Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

“PRENATAL CARE”
DOSEN PEMBIMBING: Surtikanti, M.Kep

DISUSUN OLEH:

VIKTORIA EPRIYANTI P.
SRP 20317095

REGULER B
PROGRAM STUDI NERS TAHAP PROFESI STIK MUHAMMADIYAH
PONTIANAK
TAHUN AJARAN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN Ca. SERVIKS
A. Definisi

Kanker serviks adalah sel-sel serviks yang tumbuh abnormal pada leher rahim (Arum, 2015).
Kanker serviks adalah kanker yang terdapat pada serviks area bagian bawah rahim yang
tumbuh secara abnormal dan membelah secara tidak terkendali (Rozi, 2013).
Kanker serviks merupakan sebuah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher Rahim
(Dinengsih,dkk 2018)

B. Faktor Risiko Ca Serviks


1. Hubungan seksual pada usia dini

Saat usia dini sel-sel mukosa belum matur dan masih akan mengalami banyak perubahan secara
fisiologis dan anatomi. Hubungan sexual yang dilakukan dapat berpengaruh pada kerusakan
jaringan epitel serviks atau dinding rongga vagina. Kondisi tersebut dapat bertambah buruk
mengarah pada kelainan sel dan pertumbuhan sel abnormal. Usia melahirkan yang terlalu dini
mendatangkan berbagai risiko bagi kaum perempuan. Kerusakan sel pada saluran reproduksi
yang masih berkembang atau belum matang sehingga meningkatkan kemungkinan terjadi mutasi
sel. Mutasi sel yang berlangsung bertahun-tahun akan menghasilkan dysplasia sel pada organ
reproduksi yang dapat menyebabkan kanker serviks. Displasia adalah kerusakan pertumbuhan
sel yang menyebabkan sel memiliki ukuran, bentuk, atau penampakan berbeda dengan sel induk
asalnya. Kejadian ini bertahun-tahun sebelum akhirnya menjadi kanker serviks. (Afiyanti &
Pratiwi, 2016).
2. Usia

Risiko terjadinya Ca Serviks meningkat hingga 2 kali lipat setelah usia 35 – 60 tahun. Meningkatya
risiko kanker pada usia lanjut dikarenakan meningkatnya waktu pemaparan terhadap karsinogen
dan melemahnya system kekebalan tubuh pada usia lanjut.

3. Berganti-ganti pasangan

Individu yang memiliki lebih dari satu pasangan atau pasangan tersebut berhubungan seks lebih dari
satu pasangan, maka meningkatkan risiko terkena infeksi HPV, iritasi dan peradangan pada sel-
sel serviks.
4. Merokok

Terdapat data yang mendukung terjadinya kanker serviks salah satunya disebabkan oleh rokok dan
adanya hubungan antara merokok dengan kanker sel skuamosa pada serviks. Rokok mengandung
unsur-unsur utama antara lain nikotin, aseton, ammonia, karbon monoksida, sebatang rokok
mengandung 4.000 jenis senyawa kimia beracun untuk tubuh yang bersifat karsinogenik.
Komponen utama adalah nikotin yang dapat menimbulkan penyakit kanker. Bahan Karsinogenik
dari tembakau dapat dijumpai dalam lendir serviks wanita perokok. Bahan ini dapat merusak
DNA sel epitel skuamosa dan bersamaan dengan infeksi HPV dapat menjadi keganasan.

5. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)

Pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi serviks
yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus.

6. Infeksi

Kebersihan diri yang buruk meningkatkan risiko terjadinya infeksi bakteri dan jamur pada area
genital perempuan. Infeksi ini dapat menyebabkan iritasi pada serviks dan menyebabkan keluhan
keputihan yang berkelanjutan yang pada akhirnya meningkatkan risiko kejadian kanker serviks.
Infeksi virus HPV menyebabkan kerusakan pada sel-sel serviks dan membelah diri secara tidak
terkendali yang meningkatkan kemungkinan munculnya keganasan (Damayanti, 2013).

7. Kontrasepsi Oral

Kontrasepsi oral dapat berbentuk pil kombinasi, sekuensial, mini atau pasca senggama dan
bersifat reversible. Kontrasepsi oral kombinasi mengandung dosis estrogen dan progesterone
yang tetap. Pemakaian kontrasepsi dengan kandungan estrogen dapat berisiko karena merangsang
penebalan dinding pada endometrium dan merangsang sel-sel endometrium sehingga dapat
merubah sifat menjadi sel kanker.

8. Genetik

Genetik atau keturunan merupakan faktor yang mempengaruhi seseorang terkena kanker.
Kecenderungan genetik ini terjadi karena kerapuhan sel untuk mengalami mutasi diturunkan
bersama dengan penurunan sifat lainnya dari orangtua. Menurut (Rio & Tyas 2017) wanita yang
memiliki riwayat keluarga dengan kanker lebih berisiko terkena kanker.
9. Paritas

Perempuan dengan paritas tinggi memiliki hubungan dengan terjadinya eversi pada epitel kolumner
serviks selama kehamilan yang dapat menyebabkan dinamika baru epitel metaplasia imatur yang
dapat meningkatkan risko transformasi pada sel sehingga memudahkan untuk terinfeksi HPV.

C. Tanda Gejala

Adapun beberapa tanda dan gejala yang bisa ditemukan bagi penderita kanker serviks
menurut (Arum, 2015) yaitu:
1. Keputihan yang tidak normal

Keputihan yang berulang-ulang, tidak sembuh walaupun sudah diobati. Keputihan berbau, gatal dan
panas.
2. Perdarahan pervagina

Dengan makin bertambahnya penyakit tanda menjadi semakin jelas. Perdarahan menjadi semakin
banyak, lebih sering dan berlangsung lebih lama. Perdarahan ini diluar masa haid. Perdarahan ini
bisa terjadi setelah melakukan hubungan badan, perdarahan setelah menopause.
3. Cairan vagina yang berbau

Terjadi massa nekrosis yang berlanjut, karena pertumbuhan tumor yang sangat cepat tidak diimbangi
dengan pertumbuhan pembuluh darah (angiogenesis) agar menperoleh aliran darah yang cukup.
Keadaan ini menyebabkan bau yang tidak sedap dan reaksi peradangan non spesifik.
4. Sering merasa sakit pada organ reproduksi

Pada stadium lanjut ketika tumor telah menyebar keluar dari serviks ke dinding panggul, ureter
sering mengalami rasa sakit yang menjalar ke pinggul atau kaki, nyeri saat berkemih dan buang
air besar. Penyebaran ke bagian tungkai bawah dapat menyebabkan edema tungkai bawah, atau
terjadi uremia bila telah terjadi penyumbatan kedua ureter.

D. Stadium Kanker
Stadium kanker serviks menurut International of Gynecology and Obstetrics (FIGO) dalam
(Stead, L. G, 2007) :
1. Stadium 0. Karsinoma in-situ, pemeriksaan yang dilakukan berupa konisasi. Konisasi
merupakan prosedur pengangkatan jaringan yang terdapat selaput lendir serviks dan epitel
serta kelenjarnya. Kelangsungan hidup 5 tahun 100%
2. Stadium I. Karsinoma masih terbatas di serviks, pemeriksaan dilakukan operasi histerektomi.
Kelangsungan hidup 5 tahun 85%
3. Stadium II. Tumor keluar dari uterus namun tidak sampai ke dinding panggul atau mencapai
1/3 bagian bawah vagina, pemeriksaan dilakukan yaitu kemoradiasi. Kelangsungan hidup 5
tahun 65%
4. Stadium III. Tumor meluas ke dinding panggul atau mencapai 1/3 bawah vagina dan
menimbulkan hidronefrosis atau gagal ginjal, dan akan dilakukan hemodialisa, kemoterapi
serta radiasi. Kelangsungan hidup 5 tahun 35%
5. Stadium IV. Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rectum meluas keluar panggul.
Pemeriksaan dilakukan kolostomi, kemoterapi paliatif, radiasi paliatif. Kelangsungan hidup 5
tahun 7%

E. Pencegahan Ca Serviks
Pendidikan kesehatan dalam pencegahan kanker serviks dapat dilakukan dengan tiga macam
cara yaitu:
1. Pencegahan primer meliputi:
a. Menurut (Rozi, M F, 2013) dapat dilakukan dengan edukasi pola hidup sehat dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Merawat organ intim dengan benar
Memperhatikan kondisi vagina dalam keadaan bersih, kering dan bebas penyakit. Bila
vagina terkena infeksi segera di obati. Melakukan seks yang aman artinya seks yang
dilakukan dengan suami bukan dengan pacar atau selingkuhan bisa menularkan
penyakit seperti virus HPV (Human papilo virus). Memilih pakaian dalam yang
nyaman, bersih dan kering. Vagina merupakan jalan keluarnya air seni dan berdekatan
dengan anus, oleh karena itu vagina rentan terkontaminasi dengan bakteri- bakteri
2) Perhatian ekstra saat haid
Saat menstruasi mengganti pembalut minimal empat jam. Tidak perlu memilih pembalut
yang seperti apa, yang penting rutin mengganti pembalut. Disaat dalam keadaan tidak
menstruasi, hindari menggunakan pantyliner karena dapat meningkatkan kelembaban.
Penggunaan tampon saat menstruasi sama halnya dengan pembalut hanya
penggunaannya dimasukkin ke dalam liang vagina. Tampon risiko lebih besar karna
tampon lebih dekat ke mulut rahim, maka selain memastikan ukuran tampon tangan
harus benar- benar bersih.
3) Hindari toilet kotor
Toilet yang kotor dapat berpengaruh terhadap kesehatan organ intim wanita, air di toilet
yang telah terkontaminasi oleh jamur, parasit penyebab keputihan dari orang lain dapat
tertular. Kebiasaan yang salah saat membilas vagina, yakni dari arah belakang ke
depan dapat memicu keputihan. Sebaiknya di toilet umum cukup menggunakan tissue
bila airnya kotor. Dan di sarankan mencuci tangan terlebih dahulu
4) Hindari seks saat haid
Saat wanita mengalami menstruasi leher rahim akan terbuka, dapat mempermudah
masuknya kuman dan bakteri. Dan kedua saat menstruasi dinding vagina akan
mengalami inflamasi atau pembengkakan sebagai proses alami. Darah tersebut sebagai
media yang berpotensi mengembangkan kuman dan bakteri yang mengakibatkan
infeksi saluran kencing. Ketiga seks dikala haid dapat menumbuhkan sel-sel
endometriosis, dengan pertumbuhan sel dapat memicu rasa nyeri saat haid. Penyebab
endometriosis adalah aliran balik darah haid dari dalam rahim ke saluran indung telur
dan masuk kembali ke dinding perut. Keempat, gerakan penis pada saat berhubungan
seks di masa haid menjadi pemicu terjadinya gelembung udara ke pembuluh darah
yang terbuka yang mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah dan menyebabkan
kematian mendadak.
5) Hindari berhubungan seks saat usia dini
Berhubungan seks dibawah umur 20 tahun, bisa menyebabkan rusaknya alat reproduksi
wanita
6) Makan makanan bergizi
Yang termasuk dalam golongan anti karsinogen seperti sayuran (brokoli, bayam, wortel)
dan buah-buahan (tomat, sirsak, manggis) yang banyak mengandung betakaroten,
vitamin A, vitamin C dan E. Dan zat gizi lainnya yang dapat mencegah kanker asam
folat, vitamin D, kalsium, Magnesium, niasin dan selenium.
7) Vaksin HPV
Pencegahan kanker serviks dibarengin dengan proteksi spesifik dengan memberikan
vaksin HPV (Kemenkes RI, 2019). Vaksin HPV untuk melindungi dari 4 tipe HPV tipe
6, 11, 16 dan 18. Vaksin diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali dalam 3 dosis
dalam periode pemberian awal, 2, dan 6 bulan berikutnya, tidak melebihi waktu 1
tahun. Sebaiknya vaksin diberikan sebelum kontak seksual pertama atau sebelum
wanita terpapar dengan HPV. Vaksin dapat mulai diberikan pada wanita usia 10 tahun
sampai usia 55 tahun. Reaksi akibat vaksinasi berupa nyeri, kemerahan,
pembengkakan (Setiawati, 2014).
2. Pendidikan kesehatan dalam pencegahan sekunder Menurut (Afiyanti, 2016) meliputi deteksi
dini kanker serviks :
a. IVA ( Inspeksi Visual Asam asetat)
Pemeriksaan IVA tehniknya mudah dan sederhana, tingkat sensitifitasnya tinggi,
cepat dan cukup akurat untuk menemukan kelainan pada tahap kelainan sel (dysplasia)
dengan cara mengoleskan cairan asam asetat 3-5% pada mulut rahim. Hasil positif apabila
ditemukan plak putih yang tebal atau epitelaseto white pada mulut rahim, hasil negative
apabila permukaan polos, kaku warna merah jambu. Pemeriksaan IVA dilakukan pada
wanita yang sudah melakukan hubungan seksual, tidak melakukan hubungan seksual lebih
dari 24 jam dan tidak sedang haid. IVA dilakukan tiap 3-5 tahun sekali atau sesuai anjuran
dokter, sangat di sarankan bagi wanita yang berisiko terkena kanker serviks.
b. Pap smear
Pap smear merupakan prosedur pengambilan sampel sel dari serviks. Pap smear dilakukan
bila IVA hasil positif dan Pap smear bisa dilakukan tanpa pemeriksaan IVA. Jika hasil pap
smear tiga kali berturut-turut negatif dianjurkan pemeriksaan tes pap smear tiap tahun.
Pemeriksaan dianjurkan lebih sering bagi yang berisiko kanker serviks dan memiliki riwayat
pemeriksaan sel pra kanker pada pemeriksaan sebelumnya. Pencegahan sekunder pada risiko
tinggi dilakukan pada wanita usia < 16 tahun, wanita yang mempunyai banyak partner
seharusnya melakukan tes pap smear tiap tahun.

3. Pencegahan tersier
Dilakukan di rumah sakit, untuk menentukan diagnosa, pengobatan dan perawatan paliatif. Bagi
yang sudah terkena kanker serviks tujuannya adalah untuk mencegah peningkatan stadium atau
penyebaran dari stadium.

F. Penatalaksanaan
1. Konisasi dingin
Konisiasi dingin adalah prosedur saat didapatkannya biopsy berbentuk kerucut dari serviks.
Prosedur ini dapat dilakukan saat pemeriksaan kolposkopi dianggap tidak adekuat. Konisasi
memungkinkan klien untuk mempertahankan kemampuan reproduksi. Konisasi dingin juga
membantu khusunya jika kelenjar endoserviks terlibat dan tidak Nampak.
2. Loop Electrocautery Excision Procedure (LEEP)
LEEP adalah prosedur yang dilakukan untuk mengeksisi area serviks yang menyebaban
kekhawatiran. Dibawah anesthesia local, lesi diangkat secara total dengan lengkung diatermi
bergangan rendah. Manfaat LEEP yaitu penyembuhan yang cepat dan sedikit mengalami
kerusakan jaringan.

3. Bedah Krio dan Laser


Bedah krio adalah membekukan jaringan serviks yang sakit. Efek sampingnya minimal, walaupun
sekresi cairan vagina pascaterapi berlangsung selama 2 – 4 minggu. Bedah laser menggunakan
sinar langsung (panas) untuk mengangkat jaringan yang sakit. Sering kali terjadi
ketidaknyamanan setelah prosedur ini.

4. Histerektomi
Histerektomi abdominal total digunakan untuk terapi karsinoma in situ pada klien yang telah
memiliki anak atau untuk mengatasi kanker invasif.

G. Komplikasi

Komplikasi berkaitan dengan intervensi pembedahan sudah sangat menurun yang

berhubungan dengan peningkatan teknik-teknik pembedahan tersebut. Komplikasi tersebut meliputi:

fistula uretra, disfungsi kandung kemih, emboli pulmonal, limfosit, infeksi pelvis, obstruksi usus

besar dan fistula rektovaginal.

Komplikasi yang dialami segera saat terapi radiasi adalah reaksi kulit, sistitis radiasi dan

enteritis. Komplikasi berkaitan pada kemoterapi tergantung pada kombinasi obat yang digunakan.

Masalah efek samping yang sering terjadi adalah supresi sumsum tulang, mual dan muntah karena

penggunaan kemoterapi yang mengandung sisplatin.

H. Diagnosa & Intervensi Keperawatan


Pre op & Pre Radiasi
1. Nyeri kronis berhubungan dengan infiltrasi tumor

HYD: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, maka tingkat nyeri
berkurang dengan kriteria hasil: keluhan yeri menurun dengan skala nyeri 1-0, pasien
tampak rileks, gelisah menurun, kesulitan tidur menurun, frekuensi nadimembaik (60-
100x/mn), pola napas membaik (12-20x/mnt), tekanan darah mebaik 110/70mm Hg)
Intervensi dan rasional:
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuesi, kualitas, intensitas nyeri dan skala
nyeri

Rasional: membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan


2) Identifikasi respon nyeri non verbal

Rasional: melihat respon nonverbal pasien jika merasa nyeri


3) Identifikasi faktor yang memperberat atau memperingan nyeri

Rasional: melihat faktor resiko nyeri


4) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri ( mis, relaksasi nafas
dalam, distraksi, imajinasi terbimbing)

Rasional: teknik non farmakologis dapat membantu mengurangi rasa nyeri


5) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu ruangan, kebisingan)

Rasional: lingkungan yang nyaman dapat membantu meredakan nyeri


6) Fasilitasi istirahat dan tidur
Rasional: mengurangi rasa nyeri
7) Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri

Rasional: mengetahui penyebab timbulnya nyeri


8) Jelaskan strategi meredakan nyeri

Rasional: strategi untuk meredakan nyeri dapat dilakukan agar nyeri berkurang
9) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri

Rasional: teknik non farmakologis dapat membantu mengurangi rasa nyeri


10. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional: menurunkan nyeri dan meningkatkan kenyamanan

2. Resiko perdarahan berhubungan dengan proses keganasan


HYD: Setelah dilakukan intervensi keperaawatan 2x24 jam maka, tingkat perdarahan
menurun dengan kriteria hasil: membrane mukosa lembab, perdarahan pervagina
menurun, hemoglobin membaik (12-14 gr/dl), hematocrit membaik (35-45%), TD
membaik (systole 70-90 mmHg) (Diastole 110-140 mmHg), HR 60-80 x/mnt, RR: 12-20x/mnt,
S 36-37 C

Intervensi dan rasional:


Intervensi dan rasional:
1) Monitor tanda -tanda vital dan gejala perdarahan
Rasional: mengetahui adanya perubahan tanda-tanda vital dan untuk menentukan
intervensi selanjutnya
2) Monitor hemoglobin dan hematocrit sebelum dan sesudah perdarahan
Rasional: penurunan kadar Hb dan Ht dapat menjadi indikator awal perdarahan.
3) Monitor tanda-tanda vital ortostatik
Rasional: mengetahui status tanda-tanda vital ortostatik
4) Monitor koagulasi (PT, APTT)
Rasional: peningkatan kadar PT dan aPTT mempengaruhi terjadinya risiko perdarahan
5) Identivikasi tanda-tanda hypovolemia
Rasional: mengurangi risiko terjadinya hipovolemia
6) Pertahankan bedrest selama perdarahan
Rasional: mencegah terjadinya perdarahan
7) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
Rasional: klien mampu mengetahui tanda dan gejala perdarahan
8) Anjurkan segera melapor apabila ada perdarahan
Rasional: mengurangi risiko perdarahan yang lebih dan segera mendapatkan penanganan
9) Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan
Rasional: perdarahan dapat terhenti
10) Kolaborasi pemberian produk darah bila perlu
Rasional: membantu pemenuhan kebutuhan darah didalam tubuh

Post operasi dan post Radiasi


1. Resiko tinggi Infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive
HYD: Setelah dilakuan intervensi 2x24 jam, maka tingakt infeksi menurun dengan
kriteria hasil: Demam menurun, kemerahan menurun, nyeri menurun (skala 2-0),
cairan berbau busuk menurun, kadar sel darah putih membaik ( 5000-10.000gr/dl)
Intervensi dan rasional:
1) Monitor tanda-tanda infeksi local dan sistemik
Rasional: Mengetahui ada atau tidak nya tanda-tanda infeksi.
2) Cuci tangan sebelum dan sesudahkontak dengan pasien dan lingkunan pasien
Rasional: Mencegah infeksi silang
3) Jaga kebersihan lokasi luka operasi
Rasional: Mencegah terjadinya infeksi.
4) Rawat luka dengan tehnik aseptic dan anti septic
Rasional: mencegah masuknya kuman kedalam luka
5) Lepaskan balutan luka secara perlahan
Rasional: Mencegah iritasi
6) Pertahankan teknik steril saat merawat luka
Rasional: Mencegah infeksi silang
7) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Rasional: menambah pengetahuan pasien
8) Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori tinggi protein
Rasional: Nutrisi yang baik mempercepat penyembuhan luka atau jaringan
9) Anjurkan klien klien untuk mobilisasi fisik secara bertahap
Rasional: Untuk mempercepat penyembuhan luka.
10) Ajarkan cara mencuci tangan yang benar.
Rasional: Mencegah transmisi mikro organisme.
11) Ajarkan cara merawat luka secara mandiri
Rasional: Agar pasien dapat merawat luka sendiri
12) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka operasi
Rasional: Untuk mengetahui perkembangan luka
13) Kolaborasi dengan Medis untuk memberikan antibiotic.
Rasional: mencegah infeksi

2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


intake makanan yang tidak adekuatmual, muntah, anoreksia.
HYD: Setelah dilakukan intervensi keperawatan 2x 24 jam, maka status nutrisi pasien

membaik dengan kriteria hasil: Porsi makanan yang dihabiskan meningkat (½-1 porsi),

berat badan membaik, IMT membaik

Intervensi dan rasional:


1) Identifikasi status nutrisi pasien
Rasional: Mengetahui status nutrisi pasien
2) Idnetifikasi makanan yang disukai
Rasional: untuk mengetahui kesukaan pasien sehingga dapat dikonsumsi
3) Monitor mual dan muntah dari efek kemoterapi
Rasional: Untuk mengetahui efek kemoterapi dan memberi intervensi selanjutnya
4) Identifikasi kebutuhan nutrisi dan nutrient
Rasional: Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi dan memberi intervensi
5) Timbang berat badan 2 kali seminggu
Rasional: untuk mengetahui perkembangan
6) Anjurkan makan makanan porsi makan dengan porsi kecil tapi sering.
Rasional: Agar isi pengisian lambuh bertahap dan mencegah rasa penuh
7) Monitor asupan makanan
Rasional: Pemantauan asupan cukup atau tidak
8) Lakukan oral hygiene
Rasional: Untuk menjaga kebersihan dan menigkatkan selera makan
9) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Rasional: Dapat meningkatkan selera makan dan kebutuhan terpenuhi.
10) Beri makanan tinggi kalori tinggi tinggi protein
Rasional; Memenuhi kebutuhan nutrisi
11) Anjurkan untuk duduk saat makan
Rasional: mengurangi desakan diagprahma
12) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan( antiemetic)
Rasional: Mengurangi rasa mual, muntah
13) Kolaborasi kebagian gizi untuk menetukan jumlah kalori dan protein yang
diperlukan
Rasional: untuk mementukan diet yang tepat
14) Anjurkan pasien untuk mengurangi minum disela- sela makan.
Rasional: minum dapat mengakibatkan cepat kenyang, stok nutrisi yang masuk
kurang.
15) Temani dan bantu pasien makan.
Rasional: dapat meningkatkan motifasi pasien untuk menghabiskan makan.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek samping terapi radiasi.


HYD: Setelah dilakukan intervensi 2x24 jam, makan integritas kulit dan jaringan
meningkat dengan kriteria hasil: kerusakan jaringan menurun, kerusakan lapisan
jaringan menurun.
Intervensi dan rasional
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
Rasional:
2. Pertahankan hidrasi kulit secara adekuat.
Rasional: elastisasi kulit tetap terjaga.
3. Anjurkan minum cakupan cairan
Rasional: menjaga hidrasi kulit
4. Kaji kulit terhadap efek samping terapi radiasi
Rasional: efek merah, gatal-gatal dapat terjadi dalam area radiasi
5. Jelaskan pada pasien untuk menghindari menggaruk.
Rasional: mencegah iritasi
I. Discharge Planning

1. Jangan berganti-ganti pasangan


2. Hindari seks bebas (kurang dari 20 tahun)
3. Selalu gunakan kondom latek untuk melindungi terhadap IMS (ingat kondom tidak 100%
efektif).
4. Hindari merokok
5. Post operasi dianjurkan unutk tetap menjaga kebersihan vagina, mencuci bagian luar
vagina dan sebagian saluran vagina untuk menjauhkan diri dari kuman
6. Ajarkan cara merawat luka operasi.
7. Dorong pihak keluarga harus sepenuh hati memberikan perhatian serta dukungan kepada
pasien
8. Konsumsi makanan yang mengandung tinggi kalori tinggi protein tinggi serta makanan
lembut yang mudah dicerna.
9. Dalam 2 tahun pertama lakukan pemeriksaan 3 bulan sekali
10. Pada tahun ke tiga dan kelima, pemeriksaan dianjurkan setiap 6 bulan sekali dan
selanjutnya setiap 1 tahun sekali
11. Lakukan kemoterapi dan radioterapi secara teratur sesuai jadwal yang ditentukan.
12. Anjurkan untuk segera ke rumah sakit apabila ada perdarahan

DAFTAR PUSTAKA
Afiyanti, Y., & Pratiwi, A. (2016). Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi Perempuan Promosi,
Permasalahan dan Penangannnya dalam Pelayanan Kesehatan dan Keperawatan. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada.
Arum, S. P. (2015). Stop Kanker serviks. Yogyakarta: Notebook.

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Keperawatan Medikal Bedah. Indonesia: CV Pentasada Media
Edukasi

Dinengsih, S., & Sitanggang, E. (2018). Analisis faktor perilaku deteksi dini kanker serviks dengan
metode IVA.

Nanda International, Inc. (2018). Nursing Diagnoses defenitions adn Ckassiication (11 ed.). (T. H.
Herdman, & S. Kamitsuri, Eds.) Ney York, USA: Thieme.

Persatuan Perawat Nasional Indonesi;. (2017). Standar Diagnosos Keperawatan Indonesia. Jakarta,
Jakarta, Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Persatuan Perawat Indonesia. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta, Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Persatuan Perawat Nasional Indonesi;. (2017). Standar Diagnosos Keperawatan Indonesia. Jakarta,
Jakarta, Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Rozi, M F. (2013). Kiat Mudah Mengatasi Kanker Serviks. Yogyakarta: Aulia Publising.

Stead, L. G. (2007). First aid for the obstetric & gynecology clerkshi. 2nd Edition. Mc Graw- Hill.
Toronto: Medical Publishing Division.

Anda mungkin juga menyukai