Anda di halaman 1dari 6

JURNAL REFLEKSI

Oleh

Anggita Setya Ludtianingma, S.Kep


NIM 182311101142

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
JURNAL REFLEKSI

1. Problem
Menurut data WHO (2016) terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi,
60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena
dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial
dengan keanekaragaman penduduk maka jumlah kasus gangguan jiwa terus
bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan
produktivitas manusia untuk jangka panjang (Depkes, 2016). DiIndonesia jumlah
pasien gangguan jiwa sebanyak 1. 728 orang. Yang mengalami gangguan jiwa berat
sebesar 1.655 rumah tangga dari 14,3% terbanyak tinggal di pedasaan, sedangkan
yang tinggal diperkotaan sebanyak 10,7%. Selain itu prevalensi gangguan mental
emosional pada penduduk umur lebih dari 15 tahun di Indonesia adalah 37. 728 (
6.0%). Provinsi dengan prevalensi gangguan mental emosional tertinggi adalah
Sulawesi Tengah (11, 6%), Sedangkan yang terendah dilampung (1,2 %)
(Riskesdas, 2013). Prevalensi di jawa Timur menunjukkan angka 2,2 jiwa
berdasarkan data jumlah penduduk Jawa Timur yaitu 38.005.413 jiwa, maka dapat
disimpulkan 83.612 jiwa yang mengalami gangguan jiwa di Jawa Timur
(Riskesdas, 2013).

Permasalahan gangguan jiwa membutuhkan upaya dan strategi khusus untuk


mengatasi serta mencegah terjadinya gangguan kesehatan jiwa masyarakat. Adapun
upaya pencegahan gangguan kesehatan jiwa ada tiga, yaitu pencegahan primer,
sekunder, dan tersier. Pencegahan primer dilakukan pada kelompok masyarakat
yang sehat dimana pencegahan ini bertujuan untuk mencegah timbulnya gangguan
jiwa serta untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan jiwa masyarakat.
Pada pencegahan sekunder fokus kegiatan pada masyarakat yang beresiko, tujuan
dari pencegahan ini untuk menurunkan kejadian gangguan jiwa. Pencegahan tersier,
fokus kegiatan pada kelompok masyarakat yang mengalami gangguan jiwa.
Kegiatan pada pencegahan ini berupa rehabilitasi dengan memberdayakan pasien
dan keluarga hingga dapat mandiri.
Pada kasus ini penulis akan melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan masalah utama gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran bernama
Tn B (38 tahun), klien mengalami pada gangguan pada persepsi sensori, risiko
perilaku kekerasan, risiko harga diri rendah situasional, dan deficit perawatan diri.
Pasien tidak mau untuk dilakukan pemeriksaan dirumah sakit, klien juga menolok
untuk minum obat.

2. Intervensi
Intervensi yang direncanakan penulis merupakan sebuah cara yang dipilih
penulis untuk menentukan tindakan apa yang bisa dan sesuai dengan kebutuhan
klien, ditinjau dari hasil pengkajian dan masalah klien yang harus ditangani dan
dibantu agar tidak menjadi masalah yang lebih buruk bagi pasien. intervensi penulis
yaitu dengan membuatkan jadwal aktivitas harian pasien, seperti : menyapu,
menyuci piring, bercakap-cakap, memakai pakaian yang rapi dan benar, dan lain-
lain. Diharapkan dengan adanya kegiatan aktivitas harian, klien dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya, seperti melakukan perawatan diri, bermain, bersosialisasi, dan
melatih klien dalam fungsi kognitifnya, dan yang terlebih penting lagi klien dapat
mengalihkan halusinasinya agar tidak mengganggu dan mempengaruhi pasien.
Penelitian oleh afinia (2016) menjelaskan pemberian terapi Activity of
Daily Living (ADL) dapat meningkatkan keterampilan atau kemampuan merawat
diri pada subjek. Dengan memberikan aktivitas-aktivitas positif, pasien
mendapatkan pembelajaran tentang perilaku dan aktivitas sehari-hari melalui
Activity of Daily Living(ADL), untuk meningkatkan ketrampilan merawat diri,
sehingga mereka mampu mandiri dalam kesehariannya (Depkes RI, 2007).

3. Comparation
Nama Penulis : Isti Harkomah, Yulastri Arif, Basmanelly
Tahun : 2018
Judul : Pengaruh Terapi Social Skills Training (Sst) Dan Terapi Suportif
Terhadap Keterampilan Sosialisasi Pada Klien Skizofrenia Di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi
Isi dan Hasil :
Keterampilan sosial adalah keterampilan yang digunakan untuk berinteraksi
dan berkomunikasi dengan orang lain (Mujinem, dkk, 2013). Latihan keterampilan
sosial telah terbukti efektif dalam meningkatkan kemampuan adaptasi sosial,
komunikasi, interaksi sosial, mengurangi gejala kejiwaan, sehingga mengurangi
tingkat kekambuhan, selain untuk meningkatkan harga diri (Lestari, 2012). Jadi,
keterampilan sosial merupakan kemampuan dasar dalam berinteraksi.
Intervensi yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan keterampilan
sosial melalui pelaksanaan terapi generalis dan spesialis. Kelliat, dkk (2013), terapi
general individu yang diberikan adalah Strategi Pelaksanaan (SP) klien isolasi
sosial, terapi keluarga SP keluarga, terapi kelompok Terapi Aktivitas Kelompok
(TAK) Sosialisasi yang bertujuan untuk melatih berkenalan dengan orang lain.
Menurut Yusuf, dkk (2015), terapi spesialis diberikan pada klien isolasi sosial
melalui terapi individu seperti cognitif behavior therapi (CBT), Behavior Therapy
(BT) dan Social Skills Training (SST), terapi keluarga yang diberikan seperti
psikoedukasi. Sedangkan menurut Stuart (2013), terapi kelompok yang diberikan
seperti terapi supportif. Oleh karena itu untuk mengatasi isolasi sosial dilakukan
dengan SST dan terapi supportif. Hasil penelitian lain yang dilakukan Sutejo
(2013), Terapi SST secara nyata memberikan dampak yang sangat berarti pada klien
isolasi sosial yaitu menunjukkan peningkatan kemampuan yang signifikan dalam
berinteraksi dengan orang lain baik didalam keluarga maupun di masyarakat.

4. Outcome
Tindakan yang sudah dilakukan pada klien yaitu seperti mau mengobrol
dengan orang lain, mau memulai percakapan baik dengan pasien lainnya maupun
dengan perawat, serta mau membantu ibunya di warung. Hasil dari tindakan yang
dilakukan yaitu bukan dari keberhasilan klien dapat mengingat atau menerapkan
kegiatan secara penuh, hasil yang diharapkan peneliti yaitu klien dapat mengontrol
halusinasinya dengan melakukan kegiatan, sehingga halusinasi klien dapat
teralihkan dan tidak mengganggu klien, harapan lain klien juga dapat belajar
sesuatu dan melatih kognitif klien. Dari hasil yang dilakukan peneliti didapatkan
selama tindakan klien dapat mengikuti dan kooperatif, meskipun pasien belum
sepenuhnya dapat mengontrol halusinasinya, namun pasien sudah mampu
bersosialisasi dengan pasien lain dan pasien memiliki kemauan untuk sembuh.
DAFTAR PUSTAKA

Sandhya Afinia. 2016. Activity Of Daily Living (Adl) untuk Meningkatkan


Kemampuan Rawat Diri pada Pasien Skizofrenia Tipe Paranoid. Fakultas
Adab dan Dakwah IAIN Tulungagung.

Anda mungkin juga menyukai