Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEPERAWATAN MASALAH PSIKOSOSIAL

HARGA DIRI RENDAH SITUASIONAL (HDR)

PADA TN “B” DI JALAN …….

Dosen Pembimbing : Ns. Tutur Kardiatun, M. Kep

Oleh
Kelompok

Afrilimunika Buri
Agustinus Theo Jalani
Dian Puspita
Dina Miranda
Fransiska Eda
Sherly Gita Pramesti
Viktoria Epriyanti. P

PROGRAM PROFESI / NERS KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN

MUHAMMADIYAH PONTIANAK

TAHUN 2020

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR SKEMA
DAFTAR TABEL
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa diartikan sebagai keadaan sejahtera, dimana individu memiliki
kemampuan untuk menyadari potensi yang ada dalam dirinya, dapat mengatasi tekanan
kehidupan yang terjadi, bekerja secara produktif dan dapat berkontribusi dalam
komunitasnya,World Health Organization/ WHO (2014). Individu yang sering
mengalami tekanan emosional, distress dan terganggunya fungsi (disfungsi), akan
berpotensi cukup besar mengalami gangguan jiwa yang dikenal dengan istilah ODGJ
(Orang Dengan Gangguan Jiwa) (Rahayu, Mustikasari & Daulima, 2019).
Menurut UU RI No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, Kesehatan Jiwa adalah
kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual,
dan social sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat
mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi
untuk komunitasnya. Pada pasal 70 menjelaskan bahwa pasien dengan gangguan jiwa
mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan jiwa sesuai
dengan standar pelayanan kesehatan jiwa, mendapatkan jaminan atas ketersediaan obat
psikofarmaka sesuai dengan kebutuhannya.
Gangguan jiwa atau mental disorder merupakan suatu perubahan yang terjadi pada
fungsi jiwa yang menimbulkan adanya gangguan pada fungsi jiwa yang menyebabkan
penderitaan terhadap individu dan atau hambatan dalam melakukan peranan social.
Gangguan jiwa menimbulkan beban ganda bagi mereka yang menderita penyakit
tersebut. Fungsi fisik, psikologis, kognitif, emosional, dan sosial sering terganggu oleh
proses penyakit. Seseorang yang didiagnosis dengan penyakit jiwa sering kali harus
mengatasi penolakan, penghindaran, dan bahkan kekerasan fisik yang disebabkan oleh
makna budaya negatif yang terkait dengan gangguan jiwa (Keliat & Akemat, 2010).
World Health Organization (WHO) 2018 menyatakan kesehatan jiwa adalah saat
individu dalam keadaan sehat dan dapat merasakan kebahagiaan serta mampu dalam
menghadapi tantangan hidup, bersikap positif terhadap diri sendiri ataupun orang lain
dan dapat menerima orang lain sebagimana mestinya. Selain itu, dikatakan kesehatan
jiwa yaitu dimana kondisi seorang individu berkembang baik itu secara fisik, mental,
spiritual dan sosial sehingga menyadari kemampuan sendiri, mampu mengatasi tekanan,
bekerja secara produktif, dan memberikan kontribusi untuk komunitasnya namun jika
kondisi perkembangan individu tersebut tidak sesuai disebut gangguan jiwa (UU No.18
tahun 2014) dalam (Yanti, et al., 2020).
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) 2016, ada sekitar
450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan jiwa. Terdapat sekitar 35 juta
28 orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia,
serta 47,5 juta terkena demensia. Di Indonesia menurut data Riskesdas (2018),
menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan
gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai
sekitar 9,8 juta orang dari jumlah penduduk Indonesia, sedangkan prevalensi
pengobatan penderita gangguan jiwa dengan skizofrenia mencapai sekitar 84,9% yang
berobat dan 15,1% yang tidak berobat.
Prevalensi gangguan jiwa di Kalimantan Barat sekitar 1% dari jumlah penduduk dan
prevalensi depresi pada penduduk kota pontianak sebesar 6, 79 %, pada Kabupaten Kubu
Raya sebesar 7, 55 %. Berdasarkan data dari Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan
Barat ada sekitar 2.000 masyarakat Kalimantan Barat yang sering berkunjung ke Rumah
Sakit Jiwa (RSJ) termasuk juga pasien lama yang sering datang berkali-kali dan sesui
dengan data rekam medik yang ada di RSJ sudah mencapai 6.000-an, hal ini
membuktikan bahwa banyaknya masyarakat di Kalimantan Barat yang mengalami
gangguan jiwa salah satunya adalah masalah psikososial harga diri rendah.
Prevalesni Harga Diri Rendah di dunia berdasarkan penelitian di dunia tahun
2011 yang menunjukan bahwa data klien harga diri rendah pada berbagai negara,
Belanda 24,99%, Norwegia, 22,37%, Australia 36,85%, Swedia 42,90%, Kanada
32,61%, Italia 20,28%, Jerman 16,06%, Inggris 41,73% dan Amerika Serikat
31,92%. Penelitian ini dilakukan dengan jumlah total 69,249 klien, angka
tersebut tergolong cukup tinggi di berbagai negara di dunia (Bowers, et al, 2011).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia prevalensi klien dengan harga diri
rendah di Indonesia lebih dari 30 % klien dengan harga diri rendah tidak
mendapatkan penanganan. Jumlah penderita gangguan jiwa sebanyak 2,5 juta yang
terdiri dari pasien dengan harga diri rendah dan diperkirakan 40% menderita harga
diri rendah (Kusumawati, 2011).
Jenis dan karakteristik gangguan jiwa sangat beragam, satu diantaranya yang sering
dirawat adalah harga diri rendah. Harga diri merupakan salah satu aspek yang
menentukan keberhasilan seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
Harga diri sebagai suatu sikap optimis terhadap kemampuan diri sendiri dalam
melakukan interaksi dengan masyarakat (Gunarsah, 2012). Harga diri rendah adalah
evaluasi diri yang negatif, berupa mengkritik diri sendiri, dimana seseorang memiliki
fikiran negatif dan percaya bahwa mereka ditakdirkan untuk gagal (Windarwati, 2016)
dalam (Rahayu, Mustikasari & Daulima, 2019). Harga diri rendah sangat rentan terjadi
pada seseorang dengan situasi penuh dengan stressor. Respon kognitif ditunjukan berupa
penyimpangan fikiran, kebingungan, secara afektif pasien merasa rendah diri, merasa
takut dan malu, secara perilaku pasien menunjukkan pasif dan tidak responsif,
kehilangan inisiatif dan sulit mengambilan keputusan (Fausiah & Widury, 2014).
Dampak harga diri rendah menyebabkan individu merasa tidak aman dan tidak bebas
bertindak, cenderung tidak konsisten dalam mengambil keputusan, memiliki perasaan
tidak percaya diri dan menurunkan kemauan melakukan resiliensi dengan masyarakat.
seseorang dengan harga diri rendah yaitu dirinya tidak akan berkembang di dalam
kehidupannya, akan merasa terkucilkan dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain
atau menarik diri karena tidak memiliki kepercayaan diri dan apabila seseorang dengan
harga diri rendah selalu menyendiri maka cenderung akan mengalami halusinasi bahkan
sampai akan merusak lingkungan dan melakukan perilaku kekerasan pada orang lain
(Skinner, 2012).
Penatalaksanaan harga diri rendah dapat dilakukan tindakan terapi psikofarmaka,
psikoterapi, terapi somatik, dan terapi keperawatan yang biasa dilakukan yaitu terapi
modalitas atau perilaku. Terdapat beberapa jenis terapi modalitas yaitu terapi individual,
terapi lingkungan, terapi kognitif, terapi keluarga, terapi bermain, dan terapi aktivitas
kelompok (TAK). Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan terapi modalitas yang
dilakukan oleh seorang perawat terhadap sekelompok pasien yang memiliki masalah
keperawatan yang sama (Prabowo, 2014).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, kelompok tertarik membahas masalah
gangguan psikososial asuhan keperawatan harga diri rendah pada pasien Tn. B di
jalan…….
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penelitian studi kasus ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan masalah psikososial harga diri rendah.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian studi kasus ini untuk :
a. Memberikan gambaran tentang konsep dasar masalah psikososial pada klien
dengan harga diri rendah.
b. Memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan
harga diri rendah
c. Menganalisa antara pelaksanaan asuhan keperawatan dengan teori yang telah di
dapatkan terkait dengan masalah psikososial harga diri rendah.
C. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan ditujuan untuk rumah sakit, untuk perawat, klien beserta keluarga
dan bagi institusi keperawatan maupun peneliti lainnya.
1. Bagi Rumah sakit
Hasil penulisan makalah ini dapat membantu rumah sakit dalam membuat
kebijaksanaan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah
psikososial harga diri rendah dirumah sakit.
2. Bagi Perawat
Penulisan makalah yang telah dibuat ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk
perawat dalam mengaplikasikan konsep dalam melaksanakan asuhan keperawatan
pada klien dengan resiko gangguan jiwa khususnya harga diri rendah.
3. Bagi Mahasiswa/ peneliti
Sebagai bahan tambahan pengetahuan dan memperoleh pengalaman nyata serta yang
telah didapatkan selama pendidikan.
4. Bagi Klien dan Keluarga
Hasil laporan kasus ini dapat membantu, memberikan informasi bagi klien dan
keluarga tentang penanganan masalah psikososial mengenai harga diri rendah.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina (2011). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensori terhadap Kemampuan
Mengekspresikan Perasaan pada Pasien Harga Diri Rendah di RSJ Prof. dr. Soeroyo Magelang.
(Skripsi tidak dipublikasikan).

Bowers, W. J. 2012. Student dishonesty and its control in college. New York: Mccmilan.

Fausiah, F & Julianti, W. (2014). Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Penerbit Jakarta. Universitas
Indonesia (UI-Pres).

Gunarsah. A. 2012. Psikologi Keperawatan. Surakarta : Tiga Serangkai

Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Psikoedukasi Keluara Pada Klien Harga Diri Rendah diruang Yudistira Rumah Sakit
Dr.Marzoeki Mahdi Bogor. Jurnal Keperawatan Jiwa. Volume 1, No. 2, November 2013;161-169.

Riskesdas Kalimantan Barat. (2018). Riset Kesehatan Dasar.

Rahayu, Mustikasari & Daulima, 2019. Perubahan Tanda Gejala dan Kemampuan Pasien Harga
Diri Rendah Kronis Setelah Latihan Terapi Kognitif dan Psikoedukasi Keluarga. Journal Educational
of Nursing (JEN) : Vol.2 No.1 . hal. 39-51.

Keliat, B. A., & Akemat. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

Skinner. 2012. Ilmu Pengetahuan dan Perilaku Manusia. Jakarta: Pustaka Pelajar

Kusumawati, F & Hartono, Y. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai