Anda di halaman 1dari 35

Laporan Pendahuluan

1 Definisi Kejang Demam

1 Kejang Demam adalah kejang pada anak sekitar usia 6 bulan sampai 6

tahun yang terjadi saat demam yang tidak terkait dengan kelainan

intrakranial, gangguan metabolik, atau riwayat kejang tanpa demam

(American Academy of Pediatrics, 2008).

2. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat suhu

tubuh meningkat lebih dari 38,5ºC disebabkan oleh proses ekstra

kranial (Arif Mansjoer, 2007).

3. Menurut Consensus Statement on Febrile Siezures (2004) Kejang

demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya

terjadi antara umur 3 bulan sampai 5 tahun berhubungan dengan

demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intra cranial atau

penyebab tertentu (Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002).

2. Klasifikasi

Menurut Ngastiyah (Keperawatan Anak Sakit,2005) kejang demam dibagi

menjadi dua, yaitu kejang demam sederhana (KDS) dan kejng demam

kompleks (KDK). Berikut adalah kriterianya:

1. Kejang Demam Sederhana (KDS)

Dengan kriteria sebagai berikut:

a) Terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 4 tahun.

b) Lama kejang tidak lebih dari 15 menit.

c) Kejang bersifat umum.

71
2

d) Kejang terjadi 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

e) ECG normal satu minggu setelah kejang.

f) Pemeriksaan saraf setelah sebelum dan sesudah kejang normal.

g) Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak lebih dari empat

kali.

2. Kejang Demam Kompleks (KDK)

Dengan kriteria sebagai berikut:

a) Lama kejang lebih dari 15 menit.

b) Frekuensi kejang lebih dari satu kali dalam 24 jam.

c) Anak mempunyai kelainan neurologis atau riwayat kejang demam

sebelumnya.

d) Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun lebih dari empat kali.

3. Etiologi

1. Menurut Ngastiyah (Perawatan Anak Sakit,2005) Faktor penyebab

kejang demam antara lain:

a) Riwayat kejang tanpa demam dalam keluarga.

b) Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak

menderita kejang demam.

c) Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

d) Anak dengan ambang kejang rendah.

2. Menurut Arif Mansjoer (Kapita Selekta Kedokteran, 2007) kejang

demam bisa timbul sebagai akibat dari:


3

a) Demam tinggi yang disebabkan infeksi saluran pernafasan atas,

pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.

b) Riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung.

c) Perkembangan terlambat.

d) Problem pada masa neonatus.

e) Anak dalam perawatan khusus.

f) Anak dengan kadar Natrium (Na) rendah.

g) Riwayat keluarga dengan epilepsi.

4 Manifestasi Klinis

Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam,

berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-

klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti

sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak

tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan

saraf.

Kriteria Livingstone dipakai sebagai pedoman membuat diagnosis

kejang demam sederhana. Kriterianya antara lain:

1) Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.

2) Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit.

3) Kejang bersifat umum.

4) Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

5) Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.


4

6) Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu

normal tidak menunjukkan kelainan.

7) Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat

kali.Ngastiyah (Perawatan Anak Sakit, 2005 )


5

4 Patofisiologi

1. Pathway Kejang Demam (Ngatasiyah: Perawatan Anak Sakit,2005)

Infeksi bakteri Rangsangan mekanik dan biokimia


Virus dan parasit gangguan keseimbangan cairan&eletrolit

Reaksi inflamsi Perubahan konsentrasi ion


di ruang ekstraseluler
Proses demam
Ketidak seimbangan kelainan neuroligis
Hipertermi potensial membran perinatal/prenatal
ATP ASE
Resiko tinggi terjadinya
Kejang berulang Difusi Na+ dan K+

Pengobtan perawat
Kondisi,prognosis,lanjut Kejang Resiko cedera
Dan diit

Kurang informasi,kondisi kurang dari lebih dari 15 menit


Prognosis/pengobatan 15 menit
Dan perawatan

Kurang pengetahuan/ Tidak menimbulkan perubahan suplay


Penatalaksanan kejang/ Cemas gejala sisa Darah ke otak
Resiko kerusakan sel
Neurom otak
Cemas

Perfusi jaringan cerebral tidak efektif

Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas Resiko kerusakan nervus


saraf 1:olfaktorius

Gambar 1 Patofisiologi
6

5. Uraian

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1ºC dapat mengakibatkan

kenaikan metabolisme basal sebesar 10%-15% dan kebutuhan oksigen

meningkat 20%. Hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya

perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu

yang singkat akan terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium

melalui membran tadi. Peristiwa tersebut mengakibatkan lepasnya

muatan listrik, pelepasan muatan listrik ini begitu besar hingga dapat

meluas ke seluruh sel maupun membran sel di sekitarnya dengan

bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang (Ngastiyah,2005).

Hyperthermia terjadi karena reaksi inflamasi akibat bakteri, virus dan

parasit yang mengacaukan thermostat. Resiko ketidakefektifan

bersihan jalan nafas terjadi sebagai akibat dari kerusakan

neuromuscular dan obstruksi tracheobronchial akibat kejang. Pada

keluarga pasien kemungkinan akan terjadi kurang pengetahuan dan

kecemasan karena kurangnya informasi atau miss-interpretasi. Resiko

cedera bisa timbul akibat kelemahan atau perubahan kesadaran

(kejang). Sedangkan pada pasien kemungkinan akan terjadi resiko

gangguan konsep diri (harga diri rendah) di kemudan hari karena

persepsi yang salah dan tidak terkendali.


7

6. Penatalaksanaan

1. Menurut Arif Mansjoer (Kapita Selekta Kedokteran,2007)

1) Pengobatan fase akut

a) Sering kali kejang berhenti dengan sendirinya, pada waktu kejang

pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah dan muntahan.

b) Jalan nafas dibebaskan agar oksigenasi terjamin.

c) Observasi tanda-tanda vital dan fungsi jantung.

d) Suhu tubuh yang tinggi dapat diturunkan dengan kompres air dingin

dan pemberian antipiretik.

e) Pemberian obat untuk menghentikan kejang secara cepat adalah

dengan diazepam yang diberikan secara intravena atau intrarectal.

Dosis untuk pemberian intravena yaitu 0,3mg-0,5mg tiap kg BB

dengan kecepatan 1mg – 2mg per menit dengan dosis maksimal

20mg. Sedangkan dosis untuk pemberian intrarectal yaitu 5mg (BB

< 10kg) atau 10mg (BB >10kg), bila kejang tidak berhenti dapat

diulang selang waktu lima menit kemudian.

2) Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan cerebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan meningitis.

3) Pengobatan profilaksis

Ada dua pengobatan profilaksis yaitu pengobatan profilaksis intermitten

dan pengobatan profilaksis terus menerus dengan anti konvulsi setiap

hari.
8

a) Pengobatan profilaksis intermitten

Bisa menggunakan diazepam dengan dosis 0,3mg-0,5mg/kg BB/hari

dibagi dalam tiga dosis saat pasien demam dengan cara intravena.

b) Pengobatan profilaksis terus menerus

Bisa menggunakan fenobarbital dengan dosis 4mg-5mg/kg BB/hari

dibagi dalam dua dosis.

2. Menurut Ngastiyah (Perawatan Anak Sakit, 2005)

1) Memberantas kejang secepat mungkin

Obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan secara intravena

dengan dosis sesuai dengan berat badan yaitu apabila berat badan

kurang dari 10kg maka diberikan 0,5mg-0,75mg/kg BB/hari, dan

apabila berat badan diatas 20kg diberikan 0,5mg/kg BB/hari.

2) Pengobatan penunjang

a) Semua pakaian ketat dibuka.

b) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi.

c) Bebaskan jalan nafas.

d) Berikan oksigen dan lakukan suction secara teratur.

3) Memberikan pengobatan rumat

Setelah kejang dapat diatasi harus segera disusul dengan pengobatan

rumat, yaitu dengan pemberian anti-epileptik dengan jangka kerja yang

lebih lama, misalnya fenobarbital atau definil hidantoin.


9

4) Mencari dan mengobati penyebab

Secara akademis pasien yang dating dengan kejang demam pertama kali

sebaiknya dilakukan pemeriksaan fungsi lumbal, darah lengkap, gula

darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium dan faal hati.

7. Konsep Anak

7.1 Pengertian Anak

UU RI No. 23 TH 2002 (tentang perlindungan anak) pasal 1

yaitu,”Anak adalah seseorang sebelum usia 18 tahun, termasuk anak yang

masih dalam kandungan”. Anak adalah sejak terjadinya konsepsi sampai

usia 18 tahun World Health Organitation (WHO). Menurut UU RI No. IV

tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, disebutkan bahwa anak adalah

seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah.

Keperawatan Anak yaitu suatu praktek keperawatan yang

menekankan pada status kesehatan anak (bayi-remaja) Tujuan

keperawatan anak ialah membantu anak sehat/sakit untuk mencapai derajat

kesehatan yang optimal sesuai tingkat perkembangan yang berorientasi

pada tindakan promotif dan preventifyang berfokus pada pendekatan anak

dan keluarga serta pemberian asuhan keperawatan.

7.2 Kedudukan Anak di Indonesia

Di Indonesia anak dipandang sebagai pewaris keluarga, yaitu penerus

keluarga yang kelak akan melanjutkan nilai-nilai dari keluarga serta

dianggap sebagai seseorang yang bisa memberikan perawatan dan

perlindungan ketika kedua orang tua sudah berada pada tahap lanjut usia
10

(jaminan hari tua). Anak masih dianggap sebagai sumber tenaga murah

yang dapat membantu ekonomi keluarga. Keberadaan anak dididik

menjadi pribadi yang mandiri.

7.3 Filosofi Keperawatan Anak

Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada anak harus

memahami bahwa semua asuhan keperawatan anak harus berpusat pada

keluarga dan mencegah terjadinya trauma. Perawatan yang berfokus pada

keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan anak karena anak

merupakan bagian dari anggota keluarga, sehingga kehidupan anak dapat

ditentukan oleh lingkungan keluarga. Untuk itu, keperawatan anak harus

mengenal keluarga sebagai tempat tinggal atau sebagai konstanta tetap

dalam kehidupan anak yang dapat mempengaruhi status kesehatan anak.

Sedangkan mencegah trauma adalah semua tindakan keperawatan yang

ditujukan kepada anak agar tidak menimbulkan trauma pada anak dan

keluarga, dengan memperhatikan dampak dari setiap tindakan yg

diberikan. Prinsip daripendegahan trauma adalah menurunkan dan

mencegah dampak perpisahan dari keluarga, meningkatkan kemampuan

orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak, mencegah dan

mengurangi cedera dan dampak psikologisnya, serta tidak melakukan

kekerasan pada anak dan modifikasi lingkungan fisik.


11

7.4 Prinsip Keperawatan Anak

Dalam keperawatan anak, perawat harus mengetahui bahwa prinsip

keperawatan anak adalah :

1. Anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik,

dimana tidak boleh memandang anak dari ukuran fisik saja melainkan

anak sebagai individu yang unik yang mempunyai pola pertumbuhan

dan perkembangan menuju proses kematangan.

2. Anak sebagai individu unik & mempunyai kebutuhan sesuai tahap

perkembangan. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisiologis

(seperti nutrisi, dan cairan, aktivitas, eliminasi, istirahat, tidur dan

lain-lain), kebutuhan psikologis, sosial dan spritual.

3. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada pencegahan dan

peningkatan derajat kesehatan, bukan mengobati anak sakit.

4. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus

pada kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung jawab secara

komprehensif dalam memberikan askep anak. Anak dikatakan

sejahtera jika anak tidak merasakan ganggguan psikologis, seperti rasa

cemas, takut atau lainnya, dimana upaya ini tidak terlepas juga dari

peran keluarga.

5. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan

keluarga untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi dan

meningkatkan kesejahteran dengan menggunakan proses keperawatan

yang sesuai dengan moral (etik) & aspek hukum (legal). Sebagai

bagian dai keluarga anak harus dilibatkan dalam pelayanan


12

keperawatan, dalam hal ini harus terjadi kesepakatan antara keluarga,

anak dan tim kesehatan.

6. Tujuan keperawatan anak dan remaja adalah untuk meningkatkan

maturasi/kematangan ang sehat bagi anak dan remaja sebagai makhluk

biopsikososial dan spritual dalam kontek keluarga dan masyarakat.

7. Berfokus pada pertumbuhan & perkembangan sebab ilmu tumbuh

kembang ini akan mempelajari aspek kehidupan anak.

7.5 Paradigma Keperawatan Anak

1. Manusia ( Anak )

Dalam keperawatan anak yang menjadi individu (klien) adalah

anak,anak diartikan sebagai seseorang yang berusia kurang dari

delapan belas tahun dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan

khusus baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spritual. Masa anak

merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulasi dari

bayi (0-1 tahun), usia bermain/ todler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5

tahun), usia sekolah (5-11 tahun), remaja (11-18 tahun). Proses

fisiologis juga mengalami perbedaan, kemampuan anak dalam

membentuk zat penangkal anti peradarangan belum sempurna

sehingga daya tahan tubuhnya masih rentan dan mudah terserang

penyakit. Pada aspek kognitif, kemampuan berfikir anak serta

tanggapan terhadap pengalaman masa lalu sangat berbeda dari orang

dewasa, pengalaman yang tidak menyenangkan selama di rawat akan

di rekam sebagai suatu trauma, sehingga pelayanan keperawatan harus

meminimalisasi dampak traumatis anak.


13

2. Konsep Sehat Sakit

Menurut World Health Organitation (WHO), sehat adalah keadaan

keseimbangan yang sempurna baik fisik, mental, sosial, dan tidak

semata-mata hanya bebas dari penyakit atau cacat. Konsep sehat dan

sakit merupakan suatu spektrum yang lebar dan setiap waktu

kesehatan seseorang bergeser dalam spektrum sesuai dengan hasil

interaksi yang terjadi dengan kekuatan yang mengganggunya.

3. Lingkungan

Lingkungan berpengaruh terhadap terjadinya suatu kondisi sehat

maupun sakit serta status kesehatan. Faktor-faktor lingkungan yang

mempengaruhi kesehatan berupa lingkungan Internal dan lingkungan

external . Lingkungan internal yang mempengaruhi kesehatan seperti

tahap perkembangan, latar belakang intelektual, persepsi terhadap

fungsi fisik, faktor emosional, dan spiritual. Sedangkan lingkungan

eksternal yang mempengaruhi status kesehatan antara lain keluarga,

sosial ekonomi, budaya.

4. Keperawatan

Merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang komprehensif

meliputi biologi, psikologis, social dan spiritual yang ditujukan pada

individu, keluarga, masyarakat dan kelompok khusus yang

mengutamakan pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif

yang diberikan dalam kondisi sehat maupun sakit. Anak sebagai

individu maupun salah satu anggota keluarga merupakan sasaran

dalam pelayanan keperawatan Sehingga perawat sebagai pemberi


14

asuhan keperawatan harus memandang anak sebagai individu yang

unik yang memiliki kebutuhan tersendiri sesuai dengan pertumbuhan

dan perkembangannya.

7.6 Peran Perawat Dalam Keperawatan Anak

1. Pemberi perawatan

Merupakan peran utama perawat yaitu memberikan pelayanan

keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat

sesuai dengan masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat

sederhana sampai yang kompleks. Contoh peran perawat sebagai

pemberi perawatan adalah peran ketika perawat memenuhi kebutuhan

dasar seperti memberi makan, membantu pasien melakukan ambulasi

dini.

2. Sebagai Advokat keluarga

Sebagai client advocate, perawat bertanggung jawab untuk membantu

klien dan keluarga dalam mengintepretasikan informasi dari berbagai

pemberi pelayanan dan informasi yang diperlukan untuk mengambil

persetujuan (inform concent) atas tindakan keperawatan yang

diberikan kepadanya. Peran perawat sebagai advocate keluarga dapat

ditunjukkan dengan memberikan penjelasan tentang prosedur operasi

yang akan di lakukan sebelum pasien melakukan operasi.

3. Pendidik

Perawat bertanggung jawab dalam hal pendidikan dan pengajaran

ilmu keperawatan kepada klien, tenaga keperawatan maupun tenaga


15

kesehatan lainya. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam

keperawatan adalah aspek pendidikan, karena perubahan tingkah laku

merupakan salah satu sasaran dari pelayanan keperawatan. Perawat

harus bisa berperan sebagai pendidik bagi individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat. Memberi penyuluhan kesehatan tentang

penanganan diare merupakan salah satu contoh peran perawat sebagai

pendidik (health educator).

4. Konseling

Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola

interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya perubahan

pola interaksi ini merupakan dasar dalam perencanaan tindakan

keperawatan. Konseling diberikan kepada individu, keluarga dalam

mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman masa

lalu. Pemecahan masalah difokuskan pada masalah keperawatan dan

mengubah perilaku hidup sehat (perubahan pola interaksi).

5. Kolaborasi

Dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga, tim kesehatan lain

berupaya mengidentifikasi pelayanan kesehatan yang diperlukan

termasuk tukar pendapat terhadap pelayanan yang diperlukan klien,

pemberian dukungan, paduan keahlian dan ketrampilan dari berbagai

professional pemberi palayanan kesehatan. Sebagai contoh, perawat

berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat pada

anak dengan nefrotik syndrome. Perawat berkolaborasi dengan dokter


16

untuk menentukan dosis yang tepat untuk memberikan Antibiotik

pada anak yang menderita infeksi.

6. Peneliti

Seorang perawat diharapkan dapat menjadi pembaharu (innovator)

dalam ilmu keperawatan karena ia memiliki kreativitas, inisiatif, cepat

tanggap terhadap rangsangan dari lingkunganya. Kegiatan ini dapat

diperoleh diperoleh melalui penelitian. Penelitian, pada hakekatnya

adalah melakukan evalusai, mengukur kemampuan, menilai, dan

mempertimbangkan sejauh mana efektifitas tindakan yang telah

diberikan. Dengan hasil penelitian, perawat dapat mengerakan orang

lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan kebutuhan,

perkembangan dan aspirasi individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat. Oleh karena itu perawat dituntut untuk selalu mengikuti

perkembangan memanfaatkan media massa atau media informasi lain

dari berbagai sumber. Selain itu perawat perlu melakukan penelitian

dalam rangka mengembagkan ilmu keperawatan dan meningkatkan

praktek profesi keperawatan.

7.7 Lingkup Praktek Keperawatan Anak

Menurut Gartinah (2006), Lingkup praktek keperawatan anak

merupakan batasan asuhan keperawatan yang diberikan pada klien anak

usia 28 hari sampai usia 18 tahun atau BBL (Bayi Baru Lahir) sampai

usia 12 tahun Sedangkan Sularso (2007) memberikan penjelaskan bahwa

asuhan keperawatan anak meliputi tumbang anak yang mencakup asah

(stimulasi mental), asih (kasih sayang), dan asuh (pemenuhan kebutuhan


17

fisik). Dalam memberikan askep pada anak harus berdasarkan kebutuhan

dasar anak yaitu kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan seperti

asuh, asih dan asah.

1. Kebutuhan Asuh

Kebutuhan dasar ini merupakan kebutuhan fisik yang harus dipenuhi

dalam pertumbuhan dan perkembangan. Kebutuhan ini dapat meliputi

kebutuhan akan nutrisi atau gizi, kebutuhan pemberian tindakan

keperawatan dalam meningkatkan dan mencegah terhadap penyakit,

kebutuhan perawatan dan pengobatan apabila anak sakit, kebutuhan

akan tempat atau perlindungan yang layak dan lain-lain.

2. Kebutuhan Asih

Kebutuhan ini berdasarkan adanya pemberian kasih sayang pada anak

atau memperbaiki psikologi anak.

6. Kebutuhan Asah

Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi pada anak,

untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan secara optimal dan

sesuai dengan usia tumbuh kembang.

8 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawataan adalah faktor penting dalam pasien dalam

aspek-aspek pemeliharaan rehabilitatif dan preventif perawat kesehatan

(Doenges, 2009).
18

Proses keperawatan sebagai salah satu pendekatan utama dalam

pemberian asuhan keperawatan, pada dasarnya suatu proses pengambilan

keputusan dan penyelesaian masalah (Nursalam, 2008).

Proses keperawatan merupakan cara yang sistematis yang dilakukan

oleh perawat bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan

keperawatan dengan melakukan pengkajian, menentukan diagnosis,

merencanakan tindakan yang akan dilakukan, melaksanakan tindakan serta

mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan dengan berfokus pasa klien,

berorentasi pada tujuan pada setiap tahap saling terjadi ketergantungan dan

saling berhubungan (Hidayat, 2009).

1) Pengkajian

Pengkajian adalah suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan

data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi

status kesehatan klien (Nursalam, 2008).

Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi:

1) Pengumpulan Data

a) Biodata Pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku atau bangsa,

tanggal MRS, tanggal pengkajian, diagnosa medis, dan nomor

registrasi. Orang tua meliputi nama ayah, usia ayah,agama ayah,

pendidikan ayah, pekerjaan ayah, alamat ayah, nama ibu, usia ibu,

agama ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, alamat ibu. Menurut M.E

Sumijati (2006) biasanya penyakit ini menyerang anak usia antara 6


19

bulan sampai 4 tahun dan lebih sering menyerang anak laki-laki

daripada perempuan.

2) Riwayat Penyakit (Saharso D,2006)

a) Frekuensi Serangan

Kaji riwayat kejang. Apakah penderita mengalami kejang

sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan

berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik

apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan

kejang sering timbul.

b) Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan

Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan

tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah,

muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan

bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah

penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise,

menangis dan sebagainya.

c) Riwayat penyakit sekarang dan yang menyertai

Pada kasus kejang demam pada anak ditemukan keluhan utama kejang

karena panas. Kaji juga apakah ada muntah, diare, truma kepala,

gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal,

kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Ada faktor predisposisi terjadinya kejang demam antara lain trauma

kepala, infeksi dan reaksi terhadap imunisasi. Selain itu kejang


20

demam juga bias muncul akibat hiperthermi (Saharso D, 2006).

3) Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami

infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per

vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama

hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan

tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain.

Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau

menetek, dan kejang-kejang (Saharso D, 2006).

4) Riwayat Imunisasi

Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta

umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya

setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang

dapat menimbulkan kejang.

5) Riwayat Perkembangan

Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi:

a) Personal Sosial (kepribadian/tingkah laku sosial)

Berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan

berinteraksi dengan lingkungannya. Kaji kemampuan kognitif anak

dan temperamen anak.

b) Gerakan Motorik Halus

Berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu,

melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja

dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang


21

cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.

c) Gerakan Motorik Kasar

Berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

d) Bahasa

Kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah

dan berbicara spontan.

6) Riwayat Kesehatan Keluarga.

25% - 50% kejang demam mempunyai faktor keturunan adanya faktor

keluarga yang menderita kejang demam, penyakit saraf atau penyakit

lainnya (Saharso D, 2006).

7) Riwayat Sosial

Kaji status sosial keluarga, sumber ekonomi keluarga, respon keluarga

dan pola perawatan anak sehari-hari.

8) Pola Kebiasaan dan Fungsi Kesehatan

Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit. Pola kebiasaan dan fungsi

ini meliputi:

a) Pola Persepsi dan Tatalaksanaan Hidup Sehat

Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang

kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan

tindakan medis. Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang

diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada

anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan

pertama.
22

b) Pola Nutrisi

Penderita akan sensitif terhadap makanan yang memicu kejang,

adanya hiperplasi ginggiva sebagai akibat efek samping dilantin.

c) Pola Eliminasi

(1) BAK

Ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis

ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apa terdapat darah dalam

urin. Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.

Peningkatan tekanan bladder dan tonus springter akan terjadi pada

fase ictal.

(2) BAB

Penderita kejang demam akan mengalami inkontinensia.

d) Pola Aktivitas dan Latihan

Terjadi kelemahan umum, perubahan tonus otot dan pembatasan

aktivitas.

e) Pola Tidur/Istirahat

Kaji waktu tidur penderita, lama tidur, kualitas tidur dan kebiasaan

sebelum tidur.

9) Pemeriksaan Fisik

a) Pemeriksaan Umum (Corry S, 2008)

Akan terjadi penurunan kesadaran. Terjadi peningkatan nadi, respirasi,

tekanan darah dan suhu.


23

b) Pemeriksaan Fisik

2) Kepala

Disproporsi bentuk kepala, ubun-ubun cembung,kejang umum dan

sakit kepala.

3) Rambut

Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.

Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang

jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa

menyebabkan rasa sakit pada pasien.

c) Muka/ Wajah

Paralisis fasialis menyebabkan asimetri pada wajah, sisi yang paresis

tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke

sisi sehat. Kaji adanya tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus

dan juaga ada atau tidaknya gangguan nervus cranial.

d) Mata

Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan

ketajaman penglihatan. Gerakan bola mata dan kelopak mata cepat.

Reflek cahaya turun dan konjunctiva merah.

e) Telinga

Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya

infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,

keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.


24

f) Hidung

Pada fase ictal terdapat pernapasan cuping hidung dan penderita akan

mengalami cyanosis.

g) Mulut

Produksi saliva berlebihan, terjadi vomiting dan cyanosis mukosa

mulut.

h) Tenggorokan

Kaji tanda-tanda peradangan tonsil, tanda-tanda infeksi faring dan

cairan eksudat.

i) Leher

Terjadi kaku kuduk pada tetanus. Kaji juga pembesaran kelenjar tiroid

dan pembesaran vena jugularis.

j) Thorax

Saat serangan kejang berlangsung terdapat retraksi intercosta dan

penurunan pergerakan pernafasan. Pada fase post-ictal ditemukan pola

nafas dalam dan lambat serta apnea.

k) Jantung

Kaji keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya. Kaji adanya bunyi

tambahan, bradicardi atau tachycardia.

l) Abdomen

Pada fase ictal Terjadi peningkatan bladder dan tonus otot splingter.,

peristaltik usus akan meningkat dan perlahan akan kembali normal

beberapa saat setelah serangan terjadi.


25

m)Kulit

Kaji turgor kulit, kelembapan dan oedema.

n) Ekstremitas

Kejang pada ekstremitas atas dan bawah dan cyanosis pada jari tangan

dan kaki. Terjadi kelemahan otot pada fase post-ictal.

o) Genetalia

Kaji oedema, secret dan tanda-tanda infeksi.

3. Pemeriksaan Penunjang

Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya

meliputi :

a) Darah

1) Glukosa Darah

Hipoglikemia merupakan faktor predisposisi kejang (N < 200

mq/dl)

2) BUN

Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan

indikasi neprotocsic akibat dari pemberian obat.

3) Elektrolit (K, Na)

Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang.

Kalium (Normal = 3,80-5,00 meq/dl) dan Natrium (Normal = 135-

144 meq/dl)

b) Cairan Cerebro Spinal

Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS, tanda infeksi, pendarahan

penyebab kejang.
26

c) Skull Ray

Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi

pada otak.

d) Transiluminasi

Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan ubun-ubun besar masih

terbuka (di bawah dua tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus

untuk transiluminasi kepala.

e) EEG

Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang

utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

f) CT Scan

Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral

oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.

2.1 Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan

menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang

relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan

dan keperawatan pasien.

Data yang ada kemudian dikumpulkan dan dikelompokkan sesuai

masalahnya untuk kemudian dianalisa sehingga menghasilkan suatu

kesimpulan berupa masalah keperawatan yang pada akhirnya menjadi

diagnosa keperawatan. (Santosa. NI, 2007).


27

2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti

tentang masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan

atau diubah melalui tindakan keperawatan.

Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :

1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan perubahan

suplai darah ke otak.

2. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi.

3. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas

berhubungan dengan kerusakan neuromuscular (saraf kranial

olfaktorius) dan obstruksi tracheobronchial.

4. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan


keterbatasan informasi.
5. Resiko cedera berhubungan dengan kelemahan, perubahan

kesadaran.

6. Resiko tinggi terjadinya kejang berulang berhubungan

dengan peningkatan suhu.

2.3.4 Intervensi

Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan,

bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan

tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan

keperawatan (Santosa. NI, 2007).

1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan perubahan

suplai darah ke otak.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24jam


28

perfusi jaringan cerebral kembali efektif.

Kriteria Hasil: Tingkat kesadaran composmentis, nadi dalam batas

normal (80-90×/menit), suhu tubuh normal (36,5ºC-37,5ºC) tekanan

darah dalam batas normal (80-100/60 mmHg), Respiratory Rate (RR)

dalam batas normal (20-30×/menit), tidak ada tanda-tanda

peningkatan tekanan intra-kranial seperti nyeri kepala, muntah dan

penurunan kesadaran.

Rencana Tindakan dan Rasional:

a) Kaji tingkat kesadaran dengan Glascow Coma Scale (GCS).

Rasional: Tingkat kesadaran merupakan indikator terbaik adanya

perubahan neurologi.

b) Observasi TTV tiap 2 jam.

Rasional: Adanya perubahan tanda vital seperti respirasi

menunjukan kerusakan pada batang otak.

c) Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung. Pertahankan

posisi kepala 30º-45º dengan posisi leher menekuk.

Rasional: Memfasilitasi drainase vena dari otak.

d) Pertahankan kepatenan jalan nafas, suction jika perlu. Berikan

oksigen 100% sebelum suction dan lakukan suction tidak lebih dari

15 detik.

Rasional: Mempertahankan adekuatnya oksigen. Suction dapat

meningkatkan tekanan intra kranial.

e) Berikan obat sesuai program dan monitor efek samping.

Rasional: Mencegah komplikasi lebih dini.


29

2. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24jam

suhu tubuh kembali normal.

Kriteria Hasil: Suhu 36,5ºC-37,5ºC dan klien bebas dari demam.

Rencana Tindakan dan Rasional:

a) Monito temperatur tubuh anaksetiap 1-2 jam atau bila terjadi

perubahan tiba-tiba.

Rasional : Perubhan temperatur tubuh yang tiba-tiba terjadi akibat

kejang.

b) Pelihara lingkungan yang dingin dengan memakai pakaian tipis,

selimut dan pelihara temperatur ruangan antara 22˚ dan 24˚C.

Rasional : Lingkungan yang dingin membatu menurunkan

temperatur tubuh melalui kehilangan panas.

c) Berikan mandi seka air hangat untuk mengurangi demam.

Rasional : Mandi air seka dengan air hangat efektif mendinginkan

tubuh melalui proses konduksi, dengan memindahkan panas tubuh

dan handuk seka karena kontak langsung antara kulit tubuh dengan

handuk seka, maka pans tubuh menurun.

d) Anjurkan klien untuk banyak minum.

Rasional : Mencegah timbulnya dehidrasi.

e) Lakukan kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian antipiretik

dan antibiotik.

Rasional : Antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh dan antibiotik


30

untuk pengobatan infeksi.

3. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan

dengan kerusakan neuromuscular (saraf kranial olfaktorius) dan

obstruksi tracheobronchial.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24jam pola

nafas dapat kembali efektif dengan jalan nafas yang bersih dan

tercegah dari aspirasi.

Kriteria Hasil: RR normal 15-30×/menit dan tidak ada retraksi otot.

Rencana Tindakan dan Rasional:

a) Batasi aktifitas fisik anak, danberikan aktifitas yang diperlukan

saja.

Rasional :Aktifitas anak yang berlebih aanmeningkatkankebutuhan

oksigen danmetabolik serta mengganggu oksigenasi seluler

b) Gunakan tehnikbermain untk latihan pernafasan pada anak yang

muda.

Rasional : Latihan pernafasan pada anak dengan menggunakan

tehnik bermain memperpajang waktu ekspirasi dan meningkatkan

tekana ekspiras.

c) Anjurkan latihan fisik yang memerlikan sedikit energi.

Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurukan konsumsi

oksigen.

d) Anjurkan mempertahankan postur tubuh yang baik.

Rasional : Posturtubuhyang tepat memfasilitasi proses ventilasi.

e) Berikan oksigen sesuia dengan kebutuhan.


31

Rasional : Memberikan oksigen memperbaiki oksigenasi dan

membantu menghilangkan sekret.

4. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan

informasi.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24jam

klien/keluarga dapat mengungkapkan secara verbal stimulasi yang

dapat meningkatkan kejang dan tidak mengalami kebingungan.

Kriteria Hasil : keluarga tidak sering bertanya, keluarga mampu

diikutsertakan dalam proses keperawatan, keluarga dapat mentaati

setiap proses keperawatan.

Rencana Tindakan dan Rasional:

a) Kaji tingkat pengetahuan keluaraga.

Rasional: Mengetahui sejauhmana keluarga pengetahan yang

dimiliki keluarga dankebenaran informasi yan di dapat.

b) Berikan penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang

demam.

Rasional: Penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat

membantu menabah wawasan keluarga.

c) Jelaskan setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan

Rasional: Agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan

perawatan.

d) Jelaskan cara mencegah infeksi.

Rasional: Meningkatkan pengetahuan klien dan mencegah adanya

komplikasi.
32

e) Ajarkan pada keluarga agar memberikan obat anti kejang dan anti

piretik sesuai dengan aturan tim medis.

Rasional: Mencegah salah penggunaan obat.

f) Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertanya.

Rasional: Mencegah kebingungan.

5. Resiko cedera berhubungan dengan kelemahan, perubahan kesadaran.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24jam

secara verbal klien/keluarga dapat mengetahui faktor yang

memungkinkan terjadinya trauma sehingga bias menghindari resiko

cedera.

Kriteria Hasil: Klien terbebas dari trauma saat kejang terjadi.

Rencana Tindakan dan Rasional:

a) Jelaskan faktor predisposisi kejang.

Rasional: Mencegah salah persepsi dan meningkatkan sikap

kooperatif klien.

b) Jaga klien dari trauma dengan memberikan pengamanan pada sisi

tempat tidur.

Rasional: Mencegah trauma (jatuh) saat trjadi kejang.

c) Jaga klien jika terjadi tanda-tanda kejang.

Rasional: Mengetahui sacara dini akan datangnya kejang dan

mencegah adanya trauma.

d) Tetap bersama klien saat fase kejang.

Rasional: Dapat mencegah komplikasi sedini mungkin.


33

6. Resiko tinggi terjadinya kejang berulang berhubungan dengan

peningkatan suhu

Tujuan: setelah dilakukantindakan keperawatan diharapkan tidak akan

terjadi keang

a) Monitor temperatur tubuh anak setiap 1-2 jam terhadap perubahan

temperatur tubuh yang tib-tiba.

Rasional: Perubahan temperatur yang tiba-tiba mungkin

menyebabkan kejang.

b) Berikan seka air hangat jika dibutuhkan untuk mengurangi demam.

Rasional: Mandi seka air hangt mendingikankan permukaan tubuh

melalui konduksi, dengan memindahkan panas tubuhke air dan

handuk seka karena kontak lansung anatara kulit dengan handuk

seka, maka panas tubuh menurun.

c) Hitung frekuensi kejang.

Rasional: Menentukan berapa kali kejang berulang.

d) Kolaborasi pemberian obat (diazepam) sesuai indikasi.

Rasional: Mengurangi kejang.

e) Kolaborasi pemberian obat penurun panas (paracetamol syrup).

Rasinoal: Mengurangi panas.

f) Anjurkan keluarga memantau atau mengawasi kondisi anak.

Rasional: Segera mengetahui perubahan status anak.


34

2.3 Implementasi

Implementasi adalah fase ketika perawat menerapkan perencanaan ke

dalam tindakan (Kozier,2004).

Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan yang

terkait dengan pelaksanaan perencanaan yang telah dibuat dan memacu

pada rencana keperawatan yang telah dibuat. Perawat bertanggung jawab

dalam pelaksanaan rencana keperawatan dengan melibatkan pasien dan

keluarga serta anggota tim keperawatan dan kesehatan yang lain (Maryam

Siti R, 2007).

Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat

bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan, perlu

diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien (Santosa.NI, 2006).

2.4 Evaluasi

Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan

data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan

pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah

evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah

selanjutnya (Santosa.NI,2006).
35

Anda mungkin juga menyukai