“TERAPI LINGKUNGAN”
Disusun oleh :
NIM :A1C219089
KELAS : B
TAHUN 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
Klien dengan gangguan jiwa psikotik, mengalami penurunan daya nilai realitas (reality
testing ability). Klien tidak lagi mengenali tempat, waktu, dan orang-orang di sekitarnya. Hal ini
dapat mengakibatkan klien merasa asing dan menjadi pencetus terjadinya ansietas pada klien.
Untuk menanggulangi kendala ini, maka perlu ada aktivitas yang member stimulus tersebut
meliputi stimulus tentang realitas lingkungan yaitu diri sendiri, orang lain, waktu, dan tempat.
Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok dan saling berhubunganuntuk
memenuhi kebutuhan sosial, secara alamiah individu selalu berada dalam kelompok.Dengan
demikian dasarnya individu memerlukan timbal balik yang di dapatkan darikelompok.
TINJAUAN TEORITIS
Lingkungan telah didefinisikan dengan berbagai pandangan, lingkungan merujuk pada keadaan
fisik, psikologis, dan social diluar batas system, atau masyarakat dimana system itu berada (Murray Z.,
1985).
Menurut ICN, pada tahun 2020 nanti diseluruh dunia akan terjadi pergeseran penyakit.
Perubahan sosial ekonomi yang sangat cepat dan situasi sosial politik Indonesia yang tidak menentu
menyebabkan semakin tingginya angka pengangguran, kemiskinan, dan kejahatan, situasi ini dapat
meningkatkan angka kejadian krisis dan gangguan mental dalam kehidupan manusia, pada saat ini
terjadi peningkatan sekitar 20%.Menurut Bloom, 60% faktor yang menentukan status kesehatan
seseorang adalah kondisi lingkungannya. Upaya terapi harus bersifat komprehensif, holistik, dan
multidisipliner.
Terapi Lingkungan adalah tindakan penyembuhan pasien melalui manipulasi dan modifikasi
unsur-unsur yang ada pada lingkungan dan berpengaruh positif terhadap fisik dan psikis individu serta
mendukung proses penyembuhan ( Farida Kusumawati & Yudi Hartono, 2011)
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi perubahan perilaku
pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan
rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan
berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.
1. Meningkatkan pengalaman positif pasien khususnya yang mengalami gangguan mental, dengan cara
membantu individu dalam mengembangkan harga diri
Mencakup struktur dari bentuk bangunan baik eksternal maupun internal. Bagian eksternal
meliputi struktur luar rumah sakit, yaitu lokasi dan letak gedung sesuai dengan program pelayanan
kesehatan jiwa, salah satunya kesehatan jiwa masyarakat. Berada di tengah-tengah pemukiman
penduduk atau masyarakat sekitarnya serta tidak diberi pagar tinggi. Hal ini secara psikologis diharapkan
dapat membantu memelihara hubungan terapeutik pasien dengan masyarakat. Memberikan
kesempatan pada keluarga untuk tetap mengakui keberadaan pasien serta menghindari kesan terisolasi.
Bagian internal gedung meliputi penataan struktur sesuai keadaan rumah tinggal yang
dilengkapi ruang tamu, ruang tidur, kamar mandi tertutup, WC, dan ryang makan. Masing-masing
ruangan tersebut diberi nama dengan tujuan untuk memberikan stimulasi pada pasien khususnya yang
mengalami gangguan .Setiap ruangan harus dilengkapi dengan jadwal kegiatan harian, jadwal terapi
aktivitas kelompok, jadwal kunjungan keluarga, dan jadwal kegiatan khusus misalnya rapat ruangan.
Fasilitas-fasilitas berupa alat kerumahtanggaan meliputi lemari, kursi, meja, peralatan dapur,
peralatan makan, mandi, dsb. Semua perlengkapan diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan
pasien bebas berhubungan satu dengan yang lainnya serta menjaga privasi pasien.
Lebih ditekankan pada jarak hubungan interpersonal individu serta sangat dipengaruhi oleh
social budaya.
4.Lingkungan Psikososial
Lingkungan yang kondusif yaitu fleksibel dan dinamis yang memungkinkan pasien berhubungan dengan
orang lain dan dapat mengambil keputusan serta toleransi terhadap tekanan eksternal.
Beberapa prinsip yang perlu diyakini petugas kesehatan dalam berinteraksi dengan pasien antara lain :
a. Tingkah laku dikomunikasikan dengan jelas untuk mempertahankan, mengubah tingkah laku pasien.
b. Penerimaan dan pemeliharaan tingkah laku pasien tergantung dari tingkah laku partisipasi petugas
kesehatan dan keterlibatan pasien dalam kegiatan belajar.
c. Perubahan tingkah laku pasien tergantung pada perasaan pasien sebagai anggota kelompok dan
pasien dapat mengikuti atau mengisi kegiatan.
Mempertahankan kontak dengan lingkungan misalnya adanya kalender harian dan adanya papan nama
dan tanda pengenal bagi petugas kesehatan
1. Terapi rekreasi
Yaitu terapi yang menggunakan kegiatan pada waktu luang, dengan tujuan pasien dapat
melakukan kegiatan secara konstruktif dan menyenangkan serta mengembangkan kemampuan
hubungan sosial. Contohnya: berenang, main kartu, dan karambol.
Perawat dalam terapi ini dapat sebagai leader atau bekerja sama denagn orang lain yang ahli
dalam bidangnya karena harus sesuai dengan bakat dan minat, serta memberikan kesempatan pada
klien untuk menyalurkan/ mengekspresikan perasaannya. Contohnya: menari dan menyanyi.
Memberikan kesempatan pasien untuk mengekspresikan tentang apa yang terjadi dengan
dirinya. Dengan menggambar akan menurunkan ketegangan dan memusatkan pikiran pada kegiatan.
Terapi dengan membaca seperti novel, majalah dan buku- buku lain. Dimana pasien diharapkan
untuk mendiskusikan pendapatnya setelah membaca.Tujuannya adalah untuk mengembangkan
wawasan diri dan bagaimana mengekspresikan perasaan/pikiran dan perilaku yang sesuai dengan
norma-norma yang ada.
5.Pet therapy
Terapi ini bertujuan untuk menstimulasi respon pasien yang tidak mampu mengadakan
hubungan interaksi dengan orang-orang dan pasien biasanya merasa kesepian, menyendiri, dan
menggunakan objek binatang untuk bermain.
6. Plant therapy
Terapi ini bertujuan untuk mengajar pasien untuk memelihara segala sesuatu/mahluk hidup,
dan membantu hubungan yang akrab antara satu pribadi kepada pribadi lainnya dengan memelihara
tumbuhan, mulai dari menanam dan memelihara, serta menggunakannya saat tanaman dipetik.
Model ini sangat umum dikenal oleh masyarakat serta biasanya dilakukan dengan pendekatan
agama/moral yang menekankan tentang dosa dan kelemahan individu. Model terapi seperti ini sangat
tepat diterapkan pada lingkungan masyarakat yang masih memegang teguh nilai-nilai keagamaan dan
moralitas di tempat asalnya, karena model ini berjalan bersamaan dengan konsep baik dan buruk yang
diajarkan oleh agama. Maka tidak mengherankan apabila model terapi moral inilah yang menjadi
landasan utama pembenaran kekuatan hukum untuk berperang melawan penyalahgunaan narkoba.
Model ini memakai konsep dari program terapi komunitas, dimana adiksi terhadap obat-obatan
dipandang sebagai fenomena penyimpangan sosial (social disorder). Tujuan dari model terapi ini adalah
mengarahkan perilaku yang menyimpang tersebut ke arah perilaku sosial yang lebih layak. Hal ini
didasarkan atas kesadaran bahwa kebanyakan pecandu narkoba hampir selalu terlibat dalam tindakan a-
sosial termasuk tindakan kriminal. Kelebihan dari model ini adalah perhatiannya kepada perilaku adiksi
pecandu narkoba yang bersangkutan, bukan pada obat-obatan yang disalahgunakan. Prakreknya dapat
dilakukan melalui ceramah, seminar, dan terutama terapi berkelompok (encounter group).
Tujuannya tidak lain adalah melatih pertanggung-jawaban sosial setiap individu, sehingga kesalahan
yang diperbuat satu orang menjadi tanggung-jawab bersama-sama. Inilah yang menjadi keunikan dari
model terapi sosial.
3) Model Terapi Psikologis
Model ini diadaptasi dari teori psikologis Mc Lellin, dkk yang menyebutkan bahwa perilaku adiksi
obat adalah buah dari emosi yang tidak berfungsi selayaknya karena terjadi konflik, sehingga pecandu
memakai obat pilihannya untuk meringankan atau melepaskan beban psikologis itu. Model terapi ini
mementingkan penyembuhan emosional dari pecandu narkoba yang bersangkutan, dimana jika
emosinya dapat dikendalikan maka mereka tidak akan mempunyai masalah lagi dengan obat-obatan.
Jenis dari terapi model psikologis ini biasanya banyak dilakukan pada konseling pribadi, baik dalam pusat
rehabilitasi maupun dalamterapipribadi.
Model ini menyatakan bahwa perilaku adiksi obat adalah hasil sosialiasi seumur hidup dalam
lingkungan sosial atau kebudayaan tertentu. Dalam hal ini, keluarga seperti juga lingkungan dapat
dikategorikan sebagai “lingkungan sosial dan kebudayaan tertentu”.Dasar pemikirannya adalah, bahwa
praktek penyalahgunaan narkoba oleh anggota keluarga tertentu adalah hasil akumulasi dari semua
permasalahan yang terjadi dalam keluarga yang bersangkutan. Sehingga model ini banyak menekankan
pada proses terapi untuk kalangan anggota keluarga dari para pecandu narkoba tersebut
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terapi lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan kita, yang diciptakan untuk
pengobatan termasuk fisik dan sosial.Suatu manipulasi ilmiah pada lingkungan yang bertujuan untuk
menghasilkan perubahan pada perilaku pasien dan untuk mngembangkan keterampilan emosional dan
sosial.
Tujuan terapi lingkungan ini membantu individu untuk mengembangkan rasa harga diri,
mengembangkan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, membantu belajar mempercayai
orang lain, dan mempersiapkan diri untuk kembali ke masyarakat.
Komponen yang harus diperhatikan dalam terapi lingkungan adalah fisik, intelektual, sosial, emosional
dan spiritual.
3.2 Saran
Sebagai seorang perawat yang bertugas dalam terapi lingkungan harus dapat menilai diri
tentang kesadaran diri, kekuatan, dan kemampuan dalam hal pengetahuan dan kebudayaan karena itu
sangat membantu untuk bertoleransi terhadap perilaku-perilaku yang ditujukan oleh pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Purwaningsih, Wahyu, dkk, Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta : Nuha Medika press, 2009.
2. Stuart, G. W, and Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC, 1998.
3. Yosep, Iyus, Keperawatan Jiwa (edisi revisi). Bandung : PT Refika Aditama, 2007.
4. Struart, G. W and sundeen. (1995) Principle and practice of psychiatric Nursing. 5th ed. St Louis Mosby
Year Book.
5. http://ryrilumoet.blogspot.com/2012/06/keperawatan-jiwa-terapi-lingkungan.html