondisi kulit dan membran mukosa, dada (kontur rongga intercosta;
diameter anteroposterior (AP), struktur toraks, pergerakan dinding
dada), pola napas (frekuensi dan kedalaman pernapasan; durasi
inspirasi dan ekspirasi), ekspansi dada secara umum, adanya sianosis,
adanya deformitas dan jaringan perut pada dada, dll.
2) Palpasi
Palpasi dilakukan dengan menggunakan tumit tangan pemeriksa
mendatar diatas dada pasien.Pemeriksaan ini berguna untuk
mendeteksi nyeri tekan, peradangan setempat, metastasis tumor ganas,
pleuritis, atau pembengkakan dan benjolan pada dada. Palpasi
dilakukan untuk mengkaji temperatur kulit, pengembangan dada,
adanya nyeri tekan, abnormalitas massa dan kelenjar, sirkulasi perifer,
denyut nadi, pengisi kapiler, dan lain-lain.
3) Perkusi
Secara umum, perkusi dilakukan bertujuan untuk menentukan
ukuran dan bentuk organ dalam serta untuk mengkaji adanya
abnormalitas, cairan, atau udara di dalam paru. Hal-hal tersebut dapat
dinilai dari normal tidaknya suara perkusi paru.Suara perkusi normal
adalah suara perkusi sonor dengan bunyi seperti “dug-dug”.
4) Auskultasi
Auskultasi adalah proses mendengarkan suara yang dihasilkan di
dalam tubuh. Auskultasi dapat dilakukan langsung atau dengan
menggunakan stetoskop.Bunyi yang terdengar digambarkan
berdasarkan nada, intensitas, durasi, dan kualitasnya.Untuk
mendapatkan hasil yang lebih valid dan akurat, auskultasi sebaiknya
dilakukan lebih dari satu kali.Pada pemeriksaan fisik paru, auskultasi
dilakukan untuk mendengarkan bunyi napas vesikuler, bronkial,
bronkovesikuler, rales, ronki, juga untuk mengetahui adanya
perubahan bunyi napas serta lokasi dan waktu terjadinya (Mubarak,
Chayatin, 2008).

1.7.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa didalam Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), adalah
berikut ini:
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan sekret
b. Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat pernapasan
1.7.3 Intervensi Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
.
1. Bersihan jalan Bersihan Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
napas tidak L.01001 I.0934
efektif b.d Setelah dilakukan tindakan Observasi
peningkatan keperawatan diharapkan 1. Monitor pola napas
sekret bersihan jalan napas 2. Monitor bunyi napas
meningkat dengan kriteria 3. Monitor sputum
hasil : Terapeutik
indikator SA 1. Pertahankan kepatenan
Batuk efektif 5 jalan napas
Produksi 5 2. Berikan minum air hangat
sputum 3. Posisikan fowler atau
Mengi 5 semifowler
Wheezing 5 4. Lakukan fisioterapi dada
Sianosis 5 5. Lakukan suction
6. Berikan oksigen
Edukasi
1. Anjurkan supan cairan
2000ml per hari
2. Ajarkan batuk efektif
Kaloborasi
1. Kaloborasi pemberian
bronkubilator
2. Pola napas tidak Pola napas L.01004 Manajemen jalan napas
efektif b.d depresi Setelah dilakukan tindakan I.0934
pusat pernapasan keperawatan diharapkan Observasi
pola napas meningkat 1. Monitor pola napas
dengan kriteria hasil : 2. Monitor bunyi napas
tambahan
indikator SA 3. Monitor sputum
Dispnea 5
Penggunaan 5 Terapeutik
otot bantu 1. Pertahankan kepatenan
Pemanjangan 5 jalan napas
fase ekspirasi 2. Berikan minum air hangat
Frekuensi 5 3. Posisikan fowler atau
napas semifowler
Kedalaman 5 4. Lakukan fisioterapi dada
napas 5. Lakukan suction
6. Berikan oksigen

Edukasi
1. Anjurkan supan cairan
2000ml per hari
2. Ajarkan batuk efektif

Kaloborasi
1. Kaloborasi pemberian
bronkubilator
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Fitri Respati. 2014. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta:


Dua Satria Offset.

Ernawati. (2012). Konsep dan Aplikasi Keperawatan dalam Pemenuhan


Kebutuhan
Dasar Manusia. (A. Rifai, Ed.). Jakarta: Trans Info Media.

Kusnanto. (2016). Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Oksigen.


Surabaya;
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

NANDA (2018) NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2018-
2020 (11th ed.; F. T.Heather Herdman, PhD,RN, ed.). 11th edn. Edited by
ECG. Jakarta: ECG

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisidan Indikator Diagnostik. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi danTindakan Keperaatan. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definis dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat
PPNI

Anda mungkin juga menyukai