Anda di halaman 1dari 21

SATUAN ACARA KEGIATAN

“TERAPI MEMBUAT KERAJINAN TANGAN DARI BARANG


BEKAS” PADA LANSIA DI PANTI WERDHA DHARMA
BHAKTI SURAKARTA

Disusun Oleh :

1. ISNA RADITYA NINGRUM


2. KURMALA TASARI
3. TUTIK PARIDAH
4. RETNO HASTUTI
5. DATIK WAHYUNINGSIH
6. TULUS DWI HARTANTO

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
A. PENDAHULUAN
1. Topik
Topik : Terapi okupasi pada lansia (Membuat kerajinan tangan dengan
membuat hiasan tanman dari barang bekas)
2. Landasan Teori
Saat ini diseluruh dunia jumlah lansia diperkirakan ada 500 juta dengan
rata-rata usia 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2
milyar. Di Indonesia jumlah lansia mengalami peningkatan dari tahun 2000
sebanyak 15.262.199 jiwa dengan presentase (7,28%),tahun 2005 menjadi
17.767.709 jiwa dengan presentase (7,97%), dan pada tahun 2010
meningkat juga menjadi 19.936.895 jiwa dengan presentase (8,48%),
(Keliat, 2010).
Peningkatan jumlah penduduk lansia ini sebagai konsekuensi dari
peningkatan usia harapan hidup. Peningkatan usia harapan hidup penduduk
Indonesia ini merupakan indikasi berhasilnya pembangunan jangka panjang
salah satu di antaranya yaitu bertambah baiknya keadaan ekonomi dan taraf
hidup masyarakat. Dengan bertambahnya umur rata-rata ataupun harapan
hidup (life expectancy) pada waktu lahir, karena berkurangnya angka
kematian kasar (crude date rate) maka presentasi golongan tua akan
bertambah dengan segala masalah yang menyertainya (Laskar, 2013).
Menurut penelitian Muhai (2009), salah satu cara untuk
mengoptimalkan fungsi kognitif lansia adalah dengan menggunakan terapi
okupasi. Terapi okupasi merupakan suatu bentuk psikoterapi suportif
berupa aktivitas-aktivitas yang membangkitkan kemandirian secara manual,
kreatif dan edukasional untuk penyesuaian diri dengan lingkungan dan
meningkatkan derajat kesehatan fisik dan mental pasien. Terapi okupasi
bertujuan mengembangkan, memelihara, memulihkan fungsi dan atau
mengupayakan kompensasi/adaptasi untuk aktifitas sehari-hari,
produktivitas dan luang waktu melalui pelatihan, remediasi, stimulasi dan
fasilitasi. Terapi okupasi meningkatkan kemampuan individu untuk terlibat
dalam bidang kinerja berikut: aktivitas hidup sehari-hari dan kegiatan
instrumental hidup sehari-hari.
a. Konsep Lansia
Pengertian lansia dibedakan atas 2 macam, yaitu lansia kronologis
(kalender) dan lansia biologis. Lansia kronologis mudah diketahui dan
dihitung, sedangkan biologis berpatokan pada keadaan jaringan tubuh.
Individu yang berusia muda tetapi secara biologis dapat tergolong lansia jika
dilihat dari keadaan jaringan tubuhnya. Lanjut usia merupakan proses alamiah
dan berkesinambungan yang mengalami perubahan anatomis, fisiologis, dan
biokimia pada jaringan atau organ yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan
fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Laskar, 2013)).

Proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat


dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan (graduil) kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti serta mempertahankan struktural dan fungsi
secara normal, ketahanan terhadap cedera, termaksud infeksi.

Menurut WHO dalam Keliat (2010), usia lanjut meliputi:

1. Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun


2. Usi lanjut (elderly), kelompok usia 60-70 tahun
3. Usia lanjut tua (very old), kelompok usia diatas 75 – 90 tahun
4. Usia sangat tua (very old), kelompok usia diatas 90 tahun.
Sedangkan menurut Depertemen Kesehatan RI (2006) memberikan
batasan lansia sebagai berikut:

1. Virilitas (prasenium): Masa persiapan usia lanjut yang menampakkan


kematangan jiwa (usia 55-59 tahun).
2. Usia lanjut dini (senescen): Kelompok yang mulai memasuki masa usia
lanjut dini (usia 60-64 tahun).
3. Lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif: usia
di atas 65 tahun (Laskar, 2013).
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa
dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis.
Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih,
penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan
berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang
gairah.

Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ,


tetapi tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat.
Sehat dalam hal ini diartikan, Muhai (2009);

1. Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,


2. Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
3. Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan-perubahan yang
menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus-menerus. Apabila proses
penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah
berbagai masalah. Berkaitan dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan
bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan gerak (Riyadi, 2009).
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat
terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin
berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta
terhadap kegiatan-kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit.
Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu
menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut
diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk
meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Laskar (2013) mengatakan bahwa
perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya
terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya.
Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan,
hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman
pribadinya. Perubahan ynag diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan
yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan
dan peran sosial (Laskar, 2013).
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri- ciri
penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Maryam, 2018) adalah: Minat sempit
terhadap kejadian di lingkungannya. Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
Selalu mengingat kembali masa lalu Selalu khawatir karena pengangguran,
Kurang ada motivasi, Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga
kurang baik, dan Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah:
minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas,
menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilkukan saat ini dan
memiliki kekhawatiran minimla trehadap diri dan orang lain.

b. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)


1. Pengertian Terapi Aktivitas Kelompok
Kelompok merupakan individu yang mempunyai hubungan satu
dengan yang lain saling ketergantungan dan mempunyai norma yang sama
(Maryam, 2018) Aktivitas kelompok adalah kumpulan individu yang
mempunyai relasi atau hubungan satu dengan yang lain saling terkait dan
dapat bersama-sama mengikuti norma yang sama. Therapy Aktivitas
Kelompok (TAK) merupakan kegiatan yang diberikan kelompok klien
dengan maksud memberi therapy bagi anggotanya. Dimana berkesempatan
untuk meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan respon social.
Therapy Aktivitas Kelompok Sosialisasi adalah upaya memfasilitasi
sejumlah klien dalam membina hubungan sosial yang bertujuan untuk
menolong klien dalam berhubungan dengan orang lain seperti kegiatan
mengajukan pertanyaan, berdiskusi, bercerita tentang diri sendiri pada
kelompok, menyapa teman dalam kelompok. Terapi Aktivitas Kelompok
Oientasi Realita (TAK): orientasi realita adalah upaya untuk
mengorientasikan keadaan nyata kepada klien, yaitu diri sendiri, orang lain,
lingkungan/ tempat, dan waktu.

2. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok


Tujuan dari terapi aktivitas kelompok :

a. Mengembangkan stimulasi persepsi


b. Mengembangkan stimulasi sensoris
c. Mengembangkan orientasi realitas
d. Mengembangkan sosialisasi

3. Prinsip-prinsip Memilih Peserta Terapi Aktivitas Kelompok


Prinsip memilih pasien untuk terapi aktifitas kelompok adalah
homogenitas, yang dijabarkan antara lain:

a. Gejala sama
Misal terapi aktifitas kelompok khusus untuk pasien depresi, khusus
untuk pasien halusinasi dan lain sebagainya. Setiap terapi aktifitas
kelompok memiliki tujuan spesifik bagi anggotanya, bisa untuk
sosialisasi, kerjasama ataupun mengungkapkan isi halusinasi. Setiap
tujuan spesifik tersebut akan dapat dicapai bila pasien memiliki masalah
atau gejala yang sama, sehingga mereka dapat bekerjasama atau berbagi
dalam proses terapi.

b. Kategori sama
Dalam artian pasien memiliki nilai skor hampir sama dari hasil
kategorisasi. Pasien yang dapat diikutkan dalam terapi aktifitas
kelompok adalah pasien akut skor rendah sampai pasien tahap
promotion. Bila dalam satu terapi pasien memiliki skor yang hampir
sama maka tujuan terapi akan lebih mudah tercapai.

c. Jenis kelamin sama


Pengalaman terapi aktifitas kelompok yang dilakukan pada pasien
dengan gejala sama, biasanya laki-laki akan lebih mendominasi dari pada
perempuan. Maka lebih baik dibedakan.

d. Kelompok umur hampir sama


Tingkat perkembangan yang sama akan memudahkan interaksi antar
pasien.

e. Jumlah efektif 7-10 orang per-kelompok terapi


Terlalu banyak peserta maka tujuan terapi akan sulit tercapai karena akan
terlalu ramai dan kurang perhatian terapis pada pasien. Bila terlalu
sedikitpun, terapi akan terasa sepi interaksi dan tujuanya sulit tercapai.

4. Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok Bagi Lansia


a. Agar anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan di hargai
eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain
b. Membantu anggota kelompok berhubungan dengan yang lain serta
merubah perilaku yang destrkutif dan maladaptive
c. Sebagai tempat untuk berbagi pengalaman dan saling mambantu satu
sama lain unutk menemukan cara menyelesaikan masalah
5. Jenis-jenis Terapi Aktivitas Kelompok pada Lansia
a. Stimulasi Sensori (Musik) Musik dapat berfungsi sebagai ungkapan
perhatian, baik bagi para pendengar yang mendengarkan maupun bagi
pemusik yang menggubahnya. Kualitas dari musik yang memiliki andil
terhadap fungsi-fungsi dalam pengungkapan perhatian terletak pada
struktur dan urutan matematis yang dimiliki, yang mampu menuju pada
ketidakberesan dalam kehidupan seseorang.
Peran sertanya nampak dalam suatu pengalaman musikal, seperti
menyanyi, dapat menghasilkan integrasi pribadi yang mempersatukan
tubuh, pikiran, dan roh.

 Musik memberikan pengalaman di dalam struktur


 Musik memberikan pengalaman dalam mengorganisasi diri
 Musik merupakan kesempatan untuk pertemuan kelompok di
mana individu telah mengesampingkan kepentingannya demi
kepentingan kelompok.
b. Stimulasi Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus
yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan
ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini maka diharapkan respon
klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif.
Aktifitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan :
seperti baca majalah, menonton acara televisi ; stimulus dari
pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses persepsi klien yang
mal adaptif atau destruktif, misalnya kemarahan dan kebencian.

c. Orientasi Realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien, yaitu diri
sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien atau orang yang dekat
dengan klien, dan lingkungan yang pernah mempunyai hubungan
dengan klien. Demikian pula dengan orientasi waktu saat ini, waktu
yang lalu, dan rencana ke depan. Aktifitas dapat berupa : orientasi
orang, waktu, tempat, benda yang ada disekitar dan semua kondisi
nyata.

d. Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada
disekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari
interpersonal (satu dan satu), kelompok, dan massa. Aktifitas dapat
berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.
6. Nilai Terapeutik Dari Terapi Aktivitas Kelompok
a. Pembinaan harapan
b. Universalitas
c. Altruism
d. Penyebaran informasi
e. Kelompok sebagai keluarga
f. Sosialisasi
g. Belajar berhubungan dengan pribadi lain
h. Kohesivitas
i. Katarsis dan Peniruan perilaku
7. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Terapi Aktivitas Kelompok
 Memperkenalkan diri
 Tujuan kegiatan
 Jenis kegiatan
 Contoh kegiatan
 Kontrak
 Aturan main disepakati
 Evaluasi
 Reward jangan berlebihan
8. Fokus Terapi Aktivitas Kelompok
 Orientasi realitas
 Sosialisasi
 Stimulasi persepsi
 Stimulasi sensori
 Pengeluran energy
9. Model Dalam Terapi Aktivitas Kelompok
a. Fokal konflik model
 Mengatasi konflik yang tidak disadari
 Terapis membantu kelompok memahami terapi
 Digunakan bila ada perbedaan pendapat antar anggota kelompok
b. Communication model
 Mengembangkan komunikasi: verbal, non verbal, terbuka
 Pesan yang disampaikan dipahami orang lain
c. Model interpersonal
 Terapis ekerja dengan individu dan kelompok
 Anggota kelompok belajar dari interaksi antara anggota dan terapis
 Melalui proses interaksi: tingkah laku dapat dikoreksi
d. Model psikodrama
 Aplikasi dari bermain peran dalam kehidupan
10. Tahapan Dalam Terapi Aktivitas Kelompok
a. Fase pre-kelompok: membuat tujuan
b. Fase awal:
 Tahap orientasi: penentu sistem konflik social
 Tahap konflik: penentu siapa yang menguasai komunikasi
 Tahap kohesif: kebersamaan dalam pemecahan masalah
c. Fase kerja:
 Fase yang menyenangkan bagi anggota dan pimpinan
 Kelompok menjadi stabil dan realistis
d. Fase terminasi
 Muncul cemas, regresi
 Evaluasi dan feedback sangat penting
 Follow up
c. Terapi Okupasi
1. Pengertian Terapi Okupasi
Pengertian terapi okupasi sangat banyak, antara lain sebagai berikut:
Occupation : kesibukan / pekerjaan. Terapi okupasi adalah usaha
penyembuhan melalui kesibukan atau pekerjaan tertentu. Terapi okupasi
adalah salah satu jenis terapi kesehatan yang merupakan bagian dari
rehabilitas medis. Penekanan terapi ini adalah sebagai pada sensomotorik
dan proses neurologi dengan cara memanipulasi, memfasilitasi dan
mengnibisi lingkungan, sehingga tercapai peningkatan, perbaikan dan
pemeliharaan kamampuan anak. Dengan memperhatikan asset
(kemampuan) dan Emitasi (keterbatasan) yang dimiliki anak, terapi ini
bertujuan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak.

Terapi okupasi adalah prilaku atau kegiatan-kegiatan individu yang


akan dilakukan pada area kerja, perawatan diri dan rekreasi. Terapi okupasi
adalah suatu aktifitas-aktifitas yang secara disadari dapat dilihat,
direncanakan dan menyenangkan.

Terapi okupasi adalah ilmu dan seni untukmengarahkan


pertisipasiseseorang dalam melaksanakan suatu tugas terpilih yang telah
ditentukan dengan maksud mempermudah belajar fungsi dan keahlian yang
dibutuhkan dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan.

Prinsip : Pasien tidak merasa dipaksa, tetapi memahami kegiatan ini sebagai
suatu kebutuhan dan akhir suatu keahlian yang dapat dijadikan bekal hidup.

2. Tujuan Terapi Okupasi


a. Tujuan Terapi Okupasi
Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produ
ktivitas dengan membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang tel
ah disediakan. Misalnya : membuat kipas, membuat keset, membuat s
ulak dari tali rafia, membuat bunga dari bahan yang mudah di dapat (p
elepah pisang, sedotan, botol bekas, bijibijian, dll), menjahit dari kain,
merajut dari benang, kerja bakti (merapikan kamar, lemari, membersi
hkan lingkungan sekitar, menjemur kasur, dll).Adapun tujuan terapi o
kupasi menurut Riyadi dan Purwanto (2009), adalah:
b. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi mental.
 Menciptakan kondisi tertentu sehingga lansia dapat mengembangk
an kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain da
n masyarakat sekitarnya.
 Membantu melepaskan dorongan emosi secara wajar.
 Membantu menemukan kegiatan sesuai bakat dan kondisinya.
 Membantu dalam pengumpulan data untuk menegakkan diagnosa
dan terapi.
c. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan gerak,
sendi, otot dan koordinasi gerakan.
d. Mengajarkan aktivitas kehidupan seharihari seperti makan, berpakaian,
buang air kecil, buang air besar dan sebagainya.
e. Membantu lansia menyesuaikan diri dengan tugas rutin di rumah dan
me
mberi saran penyederhanaan (siplifikasi) ruangan maupun letak alat-
alat kebutuhan sehari-hari.
f. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan kemamp
un yang dimiliki.
g. Menyediakan berbagai macam kegiatan agar dicoba lansia untuk men
getahui kemampuan mental dan fisik, kebiasaan, kemampuan bersosia
lisasi, bakat, minat dan potensi dan lainlainnya dari si pasien dalam m
engarahkannya kepekerjaan yang tepat dalam latihan kerja.
h. Mengarahkan minat dan hobi untuk dapat digunakan setelah lansia ke
mbali di lingkungan masyarakat.
3. Metode Pendekatan Terapi Okupasi
Metode pendekatan terapi okupasi ini menggunakan beberapa
kerangka acuhan yang terstandarisasi oleh WFOT(Word Federation
Of Occupation Therapy) meliputi:

1) Kerangka acuan Psikososial


a. Behavior / perilaku
b. Object relation
c. Cognitif behavior
d. Occupation behavior
2) Kerangka acuan sensomotorik
a. NDT (Neoro Development Treatment)
b. Sensori integritas (Sensori Integration)
Beberapa acuan ini, secara umum terapi okupasi mencakup empat
tahan atau program :

 Penilaian atau semacam diagnosis dengan serangkaian


wawancara dan uji kemampuan untuk mendaptkan gambaran
kondisi anak.
 Rangkaian terapi yang disesuaikan dengan hasil penelitian
 Bimbingan berupa pemaparan, penelitian, konsultasi dan
penyelidikan kepustakaan bagi orang tua dan pengasuh untuk
membantu kemajuan yang telah didapat anak selama terapi.
 Bila perlu konsultasi dan bantuan untuk program disekolah, jika
anak mengalami kesulitan akademi karena gangguan tumbuh
kembangnya. Antara lain mencakup kemampuan menulis
(fingsi tangan) dan sensomotorik.

4. Persiapan Terapi Okupasi


a. Penetuan materi latihan
Materi latihan dipilih dan ditentukan dengan memperhatikan
karakteristik atau cara khas masing-masing klien

b. Penetuan cara atau pendekatan


Dengan system kelompok / individu

c. Penentuan waktu
Kapan latihan diberikan pagi, siang atau sore hari dan berapa lamanya

d. Penetuan tempat
Disesuaikan dengan keadaan klien, materi latihan dan alat yang
digunakan.

5. Proses Terapi Okupasi


Pelayanan terapi okupasi di rumah sakit jiwa cenderung berubah –
ubah, hal ini disesuaikan dengan kebutuhan, akan tetapi secara umum
proses intervensi itu melalui tiga tahap yaitu :

a. Assessment
Adalah proses dimana seseorang terapi memperoleh pengertian tentang
pasien yang berguna untuk membuat keputusan dan mengkontruksikan
kerangka kerja atau model dari pasien. Proses ini harus dilakukan
dengan adekuat untuk menentukan jenis okupasi yang diberikan pada
pasien.

b. Treatment
Setelah dilakukan assessment dengan detail, maka dilakukan treatment
yang terdiri dari tiga tahap yaitu :

 formulasi pemberian terapi


 impelementasi terapi yang telah direncanakan
 review terapi yang diberikan dan selanjutnya dilakukan evaluasi
c. Evaluasi
Dari hasil evaluasi ini perawat dapat menentukan apakah pasien dapat
melakukan kegiatan dengan baik atau tidak
6. Jenis Aktivitas Terapi Okupasi
a. Aktifitas latihan fisik untuk meningkatkan kesehatan jiwa
b. Aktifitas dengan pendekatan kognitif
c. Aktifitas yang memacu kreativitas
d. Training ketrampilan
e. Terapi bermain
7. Peran Terapi Okupasi
a. Sebagai motivator dan sumber reinforces : memberikan motivasi pada
pasien dan meningkatkan motovasi dengan memberikan penjelasan ada
pasien tentang kondisinya, memberikan penjelasan dan menyakinkan
pada psien akan sukses.
b. Sebagi guru : terapi memberikan pengalaman learning re-rearnign
okupasi terapi harus mempunyai ketrampilan dan ahli tertentu dan harus
dapat menciptakan dan menerapkan aktifitas mengajarnya pada pasien
c. Sebagai peran model social : seorang terapi harus dapat menampilkan
perilaku yang dapat dipelajari oleh pasien, pasien mengidentifikasikan
dan meniru terapi melalui role playing, terapi mengidentifikasikan
tingkah laku yang diinginkan (verbal – nonverbal) yang akan dicontoh
pasien.
d. Sebagi konsultan : terapis menentukan program perilaku yang dapat
menghasilkan respon terbaik dari pasien, terapis bekrja sama dengan
pasien dan keluarga dalam merencanakan rencana tersebut.
3. Tujuan
a. Membantu menemukan kemampuan kerja yang sesuai dengan bakat dan
keadaannya.
b. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan ruang
gerak sendi, kekuatan otot, dan koordinasi gerakan.
c. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara, dan meningkatkan
kemampuan yang masih ada
d. Menyediakan berbagai macam kegiatan untuk di jajaki oleh klien sebagai
langkah dalam pre – cocational training. Berdasarkan aktifitas ini akan
dapat diketahui kemampuan mental dan fisik, sosialisasi, minat, potensi
dan lainnya dari si pasien dalam mengarahkannya pada pekerjaan yang
tepat dalam latihan kerja.
e. Membantu penderita untuk menerima kenyataan dan menggunakan
waktu selama masa rawat dengan berguna.
f. Mengarahkan minat dan hobi agar dapat di gunakan setelah kembali ke
keluarga.
B. RENCANA KEGIATAN
Hari/Tanggal : Selasa, 22 April 2019
Waktu : Pukul 09.00-10.00 WIB
Tempat : Aula Panti Dharma Bhakti Surakarta

C. SKEMA KEGIATAN

F CL L

K
K
F
F

K
D K
F K F

Keterangan :
L : Leader

CL
: Co-Leader

K : Klien

F
: Fasilitator
O : Observer

D : Dokumenter

D. PENGORGANISASIAN
1. Leader (Pemimpin) : Kurmalatasari
2. Co-Leader : Retno Hastuti
3. Fasilitator : 1. Isna Raditya Ningrum
2. Tutik Paridah
4. Observer : Tulus Dwi Hartanto
5. Dokumentasi : Datik Wahyuningsih
E. PERAN DAN FUNGSI TIM
1. Leader (Pemimpin)
Tugas dan Peran :
a. Mengkoordinir jumlah peserta yang telah ditentukan
b. Mampu mengatasi masalah yang timbul dalam kelompok
c. Memimpin perkenalan, menjelaskan tujuan kegiatan
d. Menjelaskan proses kegiatan
e. Mendemonstrasikan kegiatan
2. Co-Leader
Tugas dan Peran :
a. Membantu leader selama TAK berlangsung
b. Menggantikan leader jika leader berhalangan hadir
3. Fasilitator
Tugas dan Peran :
a. Mampu memotivasi anggota terlibat dalam kegiatan
b. Mampu menjadi role model bagi peserta TAK
c. Mengamati respon klien selama TAK berlangsung.
4. Observer
Tugas dan Peran :
a. Mengobservasi jalannya TAK mulai dari persiapan proses dan penutup
b. Mengobservasi perilaku semua anggota kelompok
c. Menyampaikan hasil TAK
d. Memberi penilaian terhadap perilaku verbal dan non verbal pasien
selama TAK berlangsung dengan menggunakan format penilaian yang
tersedia
5. Dokumenter
Tugas dan Peran
a. Mendokumentasikan kegiatan TAK yang berlangsung
F. SELEKSI KLIEN
Klien yang mengikuti kegiatan terapi aktivitas kelompok (TAK) ini dipilih
berdasarkan pengkajian mengenai hobi dan bakat yang diminati yaitu klien-
klien lansia yang memiliki minat dan bakat di bidang kerajinan tangan.

G. ALAT YANG DIGUNAKAN


1. Sedotan warna-warni
2. Gunting
3. Cutter
4. Kertas Origami
5. Pensil / spidol
6. Lem
7. Botol plastik bekas
8. Batu kerikil
H. METODE
1. Diskusi
2. Demonstrasi
I. LANGKAH PELAKSANAAN
1. Pembukaan (Fase Orientasi) :
a. Perkenalan : Salam teraupetik
b. Menjelaskan tujuan, aturan permainan aktivitas dan peran.
c. Membuat kontrak waktu TAK.
2. Proses Kegiatan (Fase Kerja)
a. Memberikan penjelasan awal tentang pengertian terapi okupasi
b. Memberikan penjelasan tentang manfaat melakukan terapi okupasi
c. Memberikan kesempatan pada lansia untuk mempersiapkan diri untuk
melaksanakan kegiatan okupasi
d. Leader mendemonstrasikan pembuatan kerajinan tangan
e. Pada saat leader mendemonstrasikan pembuatan kerajinan tangan, lansia
memperhatikan
f. Beri pujian untuk tiap keberhasilan lansia dengan memberi tepuk tangan.
3. Evaluasi (Fase Terminasi)
a. Leader mengeksplorasi perasaan lansia setelah mengikuti Terapi
Aktifitas Kelompok.
b. Leader memberi umpan balik positif kepada lansia.
c. Leader meminta lansia menjelaskan sedikit cara membuat kerajinan
tangan yang telah dipraktikkan
d. Hasil yang diharapkan :
± 75% anggota kelompok mampu membuat kerajinan tangan dari
sedotan
4. Penutup
5. Observer membacakan hasil observasi.

J. PROGRAM ANTISIPASI MASALAH


1. Memotivasi klien yang tidak aktif selama TAK.
2. Memberi kesempatan klien menjawab sapaan perawat/terapis
3. Bila klien meninggalkan permainan tanpa pamit, panggil nama klien dan
tanyakan alasan meninggalkan permainan
4. Memberi penjelasan tentang tujuan permainan dan menjelaskan bahwa
klien dapat meninggalkan kegiatan setelah TAK selesai atau klien
mempunyai alasan yang tepat.
5. Bila ada klien lain yang ingin ikut, beri penjelasan bahwa permainan ini
ditujukan kepada klien yang telah dipilih.
6. Bila klien memaksa berikan kesempatan untuk ikut dengan tidak memberi
pertanyaan bila hendak meninggalkan kegiatan.
DAFTAR PUSTAKA:
Keliat, B.A. dan Akemat. 2010. Keperawatan Jiwa: Terapi Akitivitas Kelompok.
Jakarta: EGC
Laskar, Dery. 2013. Terapi Okupasi. http://www.slideshare.net/khadaribob/terapi-
okupasi. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2017 pada pukul 15.30 WITA
Martono, Hadi dan Kris Pranarka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut). Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Maryam, R. Siti. 2018. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.
Jakarta: Salemba Medika
Muhaj, K. 2009. Terapi Okupasi dan Rehabilitasi. Available
Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha
Ilmu

Anda mungkin juga menyukai