Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Kesehatan MIDWINERSLION

Vol. 5, No. 2, September 2020

Study Kasus : Penerapan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi


Persepsi Pada Pasien Resiko Perilaku Kekerasan
Di UPTD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

Oleh :

Hesti Diana Oktavia1, Made Suastrawan2 , Ni Made Dwi Yunica Astriani3*


1
UPTD RSJ Provinsi Bali
1,2
Mahasiswa Program Profesi Ners STIKes Buleleng
*Corresponding Author

Abstrak
Perilaku kekerasan atau agresif adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Tujuan dari penulis untuk
mengetahui penerapan terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi
terhadap kemampuan klien mengontrol prilaku kekerasan. Metode yang
digunakan penulis adalah metode deskriptif dengan pemaparan studi kasus
melalui pendekatan asuhan keperawatan yakni pengkajian, penegakan diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan. Penerapan
terapi aktivitas kelompok dilakukan 2 kali pertemuan pada klien dengan RPK
adalah dengan memberikan terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi
dengan lima sesi yaitu Mengenal Perilaku Kekerasan yang Biasa Dilakukan,
Mencegah Perilaku Kekerasan Fisik, Mencegah Perilaku Kekerasan Sosial,
Mencegah Perilaku Kekerasan Spiritua dan Mencegah Perilaku Kekerasan dengan
Patuh Mengonsumsi Obat. Masalah gangguan persepsi teratasi sebagian sehingga
membutuhkan perawatan lebih lanjut dan kerjasama dengan tim medis lain, klien
dan keluarga untuk keberhasilan penerapan terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi untuk mengontrol prilaku kekerasan.

Kata kunci : Resiko Prilaku Kekerasan, Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)


Stimulasi Persepsi.

PENDAHULUAN
Sehat merupakan keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun
sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau cacat (Prabowo, 2014). keadaan
sehat mental, fisik, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau
kelemahan yang berarti seseorang dikatakan sehat apabila seluruh aspek yang
berada didirinya dalam keadaan tidak terganggu baik tubuh, psikis, maupun sosial.
Ketika kita membicarakan tentang jiwa, maka yang akan kita diskusikan adalah

http://ejournal.stikesbuleleng.ac.id/index.php/Midwinerslion | 244
Jurnal Kesehatan MIDWINERSLION
Vol. 5, No. 2, September 2020

perilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan daya tilik diri, emosi dan
persepsi (Jaya, 2015).

Menurut World Health Organization (WHO) kesehatan jiwa adalah


karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan
kejiwaan dengan mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. Seseorang
dikatakan sehat jiwa, apabila memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri,
tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri, keutuhan, dan kebebasan diri.
Menurut data WHO pada tahun 2016 sekitar 35 juta orang mengalami stres, 60
juta orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia, serta 47,5 juta orang
terkena dimensia. Terdapat beberapa faktor penyebab yang mendukung bertambah
banyaknya jumlah kasus gangguan jiwa diantaranya terjadinya perang, konflik,
dan lilitan krisis ekonomi berkepanjangan yang merupakan salah satu pemicu
yang memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada
manusia (Yosep, 2011).

Di Indonesia peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa cukup banyak,

hal ini dikarenakan dari berbagai aspek misalnya keadaan ekonomi yang rendah,

konflik yang sering terjadi, bencana dimana-mana. Diperkirakan jumlah penderita

sebanyak 2-3% (Direja, 2011). Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas, 2018)

menyatakan bahwa prevalensi gangguan mental emosional dengan gejala depresi

sekitar 6,1% untuk usia 15 tahun ke atas. Sedangkan gangguan jiwa berat seperti

skizofrenia prevalensinya di Indonesia adalah 7% dan prevalensi gangguan jiwa

skizofrenia yang tertinggi di Indonesia terdapat di provinsi Bali sebesar 11%

diikuti Daerah Istimewa Yogyakarta 10%, Nusa Tenggara Barat yaitu 10% dan

Aceh 9%. Berdasarkan laporan tahunan 2018 rumah sakit jiwa provinsi Bali rata-

rata jumlah pasien yang rawat inap setiap tahunnya sebanyak 4873 orang. Ketika

kita membicarakan tentang jiwa, maka yang akan kita diskusikan adalah perilaku,

http://ejournal.stikesbuleleng.ac.id/index.php/Midwinerslion | 245
Jurnal Kesehatan MIDWINERSLION
Vol. 5, No. 2, September 2020

perasaan, motivasi, kemauan, keinginan daya tilik diri, emosi dan persepsi (Jaya,

2015).

Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang dihadapi


seseorang ditunjukan dengan perilaku actual melakukan kekrasan, baik pada diri
sendiri, orang lain secara fisik maupun psikologis (Yosep,2011). Stress, cemas,
harga diri rendah dan bermasalah dapat menimbulkan marah. Respon terhadap
marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal
ekspresi marah dapat berupa perilaku konstruktif maupun destruktif.
Mengekspresikan rasa marah dengan kata-kata yang dapat di mengerti selain
memberikan rasa lega, ketegangan pun akan menurun dan akhirnya perasaan
marah dapat teratasi. Namun ras marah dieksperikan secara destruktif, misalnya
perilaku agresif, menantang menjadikan masalah berkepanjangan dan dapat
menimbulkan amuk yang ditunjukan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan
(Yosep,2011).

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak yang


ditimbulkan dari Resiko perilaku kekerasan meliputi penatalaksanaan
farmakologis dan non farmakologis. Penatalaksanaan farmakologis antara lain
memberikan obat-obatan antipsikotik sedangkan penatalaksanaan non
farmakologis salah satunya dengan pemberian Terapi Aktivitas Kelompok (Direja,
2011).

Salah satu jenis terapi aktivitas kelompok yang dapat digunakan untuk
mengontrol perilaku kekerasan adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah klien dilatih
mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami,
dimana terapi aktivitas kelompok ini mempunyai lima sesi sebagai berikut sesi
pertama yaitu , mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, yang kedua
mencegah perilaku kekerasan fisik, yang ketiga mencegah perilaku kekerasan
sosial, yang keempat yaitu, mencegah perilaku kekerasan spiritual dan yang
kelima yaitu mencegah perilaku kekerasan dengan patuh mengonsumsi obat.

http://ejournal.stikesbuleleng.ac.id/index.php/Midwinerslion | 246
Jurnal Kesehatan MIDWINERSLION
Vol. 5, No. 2, September 2020

Dengan proses ini diharapkan respons klien terhadap berbagai stimulus dalam
kehidupan menjadi adaptif (Sustrami & Sundari, 2014).

Hal ini berkaitan dengan penelitian (Arisandy W & Sunarmi, 2018),


tentang “ Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi berhubungan dengan
Kemampuan Mengontrol Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia”. Dari
penelitian ini didapatkan nilai selisih rerata dari pretest ke posttest sebesar 7,76
pada variabel kemampuan mengontrol perilaku kekerasan setelah diberikan terapi
aktivitas kelompok yang membuktikan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi dengan kemampuan pasien
mengontrol perilaku kekerasan.

Secara umum tujuan penulis adalah memberikan asuhan keperawatan


pada klien dengan gangguan persepi sensori halusinasi. Secara khusus tujuan
penulis adalah memberikan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap
kemampuan klien mengontrol perilaku kekerasan. Berdasarkan latar belakang
diatas, maka penulis tertarik untuk menjelaskan dan menganalisis tentang
penanganan kasus gangguan persepsi pada pasien dengan perilaku kekerasan
dengan judul “Studi Kasus : Penerapan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi
Persepsi Pada Pasien Dengan Resiko perilaku kekerasan di UPTD Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Bali”

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus secara deskriptif pada satu
pasien dengan menggunakan proses keperawatan secara komperehensif meliputi
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan. Subyek
studi kasus ini adalah klien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi
pendengaran di Ruang Grahanishada UPTD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.
Pengumpulan data pada studi kasus ini dilakukan dengan wawancara,
pemeriksaan fisik dan observasi. Instrumen yang disiapkan dalam studi kasus ini
adalah format pengkajian data, SOP Terapi Aktivitas Kelompok, lembar observasi

http://ejournal.stikesbuleleng.ac.id/index.php/Midwinerslion | 247
Jurnal Kesehatan MIDWINERSLION
Vol. 5, No. 2, September 2020

dan alat tulis. Serta untuk menyelesaikan karya tulis ini penulis mengumpulkan
data dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, artikel dan web sebagai acuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada hasil dan pembahasan ini memaparkan hasil dari proses keparawatan
yang dilakukan pada pasien mulai dari tahap pengkajian, diagnosa, perencanaan,
implementasi dan evaluasi keperawatan (Potter & Perry, 2009).

Hasil Pengkajian Keperawatan

Pada tanggal 29 Januari 2020, mahasiswa STIKes Buleleng memberikan


Terapi aktivitas kelompok kepada Tn.W usia 39 tahun salah satu pasien di Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Bali. Pasien masuk Rumah Sakit Jiwa tanggal 18 November
2019 dan memiliki riwayat utama saat MRS yaitu mengamuk dirumahnya.
Riwayat penyakit : Pasien diantar oleh keluarganya karena mengamuk. klien
dapat menjawab pertanyaan terkadang singkat.

Pada Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital 29 Januari 2020 tekanan darah


110/80 mmHg; Nadi 80 kali/menit; Respirasi 20 kali/menit; Suhu 36,1ºC; BB 66
kg; TB 169 CM. Pemeriksaan fisik: kepala tampak bersih, tidak ada benjolan dan
lesi; mata simetris, konjungtiva merah muda, skrela putih; telinga simetris, tampak
bersih; leher tampak simetris, bersih dan tidak ada benjolan; dada tampak simetris
tidak ada lesi,tidak ada pembengkakan; tangan tampak simetris, kuku tampak
bersih dan kuku sudah terpotong; anggota gerak atas dan bawah tampak normal.

Diagnosa Keperawatan

Setelah didapatkan data dari pengkajian yang dilakukan secara


menyeluruh, maka dibuatlah analisa data dan membuat kesimpulan diagnosis
keperawatan, diagnose keperawatan adalah suatu pernyataan masalah
keperawatan yang mencangkup respon sehat adaptif atau maladaptive serta
stressor yang menunjang (Kusumawati & Hartono, 2011). Berikut adalah analisa
data dari hasil pengkajian kepada klien dengan data subyektif klien mengatakan
mengamuk dirumahnya, klien mengamuk memukul kaca jendela, klien sering
http://ejournal.stikesbuleleng.ac.id/index.php/Midwinerslion | 248
Jurnal Kesehatan MIDWINERSLION
Vol. 5, No. 2, September 2020

emosi waktu berada dirumahnya. Data obyektif pandangan pasien mudah beralih ,
klien tampak bingung, wajah tegang dan tampak mondar-mandir, tekanan darah :
110/80 mmHg, pernafasan : 20 kali/menit, nadi : 80 kali/menit, suhu : 36,1ºC.
Berdasarkan data diatas maka ditegakkan diagnosa keperawatan yaitu (Yosep
& Sutini, 2014).

Intervensi Keperawatan

Rencana keperawatan merupakan penyusunan rencana yang akan


dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang
telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien (Yosep & Sutini,
2014).

Perencanaan keperawatan yang diberikan yaitu dengan memberikan terapi


aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi dengan lima sesi yaitu : setelah
diberikan TAK diharapakan klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Tujuan khusus : klien dapat membina hubungan saling percaya,
mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, mencegah perilaku kekerasan
fisik, mencegah perilaku kekerasan sosial, mencegah perilaku kekerasan spiritual
dan mencegah perilaku kekerasan dengan patuh mengonsumsi obat. Intervensi
yang diberikan yaitu, sesi I : mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan ,
sesi II : mencegah perilaku kekerasan fisik, sesi III : mencegah perilaku kekerasan
sosail, sesi IV : mencegah perilaku kekerasan spritual, dan sesi V : mencegah
perilaku kekerasan dengan patuh mengkonsumsi obat,

Berdasarkan intervensi yang dibuat disini penulis akan melaksanakan


intervensi dengan melibatkan klien dalam terapi aktivitas kelompok (TAK).

Implementasi Keperawatan

Implementasi yang dilakukan yaitu melibatkan klien Terapi Aktivitas


Kelompok Stimulasi Persepsi pada tanggal 30 Januari 2020 dengan memberikan
TAK sesi I.II. dan III dan pada tanggal 31 Januari 2020 memberikan TAK sesi IV
dan V.
http://ejournal.stikesbuleleng.ac.id/index.php/Midwinerslion | 249
Jurnal Kesehatan MIDWINERSLION
Vol. 5, No. 2, September 2020

a. Pada tahap persiapan, perawat mempersiapkan klien yang akan dilakukan


TAK stimulasi persepsi. Kemudian perawat akan membuat kontrak dengan
klien dan mempersiapkan alat serta tempat pertemuan.
b. Pada tahap orientasi, perawat memberikan salam terapeutik kepada klien,
pearwat menanyakan nama klien dan panggilan semua klien serta memberikan
papan nama, menjelaskan tujuan kegiatan, lama kegiatan 30-45 menit, dan
setiap klien mengikuti kegiatan sampai selesai.
c. Pada tahap kerja, perawat menjelaskan tujuan dalam kegiatan ini sesuai sesi di
TAK stimulasi persepsi. Penulis tidak melakukan observasi langsung tindakan
pada sesi I, II, dan III. Data diperoleh dari dokumen dan validasi pada klien.
1) Pada sesi I yaitu mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan,
didapatkan data klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang
biasa dia lakukan..
2) Pada sesi II yaitu mencegah perilaku kekerasan fisik, klien dapat
meyebutkan contoh pencegahan perilaku kekerasan dengan tarik nafas
dalam, pukul kasur/ bantal.
3) Pada sesi III yaitu mencegah perilaku kekerasan sosail, klien dapat
menyebutkan cara bicara yang baik dalam mencegah perilaku
kekerasan, meminta dengan baik, menolak dengan baik.
4) Pada sesi IV yaitu mencegah perilaku kekerasan spritual, klien dapat
menyebutkan kegiatan ibadah yang biasa dia lakukan serta
mendemontrasikannya.
5) Pada sesi V yaitu mencegah perilaku kekerasan dengan patuh
mengkonsumsi obat , klien dapat menyebutkan cara minum obat
dengan benar, keuntungan minum obat, kerugian tidak minum obat.
Setelah klien mendapatkan giliran memperagakan maupun
menyebutkan kembali apa yang telah dipelajari, perawat memberikan
pujian dan motivasi kepada klien untuk dikerjakan jika halusinasi muncul.
d. Pada tahap evaluasi, perawat menanyakan bagaimana perasaan klien dan
selama kegiatan berlangsung klien tampak tenang dan mengikuti kegiatan
sampai selesai.

http://ejournal.stikesbuleleng.ac.id/index.php/Midwinerslion | 250
Jurnal Kesehatan MIDWINERSLION
Vol. 5, No. 2, September 2020

Evaluasi Keperawatan

Dari hasil implementasi dapat di evaluasi respon klien yaitu :


a. Kemampuan mengenal perilaku kekerasan yang biasa di lakukan
Evaluasi pada tanggal 30 januari 2020 yaitu klien mengatakan sering merasa
emosi waktu berada dirumahnya.
b. Kemampuan mencegah perilaku kekerasan fisik
Evaluasi pada tanggal 30 Januari 2020 yaitu klien mengatakan jika perilaku
kekerasannya muncul, klien mengatakan memukul kasur atau bantal serta tarik
nafas dalam.
c. Kemampuan mencegah perilaku kekerasan sosial
Evaluasi pada tanggal 30 Januari 2020 yaitu klien mengatakan dapat berbicara
dengan baik dalam mencegah perilaku kekerasannya.
d. Kemampuan mencegah perilaku kekerasan secara spritual
Evaluasi pada tanggal 31 Januari 2020 yaitu klien mengatakan biasanya
melakukan ibadah seperti tri sandya di dalam kamar
Evaluasi pada tanggal 31 januari 2020 yaitu klien mengatakan keuntungan
minum obat yaitu badan terasa rileks dan akibat tidak minum obat yaitu bisa
kambuh. Klien mengatakan sudah meminum obat yang diberikan oleh
perawat.

PEMBAHASAN

Pengkajian keperawatan : pengkajian merupakan langkah pertama dalam


proses keperawatan, pengkajian dilakukan bertujuan untuk mendapatkan data
dasar yang digunakan untuk menetapkan status kesehatan pasien, menentukan
masalah aktual dan potensial (Debora,2011). Dari pengkajian yang didapatkan
keluhan bahwa Tn.W mengatakan sering merasa emosi bila berada di rumahnya
dan mengamuk memukul kaca. Tn.W mengatakan pernah melakukan rawat jalan
tetapi tidak berhasil sehingga Tn.W kembali di rawat di RSJ Provinsi Bali. Dari
http://ejournal.stikesbuleleng.ac.id/index.php/Midwinerslion | 251
Jurnal Kesehatan MIDWINERSLION
Vol. 5, No. 2, September 2020

teori yang ada pasien tersebut termasuk mengalami Resiko Perilaku Kekerasan
yang merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis. Marah tidak memiliki tujuan khusus tapi lebih
merujuk pada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut
dengan perasaan marah (Dermawan dan Rusdi,2013).

Diagnosa keperawatan : Diagnosa keperawatan adalah salah satu


penilaian klinis terhadap gangguan kesehatan tentang respon dari individu,
keluarga, kelompok, atau komunitas (NANDA,2015). Hasil dari analisa data
didapatkan data subyektif Tn.W mengatakan mengamuk dirumahnya, klien
mengatakan mengamuk memukul kaca dan merasa emisi bila berada dirumahnya.
Data obyektif klien tampak mondar-mandir,klien tampak bingung, pandangan
mudah beralih dan wajah tegang. Maka dapat ditegakkan diagnosa keperawatan
yaitu Resiko perilaku kekerasan .

Intervensi keperawatan : Setelah menentukan diagnosa keperawatan maka


tahap selanjutnya adalah membuat perencanaan keperawatan yang merupakan
tindakan merumuskan perawatan yang diarahkan untuk mengatasi atau
mengurangi keparahan masalah yang muncul dan resiko terjadinya masalah
(NANDA, 2015). Perencanaan keperawatan yang diberikan yaitu dengan
memberikan terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi dengan lima sesi
yaitu sesi I : mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukannya, sesi II :
mencegah perilaku kekerasan fisik, sesi III : mencegah perilaku kekerasan sosial,
sesi IV : mencegah perilaku kekerasan secara spritual, dan sesi V : mencegah
perilaku kekerasan dengan cara patuh minum obat.

Alasan peneliti mengunakan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi


adalah untuk mengungkapkan berbagai stimulasi yang terkait dengan pengalaman
klien dan didiskusikan dalam kelompok sebagai alternative pemecahan masalah.
Hal tersebut sesuai dengan teori Sutejo, (2017) menyatakan bahwa tujuan dari
terapi ini untuk membantu klien yang mengalami kemunduran orientasi,
menstimuli persepsi dalam upaya memotivasi proses berpikir dan afektif serta
mengurangi prilaku maladaptif.

http://ejournal.stikesbuleleng.ac.id/index.php/Midwinerslion | 252
Jurnal Kesehatan MIDWINERSLION
Vol. 5, No. 2, September 2020

Implementasi keperawatan : Implementasi keperawtan adalah tindakan


keperawatan yang disesuaikan dengan rencana keperawatan, sebelum
melaksanakan tindakan keperawatan perawat perlu memvalidasi rencana tindakan
keperawatan yang masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien (Keliat dkk,
2011). Implementasi yang dilakukan yakni melibatkan pasien Terapi Aktivitas
Kelompok Stimulasi Persepsi pasien resiko perilaku kekerasan pada tanggal 30
Januari dan 31 Januari 2020

a. Pada tahap persiapan, perawat mempersiapkan pasien yang akan dilakukan


TAK stimulasi persepsi . Kemudian perawat membuat kontrak dengan pasien
dan mempersiapkan alat serta tempat pertemuan.

b. Pada tahap orientasi, perawat memberikan salam terapeutik kepada pasien,


memperkenalkan nama dan panggilan perawat dan memakai nametag yang
sudah disediakan. Perawat juga menanyakan nama pasien dan panggilan
semua pasien serta memberikan papan nama. Kemudian perawat menanyakan
perasaan pasien saat ini, menjelaskan tujuan kegiatan dan aturannya yaitu
meminta izin jika meninggalkan kelompok, lama kegiatan 30-45 menit, setiap
pasien mengikuti kegiatan sampai selesai.

c. Pada tahap kerja, perawat menjelaskan tujuan dalam kegiatan ini sesuai sesi di
TAK stimulasi persepsi. Penulis tidak melakukan observasi langsung tindakan
pada sesi I, II, III. Data diperoleh dari studi dokumen dan validasi pada pasien.

1. Pada sesi I yaitu mengenal perilaku kekerasan, didapatkan data klien sudah
mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukannya

2. Pada sesi II yaitu mencegah perilaku kekerasan fisik dengan pencegahan


perilaku kekerasan dengan tarik nafas dalam, pukul kasur/ bantal.

3. Pada sesi III yaitu mencegah perilaku kekerasan social dengan


menyebutkan cara bicara yang baik , meminta dan menolak dengan baik.

4. Pada sesi IV yaitu mencegah perilaku kekerasan spritual, klien dapat


menyebutkan kegiatan ibadah yang dia lakukan dan
mendemontrasikannya.
http://ejournal.stikesbuleleng.ac.id/index.php/Midwinerslion | 253
Jurnal Kesehatan MIDWINERSLION
Vol. 5, No. 2, September 2020

5. Pada sesi V yaitu mencegah halusinasi dengan patuh minum obat, klien
dapat menyebutkan cara minum obat dengan benar, keuntungan minum
obat, kerugian tidak minum obat.

Setelah pasien memperagakan maupun menyebutkan kembali apa yang


telah dipelajari , perawat memberikan pujian dan motivasi kepada pasien
untuk melakukan jika halusinasi muncul.

d. Pada tahap evaluasi, perawat menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti


TAK dan menanyakan jumlah cara mencegah perilaku kekerasan kemudian
perawat memberikan pujian atas keberhasilan pasien. Pada tahap ini
pembimbing memberikan tambahan jika dalam pelaksanaan ada kekurangan
dan juga motivasi kepada pasien. Akhir kegiatan perawat mengakhiri sesi
TAK dan membuat kesepakatan untuk TAK sesi selanjutnya.

e. Evaluasi dan dokumentasi Evaluasi selama kegiatan berlangsung, pasien


tampak tenang, mengikuti kegiatan sampai selesai. Dokumentasi dari hasil
tindakan dituliskan dalam laporan kegiatan TAK dan status pasien.

Evaluasi Keperawatan. Evaluasi adalah tahap dimana membandingkan


hasil tindakan yang dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan dalam
perencanaan serta menilai apakah masalah sudah teratasi seluruhnya,hanya
sebagian atau belum teratasi (Debora, 2011).

Berdasarkan penerapan terapi aktivitas kelompok 2 kali pertemuan yang


telah dilakukan oleh penulis, dilakukan evaluasi keperawatan dengan diagnosa
resiko perilaku kekerasan dengan hasil masalah teratasi sebagian, sehingga
intervensi dilanjutkan : informasikan kepada klien saat keinginan marahnya atau
perilaku kekerasannya muncul, anjurkan kepada klien untuk menarik nafas dalam,
memukul bantal atau kasur, serta melakukan kegiatan ibadah yang biasa dilakukan
dan patuh minum obat untuk mencegah halusinasi.

Dari hasil evaluasi diatas maka dapat disimpulkan penerapan terapi


aktivitas kelompk stimulasi persepsi yang diajarkan penulis efektif dalam
mengidentifikasi perilaku kekerasan serta mencegah perilaku kekerasan secara

http://ejournal.stikesbuleleng.ac.id/index.php/Midwinerslion | 254
Jurnal Kesehatan MIDWINERSLION
Vol. 5, No. 2, September 2020

fisik, social dan spritual, seperti yang sudah dibuktikan pada penelitian (Livana et
al., 2015) yang menunjukkan bahwa ada peningkatan kemampuan pasien
mengontrol perilaku kekerasan melalui terapi aktivitas kelompok.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang di dapat pada studi kasus ini antara lain :

1. Hasil pengkajian didapatkan diagnosa keperawatan pada Tn.W yaitu Resiko


perilaku kekerasan.

2. Intervensi keperawatan yang di berikan yaitu memberikan terapi aktivitas


kelompok (TAK) stimulasi persepsi dengan lima sesi:

a. Sesi I : mengenal perilaku kekerasan

b. Sesi II : mencegah perilaku kekerasan fisik

c. Sesi III : mencegah perilaku kekerasan sosial

d. Sesi IV : mencegah perilaku kekerasan spritual

e. Sesi V : mencegah perilaku kekerasan dengan cara patuh minum obat.

3. Implementasi yang dilakukan yakni melibatkan pasien Terapi Aktivitas


Kelompok Stimulasi Persepsi pasien dengan perilaku kekerasan yaitu Pada
tahap persiapan, pada tahap orientasi, pada tahap kerja dan pada tahap evaluasi

4. Evaluasi dari implementasi gangguan persepsi : Tn.W mampu mengenal


perilaku kekerasan, mampu mencegah perilaku kekerasan fisik, mampu
mencegah perilaku kekerasan sosial , mampu mencegah perilaku kekerasan
spiritual dan mampu patuh dalam terapi minum obat.

5. Pemberian terapi aktivitas kelompok (TAK) dalam mengidentifikasi perilaku


kekerasan serta mencegah perilaku kekerasan secara fisik, social dan spiritual
menunjukkan bahwa ada peningkatan kemampuan pasien mengontrol perilaku
kekerasan.

http://ejournal.stikesbuleleng.ac.id/index.php/Midwinerslion | 255
Jurnal Kesehatan MIDWINERSLION
Vol. 5, No. 2, September 2020

DAFTAR PUSTAKA

Debora, O. (2011). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba


Medika.

Dermawan, D., Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Gosyen Publishing: Yogyakarta.

Direja, A.H.S. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Keliat, B.A., dkk. (2011). Manajemen Keperawatan Psikososial dan Kader


Kesehatan Jiwa: CMHN (Intermediate Course). EGC: Jakarta.

Kusumawati, F & Hartono. Y. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:


Salemba.

Livana, Ruhimat, I. I. A., Sujarwo, Suerni, T., Kandar, & Nugroho, A. (2018).
Peningkatan Kemampuan Pasien Dalam Mengontrol Perilaku Kekerasan
Melalui Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi. Jurnal Ners Widya
Husada, 5(1), 35–40.

Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori dan Aplikasi.


Yogyakarta: CV Andi Offet.

NANDA. (2015). Diagnosis keperawatan: definisi & klasifikasi 2015-2017. Edisi


10. Jakarta: EGC.

Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018.

Sepalanita, W., & Khairani, W. (2018). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok


dengan Stimulasi Persepsi terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi
pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 19(2),
426-431.

Sustrami, D., & Sundari, S. (2014). Efektivitas Pelaksanaan Terapi Aktivitas


Kelompok Stimulasi Persepsi Halusinasi Terhadap Kemampuan Pasien
http://ejournal.stikesbuleleng.ac.id/index.php/Midwinerslion | 256
Jurnal Kesehatan MIDWINERSLION
Vol. 5, No. 2, September 2020

Skizofrenia Dalam Mengontrol Halusinasi di Ruang Flamboyan Rumah Sakit


Jiwa Menur Surabaya. Jurnal Kesehatan, 6(2), 86-93.

Sutejo. (2017). Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan


Kesehatan Jiwa: Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.

Yosep, I. (2011). Keperawatan Jiwa. (A. Gunarsa, Ed.) (Edisi Revi). Bandung.

Yosep, I. & Sutini, T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. (Advance Mental
Health Nursing). Bandung: Refika Adiatma.

Zelika, A.A., & Deden D. (2015). Kajian Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula RSJD Surakarta. Jurnal Profesi,
Vol.12.

http://ejournal.stikesbuleleng.ac.id/index.php/Midwinerslion | 257

Anda mungkin juga menyukai