Anda di halaman 1dari 22

Laporan pendahuluan dan Strategi Pelaksanaa

Tindakan Keperawatan Pasien dengan Regiment


Terapeutik In Efektif
Diajukan guna memenuhi tugas M.K Keperawatan Jiwa
Pengampu : Rohanah, S.Pd MKM

Disusun Oleh :

Fani Loliana
(P27901118067)

REGULER / SEMESTER : 3B SEMESTER 5

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN


PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
TANGERANG
2020
LAPORAN PENDAHULIAN

I. KASUS (MASALAH UTAMA) : Regiment Terapeutik In Efektif

Regimen terapeutik efektif adalah pengobatan yang terputus pada saat


dirumah sehingga terapi yang dijalani oleh pasien berhenti yang mengakibatkan
gangguan jiwa yang dialami pasien terjadi kembali. (Wardani, 2012)
Ketidakefektifan individu dalam melakukan pemberian regimen
terapeutik atau pemberian obat secara rutin dan tepat karena ketidakefektifan
keluarga dalam melakukan terapi sehingga menyebabkan keputusasaan klien.
(Prabowo Eko, 2014)
Regimen terapeutik inefektif adalah pola pengaturan dan penyatuan
program pengobatan dan sekuel penyakit yang tidak memuaskan ke dalam
hidup sehari-hari untuk memenuhi tujuan kesehatan tertentu (NANDA, 2007).

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. Faktor Predisposisi
1. Biologis, meliputi riwayat genetik, status nutrisi, status kesehatan secara
umum, sensitivitas biologi, dan terpapar racun (Stuart & Laraia, 2005).
Banyak riset menunjukkan peningkatan risiko mengalami skizofrenia
pada individu dengan riwayat genetik terdapat anggota keluarga dengan
skizofrenia.
2. Psikologis, meliputi intelektualitas, ketrampilan verbal, kepribadian,
pengalaman masa lalu, konsep diri, motivasi, dan pertahanan psikologis
(Stuart & Laraia, 2005). kegagalan yang dialami dapat menimbulkan
frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk.
3. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan
sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua
aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan,
membantah, dan sebagainya.

1
4. Sosial budaya, budaya tertutup dan membahas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku
menyimpang akan menciptakan seolah-olah perilaku menyimpang
tersebut diterima.
5. Bioneorologis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus
frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut
berperan dalam terjadinya perilaku menyimpang misalnya, perilaku
kekerasan, membantah, agresif dan sebagainya. (Wardani, 2012).

B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi adalah stimulus yang bersifat menantang dan
mengancam individu serta menimbulkan kondisi tegang dan stres sehingga
memerlukan energi yang besar untuk menghadapinya (Cohen, 2000, dalam
Stuart & Laraia, 2005). Faktor presipitasi dapat bersifat stresor biologis,
psikologis, serta sosial budaya yang berasal dari dalam diri individu
(internal) maupun dari lingkungan eksternal individu. Selain sifat dan asal
stresor, waktu dan jumlah stresor juga merupakan komponen faktor
presipitasi. Dimensi waktu meliputi kapan stresor terjadi, seberapa lama
terpapar stresor, dan frekuensi terpapar stresor.
1. Stresor Biologis
Stresor biologis yang berkaitan dengan regimen terapeutik
inefektif adalah efek samping yang muncul sehingga pasien
menghentikan sendiri program pengobatannya. Selain itu beberapa
pasien juga akan menghentikan program pengobatan yang sedang
dijalankan apabila tidak ada kemajuan atau perkembangan (Sharif et al,
2003). Penyumbang selanjutnya terhadap stressor biologis pada pasien
dengan regimen terapeutik inefektif yakni apabila pasien mengalami
dual-diagnosis terutama pada pasien dengan penyalahgunaan zat adiktif
dan penyakit fisik yang bersifat kronik (Julius, Novitsky, Dubin, 2009;
Sowers, Golden, 1999; Weiss, 2004; Magura et al, 2002 dalam Magura
et al, 2011; Centorrino et al, 2001; Kazadi, Moosa, Jeenah, 2008)
2. Stresor Psikologis

2
Respon sosial maladaptif merupakan hasil pengalaman negatif
yang mempengaruhi pertumbuhan emosi seseorang. Stresor psikologis
dapat berupa kondisi seperti hubungan keluarga tidak harmonis, ketidak
puasan kerja dan kesendirian. Penelitian yang dilakukan oleh Sharif
(2003); Taj et al (2008); Wardani (2009); Magura (2011),
mengungkapkan bahwa pasien yang kurang puas terhadap pengobatan,
efektifitas pengobatan yang kurang, adanya keyakinan yang keliru atau
terkait dengan hal mistik meningkatkan ketidakpatuhan pasien terhadap
program pengobatan.
3. Stresor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat berasal dari keluarga, misalnya
kurangnya support sistem dalam keluarga dan kontak/hubungan yang
kurang antar anggota keluarga. Stressor lain yang dapat menjadi
pencetus terhadap ketidakpatuhan program pengobatan meliputi
adanya stigma baik yang berasal dari diri sendiri maupun yang berasal
dari orang lain ataupun lingkungan, ekonomi yang rendah dan tidak
bekerja.

C. Jenis
1. Psikofarmakologi
Penanganan penderita gangguan jiwa dengan cara ini adalah
dengan memberikan terapi obat-obatan yang akan ditujukan pada
gangguan fungsi neuro-transmitter sehingga gejala-gejala klinis tadi
dapat dihilangkan. Terapi obat diberikan dalam jangka waktu relatif
lama, berbulan bahkan bertahun. Akibat dari klien tidak mengonsumsi
obat secara teratur kemudian putus obat sehingga klien depresi, dan
gangguan jiwa yang di alami klien kambuh (Akemat, dkk; 2008).
2. Psikoterapi
Terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah
diberikan terapi psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana
kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri
sudah baik. Psikoterapi ini bermacam-macam bentuknya antara lain

3
psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan dorongan,
semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan
semangat juangnya. Psikoterapi Re-eduktif dimaksudkan untuk
memberikan pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki
kesalahan pendidikan di waktu lalu, psikoterapi rekonstruktif
dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah
mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum
sakit, psikologi kognitif, dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi
kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu
membedakan nilai- nilai moral etika. Psikoterapi perilaku
dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu
menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri, psikoterapi keluarga
dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan keluarganya. Klien
kurang mendapat dukungan untuk melakukan terapi pemecahan
masalah dirinya sendiri sehingga klien mudah untuk stress. (Maramis,
1990)
3. Terapi Psikososial
Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri,
mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak
menjadi beban keluarga. Penderita selama menjalani terapi psikososial
ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka. Klien
dengan gangguan jiwa yang hampir sembuh hendaknya mendapat
dukungan dari lingkungaan dan masyarakat agar kejiwaan klien bisa
sembuh jika msayarakat dan lingkungan belum bisa menerima maka
klien akan merasa di kucilkan sehingga klien menarik diri dan sulit untuk
bersosialisasi (Hawari, 2007).
4. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan seperti
sembahyang, berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah
keagamaan, kajian kitab suci. Menurut Ramachandran dalam Yosep
(2007), telah mengatakan serangkaian penenelitian terhadap pasien

4
pasca epilepsi sebagian besar mengungkapkan pengalaman spiritualnya
sehingga semua yang dirasa menjadi sirna dan menemukan kebenaran
tertinggi yang tidak dialami pikiran biasa merasa berdekatan dengan
cahaya illahi. Disaat klien mendapat masalah klien tidak pernah
meluruskannya dengan beribadaah sehinnga klien gampang untuk
stress.

D. Fase – fase
1. Fase Prodomal
Berlangsung antara 6 bulan sampai 1 tahun. Gangguan dapat
berupa Self care, gangguan dalam akademik, gangguan dalam
pekerjaan,gangguan fungsi sosial, gangguan pikiran dan persepsi.
2. Fase Aktif
Berlangsung kurang lebih 1 bulan. Gangguan dapat berupa
gejala psikotik; Halusinasi, delusi, disorganisasi proses berfikir,gangguan
bicara, gangguan perilaku, disertai kelainan neurokimiawi.
3. Fase Residual
Klien mengalami minimal 2 gejala; gangguan afek dan gangguan
peran, serangan biasanya berulang. (Hawari,2007)

E. Rentang Respon

Adaptif Regimen Maladaptif


Terapeutik

Bersosialisasi dengan Kurangnya dukungan Mengamuk


baik keluarga Pasif
Pikiran logis Lingkungan tidak Agresif
Perilaku baik menerima Marah
Dikucilkan masyarakat
Obat yang tidak teratur

5
F. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk
mengatasi stres (Stuart dan Laraia, 2005). Terdapat 3 (tiga) tipe utama
mekanisme koping, yaitu :
1. Mekanisme koping berfokus pada masalah (problem- focused),
merupakan mekanisme koping yang meliputi tugas dan usaha langsung
dalam mengatasi masalah yang mengancam individu, seperti negosiasi,
konfrontasi, dan meminta nasihat.
2. Mekanisme koping berfokus pada kognitif (cognitively-focused),
mekanisme koping dimana seseorang berusaha untuk mengontrol arti
permasalahan dan berusaha menetralkannya, seperti membuat
perbandingan positif, pemberian hadiah, mengabaikan, dan evaluasi
terhadap keinginan.
3. Mekanisme koping yang berpusat pada emosi (emotion-focused),
mekanisme koping dimana individu diorientasikan untuk menenangkan
emosi yang mengancam, seperti penggunaan mekanisme pertahanan
ego misalnya denial, supresi, atau proyeksi.

III. A. POHON MASALAH

6
A. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
Pengkajian

Pada proses pengkajian, data penting yang harus didapatkan adalah :

Data yang diperoleh dari wawancara :

1. Alasan Alasan masuk :


Apa yang menyebabkan klien dibawa ke RS?
2. Bagaimana kondisi klien di rumah sehingga dibawa ke RS?
3. Umur
Menurut Kazadi, Moosa, Jeenah, (2008) mengungkapkan bahwa
pendidikan, usia dan hubungan dengan pemberi pelayanan juga
memberi pengaruh yang cukup kuat menyebabkan seseorang untuk
tidak patuh pada pengobatan. Umur kurang dari 50 tahun cenderung
tidak patuh dibandingkan dengan umur di atasnya.
4. Jenis Kelamin
Beberapa penelitian yang dilakukan terhadap pasien yang mengalami
ketidakpatuhan menunjukkan bahwa laki-laki lebih tinggi 66%
dibandingkan perempuan (Munro et al, 2011)
5. Status Perkawinan

7
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Almond et al (2004) yang
memperlihatkan bahwa pasien yang belum menikah lebih besar
kemungkinannya untul tidak untuk kambuh dan tidak patuh daripada
yang telah menikah.
6. Pekerjaan
Penelitian Almond et al (2004) yang menemukan bahwa 97,4% pasien
yang tidak bekerja tidak patuh terhadap pengobatan dibandingkan
dengan yang bekerja.
7. Pendidikan
Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Susihar (2011) menggambarkan
bahwa pasien yang berpendidikan tinggi cenderung memiliki tuntutan
dan harapan yang tinggi sehingga kepuasannya terhadap pelayanan
yang diberikan kurang puas.
8. Lama sakit
Menurut Sutisna (2002 dalam Anjaswarni, 2002) menyatakan bahwa
pengalaman masa lalu terhadap suatu layanan akan mempengaruhi
sikap dan perilaku pasien. Jika hal tersebut menyenangkan maka mereka
akan bersikap positif dan begitupun sebaliknya.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Masalah-masalah keperawatan yang muncul sebagai akibat obat-obat
yang seharusnya diminum secara teratur dalam mengatur neurotransmitter
tidak diminum sesuai dengan dosis yang telah dianjurkan sehingga menimbulkan
dampak. Dampak awal akibat terputusnya pengobatan dapat berupa
mengurung diri, tidak ada gairah atau keinginan untuk melakukan aktivitas,
curiga dan melakukan tindakan kekerasan serta munculnya suara-suara.
Sehingga diagnosa keperawatan yang dapat ditetapkan berdasarkan data
subyektif dan objektif yang ditemukan pada pasien: Regimen Terapeutik in
Efektif

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

8
Diagnosa Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Keperawata
n
Regimen Pasien mau 1. Setelah 2x SP I

Terapeutik untuk pertemuan 1. Tanyakan pada


pasien dapat pasien tentang
in efektif mengonsum
a. Orang yang
menyebutkan
si obat tinggal
minimal satu serumah/teman
secara rutin
penyebab sekamar pasien
dan tidak b. Orang terdekat
ketidakkoopera
mengalami pasien
tifan dalam dirumah/diruang
depresi dan
meminum obat perawatan
keputusasaa berasal dari : 2. Beri kesempatan
pada pasien untuk
n. diri sendiri,
mengungkapkan
orang lain, perasaan penyebab
lingkungan, ketidak
kooperatifan dalam
pasien
melakukan terapi
mengetahu obat.
manfaat dan 3. Jelaskan kepada
pasien jenis-jenis
jenis obat.
obat yang di minum.
2. Setelah 2x 4. Jelaskan kepada
pertemuan pasien tentang
manfaat minum
pasien mampu
obat.
dapat 5. Anjurkan pasien
menggunakan memasukkan dalam
obat dengan jadwal kegiatan
harian
prinsip benar
SP II
dan tepat
1. Evaluasi jadwal
(nama obat
kegiatan harian
warna obat,
pasien

9
dosis, cara dan 2. Berikan pendidikan
waktu) kesehatan tentang 6
3. Setelah 2x benar dalam minum
pertemuan obat.
pasien dapat 3. Anjurkan pasien
menyebutkan memasukkan dalam
kerugian bila jadwal kegiatan
putus terapi harian
obat dan efek SP III
samping obat 1. Evaluasi jadwal
dan cara kegiatan harian
menanganinya. pasien
2. Jelaskan kepada
pasien mengenai
efek dari terapi
minum obat
3. Jelaskan kepada
pasien mengenai
akibat bila putus
terapi obat.
4. Anjurkan pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan
harian

VI. SUMBER
Departemen Kesehatan R. I.. (1993). Pedoman penggolongan dan diagnosis
gangguan jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Keliat, B.A. & Akemat. (2010). Model Praktek Keperawatan Profesional, Jakarta:
EGC

10
STRATEGI PELAKSANAA TINDAKAN KEPERAWATAN

(SPTK) REGIMENT TERAPEUTIK IN EFEKTIF

SP I

Proses Keperawatan

Kondisi Klien :

DS :

- Pasien sering menyendiri, sering bicara sendiri, mudah


tersinggung dan terkadang mengamuk tanpa ada sebab.

DO :

- Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak mau


minum obat karena pasien bosan dan jenuh harus
meminum obat setiap hari dan merasa dirinya sudah
sehat. Keluarga pasien mengatakan kurang
memperhatikan dan mengontrol obat pasien karena sibuk
dengan pekerjaanyang

Diagnosa Keperawatan :

Regimen terapeutik inefektif berhubungan dengan kurangnya dukungan keluarga


dalam kesembuhan pasien.

Tujuan Umum :

Pasien dapat minum obat teratur dan tidak terjadi kekambuhan

11
Tujuan Khusus :

1. Pasien mampu menyebutkan penyebab ketidakkooperatifan dalam meminum


obat.
2. Pasien dapat mengetahui manfaat minum obat
3. Pasien dapat mengetahui jenis-jenis obat yang di minum

Tindakan keperawatan :

1. Menanyakan pada pasien tentang


a. Orang yang tinggal serumah/teman sekamar pasien
b. Orang terdekat pasien dirumah/diruang perawatan
2. Memberi kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
ketidak kooperatifan dalam melakukan terapi obat.
3. Menjelaskan kepada pasien jenis-jenis obat yang di minum
4. Menjelaskan kepada pasien tentang manfaat minum obat

Proses Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan

ORIENTASI

1. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum, selamat pagi bu?”
“Perkenalkan nama saya suster fani, nama ibu siapa? Ibu senang nya dipanggil
apa?”
2. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana keadaan ibu hari ini? Apakah obatnya sudah ibu minum? Nah apa saja
yang ibu lakukan kemarin? Wah bagus ibu”
3. Kontrak :
a. Topik
“Ibu bagaimana kalua sekarang kita berbincang-bincang tentang obat yang ibu
minum? Apakah ibu bersedia?”

12
b. Waktu
“Berapa lama ibu ingin berbindang-bincang?”
“Bagaimana jika 15 menit?”
c. Tempat
”Dimana ibu ingin berbincang-bincang?”
d. Tujuan interaksi
”Tujuan kita berbincang-bincang saat ini untuk mengetahui pentingnya minum
obat dan juga untuk mengetahui jeni-jenis obat yang ibu minum.”

KERJA (Langkah – langkah tindakan keperawatan)

1. “Baik ibu, selama ini ibu tinggal dirumah dengan siapa? Adakah keluarga yang
membantu ibu dalam menjalani pengobatan?”
2. “Apakah yang menyebabkan ibu tidak mau minum obat?”
3. “Apakah ibu masih inga tapa saja obat yang ibu minum?”
4. “Jadi obat yang ibu minum ada tiga macam, yang berwarna orange namanya CPZ
gunanya untuk menenangkan, yang warna putih ini namanya THP gunanya agar
rileks, dan yang warnanya merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran ibu
menjadi tenang”
5. “Jika ibu minum obat secara teratur pikiran ibu menjadi tenang, istirahatnya pun
tenang, kondisi ibu akan menjadi lebih baik

TERMINASI

1. Evaluasi
a. Evaluasi klien (Subjektif)
“Bagaimana perasaan Ibu setelah berbincang-bincang dengan saya dan tahu
manfaat dan jenis- jenis obat.”
b. Evaluasi perawat (Objektif dan reinforcement)

13
“Coba ibu sebutkan kembali jenis-jenis obat dan manfaat meminum obat
secara teratur.” “Wah, bagus ibu hebat”
2. Rencana Tindak Lanjut ( apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil tindakan yang
telah dilakukan)
“Saya harap Ibu mengingat saya dan dapat mengingat jenis dan manfaat dari
minum obat serta mempraktekkan cara dan minum obat secara teratur.”
3. Kontrak Topik yang akan datang :
a. Topik
“Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan berbincang bincang lagi tentang
cara minum obat?”
b. Waktu
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang kembali besok jam 16.00 WIB
selama 15 menit, apakah Ibu setuju?”
c. Tempat
“Dimana ibu ingin berbincang-bincang? Bagaimana jika disini lagi ?” Baiklah bu
besok kita akan berbincang-bincang kembali jam 16.00. Sampai jumpa bu, saya
permisi. Assalamualaikum”

14
STRATEGI PELAKSANAA TINDAKAN KEPERAWATAN

(SPTK) REGIMENT TERAPEUTIK IN EFEKTIF

SP II

Proses Keperawatan

Kondisi Klien :

DS :

- Pasien mengatakan sudah mengerti mengenai manfaat


minum obat.
- Pasien mengatakan sudah mengenali jenis jenis obat yang
ia minum

DO :

- Pasien mampu menyebutkan jenis obat yang ia minum.


- Pasien siap mengikuti program pengobatan.

Diagnosa Keperawatan :

Regimen Terapeutik in efektif berhubungan dengan kurangnya dukungan keluarga


dalam kesembuhan pasien

Tujuan Umum :

Pasien dapat minum obat teratur dan tidak terjadi kekambuhan

Tujuan Khusus :

1. Pasien dapat mengetahui 6 benar dalam minum obat

Tindakan keperawatan :

15
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang 6 benar dalam minum obat.
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

Proses Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan

ORIENTASI

1. Salam Terapeutik
“Selamat sore ibu, bagaimana kabar hari ini? Sudah makan belum hari ini? Masih
ingat dengan saya? Saya suster yang kemarin sudah buat janji dengan ibu?”
2. Evaluasi / Validasi
“Apakah ibu sudah merasa lebih baik dari kemarin? Apakah obatnya sudah ibu
minum? Bagus kalau begitu”
3. Kontrak :
a. Topik
“Sesuai dengan janji kita kemarin, bagaimana kalau sekarang kita
membicarakan tentang cara minum obat yang ibu minum?”
b. Waktu
“Berapa lama ibu ingin berbincang-bincang?”
“Bagaimana jika ± 15 menit?”
c. Tempat
“Dimana ibu ingin berbincang-bincang?”
d. Tujuan interaksi
“Tujuan kita berbincang-bincang saat ini untuk mengetahui mengetahui
bagaimana cara minum obat yang benar.”

KERJA (Langkah – langkah tindakan keperawatan)

1. “Apakah ibu hari ini sudah mendapat obat dari perawat?”


2. “Sebelum minum obat ini, ibu harus mengecek dulu label di kotak obat apakah
benar nama ibu tertulis disana, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam

16
berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar.
Semuanya ini diminum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam.
Bagaimana apakah ibu sudah mengerti?”

TERMINASI

1. Evaluasi
a. Evaluasi klien (Subjektif)
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berbincang-bincang?”
b. Evaluasi perawat (Objektif dan reinforcement)
“Coba Ny.B sebutkan kembali kapan saja harus meminum obat dan cara
meminum obat.” “Wah, benar sekali ibu.”
2. Rencana Tindak Lanjut ( apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil tindakan yang
telah dilakukan)
“Jadwal minum obatnya sudah kita buat yaitu 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam.
Nah sekarang kita masukkan ke dalam jadwal minum obat yang telah kita buat ya
bu, jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya bu.”
3. Kontrak Topik yang akan datang :
a. Topik
“Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan berbincang- bincang tentang
efek terapi meminum obat dan akibat putus obat.”
b. Waktu
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang kembali besok jam 09.00 WIB
selama 10 menit, apakah Ibu setuju?”
c. Tempat
“Mau dimana besok kita berbincang-bincang? “Baiklah sampai bertemu lagi.
Selamat sore ibu.”

17
STRATEGI PELAKSANAA TINDAKAN KEPERAWATAN

(SPTK) REGIMENT TERAPEUTIK IN EFEKTIF

SP III

Proses Keperawatan

Kondisi Klien :

DS :

- Pasien mengatakan mengerti mengenai cara minum obat


dengan benar

DO :

- Pasien terlihat mengikuti program pengobatan dengan


baik

Diagnosa Keperawatan :

Regimen terapetik in efektif berhubungan dengan keputusasaan konsumsi obat


dan depresi

Tujuan Umum :

Pasien dapat minum obat teratur dan tidak terjadi kekambuhan

Tujuan Khusus :

1. Pasien dapat mengetahui efek terapi minum obat


2. Pasien dapat mengetahui akibat bila putus terapi obat

Tindakan keperawatan :

18
1. Mengevaluasi jadwal harian pasien

2. Menjelaskan kepada pasien mengenai efek dari terapi minum obat

3. Menjelaskan kepada pasien mengenai akibat bila putus terapi obat

Proses Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan

ORIENTASI

1. Salam Terapeutik
“Selamat pagi ibu bagaimana ibu kabarnya hari ini? Bagaimana tidurnya semalam?
Bagaimana jadwal yang kemarin kita buat apakah sudah bu isi? Wah bagus sekali
ternyata jadwal lembaran terisi penuh?”
2. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana keadaan Ny.B hari ini? Apa sudah lebih baik dari kemarin? Apakah
obatnya sudah ibu minum? Bagus kalau begitu. Nah apa saja yang ibu lakukan
kemarin?”
3. Kontrak :
a. Topik
“Sesuai dengan janji kita kemarin, bagaimana kalau sekarang kita
membicarakan tentang efek terapi minum obat dan akibat bila putus minum
obat”
b. Waktu
“Kita akan berbicara selama 10 menit, apakah ibu bersedia?”
c. Tempat
“Dimana kita mau berbicara?”
d. Tujuan interaksi
“Tujuan kita berbincang-bincang saat ini untuk mengetahui mengetahui
tentang efek terapi minum obat akibat bila ibu putus minum obat”

KERJA (Langkah – langkah tindakan keperawatan)

19
1. “Bagaimana jadwal yang kemarin kita buat apakah sudah bu isi? Wah bagus
sekali”
2. “Setelah ibu mengikuti aturan terapi obat, jika nanti sehabis minum obat, mulut
ibu terasa kering, ibu bisa banyak minum air putih dan mengonsumsi buah-
buahan.”
3. “Program terapi obat ini harus ibu ikuti secara teratur dan kemungkinan besar
harus diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya ibu
tidak menghetikan sendiri obat yang harus diminum walaupun ibu sudah merasa
sehat sebelum membicarakannya dengan dokter

TERMINASI

1. Evaluasi
a. Evaluasi klien (Subjektif)
“Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang dengan saya dan tahu
efek terapi obat dan akibat bila putus minum obat.”
b. Evaluasi perawat (Objektif dan reinforcement)
“Coba ibu sebutkan kembali apa yang harus dilakukan jika ada tanda efek
terapi minum obat dan apa akibat bila putus minum obat.” “Wah, bagus ibu “
2. Rencana Tindak Lanjut ( apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil tindakan yang
telah dilakukan)
“Saya harap Ibu mengingat saya dan mempraktikkan cara dan minum obat teratur
jangan lupa masukkan dalam kegiatan harian”
3. Kontrak Topik yang akan datang :
a. Topik
“Baiklah saya rasa cukup untuk hari ini ibu. Kegiatan minum obat secara
teratur akan saya masukkan ke dalam jadwal harian ibu, apakah ibu setuju
atau tidak?”
b. Waktu
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang kembali besok jam 16.00 WIB
selama 10 menit, apakah Ibu setuju”
c. Tempat

20
“Mau dimana besok kita berbincang-bincang? Baiklah sampai bertemu lagi.
Selamat sore bu”

21

Anda mungkin juga menyukai