Disusun Oleh :
Fani Loliana
(P27901118067)
1
4. Sosial budaya, budaya tertutup dan membahas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku
menyimpang akan menciptakan seolah-olah perilaku menyimpang
tersebut diterima.
5. Bioneorologis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus
frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut
berperan dalam terjadinya perilaku menyimpang misalnya, perilaku
kekerasan, membantah, agresif dan sebagainya. (Wardani, 2012).
B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi adalah stimulus yang bersifat menantang dan
mengancam individu serta menimbulkan kondisi tegang dan stres sehingga
memerlukan energi yang besar untuk menghadapinya (Cohen, 2000, dalam
Stuart & Laraia, 2005). Faktor presipitasi dapat bersifat stresor biologis,
psikologis, serta sosial budaya yang berasal dari dalam diri individu
(internal) maupun dari lingkungan eksternal individu. Selain sifat dan asal
stresor, waktu dan jumlah stresor juga merupakan komponen faktor
presipitasi. Dimensi waktu meliputi kapan stresor terjadi, seberapa lama
terpapar stresor, dan frekuensi terpapar stresor.
1. Stresor Biologis
Stresor biologis yang berkaitan dengan regimen terapeutik
inefektif adalah efek samping yang muncul sehingga pasien
menghentikan sendiri program pengobatannya. Selain itu beberapa
pasien juga akan menghentikan program pengobatan yang sedang
dijalankan apabila tidak ada kemajuan atau perkembangan (Sharif et al,
2003). Penyumbang selanjutnya terhadap stressor biologis pada pasien
dengan regimen terapeutik inefektif yakni apabila pasien mengalami
dual-diagnosis terutama pada pasien dengan penyalahgunaan zat adiktif
dan penyakit fisik yang bersifat kronik (Julius, Novitsky, Dubin, 2009;
Sowers, Golden, 1999; Weiss, 2004; Magura et al, 2002 dalam Magura
et al, 2011; Centorrino et al, 2001; Kazadi, Moosa, Jeenah, 2008)
2. Stresor Psikologis
2
Respon sosial maladaptif merupakan hasil pengalaman negatif
yang mempengaruhi pertumbuhan emosi seseorang. Stresor psikologis
dapat berupa kondisi seperti hubungan keluarga tidak harmonis, ketidak
puasan kerja dan kesendirian. Penelitian yang dilakukan oleh Sharif
(2003); Taj et al (2008); Wardani (2009); Magura (2011),
mengungkapkan bahwa pasien yang kurang puas terhadap pengobatan,
efektifitas pengobatan yang kurang, adanya keyakinan yang keliru atau
terkait dengan hal mistik meningkatkan ketidakpatuhan pasien terhadap
program pengobatan.
3. Stresor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat berasal dari keluarga, misalnya
kurangnya support sistem dalam keluarga dan kontak/hubungan yang
kurang antar anggota keluarga. Stressor lain yang dapat menjadi
pencetus terhadap ketidakpatuhan program pengobatan meliputi
adanya stigma baik yang berasal dari diri sendiri maupun yang berasal
dari orang lain ataupun lingkungan, ekonomi yang rendah dan tidak
bekerja.
C. Jenis
1. Psikofarmakologi
Penanganan penderita gangguan jiwa dengan cara ini adalah
dengan memberikan terapi obat-obatan yang akan ditujukan pada
gangguan fungsi neuro-transmitter sehingga gejala-gejala klinis tadi
dapat dihilangkan. Terapi obat diberikan dalam jangka waktu relatif
lama, berbulan bahkan bertahun. Akibat dari klien tidak mengonsumsi
obat secara teratur kemudian putus obat sehingga klien depresi, dan
gangguan jiwa yang di alami klien kambuh (Akemat, dkk; 2008).
2. Psikoterapi
Terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah
diberikan terapi psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana
kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri
sudah baik. Psikoterapi ini bermacam-macam bentuknya antara lain
3
psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan dorongan,
semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan
semangat juangnya. Psikoterapi Re-eduktif dimaksudkan untuk
memberikan pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki
kesalahan pendidikan di waktu lalu, psikoterapi rekonstruktif
dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah
mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum
sakit, psikologi kognitif, dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi
kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu
membedakan nilai- nilai moral etika. Psikoterapi perilaku
dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu
menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri, psikoterapi keluarga
dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan keluarganya. Klien
kurang mendapat dukungan untuk melakukan terapi pemecahan
masalah dirinya sendiri sehingga klien mudah untuk stress. (Maramis,
1990)
3. Terapi Psikososial
Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri,
mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak
menjadi beban keluarga. Penderita selama menjalani terapi psikososial
ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka. Klien
dengan gangguan jiwa yang hampir sembuh hendaknya mendapat
dukungan dari lingkungaan dan masyarakat agar kejiwaan klien bisa
sembuh jika msayarakat dan lingkungan belum bisa menerima maka
klien akan merasa di kucilkan sehingga klien menarik diri dan sulit untuk
bersosialisasi (Hawari, 2007).
4. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan seperti
sembahyang, berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah
keagamaan, kajian kitab suci. Menurut Ramachandran dalam Yosep
(2007), telah mengatakan serangkaian penenelitian terhadap pasien
4
pasca epilepsi sebagian besar mengungkapkan pengalaman spiritualnya
sehingga semua yang dirasa menjadi sirna dan menemukan kebenaran
tertinggi yang tidak dialami pikiran biasa merasa berdekatan dengan
cahaya illahi. Disaat klien mendapat masalah klien tidak pernah
meluruskannya dengan beribadaah sehinnga klien gampang untuk
stress.
D. Fase – fase
1. Fase Prodomal
Berlangsung antara 6 bulan sampai 1 tahun. Gangguan dapat
berupa Self care, gangguan dalam akademik, gangguan dalam
pekerjaan,gangguan fungsi sosial, gangguan pikiran dan persepsi.
2. Fase Aktif
Berlangsung kurang lebih 1 bulan. Gangguan dapat berupa
gejala psikotik; Halusinasi, delusi, disorganisasi proses berfikir,gangguan
bicara, gangguan perilaku, disertai kelainan neurokimiawi.
3. Fase Residual
Klien mengalami minimal 2 gejala; gangguan afek dan gangguan
peran, serangan biasanya berulang. (Hawari,2007)
E. Rentang Respon
5
F. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk
mengatasi stres (Stuart dan Laraia, 2005). Terdapat 3 (tiga) tipe utama
mekanisme koping, yaitu :
1. Mekanisme koping berfokus pada masalah (problem- focused),
merupakan mekanisme koping yang meliputi tugas dan usaha langsung
dalam mengatasi masalah yang mengancam individu, seperti negosiasi,
konfrontasi, dan meminta nasihat.
2. Mekanisme koping berfokus pada kognitif (cognitively-focused),
mekanisme koping dimana seseorang berusaha untuk mengontrol arti
permasalahan dan berusaha menetralkannya, seperti membuat
perbandingan positif, pemberian hadiah, mengabaikan, dan evaluasi
terhadap keinginan.
3. Mekanisme koping yang berpusat pada emosi (emotion-focused),
mekanisme koping dimana individu diorientasikan untuk menenangkan
emosi yang mengancam, seperti penggunaan mekanisme pertahanan
ego misalnya denial, supresi, atau proyeksi.
6
A. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
Pengkajian
7
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Almond et al (2004) yang
memperlihatkan bahwa pasien yang belum menikah lebih besar
kemungkinannya untul tidak untuk kambuh dan tidak patuh daripada
yang telah menikah.
6. Pekerjaan
Penelitian Almond et al (2004) yang menemukan bahwa 97,4% pasien
yang tidak bekerja tidak patuh terhadap pengobatan dibandingkan
dengan yang bekerja.
7. Pendidikan
Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Susihar (2011) menggambarkan
bahwa pasien yang berpendidikan tinggi cenderung memiliki tuntutan
dan harapan yang tinggi sehingga kepuasannya terhadap pelayanan
yang diberikan kurang puas.
8. Lama sakit
Menurut Sutisna (2002 dalam Anjaswarni, 2002) menyatakan bahwa
pengalaman masa lalu terhadap suatu layanan akan mempengaruhi
sikap dan perilaku pasien. Jika hal tersebut menyenangkan maka mereka
akan bersikap positif dan begitupun sebaliknya.
8
Diagnosa Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Keperawata
n
Regimen Pasien mau 1. Setelah 2x SP I
9
dosis, cara dan 2. Berikan pendidikan
waktu) kesehatan tentang 6
3. Setelah 2x benar dalam minum
pertemuan obat.
pasien dapat 3. Anjurkan pasien
menyebutkan memasukkan dalam
kerugian bila jadwal kegiatan
putus terapi harian
obat dan efek SP III
samping obat 1. Evaluasi jadwal
dan cara kegiatan harian
menanganinya. pasien
2. Jelaskan kepada
pasien mengenai
efek dari terapi
minum obat
3. Jelaskan kepada
pasien mengenai
akibat bila putus
terapi obat.
4. Anjurkan pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan
harian
VI. SUMBER
Departemen Kesehatan R. I.. (1993). Pedoman penggolongan dan diagnosis
gangguan jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Keliat, B.A. & Akemat. (2010). Model Praktek Keperawatan Profesional, Jakarta:
EGC
10
STRATEGI PELAKSANAA TINDAKAN KEPERAWATAN
SP I
Proses Keperawatan
Kondisi Klien :
DS :
DO :
Diagnosa Keperawatan :
Tujuan Umum :
11
Tujuan Khusus :
Tindakan keperawatan :
ORIENTASI
1. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum, selamat pagi bu?”
“Perkenalkan nama saya suster fani, nama ibu siapa? Ibu senang nya dipanggil
apa?”
2. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana keadaan ibu hari ini? Apakah obatnya sudah ibu minum? Nah apa saja
yang ibu lakukan kemarin? Wah bagus ibu”
3. Kontrak :
a. Topik
“Ibu bagaimana kalua sekarang kita berbincang-bincang tentang obat yang ibu
minum? Apakah ibu bersedia?”
12
b. Waktu
“Berapa lama ibu ingin berbindang-bincang?”
“Bagaimana jika 15 menit?”
c. Tempat
”Dimana ibu ingin berbincang-bincang?”
d. Tujuan interaksi
”Tujuan kita berbincang-bincang saat ini untuk mengetahui pentingnya minum
obat dan juga untuk mengetahui jeni-jenis obat yang ibu minum.”
1. “Baik ibu, selama ini ibu tinggal dirumah dengan siapa? Adakah keluarga yang
membantu ibu dalam menjalani pengobatan?”
2. “Apakah yang menyebabkan ibu tidak mau minum obat?”
3. “Apakah ibu masih inga tapa saja obat yang ibu minum?”
4. “Jadi obat yang ibu minum ada tiga macam, yang berwarna orange namanya CPZ
gunanya untuk menenangkan, yang warna putih ini namanya THP gunanya agar
rileks, dan yang warnanya merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran ibu
menjadi tenang”
5. “Jika ibu minum obat secara teratur pikiran ibu menjadi tenang, istirahatnya pun
tenang, kondisi ibu akan menjadi lebih baik
TERMINASI
1. Evaluasi
a. Evaluasi klien (Subjektif)
“Bagaimana perasaan Ibu setelah berbincang-bincang dengan saya dan tahu
manfaat dan jenis- jenis obat.”
b. Evaluasi perawat (Objektif dan reinforcement)
13
“Coba ibu sebutkan kembali jenis-jenis obat dan manfaat meminum obat
secara teratur.” “Wah, bagus ibu hebat”
2. Rencana Tindak Lanjut ( apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil tindakan yang
telah dilakukan)
“Saya harap Ibu mengingat saya dan dapat mengingat jenis dan manfaat dari
minum obat serta mempraktekkan cara dan minum obat secara teratur.”
3. Kontrak Topik yang akan datang :
a. Topik
“Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan berbincang bincang lagi tentang
cara minum obat?”
b. Waktu
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang kembali besok jam 16.00 WIB
selama 15 menit, apakah Ibu setuju?”
c. Tempat
“Dimana ibu ingin berbincang-bincang? Bagaimana jika disini lagi ?” Baiklah bu
besok kita akan berbincang-bincang kembali jam 16.00. Sampai jumpa bu, saya
permisi. Assalamualaikum”
14
STRATEGI PELAKSANAA TINDAKAN KEPERAWATAN
SP II
Proses Keperawatan
Kondisi Klien :
DS :
DO :
Diagnosa Keperawatan :
Tujuan Umum :
Tujuan Khusus :
Tindakan keperawatan :
15
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang 6 benar dalam minum obat.
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
ORIENTASI
1. Salam Terapeutik
“Selamat sore ibu, bagaimana kabar hari ini? Sudah makan belum hari ini? Masih
ingat dengan saya? Saya suster yang kemarin sudah buat janji dengan ibu?”
2. Evaluasi / Validasi
“Apakah ibu sudah merasa lebih baik dari kemarin? Apakah obatnya sudah ibu
minum? Bagus kalau begitu”
3. Kontrak :
a. Topik
“Sesuai dengan janji kita kemarin, bagaimana kalau sekarang kita
membicarakan tentang cara minum obat yang ibu minum?”
b. Waktu
“Berapa lama ibu ingin berbincang-bincang?”
“Bagaimana jika ± 15 menit?”
c. Tempat
“Dimana ibu ingin berbincang-bincang?”
d. Tujuan interaksi
“Tujuan kita berbincang-bincang saat ini untuk mengetahui mengetahui
bagaimana cara minum obat yang benar.”
16
berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar.
Semuanya ini diminum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam.
Bagaimana apakah ibu sudah mengerti?”
TERMINASI
1. Evaluasi
a. Evaluasi klien (Subjektif)
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berbincang-bincang?”
b. Evaluasi perawat (Objektif dan reinforcement)
“Coba Ny.B sebutkan kembali kapan saja harus meminum obat dan cara
meminum obat.” “Wah, benar sekali ibu.”
2. Rencana Tindak Lanjut ( apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil tindakan yang
telah dilakukan)
“Jadwal minum obatnya sudah kita buat yaitu 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam.
Nah sekarang kita masukkan ke dalam jadwal minum obat yang telah kita buat ya
bu, jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya bu.”
3. Kontrak Topik yang akan datang :
a. Topik
“Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan berbincang- bincang tentang
efek terapi meminum obat dan akibat putus obat.”
b. Waktu
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang kembali besok jam 09.00 WIB
selama 10 menit, apakah Ibu setuju?”
c. Tempat
“Mau dimana besok kita berbincang-bincang? “Baiklah sampai bertemu lagi.
Selamat sore ibu.”
17
STRATEGI PELAKSANAA TINDAKAN KEPERAWATAN
SP III
Proses Keperawatan
Kondisi Klien :
DS :
DO :
Diagnosa Keperawatan :
Tujuan Umum :
Tujuan Khusus :
Tindakan keperawatan :
18
1. Mengevaluasi jadwal harian pasien
ORIENTASI
1. Salam Terapeutik
“Selamat pagi ibu bagaimana ibu kabarnya hari ini? Bagaimana tidurnya semalam?
Bagaimana jadwal yang kemarin kita buat apakah sudah bu isi? Wah bagus sekali
ternyata jadwal lembaran terisi penuh?”
2. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana keadaan Ny.B hari ini? Apa sudah lebih baik dari kemarin? Apakah
obatnya sudah ibu minum? Bagus kalau begitu. Nah apa saja yang ibu lakukan
kemarin?”
3. Kontrak :
a. Topik
“Sesuai dengan janji kita kemarin, bagaimana kalau sekarang kita
membicarakan tentang efek terapi minum obat dan akibat bila putus minum
obat”
b. Waktu
“Kita akan berbicara selama 10 menit, apakah ibu bersedia?”
c. Tempat
“Dimana kita mau berbicara?”
d. Tujuan interaksi
“Tujuan kita berbincang-bincang saat ini untuk mengetahui mengetahui
tentang efek terapi minum obat akibat bila ibu putus minum obat”
19
1. “Bagaimana jadwal yang kemarin kita buat apakah sudah bu isi? Wah bagus
sekali”
2. “Setelah ibu mengikuti aturan terapi obat, jika nanti sehabis minum obat, mulut
ibu terasa kering, ibu bisa banyak minum air putih dan mengonsumsi buah-
buahan.”
3. “Program terapi obat ini harus ibu ikuti secara teratur dan kemungkinan besar
harus diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya ibu
tidak menghetikan sendiri obat yang harus diminum walaupun ibu sudah merasa
sehat sebelum membicarakannya dengan dokter
TERMINASI
1. Evaluasi
a. Evaluasi klien (Subjektif)
“Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang dengan saya dan tahu
efek terapi obat dan akibat bila putus minum obat.”
b. Evaluasi perawat (Objektif dan reinforcement)
“Coba ibu sebutkan kembali apa yang harus dilakukan jika ada tanda efek
terapi minum obat dan apa akibat bila putus minum obat.” “Wah, bagus ibu “
2. Rencana Tindak Lanjut ( apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil tindakan yang
telah dilakukan)
“Saya harap Ibu mengingat saya dan mempraktikkan cara dan minum obat teratur
jangan lupa masukkan dalam kegiatan harian”
3. Kontrak Topik yang akan datang :
a. Topik
“Baiklah saya rasa cukup untuk hari ini ibu. Kegiatan minum obat secara
teratur akan saya masukkan ke dalam jadwal harian ibu, apakah ibu setuju
atau tidak?”
b. Waktu
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang kembali besok jam 16.00 WIB
selama 10 menit, apakah Ibu setuju”
c. Tempat
20
“Mau dimana besok kita berbincang-bincang? Baiklah sampai bertemu lagi.
Selamat sore bu”
21