Anda di halaman 1dari 9

PERJALANAN PSIKOLOGIS PENDERITA SAD HINGGA SELESAI

MENJALANI TERAPI PSIKLOGIS SERTA PENANGANAN SAD DI


INDONESIA

PROPOSAL SKRIPSI

Dosen Pembimbing:

Ananta Yudiarso, S.Sos., M.Sc. 150117313

Disusun Oleh:

Grace Felicia 150117035

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SURABAYA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Menurut Borwin Bandelow dan Sophie Michaelis ada 466 pasien yang
mendatangi unit penanganan Anxiety Disorders di the University of Goettingen
Germany dalam 6 bulan dan 48 diantaranya adalah penderita SAD (Bandelow, et
al., 2015). Hal yang serupa juga terjadi di Indonesia, menurut data yang dihimpun
oleh WHO, penderita gangguan kecemasan atau Anxiety Disorders di Indonesia
mencapai 8 juta atau 3,3% dari populasi masyarakat Indonesia, sedangkan di
Amerika terdapat 6,8% dari populasi atau setara denga 15 juta orang dewasa
mengalami SAD (Social Anxiety Disorder) (Iqbal & Mirza, 2018). Sama halnya
dengan Indonesia, penduduk negara Iran memiliki 8,4% lifetime prevalence
mengalami Social Anxiety Disorder. Lifetime prevalence adalah jumlah penduduk
dalam sebuah populasi, yang mengalami penyakit, resiko kesehatan, atau health
event tertentu (Hajebi et al, 2018). Dengan kata lain 8,4% penduduk negara Iran
dalam hidupnya mengalami gangguan kecemasan. Masalah gangguan mental ini
telah terjadi di negara penganut budaya individualisme seperti German dan
Amerika, maupun negara penganut budaya kolektivisme, seperti Indonesia dan
Iran. Bila dilihat dari letak geografisnya, Social Anxiety Disorder telah menjadi
permasalahan gangguan mental baik pada negara-negara barat maupun negara-
negara timur (seluruh Asia-Pacific tanpa Australia dan New Zealand). Hal ini
menunjukkan bahwa Social Anxiety Disorder telah menjadi permasalahan global.

Gangguan mental Social Anxiety Disorder juga tidak bisa dianggap remeh
di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan data yang dihimpun oleh Rikesdas 2013
– 2018 terdapat 14 juta atau setara dengan 6% orang yang menunjukkan
prevalensi gangguan mental emosional dengan gejala-gejala kecemasan dan
depresi pada usia 15 tahun (Juniman, 2018). Menurut Kompas.com yang melansir
data dari Survey Global Health Data Exchange tahun 2017 ada 27,3 juta orang di
Indonesia yang mengalami masalah kejiawaan dan 8,4 juta jiwa diantaranya
adalah pengidap Anxiety Disorders, Anxiety Disorders diklaim sebagai gangguan
kejiawaan yang paling banyak dialami di Indonesia (Margianto, 2019). Dari dua
data tersebut dapat dilihat bahwa penderita Social Anxiety Disorder di Indonesia
terhitung cukup banyak. Cukup banyaknya penderita SAD (Social Anxiety
Disorder) di Indonesia menyebabkan penderita Social Anxiety Disorder di
Indonesia rawan terhadap dampak buruk SAD. Dampak buruk inipun dapat
mempengaruhi kehidupan sehari-hari penderita, misalnya penderita SAD (Social
Anxiety Disorder) dapat mengalami penurunan produktifitas dalam kehidupan
sehari-harinya (pendidikan, dana tau perekonomian), memberi penilaian negative
terhadap diri sendiri, low self-esteem, dan hipersensitif terhadap kritik. Selain itu
gangguan kecemasan juga dapat menyebabkan individu penderita SAD mengalami
kesulitan dalam berinteraksi sehari-hari dan dalam membangun hubungan
[ CITATION Ame13 \l 1057 ]. Dampak-dampak buruk Social Anxiety Disorder juga
dirasakan oleh individu-individu penderita SAD yang telah bersedia menjadi
informan pada penelitian ini. Ashley merupakan salah satu informan yang
menyatakan bahwa ia sering merasa kecewa terhadap dirinya sediri dan
membandingkan dirinya dengan orang lain. Pada puncak permasalahannya Ashley
juga sempat memikirkan untuk mati.

“…bisa jadi rasa kecewa sama diri sendiri…”

“…suka banding2in sama orang lain, trs ada obsesi mati juga”

Selain itu SAD atau Social Anxiety Disorder merupakan salah satu jenis
Anxiety Disorders yang sering diikuti dengan jenis Anxiety Disorders lain, Major
Depressive Disorder, Bipolar, Body Dysmorphic Disorder, dan Substance Use
Disorders. Hal tersebut membuat SAD menjadi gangguan kejiwaan yang memiliki
banyak komplikasi, sehingga jika seseorang mengalami atau menderita SAD maka
orang atau individu tersebut memiliki kemungkinan untuk menderita gangguan
kejiwaan yang biasanya mengikuti SAD [ CITATION Ame13 \l 1057 ]. Hal ini
menunjukkan bahwa memiliki dampak yang cukup buruk bila dialami secara
berkepanjangan. Dampak buruk SAD ini pun telah dirasakan oleh salah satu artis
ternama di Korea mantan personel girlband F(X) yang bernama Sulli, Sulli
merupakan pengidap SAD (Social Anxiety Disorder) dan Panic Disorder yang
merupakan bagian dari Anxiety Disorder, yang akhirnya meninggal dunia akibat
bunuh diri (Tim, 2019). Terjangkitnya Sulli dengan gangguan kecemasan (Anxiety
Disorders) seperti Panic Disorder dan SAD menunjukkan bahwa Social Anxiety
Disorder diderita oleh semuah kalangan orang dengan berbagai macam
pekerjaannya dan memiliki dampak yang cukup buruk bagi penderita. Hal ini juga
dapat dilihat dari berfariasinya pekerjaa informan dalam penelitian ini. Misalnya,
Ashley sebagai mahasiswi, Miho sebagai pekerja kantoran, dan Mikage sebagai
mahasiswa S2, anggota pelayanan music gereja dan public relation.

Anxiety Disorders merupakan gangguan kejiawaan yang paling banyak


dialami di Indonesia, memiliki definisi yaitu gangguan kesehatan mental yang
identik dengan ketakutan, kecemasan berlebihan, dan kekhawatran yang nantinya
akan berpengaruh atau mengganggu kehidupan sehari-hari individu dan
keproduktifitasan individu tersebut, Social Anxiety Disorder atau SAD merupakan
salah satu jenis dari Anxiety Disorders. SAD dititik beratkan pada kecemasan dan
ketakutan pada interaksi sosial, dengan kata lain SAD adalah gangguan kecemasan
dan ketakutan yang cukup intens akan judge dan atau penilaian negatif, atau
ketakutan akan tidak diterima dalam lingkungan sosial [ CITATION Ame13 \l 1057 ].
Selain itu penderita SAD juga merasakan dan mengalami emosi sebagai hal yang
tidak terkontrol dan mengancam, merasa kesepian saat hubungan runtuh,
menyembunyikan diri yang rentan dan rapuh dari orang lain (Hjeltnes, A., Moltu,
C., Schanche, E., & Binder, P.-E., 2016). Oleh karena itu individu penderita SAD
harus diperlakukan ramah, hangat, dan gesture tubuh yang welcome. Selain itu
individu dengan SAD harus diberi semangat atau dukungan (support) dan empati
agar mereka bisa mencoba bergaul dengan individu lain. Namun sayangnya
masyarakat Indonesia masih kurang memahami atau kurang peduli pada penderita
SAD dan malah memberikan berbagai macam stigma kepada individu penderita
SAD, contohnya seperti penyendiri, anak suneh (suka aneh), atau ansos (anti
sosial) [ CITATION Tsa18 \l 1057 ]. Stigma-stigma tersebut membuat individu
penderita SAD menjadi dijahui, dan tidak pernah diajak berbicara, sehingga
individu penderita SAD akan semakin terpuruk dan tidak bisa mencoba untuk
bergaul (Hjeltnes, A., Moltu, C., Schanche, E., & Binder, P.-E., 2016).

(masukkan gap of knowledge contohnya bagaimana penanganan SAD di


Indonesia yang belum terlalu banyak meneliti tentang dinamika psikologis
penderita SAD dari menyadari hingga menjalani treatment perbedaan pendekatan
penelitian kualitatif di indo dan di luar negeri)

1.2. BATASAN MASALAH

Informan pada penelitian ini memiliki kriteria yaitu perempuan atau laki-
laki yang mengalami Social Anxiety Disorder (SAD) dan telah didiagnosis
mengalami Social Anxiety Disorder (SAD). Memiliki rentang usia antara 19
hingga 40 tahun pada tahap dewasa awal. Dikhusus untuk mahasiswa S2 magister
psikologi atau magister profesi psikologi informan dapat melakukan Self-
Diagnosis dengan syarat informan harus sudah mendapatkan materi perkuliahan
mengenai diagnosis gangguan kejiwaan. Selain itu, informan juga diharapkan
telah menjalani treatment atau therapy minimal selama 1 bulan. Informan pada
penelitian ini berjumlah 3 orang, 2 orang berjenis kelamin perempuan dan 1 orang
berjenis kelamin laki-laki. 2 orang berjenis kelamin perempuan tersebut memiliki
nama samaran dan usia yaitu, Miho berusia 26 tahun dan Ashley berusia 21 tahun.
Sedangkan, 1 orang berjenis kelamin laki-laki tersebut memiliki nama samara
Mikage dan berusia 25 tahun. Mikage merupakan mahasiswa S2 magister
psikologi atau magister profesi psikologi yang telah mendapatkan materi
perkuliahan mengenai diagnosis gangguan kejiwaan. Mikage juga aktif dalam
pelayanan gereja sebagai pemain music, dan bekerja di sebuah universitas pada
bagian public relation. Sedangkan, Miho merupakan pekerja kantoran sekaligus
penulis novel freelancer di sebuah aplikasi android untuk membaca novel geratis.
Di sisilain, Ashley merupakan seorang mahasiswi di sebuah perguruan tinggi
swasta.
Pemilihan partisipan atau sampling dilakukan secara langsung kepada
individu yang diketahui oleh peneliti memenuhi kriteria atau ciri-ciri informan
yang dibutuhkan. Selain itu, peneliti juga meminta bantuan agar ada beberapa
individu yang mau dan bersedia menjadi informan penelitian. Hal ini dilakukan
dengan cara menyebarkan kriteria informan penelitian, disertai dengan alasan
peneliti menyebarkan kriteria informan. Kriteria informan dan alasan peneliti
menyebarkan kriteria informan tersebut disebarkan melalui media sosial yang
dimiliki peneliti seperti Line, Instagram, dan Whatsapp. Metode sampling yang
digunakan dalam penelitian ini disebut sebagai purposive sampling. Purposive
sampling adalah metode pemilihan subjek atau informan dalam suatu penelitian
yang didasarkan atas ciri-ciri yang dapat memenuhi tujuan-tujuan penelitian yang
telah ditetapkan oleh peneliti.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan paradigma


fenomenologi deskriptif. Pendekatan ini berkaitan dengan penagkapan atau
pemahaman mengenai sebuah pengalaman, dengan kata lain menyajikan seperti
apa yang disampaikan, tidak menambah ataupun mengurangi (Creswell, 1998).
Paradigma fenomenologi deskriptif mengharuskan peneliti mendekatkan diri
sedekat mungkin dengan data. Tujuan dari paradigma ini untuk memahami
bagaimana individu atau informan memaknai hidup dengan memaknai aspek-
aspek aktivitas berdasarkan prespektif individu. Pendekatan ini dinilai sesuai
untuk menjawab rumusan masalah yang telah disusun.

1.3. RUMUSAN MASALAH

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab 2 pertanyaan penelitian, berikut


adalah 2 pertanyaan penelitian tersebut:

1. Bagagaimana dinamika psikologis penderita Social Anxiety Disorder dari


awal menyadari mengalami Social Anxiety Disorder, mencari bantuan
psikologis (pergi ke psikolog / psikiater / mental health service / self
therapy khusus untuk mahasiswa S2 psikologi profesi), proses therapy,
hingga setelah selesai menjalani therapy?
2. Bagaimana ekspektasi penanganan Social Anxiety Disorder yang dimiliki
penderita terhadap psikolog / psikiater / mental health service, apa saran
atau harapan yang dimiliki agar therapy atau treatment untuk menangani
Social Anxiety Disorder lebih efektif dan ampuh khusus untuk mahasiswa
S2 psikologi profesi?

1.4. TUJUAN

Penelitian ini dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan penelitian,


berikut adalah 3 tujuan penelitian ini diadakan:

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman penderita Social


Anxiety Disorder dimulai dari awal penderita menyadari mengalami Social
Anxiety Disorder dan perasaan-perasaan yang muncul, hingga motivasi
dan pengalamannya menjalani treatment atau therapy (memperoleh
pertolongan dari expert).
2. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui hambatan maupun
dukungan yang diperoleh penderita Social Anxiety Disorder dari awal
menyadari mengalami Social Anxiety Disorder, hingga menjalani
treatment atau therapy (memperoleh pertolongan dari expert).
3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penanganan (treatment atau
therapy) Social Anxiety Disorder di Indonesia dibandingkan dengan
ekspektasi penderita Social Anxiety Disorder, dan mengetahui saran dan
harapan penderita khususnya penderita S2 psikologi profesi dalam
penanganan (treatment atau therapy) Social Anxiety Disorder di Indonesia.

1.5. MANFAAT

Berikut manfaat atau kegunaan dari adanya penelitian ini baik secara
teoritis maupun praktis:
1. Manfaat Teoritis:
a. Dapat memperluas pemahaman di dalam ranah psikologis, khususnya
mengenai dinamika psikologis dan pengalaman-pengalaman yang
dialami oleh individu penderita Social Anxiety Disorder dari awal
menyadari hingga selesai menjalani treatment atau therapy, khususnya
untuk individu dewasa awal, melalui temuan-temuan dalam penelitian
ini.
b. Dapat memberikan atau menyumbangkan informasi baru mengenai
dukungan dan hambatan yang dialami oleh penderita Social Anxiety
Disorder khususnya untuk individu dewasa awal, yang bisa dijadikan
pertimbangan oleh peneliti lainnya untuk melakukan penelitian
dengan tema serupa maupun tema Social Anxiety Disorder.
2. Manfaat Praktis:
a. Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan informasi
yang dimiliki masyarakat luas di Indonesia dan juga psikolog, ilmuan
psikologi, dan individu-individu yang bekerja pada bidang kesehatan
mental lainnya, agar lebih dapat memahami pengalaman-pengalaman
dan dinamika psikologis yang dialami oleh penderita Social Anxiety
Disorder dari awal menyadari hingga selesai menjalani treatment atau
therapy, terutama pada individu dewasa awal. Dengan kata lain dapat
berguna dalam dunia pekerjaan psikolog, ilmuan psikologi, dan
individu-individu yang bekerja pada bidang kesehatan mental.
b. Temuan dari penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat
Indonesia terutama psikolog, ilmuan psikologi, dan individu-individu
yang bekerja pada bidang kesehatan mental lainnya dalam
mengembangkan intervensi kesehatan mental di Indonesia terutama
mengenai Social Anxiety Disorder.
c. Memahami secara personal tentang keunikan individu dewasa awal
dalam dinamika psikologisnya dari awal menyadari mengalami Social
Anxiety Disorder hingga selesai menjalani treatment atau therapy,
serta ekspektasi atau harapan dalam menjalani treatment atau therapy.
d. Memberikan referensi bagi penderita Social Anxiety Disorder.
PUSTAKA ACUAN

Hjeltnes, A., Moltu, C., Schanche, E., & Binder, P.-E. (2016). What Brings You
Here? Exploring Why Young Adults Seek Help for Social Anxiety. Qualitative
Health Research, 26(12), 1705–1720. https://doi.org/10.1177/1049732315596151

Anda mungkin juga menyukai