Anda di halaman 1dari 4

Bab I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Manusia nemiliki kebutuhan dasar yang harus dimiliki, yaitu kesehatan.
Kesehatan tidak hanya perihal tentang kesehatan fisik saja, namun kesehatan jiwa
juga. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.18 Tahun
2014 tentang Kesehatan Jiwa adalah kondisi yang memungkinkan seorang
individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga
individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat
bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya (Kementerian Kesehatan, 2014). Pemerintah telah melakukan
berbagai upaya untuk meningkatkan kesehatan jiwa dari rakyatnya. Upaya
kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2014
tentang Kesehatan Jiwa adalah setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat
kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat
dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat (Kementerian Kesehatan,
2014). Upaya dari kesehatan jiwa yang dilaksanakan pemerintah harusnya
berasaskan keadilan, perikemanusiaan, manfaat, transparansi, akuntabilitas,
komprehensif, perlindungan, dan non-diskriminatif. Bahkan pasal 7 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa
menyebutkan bahwa upaya promotif kesehatan jiwa salah satunya dimaksudkan
untuk menghilangkan stigma, diskriminasi, pelanggaran hak asasi orang dengan
gangguan jiwa (Kementerian Kesehatan, 2014). Namun, disekitar kita masih saja
ada yang namanya stigma (labeling, stereotipe, Pengucilan, diskriminasi) terhadap
orang gangguan jiwa. Stigma yang diberikan oleh masyarakat adalah menganggap
ODGJ berbeda, dan mengucilkan (Setiawati, 2012). Stereotipe tersebut yang
sering muncul terhadap ODGJ adalah pembunuh, agresif, pemurung, tertawa
tanpa sebab, memakai baju compang camping, bsdan tidak terurus, acuh terhadap
lingkungan sekitar, berbicara tidak jelas, dan tidak jujur (saat ditanya dokter).
Akibat dari stereotipe tersebut, ODGJ menanggung akibat kesehatan dan
sosio-kultural, seperti: penanganan terhadap ODGJ yang tidak maksimal,
drop-out pengguanan obat, pemasungan, dan pemahaman yang berbeda terhadap
gangguan jiwa (Lestari & Wardani, 2014). Stigma tidak hanya dialami oleh
ODGJ saja, tetapi juga dialami oleh anggota keluarga. Stigma yang dialami

tersebut berdampak negatif terhadap kesembuhan ODGJ karena dapat


menyebabkan kesedihan, kasihan, merasa malu, kaget, jengkel, kesal, merasa
terpukul, dan tidak tenang, saling menyalahkan (Subandi & Utami, 1996) yang
pada akhirnya akan memengaruhi keberlangsungan pengobatan dan proses
penyembuhan yang diberikan kepada ODGJ.

Orang Dengan Gangguan Jiwa berjuang melawan dua permasalahan besar dalam
kehidupan mereka, yaitu melawan gejala yang muncul dari penyakit yang dialami,
seperti halusinasi, delusi, cemas, perubahan suasana hati, dan melawan ketidak
pahaman masyarakat terhadap keunikan gejala penyakit tersebut, yang disebut
dengan stigmatisasi. Stigmatisasi pada ODGJ sudah berkembang sepanjang
sejarah manusia (Aiyub, 2018). Kasus gangguan jiwa di Indonesia berdasarkan
hasil Riskesdas tahun (2018), menunjukkan bahwa prevalensi skizofrenia/psikosis
di Indonesia sebanyak 7% per 1000 rumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa
dari 1000 rumah tangga terdapat 70 rumah tangga yang mempunyai anggota
rumah tangga (ART) dengan pengidap skizofrenia/psikosis berat. Catatan
Kemenkes RI pada tahun 2019, prevalensi gangguan kejiwaaan tertinggi terdapat
di Provinsi Bali dan di Yogyakarta dengan masing-masing prevalensi 11,1% dan
10,4% per 1000 rumah tangga yang memiliki ART dengan pengidap skizofrenia/
psikosis. Pada kasus gangguan jiwa, adanya stigma akhirnya membangun
prejudice tanpa dasar yang mengarah pada usaha-usaha mendiskriminasikan
penderita gangguan jiwa dalam banyak hal, seperti tindakan kekerasan,
diskriminasi ditempat kerja dan sekolah sebagian warga masih melakukan
diskriminasi terhadap orang dengan gangguan jiwa sehingga menyebabkan orang
dengan gangguan jiwa mengalami kesulitan untuk sembuh dan lebih rentan
mengalami kekambuhan (Asti et al., 2016). Data di Provinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT) prevalensi gangguan jiwa berat tahun 2018 meningkat 100% yang
mana sebelumnya 2/1000 menjadi 4/1000. Berdasarkan register klien yang
dirawat inap di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Naimata Kupang tahun 2018 dengan
jumlah penderita gangguan jiwa berat sebanyak 235 klien dan 90% didiagnosa
skizofrenia. Rata-rata kunjungan kasus ke poliklinik psikiatri yang didiagnosa
skizofrenia dengan jumlah 10 orang.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang tercakup dalam pertanyaan “Bagaimana Stigma
masyarakat terhadap Orang Dalam Gangguan Jiwa?”. Pertanyaan utama ini dibagi
menjadi :
1. Apa saja Stigma yang dialami oleh ODGJ
2. Bagaimana Stigma yang dialami oleh keluarga ODGJ
3. Dampaknya bagi kesejahteraan ODGJ dan keluarga ODGJ

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah ingin menjelaskan secara teoritik tentang Stigma
masyarakat terhadap Orang Dalam Gangguan Jiwa. Uraian tujuan penelitian adalah :
1. Untuk mengetahui Stigma yang dialami oleh ODGJ
2. Untuk mengetahui bagaimana Stigma yang dialami oleh ODGJ
3. Perolehan konflik dampak bagi kesejahteraan ODGJ dan keluarga ODGJ

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Memperkaya penjelasan teoritik mengenai stigma terhadap ODGJ untuk
menghasilkan pemahaman yang kopenhersif tentang dampak keluarga dan ODGJ
yang mengalami stigma.
b. Menambah wawasan tentang sejumlah faktor penyebab terjadinya stigma
terhadap ODGJ

1.5. Manfaat Praktis


a. Menjadi dasar dalam merumuskan sejumlah program intervensi untuk
membantu ODGJ maupun keluarganya yang mengalami stigma.
b. Menjadi referensi bagi para profesional yang berhubungan dengan
penanganan subjek yang mengalami stigama dalam menemukan sebuah solusi
yang efektif.
c. Menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya dalam mengembangkan kajian
yang relevan.
DAFTAR PUSTAKA

Herdiyanto, Y.K, Tobing, Y.K, Vembriati, N, Stigma Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa
Di Bali. INQUIRY Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol. 8 No. 2, Desember 2017

Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia Volume 10 No 1 Hal 185
– 192, Februari 2022, e-ISSN 2655-8106, p-ISSN2338-2090 FIKKes Universitas
Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah. GAMBARAN STIGMA
MASYARAKAT PADA ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA (ODGJ). Gabriel Mane,
Maria K. Ringgi Kuwa, Herni Sulastien

Anda mungkin juga menyukai