Anda di halaman 1dari 7

Masa dewasa merupakan salah satu fase dalam rentang kehidupan individu setelah masa remaja.

Pengertian
masa dewasa dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu: 1.      Sisi biologis, masa dewasa dapat diartikan sebagai
suatu periode dalam kehidupan individu yang ditandai dengan pencapaian kematangan tubuh secara optimal
dan kesiapan untuk bereproduksi (berketurunan). 2.      Sisi psikologis, masa dewasa dapat diartikan sebagai
periode dalam kehidupan individu yang ditandai dengan cirri-ciri kedewasaan atau kematangan, yaitu a.        
Kestabilan emosi (emotional stability), mampu mengendalikan perasaan tidak lekas marah, sedih, cemas,
gugup, frustasi, atau tidak mudah tersinggung. b.         Memiliki sense of reality (kesadaran realitasnya) cukup
tinggi mau menerima kenyataan, tidak mudah melamun apabila mengalami kesulitan, dan tidak menyalahkan
orang lain atau keadaan apabila menghadapi kegagalan. c.         Bersikap toleran terhadap pendapat orang lain
yang berbeda, d.        Bersikap optimis dalam menghadapi kehidupan. 3.      Sisi pedagogis, masa dewasa ini
ditandai dengan: a.         Rasa tanggungjawab (senese of responsibility) terhadap semua perbuatannya, dan
juga terhadap kepeduliannya memelihara kesejahteraan hidup dirinya sendiri dan orang lain. b.        
Berperilaku sesuai dengan norma atau nilai-nilai agama c.         Memiliki pekerjaan yang dapat menghidupi diri
dan keluarganya. d.        Berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Pada kehidupan sehari-hari
banyak orang yang mendefinisikan masa dewasa hanya dari kriteria biologisnya saja. Banyak orang
berpendapat bahwa masa dewasa merupakan masa yang rentang usia di atas 18/19 tahun. Namun masih ada
sebagian orang yang mendefinisikan masa dewasa tidak hanya dari perkembangan biologisnya saja, melainkan
juga melalui tingkat pemikiran, sikap, dan sifat seseorang. Seseorang dikatakan dewasa oleh masyarakat
umum selain dari kriteria rentang usia yaitu jika orang tersebut mampu berpikir demokratis, bijaksana, dan
bertanggungjawab. Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto

Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto

A.    DEFINISI MASA DEWASA Masa dewasa merupakan salah satu fase dalam rentang kehidupan individu
setelah masa remaja. Pengertian masa dewasa dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu: 1.      Sisi biologis, masa
dewasa dapat diartikan sebagai suatu periode dalam kehidupan individu yang ditandai dengan pencapaian
kematangan tubuh secara optimal dan kesiapan untuk bereproduksi (berketurunan). 2.      Sisi psikologis, masa
dewasa dapat diartikan sebagai periode dalam kehidupan individu yang ditandai dengan cirri-ciri kedewasaan
atau kematangan, yaitu a.         Kestabilan emosi (emotional stability), mampu mengendalikan perasaan tidak
lekas marah, sedih, cemas, gugup, frustasi, atau tidak mudah tersinggung. b.         Memiliki sense of reality
(kesadaran realitasnya) cukup tinggi mau menerima kenyataan, tidak mudah melamun apabila mengalami
kesulitan, dan tidak menyalahkan orang lain atau keadaan apabila menghadapi kegagalan. c.         Bersikap
toleran terhadap pendapat orang lain yang berbeda, d.        Bersikap optimis dalam menghadapi kehidupan.
3.      Sisi pedagogis, masa dewasa ini ditandai dengan: a.         Rasa tanggungjawab (senese of responsibility)
terhadap semua perbuatannya, dan juga terhadap kepeduliannya memelihara kesejahteraan hidup dirinya
sendiri dan orang lain. b.         Berperilaku sesuai dengan norma atau nilai-nilai agama c.         Memiliki
pekerjaan yang dapat menghidupi diri dan keluarganya. d.        Berpartisipasi aktif dalam kehidupan
bermasyarakat. Pada kehidupan sehari-hari banyak orang yang mendefinisikan masa dewasa hanya dari
kriteria biologisnya saja. Banyak orang berpendapat bahwa masa dewasa merupakan masa yang rentang usia
di atas 18/19 tahun. Namun masih ada sebagian orang yang mendefinisikan masa dewasa tidak hanya dari
perkembangan biologisnya saja, melainkan juga melalui tingkat pemikiran, sikap, dan sifat seseorang.
Seseorang dikatakan dewasa oleh masyarakat umum selain dari kriteria rentang usia yaitu jika orang tersebut
mampu berpikir demokratis, bijaksana, dan bertanggungjawab. B.     PERIODE PERKEMBANGAN MASA
DEWASA  Menurut Hurlock (1968) masa ini terbagi kepada tiga periode sebagai berikut: 1.      Masa Dewasa
Awal (Early Adulthood = 18/20-40 Tahun) Masa dewasa awal terentang sejak tercapainya kematangan secara
hukum (sekitar usia 18/20 tahun) sampai kira-kira usia 40 tahun. Secara biologis, masa ini merupkan puncak
pertumbuhan fisik yang prima, sehingga dianggap sebagai usia yang tersehat dari populasi manusia secara
keseluruhan. Kesehatan fisik ini akan terpelihara dengan baik, apabila didukung oleh kebiasaan-kebiasaan
positif.  Dari segi psikologis, pada usia ini tidak sedikit di antara mereka yang kurang mampu mencapai
kematangan, hal itu disebabkan karena banyaknya masalah yang dihadapinya dan tidak mampu mengatasinya.
Masalah tersebut di antaranya adalah: a.         Kesulitan mencari kerja b.        Susah mencari jodoh c.        
Keinginan untuk menikah namun belum mempunyai pencaharian d.        Kesulitan yang dialami setelah
menikah, seperti mengurus anak, memelihara keharmonisan keluarga, dan sebagainya. Dari segi aspek tugas-
tugas yang harus dituntaskan selama periode ini, seseorang yang sudah berusia dewasa awal dituntut untuk
menuntaskan tugas-tugas perkembangan, yaitu: a.       Mengembangkan sikap, wawasan, dan pengalaman
ajaran agama. b.      Memperoleh atau mulai memasuki dunia kerja c.       Memilih pasangan (suami atau istri)
d.      Mulai memasuki pernikahan. e.       Belajar hidup berkeluarga f.      Merawat dan mendidik anak g.     
Mengelola rumah tangga h.      Memperoleh kemampuan dan kemantapan karier (posisi kerja) i.       Mengambil
tanggung jawab atau peran sebagai warga masyarakat. j.       Mencari kelompok sosial (kolega) yang
menyenangkan. Setelah melakukan observasi didapat data bahwa pada masa dewasa awal ini memang banyak
yang kurang mampu mencapai kematangan yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti yang disebutkan di
atas. Beberapa di antaranya juga sukses melaksanakan tugas-tugas perkembangan sebagaimana mestinya.
2.      Masa Dewasa Madya/Setengah Baya (Midle Age = 40-60 Tahun) Masa ini umumnya terentang sejak usia
40 tahun dan berakhir pada usia 60 tahun. Pada usia ini, fisik sudah mulai agak melemah, termasuk fungsi-
fungsi alat indra. Tugas-tugas perkembangan yang harus dituntaskan pada usia ini meliputi: a.        
Memantapkan pengalaman ajaran agama b.        Mencapai tanggung jawab sosial sebagai warga Negara c.        
Membantu anak yang sudah remaja untuk belajar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan
bahagia. d.        Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada aspek fisik
(penurunan kemampuan atau fungsi) e.         Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam
karier. f.         Memantapkan peran-perannya sebagai orang dewasa. Asumsi yang menyatakan bahwa fisik
mulai agak melemah ternyata memang kerapkali terjadi pada masa dewasa madya ini. Seringkali kita
menemukan seorang yang berusia masa dewasa madya mulai mengalami penurunan dalam mendengar,
membaca, dan sebagainya. 3.      Masa Dewasa Lanjut/Masa Tua (Old Age = 60-Mati) Masa ini ditandai dengan
semakin melemahnya kemampuan fisik dan psikis. Pada umumnya mengalami penurunan kemampuan dalam
aspek pendengaran, penglihatan, daya ingat, cara berpikir, dan berinteraksi sosial, juga (pada umumnya
dialami oleh yang tingkat pendidikannya rendah) dimungkinkan akan mengalami masa pikun, masa kembali ke
usia kanak-kanak, yang bersifat dependent (tergantung) kepada orang lain. Tugas-tugas perkembangan yang
harus dituntaskan adalah: a.         Lebih memantapkan diri dalam mengamalkan norma atau ajaran agama
b.        Mampu menyesuaikan diri dengan menurunnya kemampuan fisik dan kesehatan c.         Menyesuaikan
diri dengan masa pensiun (jika menjadi pegawai negeri) dan berkurangnya income (penghasilan keluarga).
d.        Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup e.         Membentuk hubungan dengan orang lain
yang seusia f.         Memantapkan hubungan yang harmonis dengan anggota keluarga (anak, cucu, dan
menantu). Dalam kehidupan sehari-hari orang-orang dalam masa dewasa lanjut banyak yang mengalami
kesehatan yang buruk, jadi untuk pemenuhan tugas-tugas perkembangan seringkali mengalami kegagalan.
Dalam menuntaskan tugas-tugas perkembangan, tidak sedikit orang dewasa yang mengalami kegagalan, yang
disebabkan oleh 1) tidak ada bimbingan untuk memahami dan menguasai tugas-tugas perkembangan, 2) tidak
ada motivasi untuk berkembang ke arah kedewasaan, 3) mengalami kesehatan yang buruk, 4) cacat tubuh, 5)
tingkat kecerdasan yang rendah. Kegagalan mencapai atau menuntaskan tugas-tugas perkembangan tersebut,
akan memunculkan perilaku yang menyimpang (maladjustment), atau situasi kehidupan yang tidak bahagia, di
antaranya adalah: 1.      Berzina atau berselingkuh (memacari wanita atau pria lain padahal sudah memiliki
istri/suami). 2.      Meminum minuman keras atau mengonsumsi Naza 3.      Menelantarkan kehidupan keluarga
(istri dan anak) 4.      Sering pergi ke hiburan malam (diskotik) 5.      Menjadi biang keladi kerusuhan (provokator
atau preman) dalam masyarakat 6.      Melecehkan norma atau aturan yang dijunjung tinggi masyarakat. Jadi,
salah satu tugas perkembangan masa dewasa adalah pemantapan wawasan, sikap, dan pengalaman ajaran
agama (pemantapan kesadaran beragama). Ada banyak faktor yang mempengaruhi perjalanan kehidupan
beragama seseorang, di antaranya adalah: 1.      Keragaman pendidikan agama yang diterimanya waktu kecil,
ada yang menerima dan ada juga yang tidak menerimanya. 2.      Keragaman pengalaman menetapkan nilai-
nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, sekolah, kantor maupun masyarakat,
ada yang intensif. 3.      Keragaman corak pergaulan dengan kolega atau teman kerja, ada yang taat agama
begitu pula ada yang melecehkan. 4.      Keragaman sikap terhadap permasalahan kehidupan yang dialami, ada
yang sabar (menerimanya dengan penuh ketabahan) dan ada juga frustasi bahkan depresi dalam
menghadapinya. 5.      Keragaman orientasi hidup, ada yang materialistis-hedonis (orang yang hidupnya hanya
untuk memperoleh kebahagiaan duniawi dengan tidak memperhatikan nilai-nilai haram-halal atau benar-
salah), dan ada juga yang moralis-agamis (orang yan menjadikan agama sebagai landasan perilakunya).
Seringkali dalam kehidupan sehari-hari orang-orang pada masa dewasa sudah mulai memperdalam ilmu
agamanya, sehingga dapat menjadi bekal dalam menjalani masa dewasanya dengan baik. C.    KARAKTERISTIK
PERKEMBANGAN MAHASISWA 1.      Usia Mahasiswa sebagai Fase Usia Dewasa Awal Kennintston (Santrock
dalam Chusaini, 1995: 73) mengemukakan bahwa masa muda merupakan periode transisi antara masa remaja
dan masa dewasa yang merupakan masa perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi yang sementara.
Kenniston juga mengemukakan kriteria penting untuk menunjukkan permulaan dari masa dewasa awal, yaitu
kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam membuaut keputusan. Lerner (1983: 554) mengemukakan
tentang fase dewasa awal sebagai suatu fase dalam siklus kehidupan yang berbeda dengan fase-fase sebelum
dan sesudahnya, karena fase usia dewasa awal merupakan fase usia untuk membuat suatu komitmen pada diri
individu, khususnya membuat pilihan tentang pernikahan, anak, pekerjaan, dan gaya hidup yang akan
menentukan tempat mereka di fase dewasa awal. Menurut Erikson (1959, 1963) fase usia dewasa awal
merupakan kebutuhan untuk membuat komitmen dengan menciptakan suatu hubungan interpersonal yang
erat dan stabil. Setiap individu tidak lagi harus berfokus pada diri, tetapi harus lebih tertarik pada memenuhi
kebutuhan orang lain sehingga memperoleh kepuasan dari pemeuhan kebutuhan tersebut. Adapun ciri-ciri
umum perkembangan fase usia dewasa awal (Hurlock, 1991: 247-252) yaitu: a.    Masa pengaturan, usia
dewasa awal merupakan saat ketika seseorang mulai menerima tanggungjawab sebagai orang dewasa. b.   
Usia reproduktif, usia dewasa awal merupakan masa yang paling produktif untuk memiliki keturunan, dengan
memiliki anak mereka akan memiliki peran baru sebagai orangtua c.    Masa Bermasalah, pada usia masa
dewasa awal akan timbul masalah-masalah baru yang berbeda dengan masalah sebelumnya, di antaranya
masalah pernikahan. d.   Masa ketegangan emosional, merupakan masa yang memiliki peluang terjadinya
ketegangan emosional, karena pada masa dewasa awal seseorang berada pada wilayah baru dengan harapan-
harapan baru, dan kondisi lingkungan serta permasalahan baru. e.    Masa keterasingan sosial, Ketika
pendidikan berakhir dan mulai memasuki dunia kerja dan kehidupan keluarga, seiring dengan itu hubungan
dengan kelompok teman sebaya semakin renggang. f.     Masa komitmen, seseorang akan menentukan pola
hidup baru, dengan memikul tanggung jawab baru dan memuat komitmen-komitmen baru dalam kehidupan.
g.    Masa ketergantungan, Meskipun status dewasa dan kemandirian telah tercapai, tetapi masih banyak
orang dewasa awal yang tergantung pada pihak lain. h.    Masa perubahan nilai, jika orang dewasa awal ingin
diterima oleh anggota kelompok orang dewaa i.      Masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru j.      Masa
kreatif, masa dewasa awal merupakan puncak kreatifitas. Ciri-ciri umum tersebut menunjukkan bahwa fase
usia dewasa awal merupakan fase memasuki awal kehidupan yang mulai dihadapkan kepada berbagai
perjuangan, kreativitas, tantangan, perubahan diri, serta problematika yang secara simultan dan kompleks
dihadapi individu. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Hurlock tentang perkembangan fase usia dewasa awal,
mahasiswa yang termasuk masa dewasa awal banyak yang mengalami fase tersebut. Tidak sedikit orang yang
berkomitmen untuk menikah pada usia masa dewasa awal ini, termasuk mahasiswa. Jadi mereka mengalami
fase perkembangan tersebut walaupun terkadang ada sebagian orang pada masa dewasa awal mengalami
problematika yang kompleks. 2.      Aspek-aspek perkembangan dewasa awal Berikut merupakan aspek-aspek
perkembangan yang sedang dihadapi usia mahasiswa sebagai fase usia dewasa awal (santrock, 1995: 91-100)
a.    Perkembangan fisik Perkembangan fisik pada masa dewasa awal dari satu sisi merupakan puncaknya,
tetapi pada sisi lain adalah kecenderungan penurunan periode ini sehingga fase usia dewasa awal dikatakan
sebagai puncak dan penurunan perkembangan individu secara fisik. Misalnya pendengaran relatif konstan  dan
mulai mengalami penurunan pada akhir fase usia dewasa awal. Kondisi kesehatan dapat ditingkatkan dengan
cara mengurangi gaya hidup yang merusak kesehatan, nutrisi yang baik, rutinitas berolahraga. Namun pada
kehidupan sehari-hari dapat ditemukan orang pada masa dewasa awal justru secara sadar ataupun tidak sadar
seringkali mengabaikan kesehatan mereka, misalnya dengan merokok, malas olahraga, dan sebagainya. b.   
Perkembangan seksualitas Merupakan sikap dan perilaku seksual pada individu sebagai kodrat dan dampak
dari perubahan-perubahan hormon yang terjadi. Ada dua hal tentang sikap dan perilaku seksual yaitu ditinjau
dari: 1)      Sikap dan perilaku seksual secara heteroseksual. Sikap dan perilaku seksual berdasarkan tinjauan
longitudinal dari tahun 1900-1980-an, menunjukkan dua kecenderungan penting (Darling et., 1984), yaitu:
a)         Persentase dari kaum muda yang melakukan hubungan seksual meningkat tajam. b)        Proporsi
perempuan yang dilaporkan dalam berhubungan seksual meningkat lebih cepat dari kasus laki-laki, meskipun
laki-laki lebih sering berhubungan seksual. 2)      Sikap dan perilaku seksual secara homoseksual. Homoseksual,
yaitu kecenderungan memilih pasangan seksual dari jenis kelamin yang sama. Melalui penelitian yang
terdahulu (Kinsey) maupun yang baru-baru ini (Hunt), menunjukkan bahwa 4% dari laki-laki dan 3% dari
perempuan yang disurvei adalah homoseksual. Sesuai dengan perkembangan zaman yaitu mulai masuknya
tren barat ke Negara kita, maka semakin banyak ditemukan perilaku seksual secara homoseksual. Akan tetapi
masih lebih banyak yang cenderung heteroseksual, yaitu menyukai dari yang berlainan jenis kelamin. c.   
Perkembangan kognitif Schaie (1997) mengemukakan bahwa tahap-tahap kognitif piaget menggambarkan
peningkatan efisiensi dalam perolehan informasi yang baru. Misalnya pada masa dewasa awal terdapat
perubahan dari mencari pengetahuan menuju menerapkan pengetahuan, menerapkan apa yang sudah
diketahui, khususnya dalam hal penentuan karier dan mempersiapkan diri untuk menghadapi pernikahan dan
hidup berkeluarga. d.   Perkembangan karier Tuntutan peran karier terhadap kompetensi menunjukkan sangat
tinggi pada fase usia dewasa awal. Memenuhi tuntutan karier dan penyesuaian diri dengan peran yang baru
adalah penting bagi individu pada fase ini (Heise, 1991; Smither, 1988). Terkadang kita menemukan seseorang
yang telah mendapatkan pekerjaan namun tidak betah dengan pekerjaannya. Hal tersebut mungkin terjadi
karena tidak berhasilnya penyesuaian diri dengan peran yang baru. e.    Perkembangan sosio-emosional Dalam
menjalin hubungan sosial dengan klingkungannya, pada fase usia dewasa awal tidak hanya sekedar mampu
menunjukkan jalinan persahabatan atau percintaan, namun lebih mengarah kepada hubungan sosio-
emosional yang terikat oleh komitmen dengan menunjukkan hubungan dan niat untuk mempertahankan
dalam mempersiapkan diri menuju kehidupan bersama melalui pernikahan dan hidup berkeluarga. Kajian
tentang perkembangan sosio-emosional pada fase usia dewasa awal ialah: 1)      Fase pertama, menjadi orang
dewasa dan mulai melangkah untuk hidup mandiri. Untuk membangun identitas serta membentuk keluarga
baru, merupakan realisasi waktu bagi fase usia dewasa awal dalam menyeleksi diri secara sosio-emosional,
yaitu apa yang akan dibawa dari keluarga asal, apa yang akan mereka tinggalkan, dan apa yang hendak mereka
ciptakan bagi dirinya ketika akan melangkah ke depan bergabung dalam membina keluarga sebagai pasangan
baru melalui pernikahan. 2)      Fase kedua, adalah pasangan baru (new couple) dari siklus kehidupan keluarga.
Pasangan baru yang dimaksud adalah keterikatan melalui pernikahan yang sah antara dua jenis kelamin yang
berbeda, berasal dari keluarga dan latar belakang kehidupan bahkan kebudayaan yang berbeda. 3)      Fase
ketiga adalah menjadi orang tua dalam kehidupan berkeluarga. Memasuki fase ini menuntut orang dewasa
untuk maju satu generasi dan menjadi pemberi kasih sayang untuk generasi yang lebih muda. Untuk dapat
melalui fase yang panjang ini, dalam perjalanannya menuntut komitmen waktu sebagai peran orang dewasa
menuju peran sebagai orang tua, serta peran dalam memahami dan menyesuaikan diri sebagai orang tua yang
kompeten dan sumber teladan bagi anak. 3.      Tugas-tugas Perkembangan Dewasa Awal Havighurst (1961:
259-265) menguraikan tugas-tugas perkembangan masa dewasa awal, yaitu: a.         Memilih pasangan hidup.
Memilih pasangan hidup merupakan salah satu tugas perkembangan yang paling dirasakan menyenangkan,
menarik, tetapi sekaligus menggelisahkan serta penuh dengan kekhawatiran karena disaat para calon
pasangan mempersiapkan diri untuk memilih dan menemukan yang tidak hanya cocok dan selaras bagi dirinya,
tetapi dituntut untuk menyesuaikan dengan kondisi dan latar belakang kehidupan kedua calon keluarganya
masing-masing. Menurut Norman (1992) pemenuhan kebutuhan merupakan faktor utama dalam memilih
pasangan pernikahan. Kebutuhan individu dapat berlainan satu sama lain, beberapa orang akan lebih memilih
pasangan yang melengkapi dirinya, atau bahkan memilih pasangan yang sifatnya bertentangan, tapi sebagian
besar memilih yang memiliki kesamaan karakteristik. Istilah “opposites attract” atau daya tarik lawan jenis
biasanya terjadi pada pernikahan yang dilandasi kebutuhan saling melengkapi. Adanya perbedaan kebutuhan
antarindividu dalam pasangan tersebut, yaitu kebutuhan untuk berperan dominan (memberikan simpati, cinta,
dan perlindungan) dan kebutuhan untuk berperan submissive (memperoleh simpati, cinta, dan perlindungan).
Memahami perbedaan antara sifat yang bertentangan dan sifat saling melengkapi sangatlah penting.  Norman
menambahkan bahwa dalam penentuan pasangan hidup sangat dipengaruhi oleh kebudayaan. Pengaruh
kebudayaan terhadap penentuan pasangan hidup ditunjukkan dalam dua hal, yaitu pertama, definisi
kebudayaan menentukan sisi yang menarik dari seseorang, sehingga lawan jenis akan memiliki ketertarikan
yang tinggi terhadap orang yang memenuhi kriteria tersebut. Kedua, terbentuklah “idealisasi pasangan” pada
mental individu, artinya walaupun individu tidak memperoleh seseorang yang memenuhi kriteria ideal, dia
akan menetapkan standar ideal tersebut pada orang yang dicintainya. b.         Belajar hidup dengan pasangan
nikah Pada dasarnya hal ini terdiri dari pembelajaran untuk menyatakan dan mengontrol perasaan masing-
masing pasangan seperti: kemarahan, kebahagiaan, kebencian, kasih sayang, sehingga seseorang dapat hidup
dengan hangat dan harmonis, serta bahagia dengan pasangannya. Penyesuaian dalam mencapai kepuasan
secara biologis, terutama dalam menjalani hubungan seks, cenderung akan menjadi mudah dan
menggairahkan. Di sisi lain, ketergantungan secara emosi terhadap orang tua cenderung menjadi lebih sulit
dan tertutup. Hal ini akan memberikan warna baru dalam menjalankan peran masing-masing pasangan hidup
sebagai suami istri yang cenderung memerlukan proses penyesuaian dan pembelajaran lebih lanjut dalam
menempuh keluarga bahagia dan sejahtera. c.         Memulai hidup berkeluarga Sebagai pasangan muda
mereka akan memperoleh banyak pengalaman baru, dimulai dari hubungan seksual pertama, hamil pertama,
punya anak pertama, mengalami sakit pertama, dan interaksi sosial dengan keluarga suami atau keluarga istri.
Selanjutnya banyak ditentukan oleh bagaimana cara pasangan melalui pengalaman pertama tersebut,
terutama pada tahun-tahun awal pernikahan. Menurut Havighurst dalam tugas perkembangan diuraikan
dengan meninjau dari berbagai sudut pandangan sebagai berikut: 1)        Sifat tugas. Dalam memulai kehidupan
berkeluarga, kehadiran anak merupakan manifestasi dari keberhasilan sebuah pernikahan, bagi pihak istri
maupun suami. Terlebih kesuksesan  dalam kehadiran anak pertama, cenderung merupakan ukuran
kesuksesan bagi kehadiran anak berikutnya. 2)        Dasar biologis Melahirkan anak merupakan suatu proses
biologis, apalagi tugas melahirkan anak pertama merupakan suatu proses biologis dan psikologis. 3)        Dasar
psikologis Secara psikologis, wanita dan pria memiliki suatu tugas yang ingin dicapai untuk menjadi seorang
ayah bagi laki-laki dan seorang ibu bagi wanita. Bagi wanita, jika dia takut atau benci dengan ide mengenai
kehamilan, maka tugas tersebut akan sulit baginya. Tetapi jika menganggap keibuan dengan rasa senang
sebagai pemenuhan peran seksnya, maka tugas tersebut menjadi cukup mudah. 4)        Dasar budaya Masalah
kehamilan merupakan masalah yang muncul secara pandangan budaya. 5)        Implikasi sosial dan pendidikan
Keberhasilan pada aspek tugas perkembangan ini memerlukan jenis pengetahuan tertentu bagi suami dan istri,
sikap serta peran dan tanggungjawab yang sepenuhnya untuk menjalankan kehidupan dalam berkeluarga
serta memiliki keturunan. Pengetahuan ini semakin banyak diberikan melalui buku-buku bagi orang tua muda
dan melalui kursus-kursus pendidikan untuk calon ayah dan ibu seperti yang terjadi pada masa sekarangi ini.
d.        Memelihara anak Tugas, peran, dan tanggungjawab sebagai suami istri sudah lebih bertambah dengan
sebutan sebagai ibu dan ayah, sudah hadir sosok manusia baru sebagai pelengkap dalam kehidupan di dalam
keluarga mereka. Mereka harus belajar memenuhi berbagai kebutuhan baik secara fisik atau biologis, maupun
kasih sayang yang sepenuhnya diberikan pada anak, sehingga anak mencapai perkembangan secara optimal
sesuai kemampuan dan karakteristik yang dimilikinya. e.         Mengelola rumah tangga Kehidupan keluarga
sangat terkait dengan kesiapan secara keseluruhan baik fisik maupun mental, yang selanjutnya akan sangat
bergantung kepada kesiapan keberhasilannya dalam mengelola rumah tangga sesuai dengan peran, tugas, dan
tanggungjawabnya masing-masing sebagai seorang suami istri atau orang tua dari anak-anaknya. f.          Mulai
bekerja Dalam menghadapi dan menjalani tugas perkembangan ini, para pria dewasa awal, cenderung mulai
memperhatikan dan memikirkannya, bahkan sering kali dia mengabaikan tugas lainnya seperti menunda untuk
mencari calon pasangan hidup. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan wanita dewasa awal yang cenderung
belum begitu aktif dalam menghadapi tuntutan pekerjaan. g.         Bertanggung jawab sebagai warga Negara
Sebagai individu dewasa awal mulai menunjukkan adanya ras tanggungjawab bagi kesejahteraan baik pada
keluarga, tetangga, kelompok masyarakat, sebagai warga Negara, atau organisasi politik.Pria atau wanita muda
jarang mengikuti partisipasi aktif dalam organisasi dewasa sebelum mencapai usia 25 atau 30 tahun, karena
sangat banyak yang memulai karier dalam masyarakat, jadi sulit memiliki waktu untuk bergabung baik dalam
suatu organisasi atau ikut serta dalam aktifitas kewarganegaraan dan politik. h.         Menemukan kelompok
sosial yang serasi Bersama-sama sebagai pasangan mencari teman baru, orang-orang seumur dengan mereka,
yang memiliki ketertarikan yang sama dan dengan orang dimana mereka dpat mengembangkan suatu jenis
baru kehidupan sosial yang dapat berlangsung selama kurang lebih sampai 40 tahun. Pada kenyataannya tidak
sedikit orang pada masa dewasa awal sulit untuk menentukan pasangan hidup, menjalani kehidupan
berumahtangga. Mereka yang tidak bisa mengelola rumah tangga dengan baik dapat menjadi penyebab
gagalnya hubungan rumah tangga mereka, dan juga ada faktor lain yang turut mempengaruhi, misalnya
pekerjaan yang belum mencukupi kebutuhan keluarga barunya dan sebagainya. D.    PERIODE DEWASA AWAL
SEBAGAI MASA PERSIAPAN PERNIKAHAN 1.        Konsep dasar pernikahan Pernikahan merupakan suatu ikatan
yang terjalin di antara laki-laki dan perempuan yang telah memiliki komitmen untuk saling menyayangi,
mengasihi, dan melindungi berdasarkan syariat agama. Menurut Sigelma dan Shafer, pernikahan merupakan
suatu transisi kehidupan yang mencakup pengambilan peran baru (sebagai suami atau istri) dan menyesuaikan
dengan kehidupan sebagai pasangan. McGoldrick (1989) mendefinisikan pernikahan adalah adanya
keterikatan yang sah antara dua jenis kelamin yang berbeda sebagai pasangan baru (new couple), dan berasal
dari keluarga serta latar belakang kehidupan bahkan kebudayaan yang berbeda. Norman (1992)
mengemukakan bahwa pernikahan adalah ikatan terdekat yang terjadi pada dua orang yang disiapkan untuk
kebutuhan hidup bersama menuju cita-cita yang dapat tercapai, keharmonisan yang dipertahankan dan
perintah Tuhan yang dijalankan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah ikatan yang terjalin secara
sah antara laki-laki dan perempuan dalam menjalani peran hidup yang baru secara bersama menuju harapan
dan cita-cita sesuai dengan perintah dan ajaran agama. Makna dan hikmah pernikahan dalam hidup
berkeluarga bagi yang berada pada fase usia dewasa awal seyogianya menjadi sebuah bekal kesiapan diri
untuk terlebih dahulu mengenal, memahami, serta menyikapinya secara positif yang dijadikan sebagai rujukan
di dalam membangun kehidupan keluarga yang serasi dan sejahtera. Ciri-ciri usia dewasa awal yang memiliki
sikap positif terhadap pernikahan yaitu sebagai berikut: a.  Mau mempelajari hal ikhwal pernikahan b. 
Meyakini bahwa nikah merupakan satu-satunya jalan mensahkan hubungan seks antara pria dan wanita c. 
Meyakini bahwa nikah merupakan ajaran agama yang sakral (suci) yang tidak boleh dilanggar d. Mau
mempersiapkan diri untuk menempuh jenjang pernikahan. Asumsi di atas benar adanya tentang definisi
pernikahan. Banyak orang yang positif dalam menanggapi pernikahan, sehingga didapat ciri-ciri tersebut.
Namun terkadang ditemui orang yang sudah dewasa belum terlalu mempersiapkan diri ke dalam jenjang
pernikahan, dan sebaliknya pada masa dewasa awal, atau bahkan remaja sudah ada yang berperilaku siap
menikah. 2.        Syarat pernikahan Sebagai kesiapan diri untuk menikah dan berkeluarga harus memperhatikan
persyaratan yang di antaranya adalah: a.    Kematangan fisik (bagi wanita setelah usia 18-20 tahun, bagi pria
usia 25 tahun). b.    Kesiapan materi (bagi suami diwajibkan member nafkah kepada istri). c.    Kematangan
psikis (mampu mengendalikan diri, tidak kekanak-kanakan, tidak mudah tersinggung, dan tidak mudah
pundung, berkisap mau menerima kehadiran orang lain dalam kehidupannya; mempunyai sikap toleran,
bersikap hormat atau mau menghargai orang lain, dan memahami karakteristik pribadi dirinya atau calon istri
atau suaminya) d.   Kematangan moral-spiritual (memiliki pemahaman dan keterampilan dalam masalah
agama, sudah bisa dan biasa melaksanakan ajaran agama, terutama shalat dan mengaji kitab suci, dan dapat
mengajarkan agama kepada anak). Pakar psikologi, Papalia dan Olds, dalam buku Human Development (1995)
mengemukakan bahwa usia terbaik untuk menikah bagi perempuan adalah 19-25 tahun. Kesiapan usia ini
sangat berpengaruh dan menjadi barometer, baik dalam memulai kehidupan berkeluarga maupun untuk
menjadi pengasuh anak pertama (the first parenting). Namun dalam kenyataannya sering dijumpai orang yang
menikah belum memiliki kematangan psikis, maupun moral-spiritual secara baik. Hal tersebut akan berdampak
pada pernikahan mereka. Mahasiswa masih banyak yang bersikap kekanak-kanakan, belum mampu
mengendalikan dirinya dengan baik. 3.        Beberapa kondisi yang mempengaruhi kesulitan penyesuaian
pernikahan Terdapat beberapa kondisi yang mempengaruhi munculnya kesulitan dalam melakukan
penyesuaian dalam pernikahan, yaitu: a.    Persiapan pernikahan yang terbatas. Kurangnya persiapan dapat
mengakibatkan pasangan memiliki waktu yang terbatas dalam mempersiapkan diri dengan pengetahuan,
pemahaman, dan keterampilan-keterampilan yang bermanfaat dalam kehidupan keluarga, sehingga mereka
tidak memiliki keterampilan komunikasi, berelasi, membesarkan anak, bergabung dengan keluarga, serta
mengelola keuangan. b.    Perbedaan konsep tentang peran atau tugas dalam pernikahan. Konflik mudah
terjadi dalam pernikahan apabila pasangan suami istri memiliki konsep yang berbeda tentang sesuatu. c.   
Cepat menikah. Terlalu cepat menikah dapat membawa ke arah munculnya masalah, seperti suka marah dan
cemburu yang tidak terkendali, sehingga menghalangi munculnya penyesuaian pernikahan yang lebih baik. d.  
Memiliki konsep-konsep yang tidak realistik tentang pernikahan. Orang dewasa yang hanya menghabiskan
hidupnya di sekolah dan perguruan tinggi tanpa berupaya memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan
pengalaman tentang pernikahan dan kehidupan berkeluarga, cenderung memiliki konsep yang tidak realistik
tentang pernikahan. Akibatnya akan lebih sulit melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam pernikahan dan
kehidupan keluarga. e.    Pernikahan campur. Pernikahan lintas budaya atau agama biasanya mengalami
kesulitan dalam melakukan penyesuaian dengan orang tua dan sanak family, dibandingkan dengan pernikahan
yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki latar belakang suku atau agama yang sama. f.     Masa  perkenalan
yang singkat. Mengakibatkan pasangan kurang memiliki kesempatan cukup untuk mengenal dan memahami
pribadi masing-masing terutama dalam memeahami hambatan-hambatan yang berpotensi menjadi masalah
dalam relasi mereka. g.    Konsep romantik tentang pernikahan. Banyak orang dewasa masih memiliki konsep
romantik yang sama dengan konsep yang mereka terima ketika masih remaja. Padahal konsep romantik pada
masa remaja seringkali tidak realistik. h.    Tidak memiliki identitas. Jika seorang pria merasa bahwa dia
diperlakukan istrinya seperti istri memperlakukan anggota keluarganya yang lain, teman, dan rekan kerjanya,
atau seorang istri merasa mendapat penghormatan sebagai ibu sama dengan penghormatan yang diberikan
suami kepada ibu keluarga lain, maka mereka akan merasa kehilangan identitas sebagai individu. Perasaan
tersebut akan mengakibatkan penyesuaian pernikahan sulit untuk dilakukan. Hurlock (1980:292)
mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap keberhasilan pasangan dalam melakukan
penyesuaian dalam pernikahan adalah sebagai berikut: a.    Konsep pasangan yang ideal. Dalam memilih
pasangan seorang pria ataupun wanita dibimbing oleh konsep pasangan ideal yang ada dalam pikirannya. b.   
Pemenuhan kebutuhan. Terpenuhnya kebutuhan masing-masing suami istri dapat mewujudkan penyesuaian
semakin mudah untuk dilaksanakan c.    Kesamaan latar belakang. Latar belakang yang sama antara suami istri
dapat membantu mereka semakin mudah dalam melakukan penyesuaian, terutama kesamaan pola asuh
dalam keluarga, budaya, dan agama.. d.   Minat dan kepentingan bersama. Keinginan-keinginan yang sama,
harapan-harapan yang sama, cenderung membawa ke arah penyesuaian yang lebih baik bagi pasangan. e.   
Kesamaan nilai-nilai. Kesamaan makna dan nilai-nilai yang dimiliki pasangan dapat memudahkan mereka
dalam melakukan penyesuaian. f.     Konsep peran. Suami dan istri yang memiliki konsep yang sama tentang
peran, tugas, tanggungjawab, akan lebih mudah dalam melakukan penyesuaian. g.    Perubahan dalam pola
hidup. Penyesuaian bermakna melakukan perubahan terhadap pola hidup, mengubah kebiasaan, mengubah
hubungan, mengubah kegiatan. Perubahan pola hidup selalu diikuti oleh ketegangan-ketegangan emosional
yang dapat berkembang menjadi suatu masalah yang mengganggu. Pada masa awal pernikahan memang
dituntut untuk dapat menyesuaikan diri. Menurut pengamatan, tidak jarang masa usia dewasa awal kesulitan
pada masa persiapan pernikahan tersebut, banyak faktor yang menjadi kendala, misalnya kendala untuk
mandiri membangun rumah tangganya. Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto

Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto

Anda mungkin juga menyukai