Anda di halaman 1dari 10

PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN ( PAK )

KEJANG DEMAM

A. Konsep Dasar Kasus Kejang Demam

1. Pengertian
Kejang demam adalah perubahan aktivitas motorik atau behavior yang bersifat
paroksimal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktifitas listrik abnormal di otak
yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (Widagno, 2012).
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu badan tinggi (kenaikkan suhu
tubuh diatas 38⁰C) karena terjadi kelainan ektrakranial. Kejang demam atau febrile
convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikkan suhu tubuh yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium (Lestari,2016).
Jadi dapat disimpulkan, kejang demam adalah gangguan yang terjadi akibat dari
peningkatan suhu tubuh anak yang dapat menyebabkan kejang yang diakibatkan karena
proses ekstrakranium.
2. Penyebab
Hingga kini belum diketahui pasti penyebab kejang demam. Demam sering disebabkan
infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, dan infeksi saluran kemih (Lestari,
2016). Menurut Ridha (2014), mengatakan bahwa faktor resiko terjadinya kejang demam
diantaranya :
a. Faktor-faktor prinatal
b. Malformasi otak congenital
c. Faktor genetika
d. Demam
e. Gangguan metabolisme
f. Trauma
g. Neoplasma
h. Gangguan Sirkulasi
3. Klasifikasi
Pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone :
a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
b. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
c. Kejang bersifat umum
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali Kejang demam yang
tidak memenuhi salah satu atau lebih dari tujuh kriteria tersebut (modifikasi
livingstone) digolongkan pada kejang demam kompleks. (Ngastiyah, 2012).`

Widagno (2012), mengatakan berdasarkan atas studi epidemiologi, kejang demam dibagi 3
jenis, yaitu :
1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion), biasanya terdapat pada anak
umur 6 bulan sampai 5 tahun, disertai kenaikan suhu tubuh yang mencapai ≥ 39⁰C.
Kejang bersifat umum dan tonik-klonik, umumnya berlangsung beberapa detik/menit
dan jarang sampai 15 menit. Pada akhir kejang kemudian diakhiri dengan suatu
keadaan singkat seperti mengantuk (drowsiness), dan bangkitan kejang terjadi hanya
sekali dalam 24 jam, anak tidak mempunyai kelainan neurologik pada pemeriksaan
fisis dan riwayat perkembangan normal, demam bukan disebabkan karena meningitis
atau penyakit lain dari otak.
2. Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile convulsion) biasanya
kejang terjadi selama ≥ 15 menit atau kejang berulang dalam 24 jam dan terdapat
kejang fokal atau temuan fokal dalam masa pasca bangkitan. Umur pasien, status
neurologik dan sifat demam adalah sama dengan kejang demam sederhana.
3. Kejang demam simtomatik (symptomatic febrile seizure) biasanya sifat dan umur
demam adalah sama pada kejang demam sederhana dan sebelumnya anak mempunyai
kelainan neurologi atau penyakit akut. Faktor resiko untuk timbulnya epilepsi
merupakan gambaran kompleks waktu bangkitan. Kejang bermula pda umur < 12
bulan dengan kejang kompleks terutama bila kesadaran pasca iktal meragukan maka
pemeriksaan CSS sangat diperlukan untuk memastikan kemungkinan adanya
meningitis.
4.

B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Kejang Demam

1. Pengkajian

a. Anamnesis

1) Identitas pasien

Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat lahir,
asal suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua.
Wong (2009), mengatakan kebanyakan serangan kejang demam terjadi setelah usia 6
bulan dan biasanya sebelum 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-
anak yang berusia kurang dari 18 bulan.

2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien
mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang demam kompleks biasanya
mengalami penurunan kesadaran.
b) Riwayat penyakit sekarang Biasanya orang tua klien mengatakan badan anaknya
terasa panas, nafsu makan anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya
tergantung pada jenis kejang demam yang dialami anak.
c) Riwayat kesehatan
1) Riwayat perkembangan anak : biasanya pada pasien dengan kejang demam
kompleks mengalami gangguan keterlambatan perkembangan dan intelegensi
pada anak serta mengalami kelemahan pada anggota gerak (hemifarise).
2) Riwayat imunisasi : Biasanya anak dengan riwayat imunisasi tidak lengkap
rentan tertular penyakit infeksi atau virus seperti virus influenza.
3) Riwayat nutrisi Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan
karena mual dan muntahnya
d) Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum biasnaya anak rewel dan kesadaran compos mentis
2) TTV : Suhu : biasanya >38,0⁰C Respirasi: pada usia 2- < 12 bulan :
biasanya > 49 kali/menit Pada usia 12 bulan - 40 kali/menit Nadi :
biasanya >100 x/i
3) BB Biasanya pada nak dengan kejang demam tidak terjadi
penurunan berar badan yang berarti
4) Kepala Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan yang
tampak
5) Mata Biasanya simetris kiri-kanan, skelera tidak ikhterik,
konjungtiva anemis.
6) Mulut dan lidah Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil
hiperemis, lidah tampak kotor.
7) Telinga Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar
dengan katus mata, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran
yang bersifat sementara, nyeri tekan mastoid.
8) Hidung Biasanya penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping
hidung, bentuk simetris, mukosa hidung berwarna merah muda.
9) Leher Biasanya terjadi pembesaran KGB
10) Dada
a) Thoraks
(1) Inspeksi, biasanya gerakan dada simetris, tidak ada
penggunaan otot bantu pernapasan
(2) Palpasi, biasanya vremitus kiri kanan sama
(3) Auskultasi, biasanya ditemukan bunyi napas tambahan seperti
ronchi.
b) Jantung
Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis di SIC V teraba
P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri
(pinggang jantung), SIC V kiri agak ke mideal linea
midclavicularis kiri. Batas bawah kanan jantung disekitar ruang
intercostals III-IV kanan, dilinea parasternalis kanan, batas
atasnya di ruang intercosta II kanan linea parasternalis kanan.
A: BJ II lebih lemah dari BJ I
11) Abdomen
biasanya lemas dan datar, kembung
12) Anus biasanya tidak terjadi kelainan pada genetalia anak
13) Ekstermitas :
a) Atas : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik,
akral dingin.
b) Bawah : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2
detik, akral dingin.

e. Penilaian tingkat kesadaran

1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,


dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai
GCS: 15-14.
2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11 - 10.
4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.
5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia terhadap
gangguan kesehatan atau proses kehidupan atau kerentanan respon dari seorang
individu, keluarga, kelompok atau komunitas (Heardman & Shigemi Kamitsuru,
2015).
Menurut Diagnosa Keperawatan Nanda tahun 2015-2017 kemungkinan diagnosa yang
bisa muncul dari penyakit kejang demam :
a. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, gangguan pusat pengatur suhu
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan jalan napas terganggu
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi perfusi
d. Risiko cedera berhubungan dengan kurangnya kesadaran, gerakan tonik atau
klonik
Menurut Nurarif & Kusuma (2015):
a. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
b. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan suhu tubuh meningkat.
c. Resiko cidera berhubungan dengan kejang berulang ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh.
d. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan kerusakan sel
neuron otak.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan suatu perawatan yang dilakukan perawat
berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan perawat untuk meningkatkan hasil klien.
Intervensi keperawatan mencakup baik perawatan langsung dan tidak langsung yang
ditujujan pada individu, keluarga dan masyarakat, serta orang- orang dirujuk oleh
perawat, dirujuk oleh dokter maupun pemberi pelayanan kesehatan lainnya (Bulechek,
et al 2015).
1) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, gangguan pusat pengaturan suhu.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh normal Kriteria hasil
a. Suhu tubuh (36,5 o -37,5 o C).
b. Nadi (60-100 kali/menit) dan Respirasi Rate (16-24 kali/menit).
c. Tidak ada perubahan warna kulit.
Rencana tindakan :
a. Monitor suhu tubuh
Rasional: suhu tubuh dalam batas normal 36,5-37,5
b. Monitor tekanan darah, nadi dan pernafasan Rasional: TTV dalam batas
normal Berikan antipiretik
Rasional: Untuk menurunkan demam
c. Kolaborasi pemberian cairan intravena
Rasional: untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh
d. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
Rasional: Menurunkan panas
2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan jalan terganggu napas
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pola napas efektif Kriteria hasil :
a. Frekuensi pernafasan dalam batas normal
b. Tidak menggunakan otot bantu pernafasan
c. Irama pernafasan teratur
d. Tanda-tanda vital dalam batas normal

Rencana tindakan :

a. Kaji status pernapasan klien


Rasional: TTV dalam batas normal
b. Kaji penyebab ketidakefektifan pernapasan
Rasional: Frekuensi pernafasan dalam batas normal
c. Auskultasi bunyi paru dan observasi pernapasan klien
Rasional: Suara nafas vesikuler
d. Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi obat
Rasional: Pilihan terapi untuk mengontrol pola nafas

3). Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi perfusi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan ventilasi dan


oksigenasi pada jaringan adekuat
Kriteria Hasil :
(1) Oksigenasi yang adekuat
(2) Bebas dari tanda-tanda distress pernafasan
(3) Mendemonstrasikan batuk efektif
(4) Mampu bernafas dengan mudah
Rencana tindakan :
(1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Rasional: TTV dalam batas
normal
(2) Monitor respirasi dan status O2 Rasional: TTV dalam batas normal
(3) Auskultasi suara nafas Rasional: suara nafas vesikuler
(4) Lakukan suction Rasional: Agar sesak berkurang
4). Resiko cedera berhubungan dengan kurangnya kesadaran gerakan tonik atau klonik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi cedera atau
komplikasi

Kriteria hasil :
a. Terbebas dari cedera
b. Tidak ada perlukaan, kesadaran composmentis
c. Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah injury/cedera
d. Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan/perilaku personal
Rencana tindakan :
a. Kaji sifat dan penyebab timbulnya kejang
Rasional: untuk mengetahui faktor-faktor resiko kejang,
b. Pasang side rail tempat tidur
Rasional: klien terbebas dari cedera.
c. Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
Rasional: klien dapat tidur dengan nyaman.
d. Anjurkan keluarga untuk menemani pasien
Rasional: agar klien aman dan terjaga
DAFTAR PUSTAKA

Ayu, Inda Eny, Winda Irwanti & Mulyanti. 2015. Kompres Air Hangat pada Daerah
Aksila dan Dahi Terhadap Penurunan Suhu Tubuh pada Pasien Demam di PKU
Muhammadiyah Kutoarjo. Vol. 3 No. 1 ISSN: 2354-7642
Bulan A. 2013 Faktor risiko
Bulechek, G. M. et al. (2013) Nursing Intervension Classification (NIC). 6th edn. Jakarta :
Elsevier.
Gunawan, Prastiya Indra & Darto Saharso. 2012. Faktor Risiko Kejang Demam Berulang
Pada Anak. Vol. 46 No. 2
Herdman, T . H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi
2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.
Hutahean, (2010). Konsep dan dokumentasi peroses keperawatan. Jakarta : Trans Info Media
KEMENKES RI, 2011, Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyrakat. Jakarta :
kemenkes
Lestari Titik. 2016. Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika
Nanda. (2015) Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 editor T
Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai