OLEH:
A. LATAR BELAKANG
Setiap orang didunia ini menginginkan hidup dengan baik dan sehat, baik fisik
maupun mental. Namun, pada kenyataannya, tak sedikit orang yang mengalami
masalah dalam menghadapi hampatan dalam hidupnya, baik secara fisik maupun
mental, yang biasa disebut dengan orang dengan masalah kejiwaan, atau ODMK.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang
Kesehatan Jiwa, orang dengan masalah kejiwaan atau ODMK orang yang mempunyai
masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/ atau kualitas hidup
sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa (Republik Indonesia, 2014).
Sesuai dengan uraian di atas, ODMK memiliki resiko mengalami gangguan jiwa.
Hal ini disebabkan jika ODMK tidak mampu mengatasi masalah-masalah
kejiawaannya dengan baik, atau terlambat mendapat pertolongan ketika masalah yang
dihadapinya semakin buruk. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa, orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ adalah
orarng yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang
termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/ atau perubahan perilaku yang
bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan
fungsi orang sebagai manusia (Republik Indonesia, 2014).
Gangguan jiwa dengan jumlah paling banyak yang dialami oleh penduduk di
dunia adalah Skizofrenia. Menurut WHO, pada tahun 2017, secara global,
diperkirakan terdapat sekitar 450 juta jiwa di dunia mengalami gangguan jiwa, dan
penyumbang terbesar adalah skizofrenia. Bahkan, gangguan mental menyumbang
lebih besar pada kematian atau kecacatan sebesar 14,4% di dunia. Di Indonsia
sendiri, pada tahun 2017, terdapat 13,4% mengamai gangguan jiwa, di antaranya,
gangguan depresi, cemas, skizofrenia, bipolar, gangguan perilaku, autis, gangguan
perilaku makan, cacat intelektual, hingga ADHD (Kemenkes, RI 2019).
Orang dengan gangguan jiwa tak hanya mengalami gangguan pada perlaku dan
emosi, namun juga mengalami gangguan kognitif. ODGJ mengalami kekacauan
pikiran sehingga mengganggu persepsi atau cara pandangnya terhadap dirinya dan
dunia sekitarnya. ODGJ sering mengalami kesulitan dalam menilai realita yang ada,
sehingga kesulitan dalam membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak nyata.
Selain itu, ODGJ kesulitan dalam membentuk ide baru, serta memiliki pikiran yang
tidak terarah. Sehingga ODGJ akan mengulang-ulang aktivitas yang sama tanpa
tujuan yang jelas. Mereka juga megalami penurunan daya ingat yang membuat
mereka mudah melupakan apa yang baru saja dia lakukan, bahkan melupakan
jatidirinya sendiri (Yosep, 2007).
Tak hanya gangguan kognisi dan perilaku, terkadang ODGJ mengalami waham
dan halusinasi yang menodorong mereka melakukan tindakan kekerasan yang dapat
melukai diri mereka sendiri dan orang lain. Karenanya, selain dilakukan terapi secara
medis atau farmakoterapi, ODGJ memerlukan psikoterapi untuk membantu mereka
pulih. Salah satu psikoterapi yang dapat digunakan adalah terapi perilaku. Terapi
perilaku dipilih karena orang dengan gangguan jiwa mengalami kekacauan berfikir,
yang menyebabkan disorganisasi dalam membuat dan menyalurkan ide, serta
menangkat pengertian yang diberikan kepadanya.
Terapi perilaku adalah pendekatan untuk psikoterapi yang didasari oleh teori
belajar yang bertujuan untuk menyembuhkan psikopatologi, seperti depresi,phobia,
gagap, perilaku kompulsif dan anxiety disorderdengan memakai teknik yang didesain
menguatkan Kembali perilaku yang diinginkan dan menghilangkan perilaku yang tidak
diinginkan (Alang, 2020).
Menurut Kalodner, terapi perilaku mengasumsikan gejala-gejala yang tampak
nyata menjadi masalah. Individu dapat menyadari mengapa mereka depresi dan tetap
saja tidak mengubah keadaan depresi, menurut terapi perilaku. Terapi perilaku
berjuang untuk menghilangkan gejala-gejala depresi atau perilakunya dan mencoba
membuat individu memperoleh pemahaman atau mengapa mereka depresi (Alang,
2020). Terapi-terapi perilaku awalnya mendasarkan diri hanya pada prinsip belajar
pengonisian klasik dan pengondisian operan. Tetapi terapi-terapi perilaku menjadi
lebih beragam pada tahun-tahun belakangan. Seiring engan berkembangnya
popularitasterhadap teori kognitif sosial, terapi perilaku semakin banyak menggunakan
pembelajaran observasional, faktorfaktor kognitif dan instruksi oleh diri dalam
usahanya membantu orang-orang dengan masalah mereka (Watson & Tharp, dalam
Alang, 2020).
Terapi perilaku yang diberikan kepada ODGJ diharapkan dapat mengurangi
perilaku-perilaku negative yang dilakukan oleh ODGJ yang dapat merugikan dirinya
sendiri dan orang lain di sekitarnya. Penelitian yang dilakukan oleh Paul, Keliat, dan
Daulima (2014), menunjukan adanya pencapaian kemampuan klien dalam terapi
perilaku sebesar 1.625 poin. Pemberian latihan identifikasi perilaku maladaptif yang
ditimbulkan akibat pengalaman halusinasinya, membantu klien mengenali perilaku
yang tidak tepat. Hal ini membantu klien untuk membuat kesepakatan merubah
perilaku yang akan dirubah.
Berdasarkan uaraian di atas, tim penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut
terapi perilaku yang diberikan kepada orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uarain di atas, maslah yang dapat dirumuskan adalah “bagaimana
gambaran terapi okupasi yang diberikan kepada orang dengan gangguan jiwa atau
ODGJ?”
C. TUJUAN
Makalah ini di susun dengan tujuan untuk mengetahui gambaran terapi perilaku yang
diberikan kepada orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ.
D. MANFAAT
Makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi dan pengembangan ilmu di bidang
keperawatan jiwa komunitas dan psikologi klinis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa)
1. Pengertian
Gangguan jiwa merupakan psikologik atau pola perilaku yang ditunjukkan
pada individu yang menyebabkan distress, menurunkan kualitas kehidupan dan
disfungsi. Hal tersebut mencerminkan disfungsi psikologis, bukan sebagai akibat
dari penyimpangan sosial maupun konflik dengan masyarakat (Stuart, 2013).
Menurut American Psychiatric Association atau APA mendefinisikan
gangguan jiwa pola perilaku/ sindrom, psikologis secara klinik terjadi pada
individu berkaitan dengan distres yang dialami, misalnya gejala menyakitkan,
ketunadayaan dalam hambatan arah fungsi lebih penting dengan peningkatan resiko
kematian, penderitaan, nyeri, kehilangan kebebasan yang penting dan
ketunadayaan (O’Brien, 2013).
Orang Dengan Ganguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah
orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang
termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang
bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan
fungsi orang sebagai manusia (UU nomor 18, 2014)
pada saat ini. Asesmen dilakukan adalah aktivitas nyata, perasaan dan pikiran
konseli. Menurut Kanker dan Saslow yang dikutip oleh Gantina Kumalasari,
Eka Wahyuni dan Karsih mengatakan terdapat tujuh informasi yang digali
1) Analisis tingkah laku yang bermasalah yang dialami konseli saat ini.
konseli.
3) Analisis motivasional.
4) Analisis self control, yaitu tingkatan kontrol diri konseli terhadap tingkah
laku bermasalah ditelusuri atas dasar bagaimana kontrol itu dilatih dan atas
5) Analisis hubungan sosial, yaitu orang lain yang dekat dengan kehidupan
juga.
6) Analisis lingkungan fisik sosial budaya. Analisis ini atas dasar norma-norma
Menurut Burks dan Engelkes yang dikutip oleh Gantina Kumalasari, Eka
Wahyuni dan Karsih mengemukakan fase goal setting disusun atas tiga langkah
yaitu:
diukur.
c. Implementasi Teknik
Setelah tujuan konseling dirumuskan, konselor dan konseli menentukan
Evaluasi dibuat atas dasar apa yang konseli perbuat. Tingkah laku konseli
Alang, Asrul Haq. 2020. “Teknik Pelaksanaan Terapi Perilaku (Behaviour).” Jurnal
Bimbingan Penyuluhan Islam 7(1):32–41.
Kemenkes RI. 2019. “Situasi Kesehatan Jiwa DI Indonesia.” InfoDATIN 12.
Paul, Ricky Denny, Budi Anna Keliat, and Novy Helena C. Daulima. 2014. “Efek Terapi
Perilaku, Terapi Kognitif Perilaku Dan Psikoedukasi Keluarga Pada Klien Halusinasi
Menggunakan Pendekatan Teori Berubah Kurt Lewin.” Jurnal Keperawatan Jiwa
2(2):149–65.
Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014
Tentang Kesehatan Jiwa. Rapublik Indonesia.