Anda di halaman 1dari 19

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN
1.1. Tinjauan Teori
1.1.1. Definisi
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi.
Suhu badan ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial (Lumbantobing, 2010).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu mencapai >38 derajat Celcius). Kejang demam dapat terjadi
karena proses intrakranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-
4% populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi,
NANDA NIC-NOC, 2013).
Menurut Marvin A. Fishman (2007), kejang demam terjadi pada 2-4%
anak usia di bawah 6tahun. Kriteria diagnostik mencakup: kejang pertama yang
dialami oleh anak berkaitan dengan suhu yang lebih tinggi dari pada 38°C; anak
berusia kurang dari 6tahun; tidak ada tanda infeksi atau peradangan susunan
saraf pusat; anak tidak menderita gangguan metabolik sistemik akut. Kejang
demam bersifat dependen-usia, biasanya terjadi pada anak berusia antara 9 dan
20 bulan; kejang jarang dimulai sebelum usia 6 bulan.
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi
bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan
neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar
4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya
sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak
yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5
tahun. (Dona L.Wong, 2008)
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan
suhu tubuh suhu rektal di atas 38°C. (Riyadi dan Sujono, 2009)
1.1.2. Etiologi
Menurut Randle John (1999) kejang demam dapat disebabkan oleh:
a) Demam tinggi. Demam dapat disebabkan oleh karena tonsilitis,
faringitis, otitis media, gastroentritis, bronkitis, bronchopneumonia,
morbili, varisela,demam berdarah, dan lain-lain.
b) Efek produk toksik dari mikroorganisme (kuman dan otak) terhadap
otak.
c) Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.
d) Perubahan cairan dan elektrolit.

1
Faktor predispisisi kejang deman, antara lain:
1. Riwayat keluarga dengan kejang biasanya positif, mencapai 60%
kasus. Diturunkan secara dominan, tapi gejala yang muncul tidak
lengkap.
2. Angka kejadian adanya latar belakang kelainan masa pre-natal dan
perinatal tinggi
3. Angka kejadian adanya kelainan neurologis minor sebelumnya juga
tinggi, tapi kelainan neurologis berat biasanya jarang terjadi.

Penyebab kejang demam belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar anak,
tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu tubuh, menjadi faktor
pencetus serangan kejang demam. Biasanya suhu demam lebih dari 38°C dan
terjadi saat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan
suhu yang lama. (Dona L.Wong, 2008). Penyebab kejang mencakup faktor-
faktor perinatal, malformasi otak kogenital, faktor genetik, penyakit infeksi
(ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabolisme, trauma,
neuplasma toksin, sirkulasi, dan penyakit degeneratif sususnan syaraf. Kejang
disebut ideopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya. Kondisi yang
dapat menyebabkan kejang demam antara lain; infeksi yang mengenai
jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis, media akut, bronkitis. (Riyadi
dan sujono, 2009).

1.1.3. Klasifikasi-klasifikasi
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan
dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu; kejang parsial
sederhana dan kejang parsial kompleks.
a) Kejang parsial sederhana, lama kejang 15 menit
Kesadaran tidak terganggu dapat mencakup satu atau dua hal sebagai
berikut;
1. Tanda-tanda motoris; kedutan pada wajah, tangan atau salah satu sisi
tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama
2. Tanda atau gejala otonomik; muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
3. Gejala sematosensoris atau sensoris khusus; mendengar musik, merasa
seakan jatuh dari udara, parestesia
4. Gejala psikik; dejavu, rasa takut, visi panoramik.

2
b) Kejang parsial kompleks, lama kejang > 15 menit
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan
otomatik; mengecap0ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel
yang berulang-ulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat
tanpa otomatisme tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda
A.Sowden, 2011)

1.1.4. Pemeriksaan Penunjang


Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kejang
demam adalah meliputi:
1. Elektro encephalograft (EEG)
a. Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik.
EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan
terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari.
Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang
demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak
dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
a. Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada
bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga
harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6
bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <
200 mq/dl)
b. BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
d. Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
e. Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
f. Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi, pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi

3
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.

1.1.5. Penatalaksanaan Medis


a) Pengobatan
1. Pengobatan fase akut
2. Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam
yang diberikan melalui interavena atau indra vectal.
1. Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
2. Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama
setelah 20 menit.
3. Turunkan panas
1. Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
2. Kompres air PAM / Os
4. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama, walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi
lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya
bila aga gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.
5. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam
dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk
profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3
– 0,5 mg/hgBB/hari.
6. Penanganan sportif
 Bebaskan jalan napas
 Beri zat asam
 Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
 Pertahankan tekanan darah

4
b) Pencegahan
1. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri
diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai d
emam.
2. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikat
3. Dapat digunakan :
Fero barbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
Klonazepam : (indikasi khusus)

1.1.6. Patways
Agen infeksi dehidrasi

Makrofag tubuh kehilangan cairan

Sitokin pirogen

Mempengaruhi penurunan cairan intra dan ektra sel


Hipofisis anterior

demam
Aksi antipiretik
hipertermi

Peningkatan evaporasi kejang demam

Meningkatnya ph berkurang Gg. Rasa nyaman


Metabolism tubuh

Resiko deficit
Kelemahan anoreksia rewel
volume cairan

Intolerasi aktivitas input makanan kecemasan


Berkurang

Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh

5
1.2 Tinjauan Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan
menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien
tersebut.
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa
dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data
akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang
meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data
didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain,
Catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan
data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi,
perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data
yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru
maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku,
masalah dan surat kabar).
a) Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
1. Data Subjektif
1. Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.Biodata orang
tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak
meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, alamat
2. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang
ditanyakan :
Apakah betul ada kejang ?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan
menirukan gerakan kejang si anak
Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang,
maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam
terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan
demam.

6
3. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya
pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF,
ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan
apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur
berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ? Apakah ada
riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-
lain.
5. Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 %
penderita kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah
anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya ?
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA,
diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan
terjadinya kejang demam.
6. Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu
dikaji siapakah yanh mengasuh anak ? Bagaimana hubungan
dengan anggota keluarga dan teman sebayanya ?
7. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Anamnesa
8. Aktivitas atau Istirahat
9. Keletihan, kelemahan umum
10. Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain
11. Sirkulasi
12. Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis
13. Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan
nadi dan pernafasan
14. Intergritas Ego
15. Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan
dan atau penanganan
16. Eliminasi
17. Inkontinensia epirodik

7
18. Makanan atau cairan
Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang
19. Neurosensori
Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pingsan, pusing
riwayat trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal
b) Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan
darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan
didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali
normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
c) Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk kepala?
Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar
cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum ?.
2. Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien
dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan
seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada
pasien
3. Muka atau Wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila
anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah
tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus
cranial ?
4. Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
5. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi
seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari
telinga, berkurangnya pendengaran.
6. Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ?
Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?

8
7. Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah?
Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi
8. Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring,
cairan eksudat ?
9. Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah
pembesaran vena jugulans?
10. Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale ? Pada
auskultasi, adakah suara napas tambahan
11. Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi
tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
12. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana
turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah
pembesaran lien dan hepar ?
13. Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah
terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
14. Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
Bagaimana suhunya pada daerah akral ?

9
SDKI DIAGNOSA I

Termoregulasi Tidak Efektif D.0149


Definisi : Kegagagalan mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal
Gejala dan Tanda Mayor Penyebab
 Subjektif 1. Stimulasi pusat
-Tidak tersedia mempertahankan suhu tubuh
 Obyektif dalam rentang normal
1. Kulit dingin/hangat 2. Fluktuasi suhu lingkungan
2. Menggigil 3. Proses penyakit
3. Suhu tubuh fluktuatif 4. Proses penuaan
5. Dehidrasi
Gejala dan Tanda Minor 6. Ketidaksesuaian pakaian untuk

 Subjektif suhu lingkungan

-Tidak tersedia 7. Peningkatan kebutuhan oksigen

 Objektif 8. Perubahan laju metabolism

1. Piloereksi <3detik 9. Suhu lingkungan ekstrem

2. Tekanan darah meningkat 10. Ketidakadekuatan suplai lemak

3. Pucat subkutan

4. Frekuensi napas meiningkat 11. Berat badan ekstrem

5. Takikardia 12. Efek agen farmakologis

6. Kejang Kondisi Klinis Terkait

7. Kulit kemerahan 1. Cedera medulla spinalis

8. Dasar kuku sianotik 2. Infeksi/sepsis


3. Pembedahan
4. Cedera otak akut
5. Trauma

10
SDKI DIAGNOSA II

Hipertermia D.0130
Definisi : Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh
Gejala dan Tanda Mayor Penyebab
 Subjektif 1. Dehidrasi
- Tidak tersedia 2. Terpapar lingkungan panas
 Obyektif 3. Proses penyakit
1. Suhu tubuh diatas nilai 4. Ketidaksesuaian pakaian
normal dengan suhu lingkungan
5. Peningkatan laju metabolisme
Gejala dan Tanda Minor 6. Respon trauma

 Subjektif 7. Aktivitas berlebihan

- Tidak tersedia 8. Penggunaan incubator

 Objektif
1. Kulit merah Kondisi Klinis Terkait

2. Kejang 1. Proses infeksi

3. Takikardi 2. Hipertiroid

4. Takipnea 3. Stroke

5. Kulit terasa hangat 4. Dehidrasi


5. Trauma
6. Prematuritas

11
SLKI DIAGNOSA I

SKLI : Termoregulasi L.14134

Definisi : Pengaturan suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal

Ekspetasi : Membaik

Kriteria Hasil

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


Menigkat Menurun

Menggigil 1 2 3 4 5

Kulit merah 1 2 3 4 5

Kejang 1 2 3 4 5

Akrosianosis 1 2 3 4 5

Konsumsi oksigen 1 2 3 4 5

Piloereksi 1 2 3 4 5

Vasokonstriksi 1 2 3 4 5
perifer

Kutis memorata 1 2 3 4 5

Pucat 1 2 3 4 5

Takikardi 1 2 3 4 5

Takipnea 1 2 3 4 5

Bradikardi 1 2 3 4 5

Dasar kuku 1 2 3 4 5
sianolik

Hipoksia 1 2 3 4 5

Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik


Memburuk Membaik

Suhu tubuh 1 2 3 4 5

12
Suhu kulit 1 2 3 4 5

Kadar glukosa 1 2 3 4 5
darah

Pengisian kapiler 1 2 3 4 5

Ventilasi 1 2 3 4 5

Tekanan darah 1 2 3 4 5

SLKI DIAGNOSA II

SKLI : Status Nutrisi L.03030

Definisi : Keadekuatan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

Ekspetasi : Membaik

Kriteria Hasil

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


Meningkat
Menurun

Porsi makanan 1 2 3 4 5
yang dihabiskan

Kekuatan otot 1 2 3 4 5
penguyah

Kekuatan otot 1 2 3 4 5
menelan

Serum albumin 1 2 3 4 5

Verbalisasi 1 2 3 4 5
keinginan untuk
meningkatkan
nutrisi

Pengetahuan 1 2 3 4 5
tentang pilihan

13
makanan yang
sehat

Pengetahuan 1 2 3 4 5
tentang pilihan
minuman yang
sehat

Pengetahuan 1 2 3 4 5
tentang standart
asupan nutrisi yang
tepat

Penyiapan dan 1 2 3 4 5
penyimpanan
makanan yang
aman

Penyiapan dan 1 2 3 4 5
penyimpanan
minuman yang
aman

Sikap terhadap 1 2 3 4 5
makanan/minuman
sesuai dengan
tujuan kesehatan

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


Menigkat Menurun

Perasaan cepat 1 2 3 4 5
kenyang

Nyeri abdomen 1 2 3 4 5

Sariawan 1 2 3 4 5

Rambut rontok 1 2 3 4 5

Diare 1 2 3 4 5

14
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik

Berat badan 1 2 3 4 5

Indeks masa tubuh 1 2 3 4 5

Frekuensi makan 1 2 3 4 5

Nafsu makan 1 2 3 4 5

Bising usus 1 2 3 4 5

Tebal lipatan kulit 1 2 3 4 5


trisep

Membrane mukosa 1 2 3 4 5

15
SIKI DIAGNOSA I

Regulasi Temperatur (1.14578)

Definisi : Mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal

 Tindakan Observasi  Tindakan Terapeutik


1. Monitor suhu bayi sampai stabil 1. Pasang alat pemantau suhu kontinu
2. Monitor suhu tubuh anak tiap dua jika perlu
jam jika perlu 2. Tingkatkan asupan cairan dan
3. Monitor tekana darah, frekuensi nutrisi adekuat
oernapasan dan nadi 3. Bodong bayi segera setelah lahir
4. Monitor warna dan suhu kulit untuk mencegah kehilangan oanas
5. Monitor dan cata tanda dan gejala 4. Masukan bayi BBLR ke dalam
hipotermia atau hipertermia plastic segera setelah lahir
 Tindakan Edukasi 5. Gunakan topi bayi untuk mencegah
1. Jelaskan cara oencegahan heat kehilangan panas pada bayi
exhaustion dan heat stroke 6. Tempatkan bayi baru lahir di
2. Jelaskan cara oencegahan bawah radieant warmer
hipotermi karena terpapar udara 7. Pertahankan kelembaban incubator
dingin 8. Atur suhu incubator sesuai
3. Demonstrasikan teknik perawatan kebutuhan
metode kangguru untuk bayi BBLR 9. Hangatkan terlebih dahulou bahan
yang akan kontak dengan bayi
10. Hindari meletakan bayi din dekat
area aliran pendingin ruangan
11. Gunakan matras penghangat,
selimut hangan dan penghangat
ruangan untuk menaikan suhu
tubuh jika perlu
12. Gunakan kasur pendingin untuk
menurunkan suhu tubuh
13. Sesuaikan suhu lingkungan dengan
kebutuhan pasien
 Tindakan Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antipiretik
jika perlu

16
SIKI DIAGNOSA II

Manajemen Hipertermia (1.15506)


Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola peningkatan suhu tubuh akibat disfungsi
termoregulasi
 Tindakan Observasi  Tindakan Terapeutik
1. Identifikasi penyebab hipertermia 1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Mnitor suhu tubuh 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Monitor kadar elektrolit 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Monitor haluaran urine 4. Berikan cairan oral
5. Monitor komplikasi akibat 5. Hanti linen setiap hari atau lebih
hipertermia sering jika mengalami
 Tindakan Edukasi hyperhidrosis
1. Anjurkan tirah baring 6. Lakukan pendinginan eksternal
7. Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
8. Berikan oksigen jika perlu
 Tindakan Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena jika perlu

17
, dan Praktik, ed 7.alih bahasa, pamilih Eko Karyuni.Jakarta:EGC.
Bulechek. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC). Edisi 6. Yogyakarta :
Mocomedia

Moorhead. 2016. Nursing Outcome Classification (NOC). Edisi 5. Yogyakarta :


Mocomedia

18
19

Anda mungkin juga menyukai