Anda di halaman 1dari 49

Menghardik Halusinasi: Jurnal refleksi

Terimakasih kepada Tuhan, karena saya mampu menerapkan terapi menghardik pada pasien.
Saya sangat bersyukur atas kemampun saya untuk melakukan terapi menghardik pada pasien
dengan halusinasi. Meskipun awalnya ragu dalam melakukan terapi ini, namun saya berhasil
melewatinya, saya merasa bangga dapat menerapkan terapi ini secara langsung kepada pasien
dengan baik.

Halusinasi merupakan keadaan seseorang mengalami perubahan dalam pola dan jumlah stimulasi
yang diprakarsai secara internal atau eksternal disekitar dengan pengurangan berlebihan, distorsi,
atau kelainan berespon terhadap setiap stimulasi dan halusinasi juga merupakan perubahan
dalam jumlah dan pola dari stimulasi yang diterima dan disertai dengan penurunan berlebihan
distorsi atau kerusakan respon beberapa stimulasi. (Pardede, 2016).

Faktor-faktor yang mampu mempengaruhi kekambuhan penderita skizofrenia dengan halusinasi


meliputi ekspresi emosi keluarga yang tinggi, pengetahuan keluarga yang kurang, ketersediaan
pelayanan kesehatan, penghasilan keluarga dan kepatuhan minum obat pasien skizofrenia.
(Pardede, 2020). Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi
dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
halusinasi yang muncul atau tidak memerdulikan halusinasinya. (Umam, 2015) Suatu kebanggan
bagi saya dapat menerapkan terapi ini, saya berharap semoga ilmu yang saya dapat ini menjadi
bekal yang berharga bagi saya kedepannya.
REFERENSI

Pardede, J. A. (2020). Beban Keluarga Berhubungan Dengan Koping Saat Merawat Pasien
Halusinasi. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 3(4), 445-452.

Pardede, J. A., & Siregar, R. A. (2016). Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat Terhadap
Perubahan Gejala Halusinasi Pada Klien skizofrenia. Mental Health, 3(1).

Umam, R. (2015). Pelaksanaan Teknik Mengontrol Halusinasi: Kemampuan Klien Skizofrenia


Mengontrol Halusinasi. The Sun, 2(1).
Terapi Relaksasi Napas Dalam : Jurnal Refleksi

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia-Nya saya dapat
melakukan terapi tarik napas dalam kepada pasien. Saya mengaplikasikan terapi ini pada pasien
perempuan berumur 51 tahun dengan diagnosa keperawatan risiko perilaku kekerasan, setelah
saya melakukan pengkajian, pasien mengatakan bahwa ia sering marah marah dan berteriak
tanpa sebab. Selain itu, pasien selalu marah jika disuruh minum obat.

Risiko perilaku kekerasan merupakan respon emosi yang diungkapkan dengan


kemarahan, ancaman, mencederai diri sendiri maupun orang lain, mondar mandir, tidak bisa
diam, gelisah, nada bicara tinggi dan keras, agresif, dan bergembira secara berlebihan (Pardede,
2020). Perilaku kekerasan adalah hasil dari marah yang ekstrim (kemarahan) atau ketakutan
(panik) sebagai respon terhadap perasaan terancam, baik berupa ancaman serangan fisik atau
konsep diri (Stuart, 2009; Stuart, 2013). Seseorang yang mengalami perilaku kekerasan sering
menunjukkan perubahan perilaku seperti intonasi suara keras, mengancam, ekspresi tegang,
gaduh, gelisah, tidak bisa diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat, nada suara
tinggi dan gembira berlebihan. Kekacauan alam fikir juga dapat dilihat dari isi pembicaraannya.
Perubahan lain yang terjadi adalah adanya penurunan kemampuan memecahkan masalah,
orientasi terhadap waktu, tempat, dan orang, serta gelisah. (Pardede, 2020).

Adapun dampak yang ditimbulkan oleh pasien yang mengalami perilaku kekerasan yaitu
kehilangan kontrol akan dirinya, dimana pasien akan dikuasi oleh rasa amarahnya sehingga
pasien dapat melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, bila tidak ditangani dengan
baik maka perilaku kekerasan dapat mengakibatkan kehilangan kontrol, risiko kekerasan
terhadap diri sendiri, orang lain serta lingkungan (Sepalanita & Khairani, 2019). Salah satu
tindakan keperawatan untuk pasien risiko perilaku kekerasan, mengajarkan stimulasi persepsi
perilaku kekerasan berdasarkan standar pelaksanaan untuk mengenal penyebab perilaku
kekerasan dengan latihan fisik seperti : tarik nafas dalam (Pardede & Laia, 2020).

Terapi relaksasi nafas adalah sebuah tindakan yang dapat mengatur emosi dan menjaga
keseimbangan emosi, sehingga emosi marah tidak berlebihan. Relaksasi nafas dalam dipercaya
dapat menurunkan ketegangan dan dapat memberikan ketenangan. Relaksasi nafas dalam
merangsang tubuh untuk melepaskan opiod endogen (Sudia, 2021).
Ketika saya melakukan terapi ini awalnya pasien menjawab pertanyaan saya dengan nada
yang tinggi dan mata tajam saat melihat saya, lalu saya bina hubungan saling percaya agar pasien
tidak merasa terancam dan pasien mau dilakukan terapi. Sebelum mengaplikasikan teknik
relaksasi nafas pasien mengatakan itu tidak mempan karena ia tetap tidak bisa mengendalikan
diri jika sudah marah tetapi saya tetap mencoba menjelaskannya pelan-pelan dan melatih pasien.
Setelah dilakukan tindakan relaksasi nafas dalam tampak pasien menjadi lebih rileks, tenang dan
klien mulai mampu mengontrol emosinya. Pasien juga mengatakan marahnya sedikit berukurang
dan klien tampak lebih rileks. Terkadang juga pasien tersebut mau memanggil saya dan
tersenyum jika saya lewat depan kamarnya. Saya sangat senang dan bangga dapat menerapkan
terapi ini dengan baik, semoga ilmu dan pengalaman ini menjadi bekal saya kedepannya didunia
kerja.
Referensi

Pardede, J. A. (2020). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Risiko Perilaku
Kekerasan.
Sepalanita, W., & Khairani, W. (2019). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok dengan
Stimulasi Persepsi terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi pada Pasien
Skizofrenia. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 19(2), 426-431.
Sudia, B. T. (2021). Aplikasi Terapi Relaksasi Nafas Dalam terhadap Pengontrolan Marah
dengan Pasien Gangguan Jiwa Resiko Perilaku Kekerasan di Wilayah Desa Maleber
Kabupaten Cianjur. Lentera: Jurnal Ilmiah Kesehatan dan Keperawatan, 4(1), 1-5.
Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)
Terima kasih Tuhan, karena saya mampu menerapkan terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
(TAKS) pada klien pada hari ketiga di minggu pertama ini. Saya sangat bersyukur dan bangga
pada kemampuan saya dalam memberikan terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) pada
pasien dengan masalah Isolasi sosial. Meski sebelumnya saya ragu dan tidak percaya diri dalam
melaksanakan terapi ini namun saya berhasil menerapkannya, sehingga pada akhirnya ada
kebanggaan bagi saya dapat menerapkan terapi ini secara langsung kepada klien saya dengan
baik.

Gangguan jiwa adalah suatu kondisi terganggunya fungsi mental, emosi, pikiran, kemauan,
perilaku psikomotorik dan verbal, yang menjadi kelompok gejala klinis yang disertai oleh
penderita dan mengakibatkan terganggunya fungsi humanistik individu. Gangguan jiwa
dikarakteristikkan sebagai respon maladaptif diri terhadap lingkungan yang ditunjukkan dengan
pikiran, perasaan, tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma setempat dan kultural sehingga
mengganggu fungsi sosial, kerja dan fisik individu yang biasa disebut dengan skizofrenia (Sari &
Maryatun, 2020).

Isolasi sosial merupakan masalah keperawatan yang disebabkan oleh harga diri rendah dimana
perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan
yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya diri kurang dan juga dapat
mencederai diri (Sari & Maryatun, 2020).

Menurut (Saswati & Sutinah, 2018) Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya.

Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada
sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Terapi Aktivitas
Kelompok: Sosialisasi (TAKS) adalah upaya memfasilitasi kemampuan bersosialisasi dengan
masalah hubungan social klien isolasi melalui tujuh sesi untuk melatih kemampuan sosialisasi
klien (Saswati & Sutinah, 2018).

Terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) menurut (Saswati & Sutinah, 2018) adalah upaya
memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan hubungan sosial. Klien dibantu
untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar klien, sosialisasi dapat pula
dilakukan secara bertahap dari interpersonal (satu dan satu), kelompok, dan masa. Aktivitas
dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.

Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan
stimulasi bagi klien dengan gangguan interpersonal. Tujuan terapi kelompok yaitu untuk
meningkatkan kemampuan menguji kenyataan, membentuk sosialisasi, meningkatkan fungsi
psikologis dan membangkitkan motivasi klien. Sedangkan tujuan khususnya yaitu untuk melatih
pemahaman identitas diri dan untuk penyaluran emosi. Klien isolasi (Saswati & Sutinah, 2018).

Aktivitas TAKS dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok. TAKS membantu klien untuk
melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di sekitar klien. Terapi TAKS ini memfasilitasi
psikoterapi untuk memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal, memberi tanggapan
terhadap orang lain, mengekspresikan ide dan tukar presepsi, dan menerima stimulus eksternal
yang berasal dari lingkungan. (Sari & Maryatun, 2020)

Klien isolasi sosial yang belum melakukan TAKS terlihat kurang mampu melakukan hubungan
sosialisasi dengan baik di karenakan klien isolasi sosial yang belum mendapatkan terapi dengan
lengkap yaitu salah satunya terapi aktivitas kelompok sosialisasi. jika kondisi seperti ini
dibiarkan maka klien isolasi sosial semakin tidak mampu untuk bersosialisasi dengan baik dan
klien merasa bahwa dengan menyendiri dapat menyelesaikan masalahnya. Dengan adanya suatu
program terapi terutama terapi aktivitas kelompok sosialisasi di harapkan dapat menyelesaikan
masalah klien dan dapat meningkatkan kemampuan sosialisasi oleh karena itu sebaiknya klien
isolasi sosial harus mendapatkan terapi yang sesuai dan lengkap termasuk terapi aktivitas
kelompok sosialisasi dimana TAKS adalah salah satu intervensi keperawatan yang efektif untuk
meningkatan kemampuan klien bersosialisasi. (Saswati & Sutinah, 2018).

Teknik membantu klien yang mengalami isolasi sosial yang diberikan yaitu terapi aktivitas
kelompok sosialisasi TAKS. Pada kasus ini saya melakukan terapi pada seorang klien berinisal
Nn. T, usia 35 tahun, jenis kelamin perempuan, diagnose medis skizofrenia paranoid dan, terapi
yang diberikan resperidone 2x1 dan clozapine 1x1 setelah makan, diagnose keperawatan isolasi
sosial. Pada awalnya klien terlihat tidak ingin mempunyai teman, selalu menugurung diri, tidak
mau bergaul dan tidak mau berkomunikasi dengan orang lain atau orang disekitarnya. Pada
terapi aktivitas kelompok sosialisasi TAKS, klien dilatih untuk mau bergaul dengan orang lain,
mau bersosialisasi dengan orang lain dan mau mempunyai teman. Dengan diberikannya terapi
ini, pada akhirnya klien tidak menarik diri lagi.

Betapa senangnya saya melihat perkembangan dari klien karena tindakan ini memberikan
kemampuan yang sangat bagus terhadap klien dengan halusinasi. Saya bangga melakukannya,
saya berharap semoga ilmu yang saya dapat ini menjadi bekal yang berharga bagi saya
kedepannya.
Referensi

Sari, D. P., & Maryatun, S. (2020). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap
Kemampuan Interaksi Sosial Dan Activity Daily Living Klien Isolasi Sosial Di Panti Sosial
Rehabilitasi Pengemis Gelandangan Orang Dengan Gangguan Jiwa. Seminar Nasional
Keperawatan, 6(1), 148–154.

Saswati, N., & Sutinah, S. (2018). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap
Kemampuan Sosialisasi Klien Isolasi Sosial. Jurnal Endurance, 3(2), 292.
https://doi.org/10.22216/jen.v3i2.2492
Terapi Social Skill Training

Terima kasih Tuhan atas penyertaanmu sehingga minggu pertama di hari ke empat ini saya telah
melakukan terapi social skill training pada klien. Saya merasa bangga dan puas dengan
kemampuan yang telah saya salurkan terhadap klien yang mengalami gangguan jiwa, dengan
kemampuan ini saya memberikan yang terbaik kepada klien agar menjadi jiwa yang sehat.
Walaupun saya terkadang memiliki kurang kepercayaan dalam melakukan tindakan namun saya
berhasil dalam menerapkannya dan melakukan terapi social skill training kepada klien saya.

Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang di alami oleh individu dan dipersepsikan
disebabkan orang lain dan sebagai kondisi yang negatif dan mengancam. Kondisi isolasi sosial
seseorang merupakan ketidakmampuan klien dalam mengungkapkan perasaan klien yang dapat
menimbulkan klien mengungkapkan perasaan klien dengan kekerasan. Klien dengan isolasi
sosial tidak mampunyai (Yuswatiningsih & Rahmawati, 2020).

Kemampuan untuk bersosialisasi dan sulit untuk mengungkapkan keinginan dan tidak mampu
berkomunikasi dengan baik sehingga klien tidak mampu mengungkapkan marah dengan cara
yang baik. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan isolasi sosial terapi spesialis
yang diberikan adalah dengan memberikan terapi Social Skill Training (Sukaesti & Soeharto
Heerdjan Jakarta, 2018).

Kondisi isolasi sosial seseorang merupakan ketidakmampuan klien dalam mengungkapkan


perasaan klien yang dapat menimbulkan klien mengungkapkan perasaan klien dengan kekerasan.
Klien dengan isolasi sosial tidak mampunyai kemampuan untuk bersosialisasi dan sulit untuk
mengungkapkan keinginan dan tidak mampu berkomunikasi dengan baik sehingga klien tidak
mampu mengungkapkan marah dengan cara yang baik (Yuswatiningsih & Rahmawati, 2020).

Social skill training merupakan salah satu intervensi pada pasien isolasi social dengan
memodifikasi perilaku yang mengacu 4 tahapan yakni melatih kemampuan klien berkomunikasi,
menjalin persahabatan dan menghadapi situasi sulit, dengan menggunakan metode modeling,
role play, feedback, dan transfer training. Bertujuan untuk menurunkan kecemasan,
meningkatkan kontrol diri pada klien dengan fobia social, meningkatkan kemapuan klien dalam
aktifitas bersama, bekerja dan meningkatkan kemampuan social klien skizofernia (Sukaesti &
Soeharto Heerdjan Jakarta, 2018).

(Yuswatiningsih & Rahmawati, 2020) menyatakan bahwa Sosial skill training membuat klien
dengan Skizofrena dapat lebih optimal secara fisik, emosi, sosial dan vocasional, kekeluargaan
dan dapat memecahkan masalahnya sendiri meningkat, kemampuan intelektual dalam mensuport
diri meningkat. Kemampuan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan social skill training
meningkat.

Teknik membantu klien yang mengalami ketidakmampuan dalam bersosial melakukan terapi
social skill training. Pada kasus ini saya melakukan terapi pada seorang yang mengalami sakit.
Klien yang berinisial Ny. L, usia 43 tahun, jenis kelamin perempuan, terapi yang diberikan
reperidone 2x1, clozapine 1x1, dan trirexyprenidil 2x1 diberikan setelah makan. Pada awalnya
berdiam diri, tidak mau berkomunikasi dan berinteraksi kepada orang lain bahkan perawat.
Namun dengan diberikannya terapi ini, pada akhirnya klien secara pelan-pelan mulai bisa
menyesuaikan diri dan mampu berkomunikasi serta berinteraksi dengan perawat dan orang lain.
Betapa senangnya saya melihat perkembangan dari klien karena tindakan ini memberikan
kemampuan yang sangat bagus terhadap klien dengan isolasi sosial.

Saya bangga melakukannya, dan mudah-mudahan bekal ini menjadi sesuatu yang sangat
berharga bagi saya.
Referensi

Sukaesti, D., & Soeharto Heerdjan Jakarta, R. (2018). Sosial Skill Training Pada Klien Isolasi
Sosial. Jurnal Keperawatan Jiwa, 6(1), 19–24.
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/4418/4063

Yuswatiningsih, E., & Rahmawati, I. M. H. (2020). Terapi Social Skill Training (SST) Untuk
Klien Isolasi Sosial. In E-Book Penerbit STIKes Majapahit Mojokerto.
http://ejournal.stikesmajapahit.ac.id/index.php/EBook/article/view/661
Terapi Kognitif

Terima kasih Tuhan, karena saya mampu menerapkan terapi kognitif pada klien pada hari kelima
di minggu pertama ini. Saya sangat bersyukur dan bangga pada kemampuan saya dalam
memberikan terapi kognitif pada pasien dengan masalah Isolasi sosial. Meski sebelumnya saya
ragu dan tidak percaya diri dalam melaksanakan terapi ini namun saya berhasil menerapkannya,
sehingga pada akhirnya ada kebanggaan bagi saya dapat menerapkan terapi ini secara langsung
kepada klien saya dengan baik.

Skizofrenia adalah suatu keadaan yang tidak normal dalam diri seseorang yang dimana kondisi
yang tidak normal tersebut berpengaruh pada sikap dan perilaku yang mengarah pada gangguan
pola berfikir, perasaan yang kacau yang disebabkan oleh pola berfikir yang melampaui kondisi
normal pada umumnya dan perilaku yang memungkinkan berubah-ubah akibat pola berfikir yang
ambigu hingga sulit untuk diterima oleh lawan bicara karena tidak masuknya sebuah akal untuk
diterima (AMELIA, 2021).

Gejala yang tampak skizoprenia dibagi dalam dua kategori utama gejala postif atau
gejala yang isi nyata yang mencakup waham, halusinasi dan disorganisasi pikiran bicara dan
perilaku yang tidak teratur: gejala negatif atau gejala samar seperti afek datar, tidak
memiliki kemampuan dan menarik diri dari masyarat atau rasa tidak nyaman (Shinta,
2019).

Isolasi sosial merupakan sebuah kondisi diri yang awalnya memiliki suatu peristiwa yang
mengarah pada suka dan duka dengan ditandai oleh keadaan menyendiri dengan rasa khawatir
dan berfikir negative karena merasa terancam oleh hadirnya orang lain. (AMELIA, 2021)

Menurut (Shinta, 2019) Isolasi sosial adalah suatu pengalaman menyendiri dari seseorang
dan perasaan segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negatif atau keadaan
yang mengancam Klien yang mengalami isolasi sosial akan cenderung mencul perilaku
menghindar saat berinteraksi dengan dengan orang lain dan lebih suka
menyendiri terhadap lingkungan agar pengalaman yang tidak menyenangkan dalam
berhubungan dengan orang lain tidak terulang kembali.

Terapi Kognitif merupakan suatu tata laksana yang mengarah pada tindakan berlatih untuk
mengatasi perilaku yang sulit untuk berfikir dalam menilai dan mempertimbangkan sebuah
kemampuan pada mental seseorang yang abnormal. Pada terapi kognitif nantinya dapat
bermanfaat bagi pasien skizofrenia terutama yang mengalami isolasi social untuk dapat belajar
dalam berinteraksi dengan dilandaskan pada kemampuan diri yang mampu berfikir baik dengan
menilai dan mempertimbangkan sesuai dengan keadaan jiwa yang normal terutama dengan cara
memandang dan bersosialisasi terhadap lawan bicara atau masyarakat sekitarnya. Dengan terapi
kognitif ini nantinya akan menjadi penatalaksanaan pada pasien skizofrenia dengan masalah
isolasi social untuk dapat berinteraksi dan mengatasi adanya perilaku yang menjauhi diri dari
lingkungan sekitar terutama dalam kegiatan social di lingkungan nya (AMELIA, 2021)

Menurut (Shinta, 2019) terapi kognitif yaitu suatu bentuk psikoterapi yang dapat melatih
pasien untuk mengubah cara pasien menafsirkan dan memandang egala sesuatu pada
saat pasien mengalami kekecewaan, sehingga pasien merasa lebih baik dan dapat bertindak
lebih produktif.

Terapi kognitif adalah suatu perawatan sebagaimana untuk penyembuhan yang mengarah pada
suatu teknik untuk belajar memahami suatu tindakan dengan cara berlatih untuk mengatasi
perilaku yang sulit untuk berfikir dalam menilai dan mempertimbangkan sebuah kemampuan
pada mental seseorang yang abnormal. Melalui sebuah terapi kognitif ini nantinya akan membuat
kondisi cara berfikir seseorang dapat memahami suatu tatanan dalam berfikir dan melakukan
suatu penerapan dengan tingkah laku yang adaptif untuk bersosialisasi dengan orang lain.

Terapi kognitif ini merupakan suatu tindakan perawatan yang bersifat jangka pendek dengan
melatih suatu pemikiran yang terbuka dan meluas tanpa berfikir dengan pola pikir yang singkat,
dengan terapi kognitif nantinya akan membuat banyak perubahan terutama dalam bertingkah
laku karena adanya proses berfikir yang mampu mengatasi sebuah permasalahan dalam
kehidupannya (AMELIA, 2021).

Terapi kognitif bertujuan untuk mengubah pikiran negatif menjadi positif, mengetahui
penyebab perasaan negatif yang dirasakan, membantu mengendalikan diri dan pencegahan
serta pertumbuhan pribadi (Shinta, 2019).

Teknik membantu klien yang mengalami isolasi sosial yang diberikan yaitu terapi kognitif. Pada
kasus ini, saya melakukan terapi pada seorang yang mengalami sakit. Klien dengan berinisial
Ny. S, usia 35 tahun, jenis kelamin perempuan, terapi yang diberikan reperidone 2x1 dan
clozapine 1x1 setelah makan, dx medisnya skizoprenia paranoid dan dx keperawatannya isolasi
sosial. Pada awalnya selalu mengurung diri, tidak mau minum obat dan tidak mau bercakap-
cakap kepada orang lain bahkan perawat. Namun dengan diberikannya terapi ini, pada akhirnya
klien secara pelan-pelan mulai bisa menyesuaikan diri mampu berkomunikasi dengan orang
sekitarnya, mau mium obat dan mau bercakap-cakap dengan perawat dan orang lain.

Betapa senangnya saya melihat perkembangan dari klien karena tindakan ini memberikan
kemampuan yang sangat bagus terhadap klien dengan isolasi sosial. Saya bangga melakukannya,
dan mudah-mudahan bekal ini menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi saya.
Referensi

Shinta, S. (2019). Pengaruh Terapi Perilaku Kognitif terhadap Kemampuan Interaksi Sosial pada
Klien Isolasi Sosial di Provinsi Bengkulu. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu,
7(2), 83–90. https://doi.org/10.36085/jkmu.v7i2.470

AMELIA, D. (2021). LITERATURE REVIEW: PENERAPAN TERAPI KOGNITIF PADA


PASIEN SKIZOFRENIA DENGAN ISOLASI SOSIAL.
Terapi Aktifitas Orientasi Realita (TOR)

Terima kasih kepada allah SWT, karena saya mampu menerapkan terapi aktivitas realita (TOR)
pada klien pada hari keenam di minggu pertama ini. Saya sangat bersyukur dan bangga pada
kemampuan saya dalam memberikan terapi aktivitas realita (TOR) pada pasien dengan masalah
waham agama. Meski sebelumnya saya ragu dan tidak percaya diri dalam melaksanakan terapi
ini namun saya berhasil menerapkannya, sehingga pada akhirnya ada kebanggaan bagi saya
dapat menerapkan terapi ini secara langsung kepada klien saya dengan baik.

Skizofrenia merupakan gangguan neurobiologis yang dapat mengakibatkan seseorang


mengalami ganggua kognitif, persepsi, emosi, perilaku dan sosialisasi. Perjalanan penyakit
skizofrenia sangat heterogen dan gejala yang paling sering ditemui adalah waham. Waham
adalah keyakinan yang salah yang didasarkan oleh kesimpulan yang salah tentang realitas
eksternal dan dipertahankan dengan kuat (Rahmania et al., 2022)

Waham merupakan gangguan dimana penderitanya memiliki rasa realita yang berkurang atau
terdistorsi dan tidak dapat membedakan yang nyata dan yang tidak nyata. Gangguan proses pikir
waham biasanya dianggap sulit untuk diobati (Hulu et al., 2022).

Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu agama secara berlebihan
dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan (Hulu et al., 2022).

Terapi orientasi realita (TOR) dapat meningkatkan fungsi perilaku. Pasien perlu dikembalikan
pada realita bahwa hal-hal yang dikemukakan tidak berdasarkan fakta dan belum dapat diterima
orang lain dengan tidak mendukung ataupun membantah waham. Tidak jarang dalam proses ini
pasien mendapatkan konfrontasi dari lingkungan terkait pemikiran dan keyakinannya yang tidak
realistis. Hal tersebut akan memicu agresifitas pasien waham. Reaksi agresif ini merupakan efek
dari besarnya intensitas waham yang dialami pasien (Hulu et al., 2022).
Teknik membantu klien yang mengalami waham agama yang diberikan yaitu terapi aktivitas
orientasi realita (TOR). Pada kasus ini saya melakukan terapi pada seorang klien yang pada
awalnya selalu mengatakan yang tidak sesuai dengan realita kehidupannya. Klien yang berinisial
Tn. S, usia 40 tahun, jenis kelamin laki-laki, terapi yang diberikan diazepam 2x1, resperidone
2x1, dan clozapine 1x1, dx medisnya skizofrenia paranoid dan dx keperawatan waham agama.
Pada terapi aktivitas orientasi realita (TOR), klien dilatih untuk tidak mengatakan apa yang tidak
sesuai dengan kenyataannya. Dengan diberikannya terapi ini, pada akhirnya klien tidak
mengatakan apa yang tidak sesuai dengan realita lagi. Betapa senangnya saya melihat
perkembangan dari klien karena tindakan ini memberikan kemampuan yang sangat bagus
terhadap klien dengan waham. Saya bangga melakukannya, saya berharap semoga ilmu yang
saya dapat ini menjadi bekal yang berharga bagi saya kedepannya.
Referensi

Hulu, M. P. C., Waruwu, R., Febriana, M. S., Jhon, F. P., & Pardede, J. A. (2022). Aplikasi
Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. S Dengan Masalah Gangguan Proses Pikir : Waham
Kebesaran : Studi Kasus. Kebidanan, volume 1(keperawatan jiwa), 1–44.

Rahmania, N., Ulya, F., & Fitria, Y. (2022). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan
Gangguan Orientasi Realita : Studi Kasus. Nursing Information Journal, 2(September), 1–6.
Behaviour Therapy (Terapi Perilaku)
Terima kasih Tuhan, karena saya mampu menerapkan terapi Behaviour Therapy (Terapi
Perilaku) pada klien pada hari pertama di minggu kedua ini. Saya sangat bersyukur dan bangga
pada kemampuan saya dalam memberikan terapi Behaviour Therapy (Terapi Perilaku) pada
pasien dengan masalah resiko perilaku kekerasan. Meski sebelumnya saya ragu dan tidak
percaya diri dalam melaksanakan terapi ini namun saya berhasil menerapkannya, sehingga pada
akhirnya ada kebanggaan bagi saya dapat menerapkan terapi ini secara langsung kepada klien
saya dengan baik.

Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang memengaruhi berbagai area fungsi
individu, termasuk berpikir, berkomunikasi, menerima, Menginterpretasikan realitas, merasakan
dan menunjukkan emosi. Skizofrenia menimbulkan distorsi pikiran sehingga pikiran itu menjadi
sangat aneh, juga distorsi persepsi, emosi, dan tingkah laku yang dapat mengarah ke risiko
perilaku kekerasan yang dapat berbahaya dengan diri sendiri maupun orang lain sekitar (Jek
Amidos Pardede, Laura Mariati Siregar, 2020).

Risiko perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah diekspresikan dengan melakukan
ancaman, mencederai diri sendiri maupun orang lain dan dapat merusak lingkungan sekitar.
Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan dapat terjadi perubahan pada fungsi kognitif, afektif,
fisiologis, perilaku dan sosial. Pada aspek fisik tekanan darah meningkat, denyut nadi dan
pernapasan meningkat, mudah tersinggung, marah, amuk serta dapat mencederai diri sendiri
maupun orang lain (Jek Amidos Pardede, Laura Mariati Siregar, 2020).

Behaviour Therapy atau terapi perilaku merupakan salah satu teknik yang digunakan dalam
menyelesaikan tingkah laku yang ditimbulkan oleh dorongan dari dalam dan dorongan untuk
memenuhi kebutuhan – kebutuhan hidup, yang dilakukan melalui proses belajar agar bisa
bertindak dan bertingkah laku lebih efektif, lalu mampu menanggapi situasi dan masalah dengan
cara yang efektif dan efisien (Jek Amidos Pardede, Laura Mariati Siregar, 2020).
terapi perilaku merupakan salah satu psikoterapi yang tujuannya adalah untuk memodifikasi pola
perilaku maladaptif menjadi adaptif (Lewin, 2015).

Teknik membantu klien yang mengalami resiko perilaku kekerasan yang diberikan yaitu terapi
Behaviour Therapy atau terapi perilaku. Pada kasus ini saya melakukan terapi pada seorang klien
yang pada awalnya terlihat selalu marah-marah dan mau memukul orang siapa yang dilihatnya,
sering merusak bang-barang. Pada terapi Behaviour Therapy atau terapi perilaku, klien yang
berinisial Tn. J, usia 31 tahun, jenis kelamin laki-laki, terapi yang dberikan resperidone 2x1 dan
clozapine 1x1 diberikan setelah makan, dx medis skizoprenia paranoid, dan dx keperawatan
perilaku kekerasan dilatih untuk mengatakan tidak melakukan kekerasan lagi yang
membahayakan dirinya. Dengan diberikannya terapi ini, pada akhirnya klien mampu mengontrol
emosinya. Betapa senangnya saya melihat perkembangan dari klien karena tindakan ini
memberikan kemampuan yang sangat bagus terhadap klien dengan resiko perilaku kekerasan.
Saya bangga melakukannya, saya berharap semoga ilmu yang saya dapat ini menjadi bekal yang
berharga bagi saya kedepannya.
Referensi

Lewin, D. T. (2015). Issn 2303-1433. 4(1), 67–72.

Jek Amidos Pardede, Laura Mariati Siregar, E. P. H. (2020). Efektifitas Behaviour Therapy
Terhadap Risiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Mutiara Ners, 3(1),
8–14. http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/NERS/article/view/1005

Terapi Perilaku Token Economy


Terima kasih Tuhan atas penyertaanmu sehingga minggu kedua di hari ke dua ini saya telah
melakukan terapi perilaku token economy pada klien. Saya merasa bangga dan puas dengan
kemampuan yang telah saya salurkan terhadap klien yang mengalami gangguan jiwa, dengan
kemampuan ini saya memberikan yang terbaik kepada klien agar menjadi jiwa yang sehat.
Walaupun saya terkadang memiliki kurang kepercayaan dalam melakukan tindakan namun saya
berhasil dalam menerapkannya dan melakukan terapi perilaku token economy kepada klien
saya.

Defisit Perawatan Diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri
(mandi, berhias, toileting, makan). Dampak dari defisit perawatan diri secara fisik yaitu:
integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, serta gangguan fisik pada kuku, juga
berdampak pada masalah psikososial seperti gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan
dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi sosial
(Sasmita & -, 2012).

Menurut (Wati & Martini, 2020) Defisit perawatan diri merupakan suatu keadaan dimana
seseorang mengalami kelainan atau tidak mampu menyelesaikan aktivitas secara mandiri
dan tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian
kotor, bau badan, bau nafas, dan penampilan tidak rapi.

Token ekonomi merupakan sebuah prosedur modifikasi perilaku dengan menggunakan


reinforcement positif yaitu pemberian suatu kepingan atau tanda sesegera mungkin setiap
kali setelah perilaku sasaran muncul. Token ekonomi merupakan sebuah sistem
reinforcement, untukperilaku yang dikelola dan diubah seseorang mesti dihadiahi atau
diberikan penguatan untuk meningkatkan atau mengurangi perilaku yang diinginkan
(Wati & Martini, 2020).

Menurut (Sasmita & -, 2012) metode token ekonomi ini sangat efektif digunakan mengubah
perilaku klien dengan masalah defisit perawatan diri.
Teknik membantu klien yang mengalami ketidakmampuan dalam mengontrol halusinasi
melakukan terapi perilaku token economy. Pada kasus ini, saya melakukan terapi pada seorang
yang mengalami sakit. Klien yang berinisial Ny. H, usia 50 tahun, jenis kelamin perempuan,
terapi yang diberikan diazepam 2x1, resperidone 2x1, clozapine 1x1 diberikan setelah makan, dx
medisnya skizoprenia paranoid dan dx keperawatan deficit perawatan diri. Pada awalnya tidak
bisa melakukan perawatan diri mandi, berhias, makan dan minum serta BAK dan BAB. Namun
dengan diberikannya terapi ini, pada akhirnya klien secara pelan-pelan mulai bisa menyesuaikan
diri dan mampu melakukan perawatan diri mandi, berhias, makan dan minum serta BAK dan
BAB. Betapa senangnya saya melihat perkembangan dari klien karena tindakan ini memberikan
kemampuan yang sangat bagus terhadap klien dengan deficit perawatan diri.

Saya bangga melakukannya, dan mudah-mudahan bekal ini menjadi sesuatu yang sangat
berharga bagi saya.
Referensi
Sasmita, H., & -, A. (2012). Pengaruh Metode Token Economy Terhadap Aktifitas Perawatan
Diri pada Pasien Defisit Perawatan Diri. NERS Jurnal Keperawatan, 8(1), 24.
https://doi.org/10.25077/njk.8.1.24-31.2012

Wati, A. P., & Martini, M. (2020). Pengaruh Pemberian Terapi Token Ekonomi Terhadap
Peningkatan Personal Hygiene Pada Pasien Dengan Defisit Perawatan Diri Di Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Bali. MIDWINERSLION : Jurnal Kesehatan STIKes Buleleng, 4(1),
58. https://doi.org/10.52073/midwinerslion.v4i1.120

Terapi Musik
Terima kasih Tuhan atas penyertaanmu sehingga minggu kedua di hari ketiga ini saya telah
melakukan terapi music pada klien. Saya merasa bangga dan puas dengan kemampuan yang
telah saya salurkan terhadap klien yang mengalami gangguan jiwa, dengan kemampuan ini saya
memberikan yang terbaik kepada klien agar menjadi jiwa yang sehat. Walaupun saya terkadang
memiliki kurang kepercayaan dalam melakukan tindakan namun saya berhasil dalam
menerapkannya dan melakukan terapi music kepada klien saya.

Terapi musik merupakan salah satu bentuk dari teknik relaksasi yang tujuannya untuk
memberikan rasa tenang, membantu mengendalikan emosi serta menyembuhkan gangguan
psikologi. Terapi musik ini juga digunakan oleh psikolog danpsikiater dalammengatasi
berbagai macam gangguan jiwa dan juga gangguan psikologis.

Tujuan terapi musik adalah memberikan relaksasi pada tubuh dan pikiranpenderita, sehingga
berpengaruh terhadap pengembangan diri, dan menyembuhkan gangguan psikososialnya
(Yanti et al., 2020).

Musik memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan meningkatkan kemampuan


pikiran seseorang. Ketika musik diterapkan menjadi sebuah terapi, musik
dapat meningkatkan, memulihkan, dan memelihara kesehatan fisik, mental,
emosional, sosial dan spritual. Pada zaman modern, terapi musik banyak digunakan oleh
psikolog maupun psikiater untuk mengatasi berbagai macam gangguan
kejiwaan, gangguan mental atau gangguan psikologis (Try Wijayanto & Agustina, 2017).

Terapi musik diberikan untuk membangkitkan gelombang otak alfa yang dapat memberikan
rasa relaksasi sehingga menimbulkan perilaku yang tenang bagi penderita gangguan jiwa jenis
halusinasi sehingga menurunkan risiko timbulnya dampak dari tingkat stresor (Yanti et al.,
2020).

Teknik membantu klien yang mengalami ketidakmampuan dalam mengontrol halusinasi


melakukan terapi music. Pada kasus ini, saya melakukan terapi pada seorang yang mengalami
sakit. Klien yang berinisial Ny. L, usia 30 tahun, jenis kelamin perempuan, terpai yang diberikan
reperidone 2x1 dan clozapine 1x1 diberikan setelah makan, dz medis skizoprenia paranoid dan
dx keperawatan gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran. Pada awalnya tidak bisa
mengontrol halusinasinya, tidak mau minum obat dan tidak mau bercakap-cakap kepada orang
lain bahkan perawat. Namun dengan diberikannya terapi ini, pada akhirnya klien secara pelan-
pelan mulai bisa menyesuaikan diri mampu mengontrol halusinasi, mau mium obat dan mau
bercakap-cakap dengan perawat dan orang lain. Betapa senangnya saya melihat perkembangan
dari klien karena tindakan ini memberikan kemampuan yang sangat bagus terhadap klien dengan
halusinasi pendengaran.

Saya bangga melakukannya, dan mudah-mudahan bekal ini menjadi sesuatu yang sangat
berharga bagi saya.
Referensi

Yanti, D. A., Karokaro, T. M., Sitepu, K., . P., & Br Purba, W. N. (2020). Efektivitas Terapi
Musik Klasik Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi Pada Pasien Halusinasi Pendengaran
Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.M. Ildrem Medan Tahun 2020. Jurnal Keperawatan Dan
Fisioterapi (Jkf), 3(1), 125–131. https://doi.org/10.35451/jkf.v3i1.527

Try Wijayanto, W., & Agustina, M. (2017). Efektivitas Terapi Musik Klasik Terhadap
Penurunan Tanda dan Gejala pada Pasien Halusinasi Pendengaran. Jurnal Ilmu
Keperawatan Indonesia, 7(1), 189–196.

Terapi Relaksasi Otot Progresif (Progressive Muscle Relaxation)


Terima kasih Tuhan atas penyertaanmu sehingga minggu kedua di hari ke empat ini saya telah
melakukan Terapi Relaksasi Otot Progresif (Progressive Muscle Relaxation) pada klien. Saya
merasa bangga dan puas dengan kemampuan yang telah saya salurkan terhadap klien yang
mengalami gangguan jiwa, dengan kemampuan ini saya memberikan yang terbaik kepada klien
agar menjadi jiwa yang sehat. Walaupun saya terkadang memiliki kurang kepercayaan dalam
melakukan tindakan namun saya berhasil dalam menerapkannya dan melakukan Terapi
Relaksasi Otot Progresif (Progressive Muscle Relaxation) kepada klien saya.

Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan merupakan salah
satu respons terhadap stresor yang dihadapi oleh seseorang yang dapat dilakukan secara verbal,
diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Fhadilah et al., 2017).

Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan
dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol (Mandayati et al., 2015).
Menurut (Fhadilah et al., 2017) pada pasien perilaku kekerasan dapat terjadi gelisah atau amuk
dimana seseorang marah mempunyai respon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik
yang tidak terkontrol.

Salah satu aktivitas terarah yang dapat diajarkan kepada klien dalam mengendalikan perilaku
kekerasan adalah dengan menggunakan teknik relaksasi. Teknik relaksasi merupakan
keterampilan, dimana untuk mendapatkan manfaatnya perlu mempraktekkannya secara teratur
(Fhadilah et al., 2017)

Progressive muscle relaxation merupakan terapi relaksasi dengan gerakan mengencangkan dan
melemaskan otot-otot pada suatu bagian tubuh dalam satu waktu untuk memberikan perasaan
relaksasi secara fisik pada kelompok otot yang dilakukan secara berturut-turut (Fhadilah et al.,
2017)

Teknik relaksasi progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi,
ketekunan, atau sugesti. Teknik ini memusatkan perhatian pada suatu aktivitas otot dengan
mengidentifikasi otot yang tegang kemudian menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik
relaksasi untuk mendapatkan perasaan relaks (Mandayati et al., 2015).
Terapi perilaku kepada pasien berupa latihan relaksasi otot progresif yang diarahkan untuk
mengencangkan dan melemaskan otot-otot tubuh pasien, hal ini merupakan upaya mengurangi
ketegangan kejiwaan pada pasien sehingga pasien menjadi lebih tenang dan kemungkinan
terjadinya perilaku kekerasan oleh pasien menurun (Fhadilah et al., 2017)

Tujuan dari teknik relaksasi ini adalah :

a. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung, tekanan darah
tinggi, frekuensi jantung, laju metabolik.
b. Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen.
c. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar dan tidak mefokuskan
perhatian seperti relaks.
d. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.
e. Memeperbaiki kemampuan untuk mengatasi setres.
f. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot, fobia ringan, gagap
ringan.
g. Membangun emosi positif dari emosi negatif (Mandayati et al., 2015).

Teknik membantu klien yang mengalami ketidakmampuan dalam mengontrol resiko perilaku
kekerasan melakukan terapi Teknik relaksasi progresif. Pada kasus ini, saya melakukan terapi
pada seorang yang mengalami sakit. Klien yang berinisial Tn. M, usia 15 tahun, jenis kelamin
laki-laki, terapi yang diberikan reperidone 2x1 dan clozapine 1x1 diberikan setelah makan, dx
medis skizoprenia paranoid dan dx keperawatan resiko perilaku kekerasan. Pada awalnya tidak
bisa mengontrol perilaku kekerasan, tidak mau minum obat dan selalu marah-marah. Namun
dengan diberikannya terapi ini, pada akhirnya klien secara pelan-pelan mulai bisa menyesuaikan
diri mampu mengontrol perilaku kekerasan, mau mium obat dan sudah tidak marah-marah lagi.
Betapa senangnya saya melihat perkembangan dari klien karena tindakan ini memberikan
kemampuan yang sangat bagus terhadap klien dengan resiko perilaku kekerasan.

Saya bangga melakukannya, dan mudah-mudahan bekal ini menjadi sesuatu yang sangat
berharga bagi saya.
Referensi

Fhadilah, N. C., Adi, W. S., & Shobirun, S. (2017). Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif
Terhadap Pasien Resiko Perilaku Kekerasan di RSJD Dr Amino Gondohutomo Provinsi
Jawa Tengah. Jurnal Forum Kesehatan, 7(2), 83–89.

Mandayati, H. F. F., Rochmawati, D. H., & Sawab, S. (2015). Pengaruh terapi relaksasi otot
progresif terhadap tingkat kecemasan pada pasien resiko perilaku kekerasan di RSJ Provinsi
Amino Gondohutomo Jawa Tengah. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689–1699.

TERAPI OKUPASI : MENGGAMBAR YANG DIBERIKAN PADA PASIEN


Pada pagi ini saya melaksanakan dinas saya kembali diruang mawar RSJ Prof. Dr.Muhammad
Ildrem Medan. Saya melakukan dinas saya seperti biasa melakukan ttv dan juga membantu
membagikan sarapan pada mereka semua. Semua sudah mandi dan sudah menggosok gigi juga.
Ada yang belum melakukan ttv dan saya memanggil kembali pasien tersebut agar bisa keluar
untuk senam disamping ruangan.

Setelah pasien beda disamping ruangan untuk berjemur dan senam sebentar karena cuaca tidak
terlalu panas dan semua pasien masuk keruangannya kembali untuk beristirahat. Kemudian saya
mendatangi pasien yang berdiri diruangan dan bertanya-tanya kepada dirinya apakah tadi malam
tidur nyenyak dan bagaimana tadi makanannya apakah enak. Dan pasien menjawab dia tidur
nyenyak dan tadi makanannya enak juga.

Pengobatan pada pasien gangguan jiwa tidak hanya dilakukan dengan pemberian anti psikotik,
melainkan bisa dilakukan dengan pemberian terapi psikososial sebagai terapi tambahan dalam
pengobatan. Salah satu terapi yang dapat diberikan pada pasien skizofrenia tak terinci adalah
wawancara motivasi menggunakan terapi seni berkelompok (Arif, M. H. D. N., Fitriani, N.,
Pratiwi, A., & Prabawati, C. Y. (2020).

Kemudian saya menanyakkan apakah pasien mau menggambar dan mewarnai, pasien merepson
sangat senang. Terapi menggambar juga merupakan terapi yang mendorong
seseorangmengekspresikan, memahami emosi melalui ekspresi artistik, dan melalui proses
kreatif sehingga dapat memperbaiki fungsi kognitif, afektif dan psikomotorik (Fatihah, A. N., &
Yusrini, D. S. (2021).

Adapun terapi ini disebut dengan aktivitas seni yang mampu dilakukan oleh pasien tersebut dan
sudah sering juga dilakukan sama pasien yang mau melakukannya disetiap minggu.Aktifitas seni
digunakan sebagai sarana untuk menuangkan perasaan, emosi dan pendapat, sedangkan
kelompok digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam
bersosialisasi, berkomunikasi dengan anggota kelompok (Keliat, 2011; Norsyehan et al., 2015).
Referensi :

Fatihah, A. N., & Yusrini, D. S. (2021). LITERATURE REVIEW: TERAPI OKUPASI


MENGGAMBAR TERHADAP PERUBAHAN TANDA DAN GEJALA
HALUSINASI PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN JIWA. JKM: Jurnal
Keperawatan Merdeka, 1(1), 93-101. https://doi.org/10.36086/jkm.v1i1.988
Arif, M. H. D. N., Fitriani, N., Pratiwi, A., & Prabawati, C. Y. (2020). Efek Wawancara
Motivasi Menggunakan Terapi Seni Berkelompok Terhadap Gejala Negatif Pada
Pasien Skizofrenia Tak Terinci: Case Series. Prosiding Seminar Nasional
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta 2020 (Profesi Ners XXII).

Terapi Generalis
Terima kasih Tuhan atas penyertaanmu sehingga minggu kedua di hari keenam saya telah
melakukan terapi generalis pada klien. Saya merasa bangga dan puas dengan kemampuan yang
telah saya salurkan terhadap klien yang mengalami gangguan jiwa, Meski sebelumnya saya ragu
dan tidak percaya diri dalam melaksanakan terapi ini namun saya berhasil menerapkannya,
dengan kemampuan ini saya memberikan yang terbaik kepada klien agar menjadi jiwa yang
sehat. Walaupun saya terkadang memiliki kurang kepercayaan dalam melakukan tindakan
namun saya berhasil dalam menerapkannya dan melakukan terapi generalis kepada klien saya.

halusinasi yang merupakan khas dari gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan adanya
perubahan sensori persepsi, dengan merasakan sensasi palsu berupa suara-suara (pendengaran),
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan (Pardede, 2019)

Halusinasi merupakan keadaan seseorang mengalami perubahan dalam pola dan jumlah stimulasi
yang diprakarsai secara internal atau eksternal disekitar dengan pengurangan, berlebihan,
distorsi, atau kelainan berespon terhadap setiap stimulus (Pardede, 2019)

Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara
orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang
mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa
klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan (Pardede, 2019).

Terapi generalis bertujuan untuk pasien dengan halusinasi yaitu dengan mengajarkan cara
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, selanjutnya mengajarkan cara mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, mengajarkan cara mengontrol
halusinasi dengan melakukan aktifitas terjadwal dan mengajarkan cara mengontrol
halusinasi dengan meminum obat (Livana et al., 2020)

Klien pada awalnya tidak mau minum obat, mendengar suara-suara, bicara-bicara sendiri dan
tertawa sendiri. Klien yang berisinial Ny. K, usia 34 tahun, jeins kelamin perempuan, diagnose
medis skizoprenia paranoid, diagnose keperawatan gangguan persepsi sensori halusinasi
pendengaran, terapi yang diberikan resperidone 2x1 dan clozapine 1x1 diberikan setelah makan.
Dengan diberikannya terapi ini, pada akhirnya klien secara pelan-pelan mulai bisa menyesuaikan
diri mau minum obat, mampu mengontrol halusinasinya. Betapa senangnya saya melihat
perkembangan dari klien karena tindakan ini memberikan kemampuan yang sangat bagus
terhadap klien dengan halusinasi pendengaran.

Saya bangga melakukannya, dan mudah-mudahan bekal ini menjadi sesuatu yang sangat
berharga bagi saya.

Referensi
Livana, Rihadini, Kandar, Suerni, T., Sujarwo, Maya, A., & Nugroho, A. (2020). Peningkatan
Kemampuan Mengontrol Halusinasi Melalui Terapi Generalis Halusinasi. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Jiwa, 2(1), 1–8.

Pardede, J. A. (2019). Penerapan Terapi Generalis ( SP 1-4 ) Pada Penderita Skizofrenia


Dengan Masalah Halusinasi Di Ruang Sibual-buali : Studi Kasus. 1–38.

TERAPI OKUPASI AKTIFITAS WAKTU LUANG


Terima kasih Tuhan, karena saya mampu menerapkan terapi pada klien pada hari pertama di
minggu ketiga ini. Saya sangat bersyukur dan bangga pada kemampuan saya dalam memberikan
terapi Terapi Okupasi Aktifitas Waktu Luang pada pasien dengan masalah halusinasi
Pendengaran. Meski sebelumnya saya ragu dan tidak percaya diri dalam melaksanakan terapi ini
namun saya berhasil menerapkannya, sehingga pada akhirnya ada kebanggaan bagi saya dapat
menerapkan terapi ini secara langsung kepada klien saya dengan baik.

Halusinasi adalah sebagai pengalaman yang salah atau persepsi yang salah atau respon yang
salah terhadap stimulasi sensorik. Suatu penyimpangan persepsi palsu yang terjadi pada
respon neurologis maladatif.Respon terhadap halusinasi dapat mendengar suara, curiga,
khawatir, tidak mampu mengambil keputusan, tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata
(Pardede, 2019).

Pasien halusinasi disebabkan karena faktor pola asuh, perkembangan, neurobiology,


psikologis sehingga menimbulkan gejala halusinasi. Seseorang yang mengalami halusinasi
bicara sendiri, senyum sendiri, tertawa sendiri, menarik diri darin orang lain, tidakdapat
membedakan nyata dan tidak nyata (Pardede, 2019).

Terapi okupasi mengarah pada pengobatan alami yang membantu individu yang mengalami
gangguan fisik dan mental dengan mengenalkan individu terhadap lingkungan sehingga mampu
mencapai peningkatan, perbaikan dan pemeliharaan kualitas hidup. Pasien akan dilatih untuk
mandiri melalui latihanlatihan terarah sehingga manfaat terapi terwuju (Mustopa et al., 2021).

terapi okupasi berpengaruh pada perubahan gejala halusinasi, diberikan terapi okupasi karena
pada saat melaksanakan terapi okupasi dapat meminimalkan interaksi pasien dengan dunianya
sendiri, mengeluarkan pikiran, perasaan atau emosi yang telah mempengaruhi perilaku yang
tidak didasarkan padanya (Mustopa et al., 2021).
Teknik membantu klien yang mengalami halusinasi yang diberikan yaitu terapi Okupasi
Aktifitas Waktu Luang. Pada kasus ini saya melakukan terapi pada seorang klien berinisial Ny.
A, jenis kelamin perempuan, usia 45 tahun, yang pada awalnya terlihat berbicara sendiri. Pada
terapi Okupasi Aktifitas Waktu Luang, klien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi
yang muncul dan tidak memerdulikan halusinasinya. Dengan diberikannya terapi ini, pada
akhirnya klien tidak memerdulikan halusinasinya. Betapa senangnya saya melihat perkembangan
dari klien karena tindakan ini memberikan kemampuan yang sangat bagus terhadap klien dengan
halusinasi. Saya bangga melakukannya, saya berharap semoga ilmu yang saya dapat ini menjadi
bekal yang berharga bagi saya kedepannya.
Referensi

Pardede, J. A. (2019). Penerapan Terapi Generalis ( SP 1-4 ) Pada Penderita Skizofrenia


Dengan Masalah Halusinasi Di Ruang Sibual-buali : Studi Kasus. 1–38.

Mustopa, R. F., Minarningtyas, A., & Nurillawaty, A. (2021). Pengaruh Terapi Okupasi
Aktivitas Waktu Luang (Menyapu, Membersihkan Tempat Tidur, Menanam Tanaman dan
Menggambar) terhadap Gejala Halusinasi Pendengaran. Jurnal Gema Keperawatan, 14(1),
40–49. https://doi.org/10.33992/jgk.v14i1.1580
TERAPI MUSIKAL

Terima kasih Tuhan, karena saya mampu menerapkan terapi pada klien pada hari ke kedua di
minggu ketiga ini. Saya sangat bersyukur dan bangga pada kemampuan saya dalam memberikan
terapi musikal pada pasien dengan masalah isolasi sosial. Meski sebelumnya saya ragu dan tidak
percaya diri dalam melaksanakan terapi ini namun saya berhasil menerapkannya, sehingga pada
akhirnya ada kebanggaan bagi saya dapat menerapkan terapi ini secara langsung kepada klien
saya dengan baik.

Isolasi sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu dan dirasakan sebagai hal
yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan negatif yang mengancam. Dengan
karakteristik: tinggal sendiri dalam ruangan, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, menarik
diri, kurangnya kontak mata. Ketidak sesuaian atau ketidakmatangan minat dan aktivitas dengan
perkembangan atau terhadap usia (Arisandy, 2017).

Terapi musik adalah penggunaan unsur musik (bunyi, irama, melodi dan harmoni) oleh ahli
terapi musik yang berkualifikasi, dengan klien atau kelompok yang dirancang untuk
memfasilitasi dan mempromosikan komunikasi, hubungan, pembelajaran, mobilisasi, ekspresi,
organisasi (Fiana & Cahyani, 2019).

Terapi musik merupakan kegiatan rekreasi yang apabila dilakukan secara teratur dapat
membantu menjaga kapasitas kognitif dan emosional pasien. Secara psikologis, musik memiliki
peran penting dalam pengaturan emosi, komunikasi, dan interaksi sosial. Kegiatan musik, seperti
mendengarkan musik, bernyanyi dan menari dapat berkontribusi dalam peningkatan
kesejahteraan emosional, mempertahankan kompetensi, dan mengurangi isolasi sosial.
Mendengarkan musik untuk sementara waktu dapat meningkatkan perhatian dan daya ingat
(Fiana & Cahyani, 2019).

penerapan terapi musikal terhadap pasien isolasi sosial dalam meningkatkan kemampuan
bersosialisasi, Terapi musik adalah terapi dibidang kesehatan yang menggunakan musik sebagai
alat untuk mengatasi berbagai masalah (Arisandy, 2017).
mencatat bahwa dengan bantuan alat musik, klien juga didorong untuk berinteraksi,
berimprovisasi, mendengarkan, atau aktif bermain musik. Setiap terapi musik juga akan berbeda
maknanya untuk orang yang berbeda. Kesesuaian terapi musik akan sangat ditentukan oleh nilai-
nilai individual, falsafah yang dianut, pendidikan, tatanan klinis, dan latar belakang budaya
(Arisandy, 2017).

terapi musikal mempunyai tujuan yaitu membantu mengekspresikan perasaan, membantu


rehabilitasi fisik, memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi, mengingat
memori, serta menyediakan kesempatan yang unik untuk berinteraksi dan membangun kedekatan
emosional dan sangat berpengaruh terhadap kemampuan bersosialisasi (Arisandy, 2017).

Menurut (Fiana & Cahyani, 2019) terapi musik bertujuan untuk mengembangkan potensi
dan/atau mengembalikan fungsi individu sehingga ia dapat mencapai integrasi intra dan
interpersonal yang lebih baik, sehingga diharapkan kualitas hidup akan menjadi lebih baik pula.

terapi musik secara spesifik disebut sebagai sebuah profesi dibidang kesehatan.Terapi musik
adalah suatu profesi di bidang kesehatan yang menggunakan musik dan aktivitas musik untuk
mengatasi berbagai masalah dalam aspek fisik, psikologis, kognitif dan kebutuhan sosial
individu yang mengalami cacat fisik (Arisandy, 2017).

Terapi musik telah menjadi salah satu pelengkap pada terapi gangguan jiwa seperti skizofrenia,
perilaku kekerasan, gangguan alam perasaan seperti mania dan depresi, gangguan emosional,
stress dan kecemasan (Arisandy, 2017).

Teknik membantu klien yang mengalami isolasi sosial yang diberikan yaitu terapi musik. Pada
kasus ini saya melakukan terapi pada seorang klien berinisial Nn. S, jenis kelamin perempuan,
usia 23 tahun, yang pada awalnya menarik diri. Pada terapi musik, klien dilatih untuk tidak
menarik diri. Dengan diberikannya terapi ini, klien mampu bersosialisasi dengan orang lain
Betapa senangnya saya melihat perkembangan dari klien karena tindakan ini memberikan
kemampuan yang sangat bagus terhadap klien dengan halusinasi. Saya bangga melakukannya,
saya berharap semoga ilmu yang saya dapat ini menjadi bekal yang berharga bagi saya
kedepannya.
Referensi

Fiana, D. N., & Cahyani, A. (2019). Dampak Terapi Musik pada Fungsi Kognitif Pasien dengan
Demensia. JK Unila, 3(1), 221–225. http://repository.lppm.unila.ac.id/17010/1/2231-2951-
1-PB.pdf

Arisandy, W. (2017). Pengaruh Penerapan Terapi Musikal Pada Pasien Isolasi Sosial Terhadap
Kemampuan Bersosialisasi Dirumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan Tahun
2017. Keperawatan, 1(2013), 1–7.
http://www.conference.unsri.ac.id/index.php/SNK/article/view/785
TERAPI OKUPASI MEMBUAT KERAJINAN TANGAN

Pada pagi ini saya melaksanakan dinas saya kembali diruang mawar RSJ Prof. Dr.Muhammad
Ildrem Medan. Saya melakukan dinas saya seperti biasa melakukan ttv dan juga membantu
membagikan sarapan pada mereka semua. Semua sudah mandi dan sudah menggosok gigi juga.
Ada yang belum melakukan ttv dan saya memanggil kembali pasien tersebut agar bisa keluar
untuk senam disamping ruangan.

Setelah pasien beda disamping ruangan untuk berjemur dan senam sebentar karena cuaca tidak
terlalu panas dan semua pasien masuk keruangannya kembali untuk beristirahat. Kemudian saya
mendatangi pasien yang berdiri diruangan dan bertanya-tanya kepada dirinya apakah tadi malam
tidur nyenyak dan bagaimana tadi makanannya apakah enak. Dan pasien menjawab dia tidur
nyenyak dan tadi makanannya enak juga.

Pengobatan pada pasien gangguan jiwa tidak hanya dilakukan dengan pemberian anti psikotik,
melainkan bisa dilakukan dengan pemberian terapi psikososial sebagai terapi tambahan dalam
pengobatan. Salah satu terapi yang dapat diberikan pada pasien skizofrenia tak terinci adalah
wawancara motivasi menggunakan terapi seni berkelompok (Arif, M. H. D. N., Fitriani, N.,
Pratiwi, A., & Prabawati, C. Y. (2020).

Kemudian saya menanyakkan apakah pasien mau membuat kerajinan tangan, pasien merepson
sangat senang. Terapi membuat kerajinan tangan ini merupakan terapi okupasi dimana aktivitas
mengisi waktu luang yang mendorong seseorang mengekspresikan, memahami emosi
melalui ekspresi artistik, dan melalui proses kreatif sehingga dapat memperbaiki fungsi
kognitif, afektif dan psikomotorik (Wijayanti, 2020)

Adapun terapi ini disebut dengan aktivitas seni yang mampu dilakukan oleh pasien tersebut dan
sudah sering juga dilakukan sama pasien yang mau melakukannya disetiap minggu.Aktifitas seni
digunakan sebagai sarana untuk menuangkan perasaan, emosi dan pendapat, sedangkan
kelompok digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam
bersosialisasi, berkomunikasi dengan anggota kelompok (Keliat, 2011; Norsyehan et al., 2015).
Referensi :

Arif, M. H. D. N., Fitriani, N., Pratiwi, A., & Prabawati, C. Y. (2020). Efek Wawancara
Motivasi Menggunakan Terapi Seni Berkelompok Terhadap Gejala Negatif Pada
Pasien Skizofrenia Tak Terinci: Case Series. Prosiding Seminar Nasional
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta 2020 (Profesi Ners XXII).
Wijayanti, N. M. (2020). TERAPI OKUPASI AKTIVITAS WAKTU LUANG
TERHADAP PERUBAHAN GEJALA HALUSINASI PENDENGARAN PADA
PASIEN SKIZOFRENIA. Keperawatan.
TERAPI OKUPASI BERKEBUN

Terima kasih Tuhan, karena saya mampu menerapkan terapi okupasi berkebun pada klien pada
hari ke empat di minggu ketiga ini. Saya sangat bersyukur dan bangga pada kemampuan saya
dalam memberikan Terapi Okupasi berkebun pada pasien dengan masalah harga diri rendah.
Meski sebelumnya saya ragu dan tidak percaya diri dalam melaksanakan terapi ini namun saya
berhasil menerapkannya, sehingga pada akhirnya ada kebanggaan bagi saya dapat menerapkan
terapi ini secara langsung kepada klien saya dengan baik.

Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berarti akibat evaluasi yang
berkepanjangan di sertai kurangnya perawatan diri sendiri, berpakaian tidak rapi, selera
makan menurun, tidak berani menatap lawan bicara lebih banyak menunduk, berbicara
lambat dan nada suara lemah. Pemberian terapi okupasi dapat membantu klien
mengembangkan mekanisme koping dalam memecahkan masalah terkait masa lalu yang
tidak menyenangkan (Krissanti & Asti, 2019).

Terapis okupasi membantu individu yang mengalami gangguan dalam fungsi motorik, sensorik,
kognitif juga fungsi sosial yang menyebabkan individu tersebut mengalami hambatan dalam
melakukan aktivitas untuk mengisi waktu luang. Tujuan dari pelatihan terapi okupasi adalah
untuk mengembalikan fungsi penderita semaksimal mungkin, dari kondisi abnormal ke normal
yang dikerahkan pada kecacatan fisik maupun mental, dengan memberikan aktivitas yang
terencana dengan memperhatikan kondisi penderita sehingga penderita diharapkan dapat mandiri
di dalam keluarga maupun masyarakat (Mufliha, 2022).

Teknik membantu klien yang mengalami harga diri rendah yang diberikan yaitu terapi okupasi
berkebun. Pada kasus ini saya melakukan terapi pada seorang klien berinisial Tn. H, jenis
kelamin laki-laki, usia 45 tahun. Pada terapi okupasi berkebun, klien dilatih untuk tidak malu
terharap dirinya lagi. Dengan diberikannya terapi ini, klien mampu bersosialisasi dengan orang
lain Betapa senangnya saya melihat perkembangan dari klien karena tindakan ini memberikan
kemampuan yang sangat bagus terhadap klien dengan harga diri rendah. Saya bangga
melakukannya, saya berharap semoga ilmu yang saya dapat ini menjadi bekal yang berharga bagi
saya kedepannya.

Referensi

Krissanti, A., & Asti, A. D. (2019). Penerapan Terapi Okupasi : Berkebun untuk Meningkatkan
Harga Diri pada Pasien Harga Diri Rendah di Wilayah Puskesmas Sruweng. Keperawatan,
630–636. http://repository.urecol.org/index.php/proceeding/article/view/701/684

Mufliha, W. (2022). Program studi pendidikan profesi ners fakultas kesehatan universitas aufa
royhan di kota padangsidimpuan 2022. 1–67.
TERAPI PERILAKU PADA PASIEN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DIRUANG MAWAR

Pada hari kedua diminggu pertama saya dinas di RSJ Prof. Dr.Muhammad Ildrem Medan ruang
mawar dengan pasien berjumlah 27 orang dengan jenis kelamin perempuan. Saya kembali
berkenalan dan ada pasien yang sudah mengenal ataupun mengingat nama saya dengan sebutan
suster nisa. Saya merasa sangat senang karena beberapa dari mereka sudah mengingat nama saya
pada dinas siang hari ini.

Setelah berkenalan dengan pasien diruangan tersebut saya juga menanyakan alasan atau
mengapa bisa sampai masuk ke rumah sakit ini. Ada yang menjawab bahwa dia dibawa oleh
pamannya dikarenakan dia marah pada paman yang terus mengurusi urusan pribadinya padahal
pasien tersebut sudah memiliki keluarga dan sudah berusia sekitar 40tahun. Pasien tersebut
berinisial Ny. A juga bercerita jika dia diselingkuhi oleh mantan suaminya yang bekerja sebagai
TNI-Udara dan posisinya Ny. A pernah memiliki anak laki-laki yang tidak lama meninggal
diusia 6bulan.

Ny. A juga melanjutkan ceritanya dengan dan disitulah puncak Ny. A jadi sulit mengontrol
emosi dan berbicara sendiri. Dikarenakan itu paman Ny. A membawa dia ke rumah sakit jiwa
tersebut karena Ny. A mengalami halusinasi pendengaran, perubahan harga diri dan perilaku
kekerasan. Setelah mendengarkan cerita Ny. A maka saya berinisiatif memberikan terapi
perilaku kepada Ny. A agar dapat membantu mengatasi masalahnya selain terapi minum obat
dari rumah sakit.

Terapi perilaku secara signifikan dapat mengurangi kemarahan, perasaan bersalah dan harga diri
yang rendah, kesulitan emosional dan perilaku yang dialami seseorang dalam hidupnya
disebabkan oleh cara pasien menginterpretasikan berbagai peristiwa yang dialami (Maryatun, S.,
& Ningsih, N. (2019, February).

Dan terapi perilaku juga bisa diberikan pada pasien yang mengalami gangguan kecemasan
umum ditandai dengan kecemasan yang terus menerus, tidak dapat mengontrol kekhawatirannya,
sulit melihat masalah secara objektif, mudah marah dan bersikap ofensif, mengalami keluhan
somatik, dan khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi (Riza, W. L. (2016).
Referensi :
1. Maryatun, S., & Ningsih, N. (2019, February). Pengaruh cognitive behaviour therapy
(CBT) terhadap perubahan harga diri pasien perilaku kekerasan dengan aplikasi.
In Proceeding Seminar Nasional Keperawatan (Vol. 4, No. 1, pp. 193-198).
2. Riza, W. L. (2016). Penerapan Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behavioral Therapy)
untuk Mengurangi Simtom pada Subjek yang Mengalami Gangguan Kecemasan
Umum. Psychopedia Jurnal Psikologi Universitas Buana Perjuangan Karawang, 1(1),
21-30.

Anda mungkin juga menyukai