PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
bahagia (Yusuf, et. al, 2015). Kesehatan tidak dilihat dari segi fisik saja tetapi
dari segi mental juga harus diperhatikan agar tercipta sehat yang holistik.
Seseorang yang terganggu dari segi mental dan tidak bisa menggunakan
penurunan fungsi tubuh dan kualitas hidup (Stuart, 2016). Gangguan jiwa
Gangguan jiwa sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang serius
(WHO) penderita gangguan jiwa dunia adalah 676 juta jiwa. Paling buruk,
depresi bisa memimpin untuk bunuh diri, lebih dari 800.000 perkiraan
kematian bunuh diri di seluruh dunia, dengan 86% terjadi pada usia dibawah
1
2
dewasa muda usia 15-29 tahun bunuh diri menyumbang 8,5% dari semua
kematian, terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena
bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia
(WHO, 2016)
gangguan jiwa berat di Indonesia saat ini mencapai 400.000 orang atau
juta jiwa dari jumlah penduduk. Prevalensi penduduk Provinsi Sumatera barat
yaitu 5.321.489 orang dan yang mengalami gangguan jiwa berat berada pada
posisi ke 7 mecapai 1,9 per mil. Data Statistik Daerah Kota Padang (BPS,
gangguan jiwa di seluruh rumah sakit kota Padang sebanyak 45,481 orang.
7.696 dengan jumlah kunjungan kasus baru sebesar 770 (L= 415, P= 355) dan
kasus lama sebesar 6.926 (L=4090, P=2836). Data ini memberikan gambaran
bahwa kasus gangguan jiwa berat masih tinggi dan perlu perhatian lebih
(2017) penyebab permasalahan pada kesehatan jiwa berasal dari tiga inti
mengenai gangguan jiwa, kedua adalah stigma dan persepsi negatif yang
negatif terhadap klien gangguan jiwa cenderung menghindari dan tidak mau
dilakukan oleh Teresha, 2015 pengetahuan kurang dan sikap negatif terhadap
massa, lembaga pendidikan, pengaruh orang lain yang dianggap penting, dan
penyakit jiwa juga disebabkan oleh kepemilikan setan, roh-roh yang menjadi
dianggap berbeda atau tak normal (Varamitha, Akbar, & Erlyani, 2014).
Stigma merupakan label negatif yang melekat pada tubuh seseorang yang
masyarakat sulit untuk berinteraksi sosial bahkan dalam kasus terburuk dapat
orang asing. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Lestari dan Wardhani
(2014) ODGJ sering mendapatkan diskriminasi yang lebih besar dari keluarga
istiadat, dan sikap masyarakat (Ramdhani & Patria, 2018). Pada faktor
percaya bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh roh jahat, guna-guna, sihir,
atau kutukan atas dosa. Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan
yang sama seperti masyarakat, selain itu rasa malu yang ditanggung keluarga
Indonesia bukan hanya sekedar keyakinan tetapi sudah menjadi perilaku dan
seseorang tidak ada yang dapat melepaskan diri dari keyakinan rakyat ini.
bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh sesuatu yang mistis. Hal ini didukung
penjelasan yang lebih ilmiah sehingga berpengaruh pada niat keluarga dalam
gangguan jiwa. Dari sana bisa diketahui bahwa stigma dipengaruhi oleh
gangguan jiwa berat dirawat dan diberi pengobatan dirumah sakit. Setelah
6
membaik dan dipulangkan dari rumah sakit, tidak ada penanganan khusus
berfikir bahwa orang yang pernah mengalami gangguan jiwa suka mengamuk
dan mencelakai orang lain (Mestdagh, 2013). Dilihat dari faktor stressor
yang menyebabkan reaksi emosional negatif dan harga diri rendah pada diri
yang harmonis dan dukungan sosial (Carey, Lura, & Highsmith, 2014).
untuk dimiliki dan dicintai maka individu tersebut akan sulit meningkatkan
harga diri yang didalamnya ada kepercayaan diri (Ariananda, 2015). Agar
kebutuhan dasar akan harga diri dan kepercayaan diri diperoleh individu yang
2013). Hal ini ditunjang juga dengan penelitian yang dilakukan Muhlisin
kambuh lagi.
psikis atau jiwa yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan dan 323
pada tahun yang kedua, dan 100% pada tahun kelima setelah pulang dari
Rumah Sakit Jiwa karena perlakuan yang salah selama di rumah atau di
bahwa pasien gangguan jiwa dan keluarga akan merasa kesulitan untuk
jiwa sulit untuk langsung sembuh dalam satu kali perawatan, namun
Pelayanan kesehatan jiwa saat ini yang tidak lagi hanya difokuskan pada
upaya penyembuhan klien gangguan jiwa saja, tetapi juga pada upaya
gangguan jiwa. Klien dengan penyakit kronis dan individu yang sehat juga
9
menjadi sasaran dalam upaya preventif (Stuart, 2016). Upaya ini tidak hanya
puskesmas Lubuk Buaya yaitu 760 orang, dan urutan ke tiga puskesmas
tahun 2018 sampai saat ini bertambah menjadi 32 orang dengan populasi
tahun dengan tingkat pendidikan SMP dan SMA didapatkan 5 orang tidak
sebutan orang gila atau orang stress, masyarakat mengatakan orang gila tidak
masyarakat, saat ini masih ada penderita yang dirantai dan dikurung agar
pernah dirawat di RSJ tetap tidak bisa disembuhkan sehingga menjadi beban
bagi keluarga, Dari jumlah penderita gangguan jiwa yang ada di puskesmas
B. Rumusan Masalah
2018 ?”.
11
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
2018
2018
2018
D. Manfaat Penelitian
ilmiah.
Hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan masukan pada pihak
Hasil penelitian ini Diharapkan dapat menjadi sumber data awal bagi
lanjut dimasa yang akan datang khususnya bagi yang ingin meneliti