Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

MENGONTROL PERILAKU KEKERASAN PADA PASIEN


RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI BALEE SELANGA
RUMAH SAKIT JIWA ACEH

Disusun Oleh:

Anisa Fitri, S.Kep 2312501010027


Raisa Amini, S.Kep 2312501010078
Vonna Sarita, S.Kep 2312501010073
Surya Noerva Diesma, S.Kep 2312501010017

KEPANITERAAN KLINIK KEPERAWATAN SENIOR (K3S)


KEPERAWATAN JIWA PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS
SYIAH KUALA
2023
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan TAK ini telah dibaca, dikoreksi, dan disetujui oleh Pembimbing
Klinik (CI) Rumah Sakit Jiwa Aceh

Seluruh Anggota Kelompok

Anisa Fitri, S.Kep 2312501010027 …………………


Raisa Amini, S.Kep 2312501010078 …………………
Vonna Sarita, S.Kep 2312501010073 ………………....
Surya Noerva Diesma, S.Kep 2312501010016 …………………

Mengetahui

Pembimbing Klinik (CI) Koordinator Keperawatan Jiwa

Ns. Iluas Syafarilla, S.Kep., M.Kep Ns. Rudi Alfiandi, M.Kep


NIP. 19890912 201403 2 002 NIK. 19860204 201106 1 101

MENGETAHUI Pengelola
Penyelenggaraan Diklat Rumah
Sakit Jiwa Aceh

SYAHRUL FITRI, SKM


NIP. 19751005 200012 1 003
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu terapi modalitas yang
merupakan upaya untuk memfasilitasi perawat atau psikoterapis terhadap
sejumlah pasien pada waktu yang sama. Terapi aktivitas kelompok (TAK)
stimulasi persepsi adalah pasien dilatih mempersepsikan stimulus yang
disediakan atau stimulus yang pernah dialami (Keliat, 2015). Tujuan dari terapi
aktivitas adalah untuk memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal
antar anggota (Purwanto, 2015). Hasil diskusi kelompok dapat berupa
kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah (Keliat,2015). Terapi
aktivitas kelompok sering digunakan dalam praktik kesehatan jiwa, bahkan saat
ini terapi aktivitas kelompok merupakan hal yang penting dari keterampilan
terapeutik dalam keperawatan (Keliat B.A, 2005).
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu bentuk perilaku agresi atau kekerasan
yang ditunjukkan secara verbal, fisik,atau keduanya kepada suatu subyek,
orang atau diri sendiri yang mengarah pada potensial untuk destruktif atau
secara aktif menyebabkan kesakitan, bahaya, dan penderitaan (Bernstein
&Saladino, 2007 dalam Sujarwo & Livana, 2019). Faktor psikologis yang
menyebabkan pasien mengalami risiko perilaku kekerasan antara lain yaitu:
kepribadian yang tertutup, kehilangan, aniaya seksual, kekerasan dalam
keluarga. Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan dapat terjadi perubahan
pada fungsi kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial. Pada aspek fisik
tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, mudah
tersinggung, marah, amuk serta dapat mencederai diri sendiri maupun orang lain
(Kandar & Iswanti, 2019)
Terapi modalitas yang tepat untuk mengatasi pasien perilaku kekerasan
yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan sensori, upaya memusatkan perhatian, kesegaran
jasmani dan mengekspresikan perasaan. Terapi ini menggunakan aktivitas
sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman dalam kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok (Keliat & Pawirowiyono., 2016). Dengan terapi
aktivitas kelompok stimulasi persepsi ini, maka akan memberikan dampak
positif dalam upaya pencegahan, meningkatkan pengobatan, dan pemulihan
kesehatan (Pardede & Laia, 2020)
Dari beberapa kasus gangguan jiwa yang ada di Rumah Sakit Jiwa Aceh
khususnya di ruang Balee Selanga, sebagian pasien menderita Risiko Perilaku
Kekerasan. Maka, perlu diadakan Terapi Aktivitas Kelompok tentang
mengontrol perilaku kekerasan dengan stimulasi persepsi di ruangan tersebut.
Rumah Sakit Jiwa Aceh adalah salah satu rumah sakit jiwa yang berdiri
dibawah Kementerian Kesehatan RI. Pasien yang dirawat di RSJ Aceh
mengalami masalah kejiwaan yang bermacam- macam. Salah saturuang rawat
di rumah sakit ini adalah Ruang Balee Selanga yang merupakan ruang
intermediete pada pasien laki-laki. Saat ini jumlah pasiennya adalah 38 orang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, perlu diberikan terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi. Maka rumusan masalah yang dapat diambil adakah
pengaruh terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi terhadap
kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Aceh?

C. Tujuan Khusus
Tujuan khusus proposal ini adalah sebagai berikut:
1. Pasien mampu memperkenalkan diri dengan baik
2. Pasien mampu menyebutkan penyebab, tanda-tanda, apa yang dilakukan
dan akibat dari perilaku kekerasan
3. Pasien dapat mengekspresikan perasaannya lewat cerita
4. Pasien dapat mengetahui cara mengendalikan Risiko Perilaku Kekerasan
dengan SP
5. Pasien dapat melakukan aktivitas kognitif dengan mendengarkan,
bersosialisasi, menebak ekspresi wajah, mempraktikkan SP Risiko Perilaku
Kekerasan
6. Pasien dapat melakukan aktivitas motorik dengan bekerja sama dengan
melatih kekompakan dalam kelompok.
7. Pasien dapat melatih konsentrasi melalui permainan.
8. Pasien mampu memperagakan teknik latihan fisik untuk mengontrol
marah dengan benar

D. Topik Bahasan
Sesi 1: Menyebutkan penyebab, tanda-tanda, apa yang dilakukan dan
akibat dari perilaku kekerasan
Sesi 2: Memperagakan cara mengontrol marah dengan latihan fisik
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Deskriptif
1. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
TAK merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien
bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau
diarahkan oleh seorang terapis atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih.
Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok
untuk memberikan stimulasi bagi klien dengan gangguan interpersonal.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan
kemampuan untuk mengontrol perilaku kekerasan setelah dilakukan. (Yosep,
2014).
Menurut Keliat, 2015 TAK stimulasi persepsi adalah konsentrasi dan
adanya ketertarikan responden terhadap TAK yang dilaksanakan sehingga
setelah dilaksanakan kemampuan pasien dalam mengontrol perilaku
kekerasan mengalami peningkatan (Pardede dan Laia, 2020). TAK dibagi
empat bagian, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi,
terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas orientasi realita,
dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi.
TAK stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas
sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2015). Fokus terapi aktivitas kelompok
dengan stimulasi persepsi adalah membantu pasien yang mengalami
kemunduran orientasi dengan karakteristik: pasien dengan gangguan persepsi;
halusinasi, menarik diri dengan realitas, kurang inisiatif atau ide, kooperatif,
sehat fisik, dan dapat berkomunikasi verbal (Yosep, 2014).

2. Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana seseorang melakukan suatu
tindakan yang berbahaya secara fisik pada diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman (Yusuf, Fitryasari & Nihayati,
2015). Pasien dengan skizofrenia sering dikaitkan dengan perilaku
kekerasan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain, dan juga
beresiko dengan lingkungan sekitar baik secara fisik, emosional, seksual dan
verbal. Tindakan agresif yang ditujukan untuk melukai ataupun membunuh
orang lain disebut perilaku kekerasan terhadap orang lain.
Perilaku kekerasan merupakan ungkapan perasaan marah atau
bermusuhan sebagai respon terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak
terpenuhi yang mengakibatkan hilangnya kontrol diri dimana individu bisa
berperilaku menyerang atau melakukan suatu tindakan yang dapat
membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Suaita, et.al., 2020).
Faktor psikologis yang dapat menyebabkan pasien mengalami resiko
perilaku kekerasan yaitu kepribadian yang tertutup, kehilangan, aniaya
seksual, dan kekerasan dalam keluarga. Pada aspek fisik terlihat tekanan
darah, denyut nadi, dan pernafasan meningkat, mudah tersinggung, marah,
amuk dan dapat mencederai diri sendiri ataupun orang lain. Adapun dampak
yang akan ditimbulkan pada pasien yang mengalami perilaku kekerasan
yaitu kehilangan kontrol akan dirinya, dimanan pasien akan dikuasai rasa
amarahnya sehingga pasien melukai diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungannya, jika tidak ditangani dengan baik, maka perilaku kekerasan
dapat mengakibatkan kehilangan kontrol (Sepalanita & Khairani, 2019).
Resiko perilaku kekerasan adalah gejala pada pasien skizoprenia dapat
dikontrol melalui terapi aktivitas kelompok. Tanda dan gejala yang dapat
muncul pada perilaku kekerasan secara fisik yaitu mata melotot dan
pandangan tajam, secara verbal yaitu mengancam dan mengumpat, secara
perilaku dapat menyerang orang lain dan melukai diri sendiri, secara emosi
yaitu tidak aman dan nyaman secara intelektual yaitu mendominasi dan
kasar, secara spiritual yaitu merasa berkuasa dan benar, sedangkan secara
sosial yaitu menarik diri dan penolakan (Damayanti, 2012).
BAB III PELAKSANAAN

A. Pasien
1. Karakteristik/ Kriteria Peserta
a. Pasien yang mengikuti kegiatan TAK merupakan pasien dengan
diagnosa keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan
b. Pasien sehat secara fisik
c. Pasien kooperatif
d. Pasien tidak mengalami gangguan komunikasi verbal
e. Pasien bersedia mengikuti kegiatan TAK
2. Inisial Peserta
Peserta TAK ini berjumlah 8 orang dengan inisial berikut;
a. Tn. R
b. Tn. F
c. Tn. H
d. Tn. D
e. Tn. M
f. Tn. N
g. Tn. A
h. Tn. W

3. Kriteria Kelompok

a. Kecil : Terdiri dari 4 orang pasien

b. Sedang : Terdiri dari 7-8 orang

c. Besar : Terdiri dari minimal 10 orang pasien

4. Proses seleksi Mengobservasi pasien yang masuk kriteria.

a. Mengidentifikasi pasien yang masuk kriteria

b. Mengumpulkan pasien yang masuk kriteria


c. Membuat buat kontrak dengan pasien yang setuju ikut TAK, meliputi:
menjelaskan tujuan TAK pada pasien, rencana kegiatan kelompok dan
aturan main dalam kelompok.
B. Kriteria Hasil
1. Evaluasi Struktur
a. Kondisi lingkungan tenang, dilakukan ditempat tertutup dan
memungkinkan pasien untuk berkonsentrasi terhadap kegiatan.
b. Posisi tempat dilantai menggunakan tikar.
c. Peserta sepakat untuk mengikuti kegiatan.
d. Alat yang digunakan dalam kondisi baik.
e. Leader, Co-leader, Fasilitator, Observer berperan sebagaimana mestinya.
2. Evaluasi Proses
a. Leader dapat mengkoordinasi seluruh kegiatan dari awal hingga akhir.
b. Mampu memimpin acara.
c. Co-leader membantu mengkoordinasi seluruh kegiatan.
d. Fasilitator mampu memotivasi peserta dalam kegiatan dan membantu leader
melaksanakan kegiatan dan bertanggung jawab dalam antisipasi masalah.
e. Observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan kepada
kelompok yang berfungsi sebagai evaluator kelompok
f. Peserta mengikuti kegiatan yang dilakukan dari awal hingga akhir.
3. Evaluasi Hasil
Diharapkan 75% dari kelompok mampu:
a. Mampu menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan resiko perilaku
kekerasan
b. Mampu memperagakan teknik latihan fisik untuk mengendalikan emosi
C. Antisipasi Masalah
1. Penanganan terhadap pasien yang tidak aktif dalam aktivitas
a. Memanggil pasien
b. Memberi kesempatan pada pasien untuk menjawab sapaan perawat atau
pasien lain
2. Bila pasien meninggalkan kegiatan tanpa izin
a. Panggil nama pasien
b. Tanyakan alasan pasien meninggalkan kegiatan
3. Bila pasien lain ingin ikut
a. Berikan penjelasan bahwa kegiatan ini ditujukan kepada pasien yang
telah dipilih
b. Katakan pada pasien bahwa ada kegiatan lain yang mungkin didikuti
oleh pasien tersebut
c. Jika pasien memaksa beri kesempatan untuk masuk dengan tidak
memberi pesan pada kegiatan ini.
D. Pengorganisasian
1. Pelaksanaan
JENIS SESI HARI TANGGAL WAKTU TEMPAT
TAK
Stimulasi 1&2 Selasa 5 Desember 10.00 WIB Balee
2023
Persepsi Selanga

2. Pengorganisasian
Jenis Sesi Leader Co Fasilitator Observer
Tak Leader
Stimulasi 1&2 Surya Anisa Fitri Vonna Sarita Raisa Amini
Noerva
Persepsi
Diesma

3. Persiapan Lingkungan
a. Ventilasi Baik
b. Penerangan Cukup
c. Suasana Tidak Bising
d. Pengaturan Posisi Duduk
4. Peran Dan Fungsi
a. Leader: Surya Noerva Diesma, S.Kep
1) Menganalisa dan mengobservasi pola-pola komunikasi yang terjadi
dalam kelompok
2) Membantu anggota kelompok untuk menyadari dinamisnya
kelompok
3) Menjadi motivator
4) Membantu kelompok menetapkan tujuan
5) Membuat peraturan serta mengarahkan dan memimpin jalannya terapi
aktivitas kelompok
b. Co-Leader : Anisa Fitri, S.Kep
1) Mendampingi leader
2) Membantu leader dalam dinamika kelompok
3) Menjadi motivator
4) Mengambil alih posisi jika leader blocking
c. Fasilitator: Vonna Sarita, S.Kep Sebagai fasilitator, perawat ikut serta
dalam kegiatan sebagai anggota kelompok. Tugas seorang fasilitator yaitu
memberi stimulus pada anggota kelompok lain agar dapat mengikuti
jalannya kegiatan membantu leader dalam dinamika kelompok.
d. Observer: Raisa Amini, S.Kep
1) Mencatat serta mengamati respon pasien
2) Mengamati proses berjalannya terapi aktivitas kelompok
3) Mengawasi jalannya aktivitas kelompok
5. Setting: Peserta dan terapis duduk bersama dalam satu lingkaran
6. Alat
a. Spidol
b. Double tip
c. Papan Nama
d. Speaker
e. Karton
f. Kertas Flipchart
g. Bola
7. Metode
a. Dinamika kelompok
b. Memperhatikan dan memperagakan proses perkenalan diri
c. Menceritakan isi perasaan yang menyebabkan perasaan marah
d. Menjelaskan pengalaman mengendalikan perasaan marah
e. Memperagakan mengendalikan marah dengan latihan fisik
f. Berdiskusi dan tanya jawab
8. Proses pelaksanaan
a. Persiapan
1) Mengumpulkan pasien dengan resiko perilaku kekerasan yang sudah
kooperatif
2) Membuat kontrak waktu dan tempat dengan pasien
3) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b. Orientasi
1) Salam terapeutik dari terapis kepada pasien
2) Perkenalkan nama dan panggilan terapis
3) Menanyakan perasaan pasien hari ini
4) Menanyakan nama dan panggilan semua pasien
5) Menjelaskan tujuan kegiatan, kontrak waktu dan tempat
6) Menjelaskan aturan main, sebagai berikut:
a) Setiap peserta mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
b) Jika ada peserta yang ingin meninggalkan kelompok, harus
meminta izin kepada fasilitator
c. Tahap kerja
1) Seluruh klien duduk dengan berbentuk lingkaran
2) Hidupkan musik dan edarkan bola berlawanan dengan arah jarum jam
3) Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola,
mendapat giliran untuk menyebutkan penyebab, tanda-tanda, apa yang
dilakukan dan akibat dari perilaku kekerasan
4) Seluruh peserta menghitung dimulai dari 1, setiap kelipatan 4, pasien
harus mengatakan wow. Pasien yang salah menyebutkan, akan
mempraktikkan mengontrol marah dengan latihan fisik 1 dan latihan
fisik 2
d. Tahap terminasi
1) Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK
2) Memberikan reinforcement positif terhadap perilaku pasien yang
positif
3) Menganjurkan pasien menilai dan mengevaluasi jika terjadi resiko
perilaku kekerasan
4) Menganjurkan pasien mengingat dan mengulang strategi
pelaksanaanan, cara mengontrol perilaku kekerasan sesuai jadwal
kegiatan yang sudah ditentukan
EVALUASI TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK PADA KLIEN DENGAN
RISIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG BALEE JEUMPA
RUMAH SAKIT JIWA ACEH

SESI 1 : STIMULASI PERSEPSI PERILAKU KEKERASAN


NO NAMA KLIEN PENYEBAB PK MEMBERI TANGGAPAN TENTANG
TANDA & GEJALA PK PERILAKU KEKERASAN AKIBAT PK
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
SESI 2 : STIMULASI PERSEPSI PERILAKU KEKERASAN

NO NAMA KLIEN MEMPRAKTIKKAN CARA FISIK YANG MEMPRAKTIKKAN CARA FISIK YANG KEDUA
PERTAMA
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Berilah tanda (√) jika klien mampu melalukan dan berilah tanda (x) jika klien tidak mampu melakukan
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M. Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT


Refika Aditama
Kandar, K., & Iswanti, D. I. (2019). Faktor Predisposisi dan Prestipitasi Pasien
Resiko Perilaku Kekerasan. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 2(3), 149-
156.http://dx.doi.org/10.32584/jikj.v2i3.226
Keliat B.A. (2005). Proses Keperawatan Jiwa. EGC.
Keliat, B.A. (2015). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta :
EGC.
Keliat, B.A, & Pawirowiyono.A,. (2016). Keperawanan Jiwa : Terapi Aktivitas
Kelompok. Jakarta. EGC.
Pardede, J. A., & Laia, B. (2020). Decreasing Symptoms of Risk of Violent
Behavior in Schizophrenia Patients Through Group Activity Therapy. Jurnal
IlmuKeperawatan Jiwa, 3(3), 291-300.
Sepalanita, W., & Khairani, W. (2019). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok
dengan Stimulasi Persepsi terhadap Kemampuan Mengontrol perilaku
kekerasan pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari
Jambi, 19(2),426- 43.
Suaita, M., Hani, T., Selpina, E. (2020). Upaya Mengontrol Perilaku Agresif Pada
Perilaku Kekerasan Dengan Pemberian Rational Emotive Behavior Therapy.
Jurnal Keperawatan Jiwa. 18(1). 27-32.
Sujarwo, S., & Livana, P. H. (2019). Studi Fenomenologi: Strategi Pelaksanaan
Yang Efektif Untuk Mengontrol Perilaku Kekerasan Menurut Pasien Di
Ruang Rawat Inap Laki Laki. Jurnal Keperawatan Jiwa, 6(1), 29-
35.https://doi.org/10.26714/jkj.6.1.2018.29-35
Yosep & Iyus. (2014). Keperawatan jiwa (Cetakan 1). Bandung: PT Refika
Aditama
Yusuf, A., Fitriyasari, R., & Nihayati, H.E. (2015). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai