Anda di halaman 1dari 15

1.

Definisi
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari
aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan (Betz &
Sowden, 2009).
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal diatas 380 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi
otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan
renjatan berupa kejang.

2. Etiologi

Menurut Lumbantobing (2008), faktor yang berperan dalam menyebabkan kejang


demam:
a. Demam itu sendiri
b. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap otak)
c. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
d. Perubahan keseimbangan cairan / elektrolit
e. Ensephalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan tidak diketahui atau
ensephalopati toksik sepintas
f. Gabungan semua faktor diatas.

3. Manifestasi Klinis
a. Kejang parsial (fokal, lokal)
1) Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
a) Tanda-tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh; umumnya
gerakan setiap kejang sama.
b) Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
c) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan
jatuh dari udara, parestesia.
d) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
2) Kejang parsial kompleks
a) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial
simpleks
b) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap–ngecapkan
bibir, mngunyah, gerakan menongkel yang berulang–ulang pada tangan dan
gerakan tangan lainnya.
c) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
3) Kejang umum (konvulsi atau non konvulsi)
a. Kejang absens
Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
• Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang
dari 15 detik
• Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi
penuh
b. Kejang mioklonik
• Kedutan–kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang
terjadi secara mendadak.
• Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila patologik berupa
kedutan kedutan sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
• Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
• Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c. Kejang tonik klonik
• Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada
otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari
1 menit
• Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
• Saat tonik diikuti klonik pada ekstremitas atas dan bawah.
• Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d. Kejang atonik
• Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak
mata turun, kepala menunduk, atau jatuh ke tanah.
• Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

4. Patofisiologi
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran tersebut
dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi kejang.
Kejang demam yang terjadi singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan
suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh makin meningkatnya aktivitas otot,
dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting adalah
gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron
otak.

5. Pathway
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari
kejang.
b. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah–
daerah otak yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT
d. Pemindaian Positron Emission Tomography (PET) : untuk mengevaluasi kejang yang
membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran
darah dalam otak
e. Uji laboratorium
1) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) AGD
6) Kadar kalsium darah
7) Kadar natrium darah
8) Kadar magnesium darah

7. Penatalaksanaan
a. Memberantas kejang secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara inravena jika klien masih dalam keadaan kejang,
ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan
dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang
diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler,
diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital
atau paraldehid 4 % secara intravena.
b. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya pengobatan penunjang
1) Semua pakaian ketat dibuka
2) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu
dilakukan intubasi atau trakeostomi.
4) Penghisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
c. Pengobatan rumat
1) Profilaksis intermiten
Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan
dan antipietika. Profilaksis ini diberikan sampai kemungkinan sangat kecil anak
mendapat kejang demam sederhana yaitu kira-kira sampai anak umur 4 tahun.
2) Profilaksis jangka panjang
d. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
e. Kejang demam yang mempunyai ciri :
1) Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi, retardasi
perkembangan dan mikrosefali
2) Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau diikuti kelainan
saraf yang sementara atau menetap
3) Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik
4) Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1 bulan
5) Mencari dan mengobati penyebab

8. Komplikasi
Menurut Wulandari & Erawati, 2016 komplikasi pada kejang demam sebagai
berikut :
a) Kelainan anatomis di otak
Kejang yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan diotak yang lebih banyak
terjadi pada anak berumur 4 bulan - 5 tahun
b) Epilepsi
Serangan kejang berlangsunglama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga
terjadi serangan epilepsi spontan
c) Kemungkinan mengalami kematian
d) Mengalami kecacatan atau kelainan neuroligis karena disertai demam

9. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan orang tua,
penghasilan orang tua. Wong (2009), mengatakan kebanyakan serangan kejang
demam terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum 3 tahun dengan
peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18
bulan.
2) Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien
mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang demam kompleks
biasanya mengalami penurunan kesadaran.
b. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas,
nafsu makan anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya
tergantung pada jenis kejang demam yang dialami anak.
c. Riwayat kesehatan
• Riwayat perkembangan anak : biasanya pada pasien dengan kejang
demam kompleks mengalami gangguan keterlambatan perkembangan
dan intelegensi pada anak serta mengalami kelemahan pada anggota
gerak (hemifarise).
• Riwayat imunisasi : Biasanya anak dengan riwayat imunisasi tidak
lengkap rentan tertular penyakit infeksi atau virus seperti virus
influenza.
• Riwayat nutrisi Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu
makan karena mual dan muntahnya
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum biasaya anak rewel dan kesadaran compos mentis
2) TTV :
Suhu : biasanya >38,0⁰C
Respirasi: pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit Pada usia 12 bulan
- 40 kali/menit
Nadi : biasanya >100 x/i 3)
3) BB Biasanya pada nak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan berar badan
yang berarti
4) Kepala Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak
5) Mata Biasanya simetris kiri-kanan, skelera tidak ikhterik, konjungtiva anemis.
6) Mulut dan lidah Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah
tampak kotor
7) Telinga Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar dengan katus
mata, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara, nyeri
tekan mastoid.
8) Hidung Biasanya penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping hidung, bentuk
simetris, mukosa hidung berwarna merah muda.
9) Leher Biasanya terjadi pembesaran KGB
10) Dada
a) Thoraks
• Inspeksi, biasanya gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan
• Palpasi, biasanya vremitus kiri kanan sama
• Auskultasi, biasanya ditemukan bunyi napas tambahan seperti ronchi.
b) Jantung Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis di SIC V teraba
P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung),
SIC V kiri agak ke mideal linea midclavicularis kiri.
Batas bawah kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV kanan,
dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di ruang intercosta II kanan
linea parasternalis kanan.
A: BJ II lebih lemah dari BJ I
11) Abdomen biasanya lemas dan datar, kembung
12) Anus biasanya tidak terjadi kelainan pada genetalia anak
13) Ekstermitas :
• Atas : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral
dingin.
• Bawah : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral
dingin.
c.Penilaian tingkat kesadaran
• Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai
GCS: 15-14.
• Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
• Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11 - 10.
• Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapatpulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.
• Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
• Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3
a. Penilaian kekuatan otot
• Kekutan otot tidak ada (0)
• Tidak dapat digerakan, tonus otot ada (1)
• Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit (2)
• Terangkat sedikit <450, tidak ammpu melawan gravitasi (3)
• Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu melawantahanan
pemeriksa,gerakan tidak terkoordinasi (4)
• Kekuatan otot normal (5)
b. Pemeriksaan penunjang
Menurut Dewi (2011) :
• EEG(Electroencephalogram) Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah
bebas panas tidak menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat
didaerah belakang dan unilateral menunjukan kejang demam kompleks.
• Lumbal Pungsi Fungsi lumbar merupakan pemeriksaan cairan yang ada di otak
dan kanal tulang belakang (cairan serebrospinal) untuk meneliti kecurigaan
meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada
bayi (usia 18 bulan, fungsi lumbal dilakukan jikatampak tanda peradangan
selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem
saraf pusat.
Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi :
• Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher )
• Mengalami complex partial seizure
• Kunjungan kedokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam
sebelumnya)
• Kejang saat tiba di IGD (5) Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang
berkelanjutan. Mengantuk hingga 1 jam setelah kejang adalah normal
• Kejang pertama setelah usia 3 tahun
Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :
• warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning
santokrom.
• Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi
40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80- 120ml dan dewasa 130-
150ml).
• Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0
mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L).
c. Neuroimaging
Yang termasuk pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CTScan, dan MRI
kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi
untuk pertama kalinya. Pemeriksaan tersebut dianjurkan bila anak menujukkan
kelainan saraf yang jelas, misalnya ada kelumpuhan, gangguan keseimbangan, sakit
kepala yang berlebihan, ukuran lingkar kepala yang tidak normal.
d. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ini harus ditujukan untuk mencari sumber demam,
bukan sekedar pemeriksaan rutin. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaaan darah
rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium, atau gula darah.
B. Diagnosa keperawatan
a) Hipertermi b.d peningkatan laju metabolisme
b) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan sirkulasi otak
c) Resiko cidera b.d gangguan sensai
d) Ketidakefektifan perfusijaringan perifer b.d hipoksemia
C. Intervensi
No Dx Noc Nic
1 Hipertermia Termoregulasi Perawatan demam
Batasan karakteristik Kriteria hasil : 1) Merasa 1. Pantau suhu dan tanda-
Apnea, Bayi tidak dapat merinding saat dingin 2) tanda vital lainya 2. Monitor
mempertahanka n Berkeringat saat panas 3) warna kulit dan suhu 3.
menyusu, Gelisah, Tingkat pernapasan 4) Monitor asupan dan
Hipotensi, Kulit Melaporkan kenyamanan keluaran, sadari perubahan
kemerahan, Kulit terasa suhu 5) Perubahan warna kehilangan cairan yang tak di
hangat kulit 6) Sakit kepala rasakan 4. Beri obat atau
Faktor yang cairan IV 5. Tutup pasien
berhubungan:Peningkatan dengan selimut atau pakaian
laju metabolisme, ringan 6. Dorong konsumsi
Penyakit, Sepsis cairan 7. Fasilitasi istirahat,
terapkan pembatasan
aktivitas jika di perlukan
Pengaturan suhu
1. monitor suhu paling tidak
setiap 2 jam sesuai
kebutuhan 2. monitor dan
laporkan adanya tanda gejala
hipotermia dan hipertermia
3. tingkatka intake cairan dan
nutrisi adekuat 4. berikan
pengobatan antipiretik sesuai
kebutuhan.
Manajemen pengobatan
1. Tentukan obat apa yang di
perlukan, dan kelola menurut
resep dan/atau protokol 2.
Monitor efektivitas cara
pemberian obat yang sesuai.

2 Ketidakefektifan perfusi Status sirkulasi Terapi oksigen


jaringan serebral 1) Tekanan darah sistol 2) 1. Periksa mulut, hidung, dan
Faktor resiko a. Tekanan darah diastol 3) sekret trakea 2. Pertahankan
Gangguan Tekanan nadi 4) PaO2 jalan napas yang paten 3.
serebrovaskuler b. (tekanan parsial oksigen Atur peralatan oksigenasi 4.
penyakit neurologis dalam darah arteri) 5) Monitor aliran oksigen 5.
PaCO2 (tekanan parial Pertahankan posisi pasien 6.
karbondioksida dalam Observasi tanda-tanda
darah arteri 6) Saturasi hipoventilasi
oksigen 7) Urine output 8) Manajemen edema
Capillary refill. serebral
Status neurologi 1. Monitor adanya
1) Kesadaran 2) Fungsi kebingungan, perubahan
sensorik dan motorik pikiran, keluhan pusing,
kranial 3) Tekanan pingsan 2. Monitor tanda-
intrakranial 4) Ukuran tanda vital 3. Monitor
pupil 5) Pola istirahat- karakteristik cairan
tidur 6) Orientasi kognitif serebrospinal : warna,
kejernihan,konsistensi 4.
7) Aktivitas kejang 8) Monitor status pernapasan:
Sakit kepala. frekuensi, irama, kedalaman
pernapasan, PaO2,PaCO2,
pH, Bicarbonat 5. Catat
perubahan pasien dalam
berespon terhadap stimulus
6. Berikan anti kejang sesuai
kebutuhan 7. Batasi
Monitoring peningkatan
intrakranial
1. Monitor tekanan perfusi
serebral 2. Monitor jumlah,
nilai dan karakteristik
pengeluaran cairan
serebrispinal (CSF) 3.
Monitor intake dan output 4.
Monitor suhu dan jumlah
leukosit 5. Periksa pasien
terkait ada tidaknya gejala
kaku kuduk 6. Berikan
antibiotik 7. Letakkan kepala
dan leher pasien dalam posisi
netral, hindari fleksi
pinggang yang berlebihan 8.
Sesuaikan kepala tempat
tidur untuk mengoptimalkan
perfusi serebral 9. Berikan
agen farmakologis untuk
mempertahankan TIK dalam
jangkauan tertentu.
Monitor tanda-tanda vital
1. Monitor tekanan darah,
nadi, suhu dan status
pernapasan dengan cepat 2.
Monitor kualitas dari nadi 3.
Monitor frekuensi dan irama
pernapasan 4. Monitor pola
pernapasan abnormal
(misalnya, cheynestokes,
kussmaul,
biot,apneustic,ataksiadan
bernapas berlebihan) 5.
Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit 6. Monitor
adanya cushling triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik) 7. Identifikasi
penyebab dari perubahan
vital sign.
3 Resiko cidera Kontrol resiko Manajemen lingkungan
Faktor resiko Kriteria hasil : 1. Sediakan lingkungan yang
1) Eksternal a) Gangguan 1) Klien terbebas dari aman untuk pasien 2.
fungsi kognitif b) Agens cidera 2) Klien mampu Identifikasi kebutuhan
nosokomial menjelaskan cara atau keamanan pasien sesuai
2) Internal a) Hipoksia metode untuk mencegah dengan kondisi fisik 3. Dan
jaringan b) Gangguan cidera 3) Klien mampu fungsi kognitif pasien dan
sensasi (akibat dari cedera menjelaskan faktor resiko riwayat penyakir dahulu
medula spinalis, dll) c) dari lingkungan 4) pasien 4. Memasang side rail
Malnutrisi. Menggunakan fasilitas tempat tidur 5. Menyediakan
kesehatan yang ada 5) tempat tidur yang aman dan
Mampu mengenali bersih 6. Membatasi
perubahan status pengunjunng 7. Memberikan
kesehatan. penerangan yang cukup 8.
Kejadian jatuh Berikan penjelasan pada
1) Jatuh dari tempat tidur pasien dan keluarga atau
2) Jatuh saat di pindahkan. pengunjung adanya
perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit.
Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan nafas 2.
Balikkan badan pasien ke
satu sisi 3. Longgarkan
pakaian 4. Tetap disisi pasien
selama kejang 5. Catat lama
kejang 6. Monitor tingkat
obatobatan anti epilepsi
dengan benar.
Pencegahan jatuh
1. Identifikasi perilaku dan
faktor yang mempengaruhi
resiko jatuh 2. Sediakan
pengawasan ketat dan /atau
alat pengikatan

D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
dan klien yang merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang dimulai
setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Dermawan.2012).
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan hasil perkembangan anak dengan berpedoman
kepada hasil dan tujuan hendak dicapai.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L., Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 5. Jakarta: EGC.

Gloria M. Bulechek, et al. 2013. Nursing Interventions Classifications (NIC), Edisi Keenam.
Missouri: Mosby Elsevier

Lumbantobing, S. M. 2008. Kejang Demam (Febrile Convulsion). Jakarta: Balai penerbit


FKUI

Morhedd, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Kelima. Missouri: Mosby
Elsevier

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta:
EGC

Nurarif, A.H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: MediAction Publishing

Potter, Paricia dan Anne G Perry, 2010, Fundamentals of Nursing Fundamental


Keperawatan,Salemba Medika, Indonesia

Anda mungkin juga menyukai