PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda
terhadap apa yang dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan jiwa itu
terjadi. Perbedaan pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model
konseptual kesehatan jiwa. Pandangan model psikoanalisa berbeda dengan
pandangan model social, model perilaku, model eksistensial, model medical,
berbeda pula dengan model stress – adaptasi. Masing-masing model memiliki
pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa. Berbagai pendekatan
penanganan klien gangguan jiwa inilah yang dimaksud dengan terapi
modalitas yang bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan
perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.
Terapi Modalitas merupakan terapi utama dalam keperawatan jiwa.
Terapi ini diberikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku
yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif ( Prabowo, 2014). Terapi
Modalitas adalah terapi dalam keperawatan jiwa, dimana perawat
mendasarkan potensi yang dimiliki pasien sebagai titik tolak terapi atau
penyembuhan. Ada beberapa terapi yang dapat dilakukan oleh perawat pada
pasien dengan masalah kejiwaan yaitu, terapi aktivitas kelompok dan terapi
keluarga.
Terapi Aktivitas Kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan
perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan
yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok sebagai target
asuhan. Terapi Aktivitas Kelompok dilakukan untuk meningkatkan
kematangan emosional dan psikologis pada pasien yang mengidap gangguan
jiwa pada waktu yang lama. Didalam kelompok terjadi dinamika dimana
setiap anggota kelompok saling bertukar informasi dan berdiskusi tentang
pengalaman serta membuat kesepakatan untuk mengatasi masalah anggota
kelompok. Terapi Aktivitas Kelompok memberikan hasil yang lebih besar
1
terhadap perubahan perilaku pasien, meningkatkan perilaku adaptif serta
mengurangi perilaku maladaptif. Bahkan Terapi Aktivitas Kelompok
memberikan modalitas terapeutik yang lebih besar dari pada hubungan
terapeutik antara dua orang yaitu perawat dan klien (Direja, 2011).
Sedangkan terapi keluarga merupakan suatu psikoterapi modalitas
dengan fokus pada penanganan keluarga sebagai unit sehingga dalam
pelaksanaannya terapis membantu keluarga dalam mengidentifikasi dan
memperbaiki keadaan yang maladaptif, kontrol diri pada anggota yang
kurang serta pola hubunganyang tidak konstruktif. Terapi keluarga lebih
menggunakan pendekatan terupeutik untuk melihat masalah individu dalam
konteks lingkungan khususnya keluarga dan proses interpersonal (Prabowo,
2014).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian terapi modalitas ?
2. Apa tujuan terapi modalitas ?
3. Apa peran perawat dalam terapi modalitas ?
4. Bagaimana klasifikasi terapi modalitas ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian terapi modalitas.
2. Untuk mengetahui tujuan dari terapi modalitas.
3. Untuk mengetahui peran perawat dalam terapi modalitas.
4. Untuk mengetahui klasifikasi terapi modalitas.
D. Manfaat Penulisan
1. Agar pembaca mengetahui dan memahami pengertian dari terapi
modalitas.
2. Agar pembaca mengetahui dan memahami tujuan dari terapi modalitas.
3. Agar pembaca mengetahui dan memahami peran perawat dalam terapi
modalitas.
4. Agar pembaca mengetahui dan memahami klasifikasi dari terapi
modalitas.
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
3
Membantu adaptasi terhadap situasi sekarang
Membantu keluarga dan orang- orang yang berarti
Mempengaruhi keterampilan merawat diri sendiri
Meningkatkan aktivitas
Meningkatkan kemandirian (Prabowo,2014).
4
menghilangkan, mengubah atau menghambat gejala-gejala yang ada,
mengoreksi perilaku yang terganggu, dan mengembangkan
pertumbuhan kepribadian. Psikoterapi dilaksanakan agar klien
memahami tingkah lakunya dan menaggani tingkah laku yang lebih
konstruktif melalui pemahaman-pemahaman yang selama ini kurang
baik dan cenderung merugikan baik diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan sekitar.
1) Psikoterapi Individu
Psikoterapi individu merupakan bentuk terapi yang
menekankan pada perubahan pada individu dengan cara mengkaji
perasaan, sikap, cara berfikir, dan perilakunya. Hal ini bertujuan
agar klien mampu memahami diri dan perilaku dirinya sendiri
membuat perubahan personal atau berusaha lepas dari rasa sakit
hati dan ketidakbahagiaan (Videbeck Sheila L, 2008). Aspek yang
terpenting dari psikoterapi individu adalah menjadikan individu
mampu menilai dirinya sendiri tanpa merusak suasana
psikologisnya, melepaskan pikiran yang membebani serta
memahami pikiran dan perilaku salahnya.
Kunci dari terapi individu adalah bagaimana klien dapat
mengungkapkan perasaannya, dapat mengungkapkan perilaku
yang diperankannya dan menilainya sesuai dengan kondisi realita.
Esensi dari psikoerapi individu mencakup seluruh aspek
kehidupan yang menjadi beban psikisnya. Hubungan antara klien
dan terapis yang harmonis merupakan kunci keberhasilan dalam
psikoterapi individu sehingga membutuhkan keterampilan terapis
yang handal dan memuaskan klien. Klien yang memukul orang
dan memecah kaca jendela karena keinginannya tidak dituruti
merupakan bentuk pelampiasan kekecewaan karena keinginannya
tidak dituruti. Hal yang perlu disadarkan oleh klien tersebut adalah
setelah masa krisisnya ditanggulangi klien perlu mengetahui
kerugian yang ditanggung oleh dirinya sendiri dan orang lain
5
akibat perbuatannya. Dengan berperilaku kasar dengan orang lain,
mengakibatkan orang tersebut menjadi kesakitan dan bahkan
masuk rumah sakit, bagaimana dengan anggota keluarganya,
sedangkan dia merupakan tulang punggung keluarga. Demikian
juga dengan dirinya sendiri akibat memecah kaca dengan luka
yang dideritanya, apa semua itu tidak merugikan diri sendiri dan
orang lain. Oleh karena seseorang marah itu merupakan kelebihan
energi, bagaimana caranya energy yang lebih itu dapat disalurkan
tanpa merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Hal
ini merupakan contoh kecil bagaimana seorang terapis
memberikan terapi psikoterapi individu, dan dikembangkan sesuai
dengan permasalahan yang timbul.
2) Psikoterapi Kelompok
Pembagian jenis psikoterapi sebelumnya dibedakan
berdasarkan prosesnya (supportif, redukatif, rekonstruktif). Bila
dibagi menurut lamanya maka ada psikoterapi jangka pendek, dan
psikoterapi jangka panjang. Bila dilihat dari jumlah pasien, maka
ada psikoterapi individual dan psikoterapi kelompok. Bila
kelompok ini terdiri atas para anggota satu keluarga, maka disebut
terapi keluarga. Bila hanya suami istri, disebut konseling
pernikahan ( marriage counseling). Terapi keluarga ( family
therapy) dan konseling pernikahan dilakukan bila keadaan
keluarga atau pernikahan itu sendiri yang menjadi sumber stress
atau penyebab gangguan jiwa. Khusus untuk suami istri, ataupun
pasangan lain ( kedua-duanya pria atau wanita) yang sering
bekerjasama dan masih dapat berfungsi secara normal, maka
latihan-latihan perjumpaan (encounter) sangat berguna untuk
mengembangkan komunikasi dan saling pengertian yang lebih
dalam. Akan tetapi,bila pola komunikasi sudah patologis, maka
sebaiknya dilakukan terapi keluarga, konseling pernikahan atau
6
terapi kelompok. Terapi kelompok berguna untuk pasien yang
memiliki karakteristik sebagai berikut.
a) Segan terhadap psikoterapi individual karena takut, tak
percaya pada terapis, erasing keras dengan terapis, melawan
figure orang tua.
b) Tidak atau kurang pengalaman dengan saudara-saudara,
mempunyai sikap bertentangan dengan saudara-saudara,
kurang berpatisipasi dalam lingkungan, mempunyai
pengalaman keluarga yang rusak, tidak atau sukar
menyusaikan diri dengan kelompok.
c) Mempuyai intelegensi yang rendah.
7
c) Pengertian dan penyelesaian dinamika dengan timbulnya wawasan
(insight)
8
c) Sugesti
Secara halus dan tidak langsung menanamkan pikiran
pada pasien atau membangkitkan kepercayaan padanya bahwa
gejala-gejala akan hilang. Seorang terapis harus mempunyai
sikap yang meyakinkan dan otoritas professional serta
menunjukkan empati. Supaya pasien percaya sehngga
kritiknya bekurang dan emosinya terpengaruh serta
perhatiannya menjadi sempit. Ia mengharapkan sesuatu dan
mulai percaya. Bila tidak terdapat gangguan keperibadian yang
mendalam, maka sugesti akan efektif, umpamanya pada reaksi
konversi yang baru dan dengan konflik yang dangkal atau
pada neurosa atau cemas sesudah kecelakaan. Sugesti dengan
aliran listrik (faradisasi) atau dengan masase terkadang juga
menolong, tetapi perbaikan tersebut cenderung untuk tidak
menjadi tetap karena pasien menganggap pengobatn tersebut
dating dari luar dirinya. Jadi sugesti harus diikuti dengan
reedukasi. Jangan memaksa pasien dan jangan memberikan
kesan bahwa kita mengangap ia membesar-besarkan gejalanya.
Selain itu , jangan menganggu harga diri pasien. Pasien harus
percaya bahwa gejala-gejalanya akan hilang dan tidak terdapat
kerusakan organic sebagai penyebab gejala-gejala itu. Ia harus
diyakinkan bahwa gejala-gejala tersebut hilang hal itu terjadi
karena ia sendiri mengenal maksud gejala-gejala itu dan
bahwa timbulnya gejala itu tidak logis.
d) Penjaminan kembali atau reassurance
Dilakukan melalui komentar yang halus atau sambil lalu
dan pertanyaan yang hati-hati, bahwa pasien mampu berfungsi
secara adekuat (cukup, memadai). Dapat juga diberi secara
tegas berdasarkan kenyataan atau dengan menekankan pada
apa yang telah dicapai oleh pasien.
9
e) Bimbingan
Memberi nasehat-nasehat yang praktis dan khusus
(spesifik) yang berhubungan dengan masalah kesehatan jiwa
pasien agar ia lebih sanggup mengatasinya.
f) Penyuluhan atau konseling
Suatu bentuk wawancara untuk membentuk pasien
mengerti dirinya sendiri lebih baik, agar ia dapat mengatasi
suatu masalah lingkungan atau dapat menyesuaikan diri.
g) Kerja kasus social (social casework)
Suatu proses bantuan oleh seorang yang terlatih
(pekerja social) kepada seorang pasien yang memerlukan satu
atau lebih pelayanan social khusus.
h) Terapi kerja
Dapat berupa sekedar memberi kesibukan kepada
pasien, ataupun berupa latihan kerja tertentu agar ia terampil
dalam hal tersebut dan berguna baginya untuk masa depan
mencari nafkah.
i) Hipnosa
Dapat membantu psikoterapi, akan tetapi apa yang
dapat dicapai dengan hipnosa dalam psikoterapi, dapat juga
dicapai dengan cara yang lain tanpa hipnosa.
j) Narkoterapi
Dilakukan secara inravena disuntikkan suatu
hipnotikum dengan efek yang pendek (umpamanya pentothal
atau amital natrium). Dalam keadaan setengah tidur pasien
diwawancarai, konflik dianalisis lalu disintesis.
10
Mengembalikan keseimbangan adaktif (menyesuaikan
diri).
11
Psikoanalis Non Freudian
Psikoterapi yang berorientasi kepada psikoanalisis
2. Terapi Okupasi
a. Definisi
Terapi okupasi adalah perpaduan antara seni dan ilmu
pengetahuan untuk mengarahkan penderita kepada aktivitas selektif,
agar kesehatan dapat ditingkatkan dan dipertahankan, serta mencegah
kecacatan melalui kegiatan dan kesibukan kerja untuk penderita cacat
mental maupun fisik. Tujuan dari terapi okupasi adalah untuk
mengembalikan fungsi penderita semaksimal mungkin, dari kondusi
abnormal ke normal, dengan memberikan aktifitas dengan
memperhatikan kondisi penderita sehingga penderita diharapkan dapat
mandiri.
b. Fungsi dan Tujuan Terapi Okupasi
Pasien yang dikirimkan oleh dokter, untuk mendapatkan terapi
okupasi adalah dengan maksud sebagai berikut :
Terapi khusus untuk pasien mental atau jiwa
1) Menciptakan suatu kondisi tertentu sehigga pasien dapat
mengembangkan kemampuannya untuk dapat berhubungan
dengan orang lain dan masyarakat sekitarnya.
2) Membantu dalam melampiaskan gerakan-gerakan emosi secara
wajar dan produktif
3) Membantu menemukan kemampuan kerja yang sesuai dengan
bakat dan keadaannya
4) Membantu dalam pengumpulan data guna penegakan diagnosis
dan penegakan terapi lainnya
5) Terapi khusus untuk mengembalikan fungsifisik, meningkatkan
ruang sendi, kekuatan otot dan koordinasi gerakan
6) Mengajarkan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan,
berpakaian, menggunakan fasilitas umum
12
7) Membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan
rutin di rumahnya
8) Meningkatkan toleransi kerja, memelihara, dan meningkatkan
kemampuan yang masih ada
9) Menyediakan berbagai macam kegiatan untuk dijajaki oleh
pasien sebagai langkah dalam precocational training
10) Membantu penderita untuk menerima kenyataan dan
menggunakan waktu masa rawat dengan berguna
11) Mengarahkan minat dan hobi agar dapat digunakan setelah
kembali ke keluarga
c. Peranan Terapi Okupasi dalam Pengobatan
Aktivitas dalam terapi okupasi digunakan sebagai media baik
untuk evaluasi, diagnosis, terapi maupun rehabilitasi. Dengan
mengamati dan mengevaluasi pasien saat mengerjakan suatu aktivitas
dan menilai hasil pekerjaan dapat ditentukan arah terapi dan
rehabilitasi selanjutnya dari pasien tersebut. Adapun hal-hal yang
mempengaruhi akivitas dalam terapi okupasi antara lain sebagai
berikut:
1) Jenis.
Jenis aktivitas dalam terapi okupasi adalah sebagai berikut :
Latihan gerak badan
Olahraga
Permainan
Kerajinan tangan
Kesehatan, kebersihan, kerapihan pribadi
Pekerjaan sehari-hari
Praktik pre-vokasional
Seni (tari, music dan lain-lain)
Rekreasi (tamasya, nonton bioskop, dan lain-lain)
13
Diskusi dengan topic tertentu (brita surat kabar, majalah,
televisi dll).
2) Karakteristik aktivitas.
Setiap aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi harus
mempuyai karakteristik sebagai berikut:
Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi
yang jelas. Jadi bukan hanya sekedar menyibukkan pasien.
Mempunyai arti tertentu bagi pasien, artinya dikenal oleh
atau ada hubungannya dengan pasien
Pasien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut
dan apa kegunaannya terhadap upaya penyembuhan
penyakitnya
Harus dapat melibatkan pasien secara aktif walaupun
minimal
Harus dapat memberikan dorongan ke pasien agar si pasien
mau berlatih lebih giat sehingga dapat mandiri
Harus sesuai dengan minat atau setidaknya tidak dibenci
olehnya
d. Indikasi Terapi Okupasi
1) Seseorang yang kurang berfungsi dalam kehidupannya karena
kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pengintegrasian
perkembangan psikososialnya
2) Kelainan tingkah laku yang terlihat dalam kesulitannya
berkomunikasi dengan orang lain
3) Tingkah laku tidak wajar dalam mengekspresikan perasaan atau
kebutuhan yang primitive
4) Ketidakmampuan menginterprestasikan ransangan sehingga
reaksinya terhadap rangsangan tersebut tidak wajar pula
5) Terhentinya seseorang dalam fase pertumbuhan tertentu atau
seseorang yang mengalami kemunduran
14
6) Mereka yang lebih mudah mengekspresikan perasaannya melalui
suatu aktivitas daripada dengan percakapan
7) Mereka yang merasa lebih mudah mempelajari sesuatu dengan
cara mempraktikkannya daripada dengan membayangkannya
8) Pasien cacat tubuh yang mengalami gangguan dalam
kepribadiannya, dan sebagainya.
e. Proses Terapi Okupasi
Dokter yang mengirimkan pasien untuk terapi okupasi akan
menyertakan juga data mengenai pasien berupa diagnosis,
masalahnya, dan juga menyatakan apa yang perlu diperbuat dengan
pasien tersebut. Apakah untuk mendapatkan data yang lebih banyak
untuk keperluan diagnosis, terapi atau rehabilitasi. Setelah pasien
berada di unit terapi okupasi maka terapis akan bertindak sebagai
berikut.
1) Koleksi data. Data biasa di dapatkan dari kartu rujukan atau
status pasien yang disertakan ketika pertama kali pasien
mengunjungi unit terapi okupasional. Jika dengan mengadakan
wawancara dengan pasien atau keluarganya, atau dengan
mengadakan kunjungan rumah. Data ini di perlukan untuk
menyusun rencana terapi bagi pasien. Proses ini dapat
berlangsung beberapa hari sesuai dengan kebutuhan.
2) Analisa data dan identifikasi masalah. Dari data yang
terkumpul dapat ditarik suatu kesimpulan sementara tentang
masalah dan/ atau kesulitan pasien. Hal ini dapat berupa
masalah lingkungan keluarga atau pasien itu sendiri.
3) Penentuan tujuan. Dari masalah dan latar belakang pasien,
maka dapat disusun daftar tujuan terapi sesuai dengan
prioritas, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
4) Penentuan aktivitas. Setelah tujuan terapi ditetapkan, maka
dipilihlah aktivitas yang dapat mencapai tujuan terapi tersebut.
Dalam proses ini pasien dapat diikutsertakan dalam
15
menentukan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan sehingga
pasien merasa ikut bertanggung jawab atas kelancaran
pelaksanaannya. Dalam hal ini harus diingat bahwa aktivitas
tersebut tidak akan menyembuhkan penyakit, tetapi hanya
sebagai media untuk dapat mengerti masalahnya dan mencoba
mengatasinya dengan bimbingan terapis. Pasien juga harus
diberi tahu alasan-alasan mengapa dia harus mengerjakan
aktivitas tersebut sehingga dia sadar dan di harapkan akan
mengajarkannya dengan aktif.
5) Evaluasi. Evaluasi harus dilaksanakan segera teratur dan
terencana sesuai dengan tujuan terapi. Hal ini agar dapat
menyesuaikan program terapi selanjutnya sesuai dengan
perkembangan pasien yang ada. Hasil evaluasi yang didaptkan
dapat dipergunakan untuk merencanakan hal-hal mengenai
penyesuain jenis aktivitas yang akan diberikan. Namun, dalam
hal tertentu penyesuaian aktivitas dapat dilakukan setelah
bebrapa waktu melihat bahwa tidak ada kemajuan atau kurang
efektif terhadap pasien. Hal – hal yang perlu di evaluasi antara
lain adalah sebagai berikut :
a) Kemampuan membuat keputusan.
b) Tingkah laku selama bekerja.
c) Kesadaran adanya orang laim yang bekerja bersama dia
dan dia yang mempunyai kebutuhan sendiri.
d) Kerja sama.
e) Cara memperlihatkan emosi ( spontan, wajar, jelas, dan
lain-lain )
3. Terapi Lingkungan
a. Konsep Terapi Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga
aspek lingkungan harus mendapat perhatian khusus dalam kaitannya
16
untuk menjaga dan memelihara kesehatan manusia. Lingkungan
berkaitan erat dengan stimulasi psikologis seseorang yang akan
berdampak pada kesembuhan karena lingkungan tersebut akan
memberi dampak baik pada kondisi fisik maupun psikologis
seseorang. Hal ini akan menjadi tantangan bagi public health policy
yang secara tradisional memberikan perhatian yang lebih pada
penyakit infeksi.
Standar pengukuran untuk kebutuhan kesehatan global secara
tradisional adalah angka kemantian akibat penyakit. Hal ini telah
menyebabkan gangguan mental seolah-olah bukan masalah. Dengan
adanya indicator baru, yaitu DALY (Disability Adjusted Life Year),
gangguan mental psikiatrik merupakan masalah kesehatan utama
secara internasional. Pasien gangguan mental sering kali mendapat
isolasi sosial, diasingkan lingkungan, terbuang dari keluarga, dan
mendapat perlakuan fisik yang kurang manusiawi sehingga upaya-
upaya dalam memodifikasi lingkungan menjadi sangat penting (Stuart
Sundeen, 1995). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Bloom yang
menyatakan bahwa 20% faktor yang menentukan status kesehatan
seseorang adalah kondisi lingkungannya.
17
matahari yang cukup, serta lingkungan yang bersih merupakan aspek
penting untuk pemulihan kesembuhan seseorang. Ia menyatakan
bahwa pasien-pasien yang ditempatkan dalam lingkungan yang
bersih,udara yang cukup, kelembapan yang sesuai, bau yang wangi
dapat mencegah kematian. Nightingle percaya tubuh manusia
memiliki daya penyembuh dan tugas perawat beserta tim kesehatan
hanyalah menciptakan kondisi lingkungan yang mendukung
penyembuhan alamiah tersebut. Konsep ini memfokuskan peran
perawat dalam memodifikasi lingkungan fisik yang akan berdampak
pada biokimiawi tubuh seperti kadarkortison dan adrenalin yang
normal, serta berdampak pada psikologis klien seperti perasaan aman
(safety need), terbebas dari kecemasan (anxiety). Modifikasi
lingkungan menurut Florence adalah sebagai berikut.
1) Udara yang bersih(pure air).
2) Air yang jernih dan memadai (pure water).
3) Pembuangan yang aman dan memadai (efficient drainage).
4) Keadaan lingkungan yang bersih (clienline).
5) Sinar matahari/cahaya yang cukup (light).
18
positif terhadap fisik dan psikis individu, serta mendukung proses
penyembuhan. Terapi atau penyembuhan merupakan cara atau proses
penyembuhan suatu gangguan yang disebabkan oleh sumber – sumber
gangguan.
f. Lingkungan Fisik
Tiga aspek yang mempengaruhi terwujudnya lingkungan fisik
terapeutik adalah sebagai berikut :
1) Lingkungan fisik tetap
Mencakup struktur dari bentuk bangunan baik eksternal
maupun internal. Bagian eksternal meliputi struktur luar rumah
sakit, yaitu lokasi dan letak gedung sesuai dengan program
19
pelayanan kesehatan jiwa, salah satunya kesehatan jiwa
masyarakat. Berada di tengah-tengah pemukiman penduduk atau
masyarakat sekitarnya serta tidak diberi pagar tinggi. Hal ini
secara psikologis diharapkan dapat membantu memelihara
hubungan terapeutik pasien dengan masyarakat. Memberikan
kesempatan pada keluarga untuk tetap mengakui keberadaan
pasien serta menghindari kesan terisolasi. Bagian internal gedung
meliputi penataan struktur sesuai keadaan rumah tinggal yang
dilengkapi ruang tamu, ruang tidur, kamar mandi tertutup, WC,
dan ruang makan. Masing-masing ruangan tersebut diberi nama
dengan tujuan untuk memberikan stimulasi pada pasien
khususnya yang mengalami gangguan mental, merangsang
memori dan mencegah disorientasi ruangan. Setiap ruangan
harus dilengkapi dengan jadwal kegiatan harian, jadwal terapi
aktivitas kelompok,jadwal kunjungan keluarga, dan jadwal
kegiatan khusus misalnya rapat ruangan.
2) Lingkungan fisik semi-tetap
Fasilitas-fasilitas berupa alat kerumahtanggan meliputi
lemari, kursi, meja, peralatan dapur, peralatan makan, mandi, dan
sebagainya. Semua perlengkapan diatur sedemikian rupa
sehingga memungkinkan pasien bebas berhubungan satu dengan
yang lainnya serta menjaga privasi pasien.
3) Lingkungan fisik tidak tetap
Lebih ditekankan pada jarak hubungan interpersonal
individu, serta sangat dipengaruhi oleh sosial budaya.
20
seperti ini sangat tepat diterapkan pada lingkungan masyarakat
yang masih memegang teguh nilai-nilai keagamaan dan moralitas
di tempat asalnya, karena model ini berjalan bersamaan dengan
konsep baik dan buruk yang diajarkan oleh agama. Oleh karena
itu, tidak mengherankan apabila model terapi moral inilah yang
menjadi landasan utama pembenaran kekuatan hukum untuk
berperang melawan penyalahgunaan narkoba.
2) Model Terapi Sosial
Model ini memakai konsep dari program terapi komunitas
dimana adiksi terhadap obat-obatan dipandang sebagai fenomena
penyimpangan sosial ( social disorder ). Tujuan dari model terapi ini
adalah mengarahkan prilaku yang menyimpang terebut kearah
perilaku sosial yang lebih layak. Hal ini didasarkan atas kesadaran
bahwa kebanyakan pencandu narkoba hampir selalu terlihat dalam
tindakan a-sosial termasuk tindakan kriminal. Kelebihan dari model
ini adalah perhatiannya kepada prilaku adiksi pencandu narkoba yang
bersangkutan, bukan pada obat-obatan yang disalahgunakan.
Praktiknya dapat dilakukan melalui ceramah, seminar, dan terutama
terapi berkelompok ( encounter grup ). Tujuannya tidak lain adalah
melatih pertanggung jawaban sosial terhadap individu sehingga
kesalahan yang dibuat satu orang menjadi tanggung jawab bersama-
sama. Inilah yang menjadi keunikan dari model terapi social, yaitu
memfungsikan komunitas sedemikian rupa sebagai agen perubahan
( agen of change ).
3) Model terapi Psikologis
Model ini diadaptasi dari teori psikologis M C Lellin, dkk.Yang
menyebutkan bahwa prilaku adiksi obat adalah buah dari emosi yang
tidak berfungsi selayaknya karena terjadi konflik hingga pencandu
memakai obat pilihannya untuk meringankan atau melepaskan beban
psikologis itu. Model terapi ini mementingkan penyembuhan
emosional dari pecandu narkoba yang bersangkutan, dimana jika
21
emosinya dapat dikendalikan, maka mereka tidak akan mempnyai
masalah lagi dengan obat-obatan. Jenis dari terapi model psikologis
ini biasanya banyak dilakukan pada konseling pribadi, baik dalam
pusat rehabillitasi maupun dalam terapi pribadi.
4) Model Terapi Budaya
Model ini menyatakan bahwa prilaku adiksi obat adalah hasil
sosialisasi seumur hidup dalam lingkungan social atau kebudayaan
tertentu. Dalam hal ini, keluarga seperti juga lingkungan dapat
dikategorikan sebagai “lingkungan sosial dan kebudayaan tertetu”.
Dasar pemikiran adalah praktik penyalahgunaan narkoba oleh anggota
keluarga tertentu merupakan hasil akumulasi dari semua permasalahan
yang terjadi dalam keluarga yang bersangkutan sehingga model ini
banyak menekankan pada proses terapi untuk kalangan anggota
keluarga dari para pecandu narkoba.
22
Membantu pasien belajar berinteraksi, berkomunikasi,
mempercayai seseorang, sehingga merasa dirinya berharga dan
berguna bagi orang lain.
23
Perawat dengan terapi ini dapat sebagai leader atau bekerja
sama dengan orang lain yang ahli dalam bidangnya karena harus
sesuai dengan bakat dan minat. Yaitu diantaranya :
a) Menari atau dance terapi
b) Terapi musik
c) Terapi dengan menggambar atau melukis kelompok
d) Literature / biblio terapi
3) Petherapy
Terapi ini bertujuan untuk menstimulasi respon pasien yang
tidak mampu mengadakan hubungan interaksi dengan orang-orang
dan pasien biasanya merasakan kesepian dan menyendiri. Sarana
yang digunakan adalah binatang-binatang dimana dapat
memberikan respon menyenangkan kepada pasien. Biasanya
digunakan pada pasien anak dengan akustik.
4) Planttheray
Terapi ini bertujuan untuk mengajarkan pasien memelihara
segala sesuatu makhluk hidup dan menjalin hubungan yang akrab
antara sesama. Kegiatan ini menggunakan tumbuhan sebagai
objek dalam mencapai tujuan terapi. Seperti menanam tumbuh-
tumbuhan sampai menjadi bunga maupun buah memperbolehkan
dalam memetiknya.
24
Alat – alat medis, obat-obatan, dan jenis cairan medis di
lemari dalam keadaan terkunci.
Ruangan harus ditempatkan dilantai 1 dan keseluruhan
ruangan mudah dipantau oleh petugas kesehatan.
Tata ruangan menarik dengan cara menempelkan poster
yang cerah dan meningkatkan gairah hidup pasien.
Warna dinding cerah.
Adanya bacaan ringan, lucu, dan memotivasi hidup
Hadirkan musik ceria, televisi, dan film komedi
Adanya lemari khusus untuk menyimpan barang-barang
pribadi pasien.
25
Pasien satu kamar, satu orang, bila sekamar lebih dari satu
jangan dicampur antara yang kuat dengan yang lemah.
Ada jendela berjeruji dengan pintu dari besi terkunci.
Tersedia kebijakan dan prosedur tertulis tentang protocol
pengikatan dan pengasingan secara aman, serta protocol
pelepasan pengikatan.
26
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Terapi Modalitas merupakan terapi utama dalam keperawatan jiwa.
Terapi ini diberikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku
yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif ( Prabowo, 2014). Terapi
Modalitas adalah terapi dalam keperawatan jiwa, dimana perawat
mendasarkan potensi yang dimiliki pasien sebagai titik tolak terapi atau
penyembuhan. Ada beberapa terapi yang dapat dilakukan oleh perawat
pada pasien dengan masalah kejiwaan yaitu, terapi aktivitas kelompok dan
terapi keluarga.
Terapi Aktivitas Kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan
perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan
yang sama. Bahkan Terapi Aktivitas Kelompok memberikan modalitas
terapeutik yang lebih besar dari pada hubungan terapeutik antara dua
orang yaitu perawat dan klien (Direja, 2011).
B. Saran
Bagi petugas kesehatan, dalam pemberian asuhan keperawatan untuk
pasien dengan gangguan kejiwaan salah satu cara paling efektif yaitu
diberikan terapi aktivitas kelompok karena terapi tersebut. Namun sebelum
27
dilakukan terapi tersebut perawat perlu mempelajari konsep dan teori terapi
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Direja, Ade Herman Surya. (2011). Buku Ajar : Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika
Nasir, Abdul Dan Abdul Muhith. (2011). Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa:
Pengantar Dan Teori. Jakarta: Salemba Medika
Prabowo, Eko.(2014). Konsep Dan Apliikasi : Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika
Purawaningsih, W & Karlina, I. (2010). Asuhan Keperawatan Jiwa , Yogyakarta:
Nuha Medika
Susana, S.A, & Hendarsih, S. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan Kesehatan
Jiwa, Jakarta: EGC
Videbeck.S.L.(2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
28