2022
Regimen
Terapeutik dan
Terapi Spesialis
Kepewatannya
Nursing Specialist Therapy
and Therapeutic Regimen
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
Untuk mengetahui definisi dari regimen terapeutik dan pemberian terapi
spesialis
1.4 MANFAAT
1. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pengetahuan serta ilmu pendidikan di bidang
kesehatan mengenai asuhan keperawatan jiwa dengan regimen
terapeutik
2. Bagi Pembaca
Memberikan wawasan serta pengetahuan tentang asuhan keperawatan
jiwa dengan regimen terapeutik
3. Bagi Institusi
Dapat menjadi pertimbangan untuk di terapkan di dunia pendidikan pada
lembaga-lembaga di bidang kesehatan sebagai solusi terhadap
permasalahan pendidikan dan sistem informasi kesehatan di masyarakat
yang ada saat ini
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Manajemen regimen terapeutik adalah pola dalam mengatur dan
mengintegrasikan progam terapi ke dalam kehidupan yang memuaskan dan
mencukupi sesuai dengan tujuan pemulihan kesehatan yang ingin dicapai.
(NANDA, 2010).
Ketidakefektifan individu dalam melakukan pemberian regimen
terapetik atau pemberian obat secara rutin dan tepat karena
ketidakefektifan keluarga dalam melakukan terapi sehingga menyebabkan
keputusasaan klien. (Prabowo Eko. 2014)
Regimen terapeutik adalah pengobatan yang terputus pada saat
dirumah sehingga terapi yang dijalani oleh pasien berhenti yang
mengakibatkan gangguan jiwa yang dialami pasien terjadi kembali
(Wahyudi,2014).
2.2 PENYEBAB
Kompleksitas regimen : banyaknya obat yang harus diminum dan
toksisitas serta efek samping obat dapat merupakan faktor penghambat
dalam penyelesaian terapi pasien. Secara umum, semakin kompleks regimen
pengobatan, semakin kecil kemungkinan pasien akan mematuhinya.
Indikator dari kompleksitas dari suatu pengobatan adalah frekuensi
pengobatan yang harus dilakukan oleh pasien itu sendiri, misalnya frekuensi
minum obat dalam sehari. Pasien akan lebih patuh pada dosis yang
diberikan satu kali sehari daripada dosis yang diberikan lebih sering,
misalnya tiga kali sehari. (Badan POM RI, 2006).
4
2.3 JENIS
2.3.1 Psikofarmakologi
Penanganan penderita gangguan jiwa dengan cara ini adalah
dengan memberikan terapi obat-obatan yang akan ditujukan pada
gangguan fungsi neuro-transmitter sehingga gejala-gejala klinis tadi
dapat dihilangkan. Terapi obat diberikan dalam jangka waktu relatif
lama, berbulan bahkan bertahun. Akibat dari klien tidak mengonsumsi
obat secara teratur kemudian putus obat sehingga klien depresi, dan
gangguan jiwa yang di alami klien kambuh (Akemat, dkk; 2008).
2.3.2 Psikoterapi
Terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah
diberikan terapi psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana
kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri
sudah baik. Psikoterapi ini bermacam-macam bentuknya antara lain
psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan dorongan,
semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan
semangat juangnya. Psikoterapi Re-eduktif dimaksudkan untuk
memberikan pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki
kesalahan pendidikan di waktu lalu, psikoterapi rekonstruktif
dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah
mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula
sebelum sakit, psikologi kognitif, dimaksudkan untuk memulihkan
kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga
penderita mampu membedakan nilai- nilai moral etika. Psikoterapi
perilaku dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang
terganggu menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri,
psikoterapi keluarga dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan
keluarganya. Klien kurang mendapat dukungan untuk melakukan
5
Jika klien gagal dalam melakukan terapi misalkan kien belum bisa
di trima oleh keluarga dan lingkungannya maka kemungkinan besar klien
akan kambuh dan bisa melakukan hal-hal seperti :
a) Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan, kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai
ancaman. Kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau
diungkapkan tampa menyakiti orang lain akan memberikan kelegaan dan
tidak menimbulkan masalah. Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat
menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan
menentang.
7
tegang, cepat tersinggung, atau marah tanpa alasan yang jelas.( Hawari,
2007).
2.7 DAMPAK
Jika klien gagal dalam terapi atau putus obat maka akibatnya klien
akan kambuh jiwanya misalkan klien akan depresi, sering menyendiri
menarik diri, cemas, suasana perasaannya mudah tersinggung (Wahyudi,
2010). Dampak-dampak gangguan jiwa bagi keluarga, seperti:
a. Penolakan
Sering terjadi dan timbul ketika ada keluarga yang menderita
gangguan jiwa, pihak anggota keluarga lain menolak penderita
tersebut dan menyakini memiliki penyakit berkelanjutan. Selama
episode akut anggota keluarga akan khawatir dengan apa yang terjadi
pada mereka cintai. Pada proses awal, keluarga akan melindungi orang
yang sakit dari orang lain dan menyalahkan dan merendahkan orang
yang sakit untuk perilaku tidak dapat diterima dan kurangnya prestasi.
Sikap ini mengarah pada ketegangan dalam keluarga, dan isolasi dan
kehilangan hubungan yang bermakna dengan keluarga yang tidak
mendukung orang yang sakit (Sheewangisaw, 2012).
Tanpa informasi untuk membantu keluarga belajar untuk
mengatasi penyakit mental, keluarga dapat menjadi sangat pesimis
tentang masa depan. Sangat penting bahwa keluarga menemukan
sumber informasi yang membantu mereka untuk memahami
bagaimana penyakit itu mempengaruhi orang tersebut. Mereka perlu
tahu bahwa dengan pengobatan, psikoterapi atau kombinasi keduanya,
mayoritas orang kembali ke gaya kehidupan normal (Sheewangisaw,
2012).
9
b. Stigma
Informasi dan pengetahuan tentang gangguan jiwa tidak semua
dalam anggota keluarga mengetahuinya. Keluarga menganggap
penderita tidak dapat berkomunikasi layaknya orang normal lainnya.
Menyebabkan beberapa keluarga merasa tidak nyaman untuk
mengundang penderita dalam kegiatan tertentu. Hasil stigma dalam
begitu banyak di kehidupan sehari-hari, Tidak mengherankan, semua
ini dapat mengakibatkan penarikan dari aktif berpartisipasi dalam
kehidupan sehari-hari (Sheewangisaw, 2012).
c. Frustrasi, Tidak berdaya dan Kecemasan
Sulit bagi siapa saja untuk menangani dengan pemikiran aneh
dan tingkah laku aneh dan tak terduga. Hal ini membingungkan,
menakutkan dan melelahkan. Bahkan ketika orang itu stabil pada obat,
apatis dan kurangnya motivasi bisa membuat frustasi. Anggota
keluarga memahami kesulitan yang penderita miliki. Keluarga dapat
menjadi marah marah, cemas, dan frustasi karena berjuang untuk
mendapatkan kembali ke rutinitas yang sebelumnya penderita lakukan
(Sheewangisaw, 2012).
d. Kelelahan dan Burnout
Seringkali keluarga menjadi putus asa berhadapan dengan
orang yang dicintai yang memiliki penyakit mental. Mereka mungkin
mulai merasa tidak mampu mengatasi dengan hidup dengan orang
yang sakit yang harus terus-menerus dirawat. Namun seringkali,
mereka merasa terjebak dan lelah oleh tekanan dari perjuangan
sehari-hari, terutama jika hanya ada satu anggota keluarga mungkin
merasa benar-benar di luar kendali. Hal ini bisa terjadi karena orang
yang sakit ini tidak memiliki batas yang ditetapkan di tingkah lakunya.
Keluarga dalam hal ini perlu dijelaskan kembali bahwa dalam merawat
penderita tidak boleh merasa letih, karena dukungan keluarga tidak
10
1) Sublimasi adalah kehendak pikiran atau tindakan sadar yang tidak dapat
di terima oleh lingkungan atau masyarakat disalurkan menjadi aktivitas
nilai sosial yang tinggi, contoh : seseorang yang suka berkelahi beralih
menjadi atlet petinju (Hawari, 2007)
2) Represi adalah implus yang diterima oleh ege dari ide tidak dapat
diterima oleh kesadaran karena ada ancaman dari super ego, sehingga
menimbulkan kecemasan. Untuk menghalau kecemasan tersebut, ego
menekan implus tersebut kealam bawah sadar dengan kata lain
seseorang berusaha sekuat mungkin untuk melupakan dorongan yang
harus dipuaskan sebagai sesuatu yang tidak pernah ada. (Hawari, 2007)
3) Proyeksi (sumber-sumber ancaman) adalah dari dunia luar dan bukan
bersumber dari implus primitifnya. Pengubahan menjadi lebih mudah
karena ketakutan neurotis dan ketakutan mora itu kedua-duanya
bersumber dari dunia luar. Proyeksi memiliki tujuan rangkap yaitu
mengurangi ketegangan dan alasan (yang sebenarnya pura-pura)
mempertahankan diri agar daam posisi aman (Hawari, 2007)
4) Menurut (Koeswara, 1991), displacement ialah pengungkapan dorongan
yang menimbulkan kecemasan kepada objek atau individu yang kurang
berbahaya atau kurang mengancam dibandingkan dengan objek atau
individu yang semula. Adapun menurut (Corey, 2003) displacement
adalah suatu mekanisme pertahanan ego yang mengarahkan energi
kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau orang yang
sesungguhnya, tidak bisa dijangkau. Lebih lanjut lagi, menurut (Poduska,
2000) displacement ialah mekanisme pertahanan ego dengan mana anda
melepaskan gerak-gerik emosi yang asli, dan sumber pemindahan ini
dianggap sebagai suatu target yang aman. Mekanisme pertahanan ego
ini, melimpahkan kecemasan yang menimpa seseorang kepada orang lain
yang lebih rendah kedudukannya.
12
serta perawatan lanjutan. Ketika pasien sudah pulang ke rumah, maka peran
perawat digantikan oleh keluarga pasien, sehingga konsep pemberdayaan
keluarga harus diterapkan oleh perawat. Konsep pemberdayaan keluarga
mencakup kolaborasi antara perawat dengan keluarga. Kolaborasi perawat
dan keluarga merupakan aspek penting karena keluarga mempunyai hak
dan tanggung jawab dalam memutuskan kesehatan keluarganya. Keluarga
perlu dilibatkan pada setiap tindakan keperawatan, dan pada
implementasinya merupakan penggabungan peran perawat dan keluarga
dalam penyelesaian masalah (Keliat, 2003).
Menurut Keliat (2010), pendidikan kesehatan yang diberikan kepada
keluarga setelah lepas dari perawatan di rumah sakit untuk mencegah relaps
pasien :
a. Jenis dan macam obat
Pasien dan keluarga dijelaskan mengenai jenis obat yang dipakai yang
meliputi : nama obat disertai guna dan manfaatnya termasuk jelaskan
warna obat yang biasa ditemukan.
b. Dosis
Jelaskan dosis, dapat dikaitkan dengan warna dan besar kecilnya obat
disertai ukuran seperti 1 mg, 2 mg, 5 mg, dll.
c. Waktu pemakaian/pemberian obat
Pemberian obat sering disebut 1x perhari, 2x perhari atau 3x perhari
seringkali ditambahkan minum obat setelah makan sehingga pemahaman
pasien dan keluarga dapat berbeda – beda oleh karena itu informasi yang
diberikan perawat harus jelas, misalnya makan obat 3x perhari setelah
makan pada jam 7 pagi, 1 siang, dan 19 malam.
d. Akibat berhenti obat
Perlu dijelaskan kepada pasien dan keluarga tentang akibat
memberhentikan obat tanpa konsultasi yaitu relaps karena pada tubuh
pasien tidak cukup zat yang dapat mengontrol perilaku, pikiran, atau
15
status kognitif saat ini untuk dirubah dari status kognitif negatif menjadi
status kognitif positif.
Aspek kognitif dalam CBT antara lain mengubah cara berpikir,
kepercayaan, sikap, asumsi, imajinasi dan memfasilitasi individu belajar
mengenali dan mengubah kesalahan dalam aspek kognitif. Sedangkan
aspek behavioral dalam CBT yaitu mengubah hubungan yang salah antara
situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan, belajar
mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa
lebih baik, serta berpikir lebih jelas.
Konselor atau terapis cognitive-behavior biasanya menggunakan
berbagai teknik intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku
sasaran dengan siswa. Teknik yang biasa dipergunakan oleh para ahli
(McLeod, 2006) yaitu:
1 Menata keyakinan irasional.
2 Bibliotherapy, menerima kondisi emosional internal sebagai sesuatu
yang menarik ketimbang sesuatu yang menakutkan.
3 Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role
play dengan konselor.
4 Mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam
situasi ril.
5 Mengukur perasaan, misalnya dengan mengukur perasaan cemas
yang dialami pada saat ini dengan skala 0-100.
6 Menghentikan pikiran, individu belajar untuk menghentikan pikiran
negative dan mengubahnya menjadi pikiran positif.
7 Desentisisasi sistematis. Digantinya respons takut dan cemas dengan
respon relaksasi yang telah dipelajari.
8 Pelatihan keterampilan sosial.
9 Assertiveness skill training atau pelatihan keterampilan supaya bisa
bertindak tegas.
20
Manfaat :
Terapi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi keluarga dan klien dengan
schizophrenia.
1. Bagi keluarga, dapat memiliki kemampuan untuk merawat klien
dan mengatasi masalah yang timbul karena merawat klien
2. Bagi klien, secara tidak langsung mendapatkan perawatan optimal
keluarga
2. Persuasif
Psikotrapi yang dilakukan dengan menerangkan secara masuk akal
tentang gejala-gejala penyakitnya yang timbul akibat cara berpikir,
perasaan dan sikap terhadap masalah yang dihadapi.
Sikap terapis :
a. Berusaha membangun, mengubah dan menguatkan impuls-
impuls tertentu serta membebaskan dari impuls yang
mengganggu secara masuk akal dan sesuai hati nurani.
b. Berusaha meyakinkan pasien dengan alasan yang masuk akal
bahwa gejalanya akan hilang.
Topik pembahasan : ide dan kebiasaan pasien yang mengarah
kepada terjadinya gejala
3. Reassurance
Psikoterapi yang berusaha meyakinkan kembali kemampuan pasien
bahwa ia sanggup mengatasi masalah yang dihadapinya.
Sikap terapis : meyakinkan secara tegas dengan menunjukkan hasil-
hasil yang telah dicapai pasien
Topik pembahasan : pengalaman pasien yang berhasil nyata
4. Sugestif
Psikoterapi yang berusaha menanamkan kepercayaan pada pasien
bahwa gejala gangguannya akan hilang.
Sikap terapis : meyakinkan dengan tegas bahwa gejala penyakit
pasien akan menghilang
Topik pembahasan :
gejala-gejala bukan karena kerusakan organik/fisik dan timbulnya
gejala-gejala tersebut adalah tidak logis.
5. Bimbingan
Psikoterapi yang memberi nasehat dengan penuh wibawa dan
pengertian
24
A. Salam Terapeutik
“Selamat pagi Bunga ! bagaimana Bunga sudah di coba latian
vollynya?? Bagus sekali “
B. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana keadaan Bunga hari ini? Apa sudah lebih baik dari
kemarin? Apakah obatnya sudah Bunga minum? Bagus kalau
begitu. Nah apa saja yang Bunga lakukan kemarin? Wah bagus
Bunga”
C. Kontrak
“Sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu, bagaimana kalau
sekarang kita membicarakan tentang obat yang Bunga minum?
“Dimana kita mau berbicara?” Bagaimana kalau di taman!”
“ Berapa lama Bunga mau kita berbicara? Bagaimana kalau 30
menit?”
2. Kerja
“Bunga, berapa macam obat yang diminun? Jam berapa saja obat
diminum?”
“Bunga perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya
juga tenang. Obatnya ada tiga macam, yang berwarna orange namanya
CPZ gunanya untuk menenangkan, yang warna putih ini namanya THP
gunanya agar rileks, dan yang warnanya merah jambu ini namanya
HLP gunanya agar pikiran Bunga tenang. Semuanya ini diminum 3 kali
sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam. Jika nantik setelah
27
3. Terminasi
a) Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan Bunga setelah berbincang-bincang dengan
saya dan tahu jadwal meminum obat.”
b) Evaluasi Objektif
“Coba Bunga sebutkan kembali jadwal minum obat secara
teratur.”
c) Kontrak
1 Topik : “Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan
berbincang bincang lagi tentang cara minum obat.”
2 Tempat : “Mau dimana besok kita berbincang-bincang,
bagaimana kalau di tempat ini lagi ? Baiklah sampai bertemu
lagi. Selamat sore B”
3 Waktu : “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang kembali
besok jam 16.00 WIB selama 15 menit, apakah bapak setuju
?”
28
BAB III
PEMBAHASAN
tanggal 03 Maret 2010 – 04 Mei 2010, 07 Juli 2010 menjalani rawat jalan,
12 Agustus 2010 – 06 Oktober 2010, 04 November 2010 – 05 Januari 2011,
10 Februari 2011 – 16 Maret 2011, 06 April 2011 – 14 September 2011, 30
November 2011 – 21 Maret 2012, 12 September 2012 – 21 November
2012 dan yang terakhir 23 Januari 2013 – sekarang.
Keluarga mengatakan pasien mengalami gangguan jiwa sejak
bertahun-tahun. Pasien memiliki trauma sering dipukul oleh kakaknya
pada waktu remaja (sekitar usia 15 tahun). Nenek klien juga mengalami
gangguan jiwa dengan gejala yang sama seperti pasien. Pasien mengaku
pernah pergi meninggalkan rumah dan tidak kembali. Pasien mempunyai
riwayat TB dan sedang menjalani program pengobatan OAT. Pasien
mengatakan sering batuk saat diruangan.
Pasien mengatakan menyukai semua anggota tubuhnya karena
merupakan anugerah dari Tuhan. Pasien mengatakan bahwa dirinya sudah
tua dan terlambat mendekati wanita untuk diajak menikah. Pasien minder
saat bergaul dengan pasien lainnya karena pasien mengatakan bahwa dia
adalah seorang artis. Pasien mengetahui identitas dirinya sendirinya,
pernah bekerja sebagai petani, beragama islam dan mengaku pernah
sekolah sampai lulus STM. Saat di RS pasien mengatakan sering disuruh
mencuci baju dan mencuci piring, tetapi kalau tidak disuruh pasien
cenderung mondar-mandir, bicara sendiri dan menyanyi. Pasien merasa
tidak dihiraukan dan dijauhi oleh teman-temannya.
Pasien mengatakan tidak ada orang yang berarti, karena selama sakit
pasien merasa tidak dihiraukan oleh keluarga dan teman-temannya. Pasien
ingin berkumpul dengan teman-temannya, namun pasien merasa tidak
dihiraukan. Pasien Bergama Islam, dan menurutnya penyakitnya adalah
takdir dari Tuhan. Pasien mengatakan hanya menjalankan sholat ashar,
karena sholat 5 waktu hanya untuk anak-anak.
33
Faktor Predisposisi
10. Trauma sering dipukul oleh kakaknya saat 12. Pernah sekolah sampai STM
remaja. 13. Dulu bekerja sebagai petani
11. Pasien merasa minder, merasa tidak
dihiraukan oleh orang lain dan keluarga
14. Agama Islam tapi hanya
12. Kurang Faktor Presipitasi
dukungan keluarga menjalankan sholat ashar
Penilaian
Sumber Koping
Mekanisme Koping
Destruktif : Destruktif :
- Aktivitas yang memberikan pelarian Focus pada masalah : - Penggunaan Fantasi
sementara dari krisis identitas diri Negosiasi, konfrontasi, advice - Disosiasi
- Aktivitas yang memberikan identitas - Isolasi
pengganti sementara Kognitif : perbandingan positif,
- Proyeksi
- Aktivitas sementara menguatkan atau Pengabaian selektif, substitusi - Pengalihan
meningkatkan perasaan diri yang Reward, mengurangi objek yang - Splitting
tidak menentu Diharapkan. - Berbalik marah/benci
- Membangun kepercayaan diri dan terhadap diri sendiri
optimis Emosi : mekanisme - Amuk
- Memanfaatkan dukungan Pertahanan diri : denial, supresi - Penyalahgunaan obat
keluarga/orang terdekat
- Komunikasi terbuka
- Pemenuhan peran yang signifikan
- Mengungkapkan penerimaan diri
- Menerima kritikan dari orang lain
- Mengidentifikasi alternative dan
kemungkinan yang akan timbul
- Mengidentifikasi sumber-sumber yang
diperlukan untuk mendukung setiap
alternatif
Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
36
ROLE PLAY
Family Psychoeducation (FPE)
saja. Lama kegiatan 60 menit. Nanti saya akan memberikan buku sebagai
catatan untuk mbak dan keluarga, setiap pertanyaan yang saya berikan
silahkan ditulis dibukunya. Apa mbak setuju dan mau mengikuti kegiatan
dari awal sampai selesai?”
Keluarga : “Iya suster. Saya mau.”
Perawat : “Kegiatannya kita lakukan diruang perawat saja ya mbak.”
Keluarga : “Iya suster.”
2. Fase Kerja
Perawat : “Sejak kapan Tn. A mengalami gejala gangguan jiwa?”
Keluarga : “Tn. A dulunya mau menikah suster, tapi perempuan yang ingin
dia nikahi ternyata menikah dengan orang lain. Tn. A lalu menyalahkan
dirinya sendiri, Tn. A menganggap karena Cuma sebagai petani, hanya
lulusan STM dan usianya sudah tua sehingga perempuan itu tidak mau
dengan dia. Setelah itu mulai mondar-mandir dan berbicara sendiri.
Kadang juga suka tertawa sendiri.”
Perawat : “Selama ini apa yang dirasakan oleh mbak dan keluarga terkait
dengan gangguan
jiwa yang dialami Tn. A?”
Keluarga : “Kami malu suster, sejak pertama kali Tn. A masuk S karena
sering mondar-mandir dan tertawa sendiri tetangga mulai menjauhi
keluarga saya. Ibu saya sampai sakit karena memikirkan T. A. adik saya
yang bungsu sampai batal juga untuk menikah karena pacarnya tidak mau
menikah dengan orang yang punya keluarga gangguan jiwa.”
Perawat : “Selama Tn. A dirumah siapa yang merawat?”
Keluarga : “Kadang ibu saya, kadang saya, kadang bapak saya.”
Perawat : “Selama perawatan, apa ada masalah yang muncul? Karena dari
data disini Tn.A sudah 9 kali di rawat, belum lama dirumah sudah kembali
lagi di rumah sakit.”
Keluarga : “Tn.A kan pulang ke rumah membawa obat, obatnya jarang
diminum suster. Biasanya juga kami lupa memberikan obatnya. Kalau
38
3. Fase Terminasi
Perawat : “Iyah mbak silahkan. Nah, dari hasil kita diskusi tadi sudah
didapatkan masalah apa saja yang dialami keluarga dan klien. Setelah
mbak tahu masalah yang dialami Tn. A bagaimana perasaannya?”
Keluarga : “Saya sedikit lega suster karena ada orang yang mau peduli
dengan Tn. A. karena hamper semua tetangga mulai menjauhi Tn. A dan
terutama keluarga saya.”
Perawat : “Okeh. Masalah-masalah yang tadi sudah dicatat semua yah
dibuku yang saya berikan?”
Keluarga : “Sudah suster”
39
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Regimen terapeutik adalah pengobatan yang terputus pada saat
dirumah sehingga terapi yang dijalani oleh pasien berhenti yang
mengakibatkan gangguan jiwa yang dialami pasien terjadi kembali.
(Wahyudi,2014)
Family Psychoeducation adalah terapi spesialis yang tepat untuk
diberikan pada keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami
gangguan kesehatan baik penyakit fisik maupun gangguan jiwa. Keluarga
menjadi unit penting yang mempengaruhi kesehatan klien karena
keluarga yang akan merawat klien di rumah. Terlebih untuk keluarga
yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa yang memerlukan
perawatan jangka panjang. Karena itu diperlukan pengetahuan dan
kemampuan mengatasi masalah yang baik, agar walaupun salah satu
anggota keluarga mengalami gangguan jiwa, keseimbangan keluarga
tetap terjaga.
Terapi ini dapat memberikan dampak positif kepada keluarga
dan secara tidak langsung kepada klien. Bagi keluarga, dapat
meningkatkan pengetahuan tentang penyakit yang dialami klien,
meningkatkan kemampuan merawat klien, memperbaiki koping
keluarga, dan meningkatkan kemampuan mengatasi masalah karena
kondisi sakit klien. Bagi klien, akan mendapatkan perawatan yang
optimal oleh keluarga, mendapatkan dukungan yang adekuat dari
keluarga dan secara tidak langsung dapat meningkatkan kemandirian
dan menurunkan kekambuhan pada klien.
Menurut Prof. Sasanto, salah satu titik penting untuk memulai
pengobatan adalah keberanian keluarga untuk menerima kenyataan.
Mereka juga harus menyadari bahwa gangguan jiwa itu memerlukan
pengobatan sehingga tidak perlu dihubungkan kepercayaan yang
macam-macam. Terapi bagi penderita gangguan jiwa bukan hanya
41
3.2 Saran
Demikian makalah yang telah kami susun, semoga dengan
makalah ini dapat menambah pengetahuan serta lebih bisa memahami
tentang pokok bahasan makalah ini bagi para pembacanya dan
khususnya bagi mahasiswa pascasarjana keperawatan jiwa yang telah
menyusun makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua.
42
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B.A. dkk. ( 2015). Workshop Keperawatan Jiwa ke-IX : Program Studi
Ners Spesialis I Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia. Depok. Tidak dipublikasikan.
Potter, P. A & Perry, A. G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan,
konsep, proses dan praktik. Jakarta: EGC
Siahaan, CP. 2012. Regimen Terapeutik Tidak Efektif. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32883/4/Chapter
%20II.pdf pada tanggal 20 Oktober 2017
Stuart and Laria ( 2016 ). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa
Stuart . Edisi Indonesia : Editor Budi Ana Keliat : Elsefier. Singapure.
Pteltd.
Setyoadi, dkk. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien
Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika.
Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditamam.